Madiya terkejut ketika melihat kearah Richard yang ada di sini. Tidak menyangka dengan yang dia lihat sekarang. "Mau bicara apa? Aku tidak punya banyak waktu untuk meladeni orang seperti dirimu!" ketus Madiya yang sebenarnya masih kesal dengan Richard "Harusnya aku yang marah di sini Madiya. Kamu dengan adikmu yang sudah mengecewakan aku."Richard mengatakan itu karena memang benar adanya. Dia yang seharusnya merasa kecewa atas kejadian yang menimpa dirinya. Bahkan atas semuanya, dia hanya akan melakukan hal yang baik untuk dirinya. Sekarang dia hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk dirinya saja. "Yang sudah mengecewakan kamu adalah Sabira. Aku tidak ada urusan di sini. Bahkan aku juga tidak tau kenapa Sasha memintaku untuk menjadi istri kamu. Aku hanya tau kamu ketika memintaku untuk menjadi istri sewaanku!" kesal Madiya menatap sengit kearah Richard. Kali ini dia benar-benar sudah dibuat kesal. Apalagi dengan keadaan yang membuat semuanya malah jadi sulit. Sekarang dia
Madiya sedang berada di kantor barunya. Dia merasa bahagia karena para karyawan yang ada di sini pada baik dan sekarang membantu dirinya. "Bu Madiya." "Iya, ada apa?" tanya Madiya melihat kearah karyawan yang lain. "Ratih akan mengadakan pesta di club untuk merayakan ulang tahunnya. Apa Bu Madiya akan ikut?" "Jangan panggil saya dengan Bu, panggil saya Madiya saja," ujar Madiya pada dua orang yang ada di sini. "Baiklah, Madiya."Dua wanita itu sudah tau siapa Madiya yang sebenernya. Dia juga yang disuruh Shela untuk menjaga Madiya dan membantu wanita itu ketika sedang kesulitan bekerja. Mereka berdua juga diberikan gaji tambahan oleh Richard tanpa sepengetahuan Madiya. Dan mereka juga disuruh untuk merahasiakan ini semuanya dari Madiya. "Aku tidak tau. Mungkin aku akan titip kado saja," jawab Madiya. "Ayo lah, pasti seru nih," rayu Nina. "Kamu tenang saja, nanti aku yang bantu dandan," ujar Kinan. Madiya berpikir sejenak, dia sebenernya tidak suka untuk pergi ke club malam.
Madiya melihat kearah cermin dan memperlihatkan dirinya yang sudah rapih. Madiya melirik ke Nina dan masuk ke dalam mobilnya. Bersama dengan Madiya yang ikut menumpang dalam mobil wanita itu. Baru setengah jalan, mereka berada di dalam mobil. Tiba-tiba Madiya melihat kearah Nina yang memutuskan untuk keluar. "Kenapa Nin?" tanya Madiya yang melihat Nina tiba-tiba menghentikan mobilnya secara tiba-tiba. "Kamu lihat sendiri? Sepertinya mobilku mogok sekarang," keluh Nina ketika tidak bisa mengemudikan mobilnya lagi. Madiya keluar dari mobil Nina dan dia terdiam ketika melihat hal tersebut. Dia juga tidak bisa berbuat apa-apa juga untuk menolong Nina sekarang. Dia tidak bisa membenarkan mesin mobil. Hanya orang bengkel yang paham tentang mesin mobil. Madiya berpikir untuk memanggil tukang bengkel saja untuk membenarkan ini. "Apa yang harus kita lakukan? Mau telepon orang bengkel?" tanya Madiya. "Sepertinya memang begitu, kamu duluan saja berangkat ke sana nya biar tidak telat," sa
Sementara itu, dengan AC yang dingin dalam sebuah mobil. Madiya melihat kearah Richard yang membuat dia jadi malah kesal. "Kamu mau pergi ke mana?" tanya Richard yang pura-pura tidak tahu arah tujuan Madiya. Padahal Shela sudah memberitahu semuanya. "Ke sebuah club malam," jawab Madiya dengan santai. Richard melirik ke arah Madiya, ingin mengobrol saja dengan wanita itu agar bisa mengulur waktu saat ini. "Untuk apa kamu malah ke sana?" tanya Richard yang kini menunggu jawaban yang baik untuk dirinya. "Bukan urusan kamu. tidak usah kepo, lebih baik kamu antarkan aku saja."Madiya hanya berkata dengan ketus, dia terlalu malas untuk menjawab pertanyaan dari Richard barusan, hingga tak lama kemudian, Richard menghentikan mobilnya ketika mereka sudah samapi di tempat tujuannya. "Makasih." Madiya hanya mengatakan itu saja, lalu dia keluar dari mobil milik Richard. Tidak mau berlama-lama dengan Richard karena tidak baik dengan jantungnya. Richard hanya melihat kepergian dari Madiya s
Richard membawa Madiya ke apartemen miliknya, dia menggendong Madiya yang ada di dalam mobil untuk ikut bersama dengan dirinya. Sampai tak lama kemudian, Richard sudah kembali menutup pintu dan membawa Madiya ke kamar milik mereka. Dia melihat Madiya yang setengah sadar, wanita itu malah membuka bajunya."Apa yang kamu lakukan Madiya?" tanya Richard membulatkan matanya ketika melihat Madiya yang membuka bajunya. "Kenapa rasanya panas," ujar Madiya yang kini mulai membuka bajunya. Richard membulatkan matanya ketika melihat ini semuanya. Dia awalnya kesal ketika melihat tingkah aneh dari Madiya barusan. Dia kira Robi hanya membuat Madiya pingsan saja. Tetapi sepertinya Robi memasukan sesuatu pada minuman Madiya. "Apa kamu mau mencoba untuk menggodaku?" tanya Richard yang melihat Madiya hanya memakai dalamnya saja. Matanya sudah benar-benar ternodai, apalagi Madiya yang kini sudah barbar mendekati dirinya. Memberikan sentuhan pada tubuhnya. Membuat dia malah merasa tegang, jakunnya
Madiya hendak akan pergi dari tempat ini setelah dia memakai bajunya kembali. Dia benar-benar kesal dengan Richard yang sudah menjebak dirinya. "Richard main seenaknya saja," umpat Madiya.Dia ingin keluar dari apartemen milik Richard, tetapi bagaimana caranya dia keluar sekarang. Dia belum memakai kembali bajunya. "Kamu mau ke mana Richard?" tanya Madiya yang kini melihat kearah Richard sepertinya akan pergi keluar. Madiya mengatakan itu dengan jalan yang sedikit tertatih. Dia memang susah untuk berjalan karena kakinya memang merasa sakit."Kenapa tidak tinggal saja bersama denganku, lagian kamu masih jadi istriku," ujar Richard dengan santai. "Tidak, bukannya kamu sudah mengusirku waktu itu." Madiya mengingatkan Richard yang waktu itu menuduh dirinya. Bahkan Richard waktu itu tidak menahan dirinya untuk pergi dari sini. Sekarang Madiya sudah nyaman tinggal bersama dengan Shela. Dia jadi banyak berbicara tentang kehidupan bersama dengan wanita itu. Walaupun ada hal yang membuat
Richard tengah tersenyum bahagia karena apa yang dia lakukan sudah berhasil. Dia sudah melakukan hubungan layaknya suami istri bersama dengan Madiya. Dia sudah percaya diri kalau Madiya sebentar lagi akan kembali dalam pelukan dirinya. "Ciee bos senyum-senyum sendiri," goda Robi yang masuk ke dalam ruangan Richard. "Ide kamu memang bagus Robi. Aku akan memberikan kamu bonus!" ujar Richard yang merasa bahagia. Robi yang mendengar hal tersebut pun ikut bahagia. Tidak menyangka sama sekali kalau Richard akan memberikan dia bonus. Memang ini adalah ide yang sangat bagus. "Terimakasih banyak bos," jawab Robi dengan semangat. "Bagus," ujar Richard yang terlihat bahagia. Dia sudah tidur dengan Madiya dan ini membuat dia jadi semakin yakin untuk bertemu dengannya. "Permisi."Ada suara yang mengetuk pintu ruangan ini. Robi menaikan sebelah alisnya dengan heran. Perasaan sekarang tidak ada janji dengan perusahaan manapun juga. "Siapa?" tanya Richard pada Robi. "Tidak tau, suruh saja mas
Madiya merasa gelisah dan hatinya merasa tidak enak sekarang. Pikirannya malah kearah lain, di harus bertemu dengan adiknya untuk menyelesaikan semua masalahnya. Apalagi Madiya juga rindu dengan ibunya. "Madiya, kenapa kamu malah melamun?" tanya Shela yang melihat Madiya tidak jauh dari tempatnya berada. "Eh kamu ternyata. Tidak aku hanya merindukan ibuku saja." "Kalau begitu kamu temui dia nanti yah. Aku akan menemani kamu kalau mau ke sana," tawar Shela dengan baik hati. Madiya menggelengkan kepalanya, dia tidak mau merepotkan Shela yang selama ini membantu dirinya. "Tidak usah, aku akan ke sana sendiri nanti."Shela tahu perasaan Madiya sekarang, alasan mengapa wanita itu selalu menolak tawaran dirinya. Lalu Shela mengalihkan pembicaraan mereka. "Btw hubungan kamu dengan Richard sekarang kaya gimana?" tanya Shela penasaran. Siapa tahu memang hubungan mereka sudah ada perkembangan sekarang. "Kenapa malah bahas pria itu?" kesal Madiya yang malah membicarakan tentang Richard. Di
Sebuah pemakaman, Madiya hanya menabur bunga ditemani oleh Richard yang kini ada dihadapannya. Dia menangis karena merasa kasian di sana. "Semoga setelah ini, kamu akan tenang.""Bagaimana pun dia adalah adikmu," ujar Richard merangkul Madiya sambil ikut menaburkan bunga. Haris terdiam kaku sambil melirik kearah makam tersebut. Dia terus saja bungkam dan tidak mau mengatakan apapun juga. Sampai Robi tiba-tiba datang menghampiri Haris. "Ini ikut menaburkan bunga juga.""Aku tidak menyangka kalau dia sudah tidak ada. Semuanya terasa masih mimpi," ujar Haris. Shela ikut melayat di sini, dia langsung memeluk Ratih dengan erat. "Tante yang sabar yah."Ratih hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia menghapus kembali air matanya dengan cepat. Bisa tidak enak kalau terjadi sesuatu di sini. "Iya gak papa.""Ayo kita pulang."Ratih mengatakan itu kepada semua orang yang ada di sini setelah prosesi pemakaman sudah selesai. Dia hanya melihat dengan sekilas saja. Richard merangkul
Madiya datang ke rumah sakit bersama dengan ibunya setelah mendengar kamar kalau Sabira kena tusuk Nita. Dia tidak menyangka kalau Sabira akan nekat seperti ini. Ketika mereka berdua sudah sampai di rumah sakit, Madiya langsung menghampiri Haris yang sudah berlumuran darah. "Haris, bagaimana keadaan Sabira?" tanya Ratih. Begitu pun dengan Madiya sekarang, dia sangat khawatir dengan keadaan adiknya sekarang. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi dengan adiknya. "Dia telah ditangani oleh dokter," jawab Haris. Sampai dan lama kemudian, Richard dagang juga ke rumah sakit setelah dia menyelesaikan misi tentang Roy. Haris menatap kearah Richard dengan sekilas. "Bagaimana dengan Roy, dia sudah ditangkap?""Iya, dia sudah ditangkap oleh pihak kepolisian. Dia akan dikenai pasal pembunuhan karena sudah membunuh Nita."Madiya yang mendengar itu pun menutup mulutnya dengan tidak percaya. "Madiya mati?""Iya," jawab Richard. "Innalilahi," ucap Ratih yang sama terkejutnya dengan hal
Pagi hari yang begitu cerah, Richard masuk ke kantor setelah dia berpamitan dengan istrinya. Dia masih memikirkan tentang orang tersebut. "Aku pamit ke kantor dulu.""Kamu semalam tidur hanya sebentar, udah mau masuk kantor?" tanya Madiya. "Iya, kebetulan ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tahu kalau orang yang sudah membantu Nita kabur itu juga rekan bisnisku," terang Richard memberitahu istrinya. Madiya yang mendengar itu pun sedikit terkejut dan tidak menyangka sama sekali. "Kok bisa?" tanya Madiya. "Aku baru melacak nomor plat mobilnya, semuanya sudah diatur dengan baik.""Syukurlah kalau begitu. Aku akan mengatur semuanya.""Kalau begitu aku berangkat yah," kata Richard sambil memberikan kecupan di kening istrinya dan mengelus perut anaknya. Sebelum akhirnya dia kembali naik ke dalam mobil. "Iya hati-hati di jalan."Madiya mengatakan itu sambil melambaikan tanganmya, dia melihat suaminya yang kini sudah pergi mengendarai mobilnya. Sampai akhirnya Madiya memutuskan un
Haris menatap kearah Sabira yang tadi memberikan nomor ponselnya dengan mudah begitu saja. Dia harus menanyakan langsung. "Kenapa tadi kamu memberikan nomor ponsel kepada istrinya Pak Roy?" tanya Haris dengan nada yang sedikit penasaran. Apalagi dia yakin kalau istrinya pasti menyembunyikan sesuatu tanpa dia ketahui kebenarannya. Sabira yang memang tengah ada di mobil dan hendak pulang setelah acara pernikahan antara Robi dan Shela selesai. Sebenernya tadi Sabira merasa curiga. "Kenapa diam?" tanya Haris. Sabira langsung mengatakan yang sebenarnya. "Kamu merasa gak sih tadi, istrinya Roy itu sedikit agak aneh.""Maksud kamu, bagaimana?" tanya Haris yang merasa heran. "Gelagat itu loh, mengingatkan aku akan sesuatu, dia terlihat sedikit gugup ketika berjabat tangan denganku dan raut mukanya juga terlihat seperti ketakutan begitu," ujar Sabira. "Iya itu wajar Sabira. Kan kalian baru saja bertemu." Haris mengatakan itu dengan santai. Tetapi Sabira punya pikiran lain karena tadi d
Nita sudah siap dengan yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia berjalan bersama dengan Roy sambil menyalami tangan Shela dan Robi. "Selamat yah atas pernikahan kalian berdua."Shela menjawab dengan ramah karena dia tidak tahu sosok Roy yang sebenernya. Shela mengira kalau memang itu teman dekat suaminya.Roy menatap kearah Robi yang sedari tadi diam saja, dia langsung menepuk pundak pria itu dengan pelan. "Selamat yah bro.""Iya," jawab Robi dengan singkat. Lalu mata Robi melihat kearah wanita yang dibawa oleh Roy barusan. Dia merasa heran sendiri karena melihat wanita yang dibawa oleh Roy sangat sederhana dengan pakaikan yang tidak mencolok sama sekali. Sedangkan Robi tahu kalau selera Roy adalah wanita yang sedikit modis. "Kamu bawa sekertarismu buat datang ke sini?" tebak Robi karena mungkin saja Roy tidak mempunyai pasangan makanya dia membawa wanita itu. Roy menggelengkan kepalanya, lalu dia mendekap wanita yang ada disampingnya itu dengan mesra. Dia hanya ingin memperlakukan
Acara pernikahan antara Robi dan Shela. Madiya sudah siap dengan baju yang memang dia gunakan dengan baik. Kebetulan ini adalah pemberian dari mertuanya. "Mana suamimu, kok belum muncul?" tanya Ratih ketika melihat anaknya hanya datang sendiri. "Richard tadi sedang menerima telepon dari seseorang bun. Dia masih mencari kebenaran Nita yang kabur dari lapas," jawab Madiya. Ratih yang mendengar itu pun sedikit terkejut. "Jadi sampai sekarang Nita belum ditemukan juga?" "Iya bunda, sampai sekarang Nita belum ditemukan sama sekali."Ratih yang mendengar itu pun jadi ikut khawatir. Apalagi dia tahu kalau Nita orang yang nekat, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya akan jadi seperti ini. "Apa Richard sudah berusaha untuk mencarinya?""Iya tentu saja. Dia sudah berusaha untuk mencarinya.""Sampai sekarang belum ditemukan?" tanya Ratih. "Iya Bunda." Madiya hanya menjawab dengan jujur saja. Sampai tak lama kemudian, muncul Richard yang menghampiri dirinya. Dia sudah memikirkan semuanya
Richard benar-benar tidak tahu harus melakukan apalagi. Terlebih setelah dia mendapatkan informasi dari bawahannya kalau mereka semuanya tidak menemukan kebenaran Nita. "Sialan, kalian sangat bodoh sekali. Masa mencari satu orang saja tidak ketemu."Richard mengumpat dengan kesal ketika anak buahnya tidak menemukan kebenaran Nita. Padahal wanita itu sangat berbahaya. Haris datang menemui Richard karena ada informasi yang ingin dia beritahu dengan Richard. "Haris," panggil Richard setelah menyadari keberadaan Haris. "Aku datang ke sini karena ingin memberikan informasi," kata Haris. "Informasi tentang apa?" tanya Richard sambil menatap kearah Haris dengan pandangan serius. Dia penasaran dengan yang dikatakan oleh Richard barusan. Dia yakin kalau laki-laki itu tengah merencanakan sesuatu sekarang. "Kamu harus tahu sesuatu Richard, Nita memang benar menyamar sebagai suster.""Aku sudah tahu tentang itu Haris. Tidak usah menjelaskan semuanya. Anak buahku sudah mengincar Nita, tetap
Madiya melihat baju yang diberikan oleh ibu mertuanya, dia memperhatikan dengan seksama. Baju ini akan dia gunakan ketika acara pernikahan antara Robi dengan Shela. "Sepertinya sangat bagus, aku akan memadukan baju ini dengan dasi yang akan dipakai oleh Richard nanti. Agar kami berdua terlihat sebagai pasangan," kata Madiya sambil tersenyum manis. Dia sudah tidak sabar dengan yang akan terjadi nantinya.Beruntung ibunya dan mertuanya sudah pulang. Kini dirinya hanya tinggal sendiri di dalam kamar. Madiya memperhatikan baju tersebut dengan seksama. Ketika dia hendak akan memakainya, tiba-tiba Richard masuk ke dalam kamar. Madiya sedikit terkejut karena Richard datang secara tiba-tiba begitu saja. "Loh Richard, sejak kapan kamu berdiri di sana?" tanya Madiya ketika melihat suaminya. "Baru saja, kenapa kamu akan lepas baju?" tanya Richard heran. Madiya akhirnya memberitahu Richard tentang apa yang tengah terjadi sekarang. Dia memang sengaja melakukan itu karena akan mengganti kostum
Madiya sudah memberikan hasil USG calon bayinya kepada ibu dan mertuanya. Mereka berdua terlihat senang setelah melihat hasil USG tersebut. "Ini anak kamu Madiya," kata Ratih. "Tentu saja Ratih, ini adalah cucu kita."Ana mengatakan itu sambil tersenyum dengan manis. Dia terharu melihat calon cucunya yang memang terlihat sangat manis. "Tentu saja. Aku sudah memikirkan semuanya.""Terimakasih banyak.""Richard sudah kembali ke kantor setelah mengantar kamu pulang?" tanya Ana yang tidak melihat anaknya. Madiya hanya mengangguk saja, tadi memang Richard sempat berpamitan kepada dirinya untuk balik ke kantor. Sedangkan Madiya malah dilarang untuk kembali ke kantor oleh Richard. "Iya mah, dia pergi lagi ke kantor nanti," terang Madiya. "Pasti dia sangat sibuk sekali, terlebih Robi sudah akan mengambil cuti menikah," ujar Ana. "Iya mah gak papa. Nanti Richard akan menyuruh orang untuk menjadi asistennya mengentikan Robi untuk sementara," jawab Madiya. Ana hanya mengangguk saja, kemu