Eva mengerutkan dahi, dia berbalik untuk menunjukkan ketidakpuasannya, tetapi menemukan kalau ada seorang pelayan berdiri menunduk di belakang mereka. Sosok yang familiar itu adalah Jennifer Newman. Wanita itu telah berganti pakaian kerja dan menyeka riasan yang tercoreng dari wajahnya. Dia memegang nampan dengan wadah kaca.Butuh waktu tiga tahun bagi Jennifer untuk bekerja dari pelayan menjadi manajer klien, tetapi sekarang dia terpaksa menjadi pelayan lagi. Tiga tahun lalu, dia menandatangani kontrak sepuluh tahun dengan hotel. Ketika dia mencoba untuk pergi beberapa menit yang lalu, dia diberitahu bahwa pihak hotel akan menuntutnya karena melanggar kontrak. Dia tahu dia bisa dipecat, tetapi dia tidak ingin merusak reputasinya dengan cara itu."Apakah kau yang melakukan ini?" Eva menatap Jennifer tetapi mengarahkan pertanyaannya ke Aiden."Dia tidak memenuhi syarat untuk menjadi manajer klien atau bahkan karyawan Hotel Empire," kata Aiden, tersenyum sedikit, "Mengapa kau tidak bert
"Nyonya Eva, Tuan Aiden melihat dari rekaman keamanan kalau jari Nyonya tertusuk duri," Alfred menjelaskan, "Begitu melihat Nyonya terluka beliau segera meminta persediaan P3K.""Aku tidak memintamu untuk menjelaskan apapun padanya, Alfred," tukas Aiden.Aiden dengan lembut mengambil punggung tangan Eva lalu menurunkannya ke dalam wadah kaca untuk direndam dalam air hangat. Setelah merendamnya sebentar, Aiden mengambil handuk mewah lalu mengeringkan jari Eva yang terluka dengan hati-hati. Aiden mengambil plester pembalut luka lalu bersiap untuk menempelkannya di jari Eva.Alfred menggeleng tak percaya, dia bertanya-tanya apakah yang dia lihat dan dia dengar ini nyata adanya.Mengapa Tuan Aiden tiba-tiba begitu lembut pada Nyonya Eva? Pikirnya."Aku bisa melakukannya sendiri, Aiden," kata Eva, berusaha menarik tangannya."Kupikir kau ingin pamer dengan melakukan PDA," ucap Aiden."Kapan aku mengatakan itu?" Eva membeku, tiba-tiba dia teringat komentar sarkastiknya tadi pagi. Eva mengata
Alfred menarik napas dalam-dalam. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Jennifer melebarkan mata karena terkejut. Semua orang selalu mengatakan bahwa Aiden Malik telah menghabiskan dua tahun terakhir menghindari Eva seolah-olah istrinya adalah wabah penyakit. Orang-orang terus mengatakan kalau mereka akan bercerai, tapi sekarang lihat apa yang pria itu lakukan.Ini tidak mungkin! Bagaimana bisa? Jennifer dan Alfred bingung sedangkan Eva membeku, pikirannya seolah mengembara. Seluruh tubuhnya terasa kaku seperti batu. Aiden memberi Eva tatapan menggoda lalu menghisap jari Eva lebih keras. Aiden seharusnya hanya membantu mendisinfeksi luka saja, tapi tubuh Eva tiba-tiba terasa panas. Wajahnya terasa seperti terbakar. Eva lantas menarik jarinya."Apa kau gugup?" Aiden bertanya sambil tertawa."Tidak," Eva menyahut cepat. "Kenapa juga aku harus gugup?"Eva mengeluarkan suara kecil dan tidak jelas di belakang tenggorokannya."Kalau begitu kau mau aku menghisap jarimu lagi, sayang?"
Eva terlalu sibuk dengan pemeriksaan fisik untuk peduli dengan apa yang dipikirkan orang. Dia sangat gugup, hingga kehilangan nafsu makan. Setelah beberapa gigitan, dia merasa kenyang.Alfred mendekati Aiden, "Tuan Aiden, Steven Lewis telah menunggu Tuan di Rumah Sakit St. Lewis."Eva berhenti menyeka mulutnya dengan serbet. Dia menyadari kalau dia akhirnya kehabisan waktu, tidak ada jalan menghindar dari pemeriksaan fisik.Perjalanan ke rumah sakit sangat indah. Saat mobil menuruni gunung, melewati pohon cinar tua yang tumbuh di kedua sisi jalan. Daunnya berdesir dan bergetar saat angin bertiup, tetapi Eva terlalu sedih untuk menghargai keindahannya.Rumah sakit ini terletak di kaki gunung. Mobil Aiden menuruni jalur gunung zig-zag diikuti puluhan mobil yang dipenuhi pengawal. Perawat dan pasien berhenti sejenak untuk menyaksikan kedatangan yang mencolok itu. Tidak mungkin menghindari menarik perhatian ketika Aiden bersikeras melakukan perjalanan seperti ini, pikir Eva sedih.Mobil A
Ruangan itu terang tapi agak kecil. Berbagai tabung reaksi dan jarum diletakkan di atas salah satu meja logam, dan kaca transparan berkilauan terkena cahaya."Kami akan melakukan tes darah terlebih dahulu untuk memeriksa berbagai tingkat mikronutrien," kata Steven Lewis.Dia mendorong kacamata ke atas hidungnya, ekspresinya menjadi serius. Dalam satu detik, pria paruh baya yang ramah di gerbang rumah sakit telah menjadi ahli yang tegas. Eva duduk di seberangnya lalu menawarkan tangan kirinya.Eva meletakkan telapak tangan di atas meja logam yang sudah dibersihkan, logam itu terasa dingin, dia merasa gelisah.Steven Lewis menyiapkan jarum. Dia melihat Eva pucat membuat Steven khawatir kalau Eva mungkin saja takut pada jarum atau darah. Steven tidak tahu kalau Eva lebih takut pada hasil tes daripada rasa sakit fisik apa pun."Kau akan merasakan sedikit sengatan, tapi tidak sakit," Steven menghiburnya, "Ini tidak akan lama.""Aku tahu," kata Eva dengan ketenangan palsu.Dia mengintip ke a
Aiden menciumnya dengan mengejutkan.Ciuman ini berbeda. Awalnya ciuman ini sangat lembut, begitu lembut sampai Eva merasa kalau dia berada di awan. Sampai kemudian ciuman itu berubah menjadi lebih intens dan mendesak daripada yang tadi. Aiden menggigit bibirnya, bertekad untuk mengalahkannya, dan Eva merasakan darah di mulutnya. Ciuman itu terasa seperti ujian seolah-olah Aiden mencoba mengambil keputusan tentang sesuatu atau menenangkan kekacauan batin.Eva merasa ngeri dan tercekik. Kepalanya berputar, dia berpikir kalau dia akan pingsan. Eva mengerahkan kekuatannya dan mencoba mendorong Aiden menjauh darinya. Eva terkejut ketika Aiden mengizinkannya untuk mendorongnya menjauh dan mengakhiri ciuman gila itu. Aiden menjauh dengan lesu lalu menyeka darah dari mulutnya seperti vampir.Matanya terlihat gila dan haus darah, "Apakah kau tahu apa yang aku benci, Eva?"Dia berhenti, memberi Eva kesempatan untuk menjawab, tapi Eva menganga dan menatap Aiden tanpa berkata-kata. Eva melihat bi
"Tuan Aiden, hasil tesnya sudah keluar."Alfred menyerahkan hasil tes itu kepada Aiden lalu menatap Eva yang memicu terornya. Eva hanya bisa melihat bagian belakang kertas putih kosong yang akan menentukan nasibnya. Aiden membaca sekilas laporan berbagai ukuran serta bagan sebelum membaca hasil tes. Dia mengangkat mata dari kertas lalu menatap tajam ke arah Steven Lewis."Apakah ini asli?" Tanya Aiden."Ya, Tuan Aiden," jawab Alfred dengan jujur, "Saya berada di sana sepanjang waktu. Tidak ada yang mengutak-atik apapun.""Tuan Aiden, jika Anda ragu, Anda dapat memeriksakan hasilnya di rumah sakit lain," kata Steven Lewis.Steven melepas sarung tangan lateksnya lalu membuangnya di tempat sampah. Tiba-tiba dia merasakan dingin di pelipisnya. Setelah menerima beberapa sinyal rahasia dari Aiden, Alfred menodongkan pistol ke kepala Profesor.Aiden mendekati Steven Lewis, "Sebastian adalah putramu dan kau mungkin ingin melindunginya. Jika itu benar, aku tidak peduli dengan hubungan keluarga
Eva terengah-engah selama beberapa menit sebelum kemudian bertanya, "Aiden, bisakah kau membiarkan aku memilihmu atas keinginanku sendiri?""Apa maksudmu?" tanya Aiden."Apa kau pikir kau benar-benar bisa memenangkan hatiku kembali? Bisakah kau mengIzinkanku untuk jatuh cinta padamu lagi, Aiden? Untuk melahirkan anakmu saat aku siap?""Apakah ini permainan untuk mengulur waktu, Eva?" Aiden bertanya dengan curiga, meskipun dia merasakan jantungnya berdebar penuh harap, "Apakah kau takut aku akan menyakiti Sebastian atau keluarganya?""Tidak," jawab Eva tanpa ragu. Dia mencoba untuk tetap tenang meski merasa bingung. Eva tahu kalau seluruh pemeriksaan fisik adalah siasat yang kejam sehingga Aiden bisa membuatnya khawatir dan menderita sebelum mengejar Sebastian.Itu semua salahku, pikirnya, Sebastian hanyalah seorang dokter yang tidak bersalah, dan aku telah mempertaruhkan nyawa Sebastian dengan meminta bantuannya. Aku tidak bisa membuat Sebastian kehilangan nyawa gara-gara aku.Aiden me