"Eva, beraninya kamu mendorong Rebecca hingga jatuh dari tangga?" Victoria menunjuk Eva dan jarinya gemetar karena marah. Dia berharap dia bisa menyodok menembus tengkorak cucu menantu perempuannya.
Abraham berdiri diam di sudut, terlalu malu untuk mengatakan apa pun.Aiden menatap mata Eva, sebelumnya wanita itu akan membeku di tempat karena terlalu malu untuk membela diri. Namun, sekarang sepertinya Eva menuduh Aiden seolah-olah pria itulah yang seharusnya malu."Well hey, siapa wanita pemberani ini?" Aiden bertanya-tanya, "Dan apa sebenarnya yang dia coba lakukan?"Eva mengerutkan kening pada Aiden. Meskipun mata kiri Rebecca diselimuti lingkaran hitam memar, Eva menjadi sombong dan lebih percaya diri sejak wanita itu tiba. Aiden segera menyadari perubahan halus pada Eva ini. Sepertinya itu provokasi terbuka. Aiden menyadari bahwa Eva pasti mengirimi Rebecca pesan misterius yang mengundangnya ke rumah. Ketertarikan dan keingintahuan menyusup ke tatapan Aiden yang penuh perhitungan dan tajam."Benarkah Anda mendorong Nona Jonas menuruni tangga seminggu yang lalu, Nyonya Eva Malik?" Seorang wartawan bertanya."Katanya Anda berniat bercerai," teriak yang lain, "Apakah ini alasannya?""Apakah ada sesuatu yang terjadi antara Tuan Malik dan Nona Jonas?""Eva, apakah Anda mendorongnya karena Anda merasa cemburu?""Apakah kehamilan masih diperhitungkan?""Kehamilan? Kurasa itu tergantung pada Aiden." Eva menjawab.Dia tersenyum ringan dan menatap Aiden memprovokasi. Eva ingin melihat bagaimana Aiden akan menangani situasi ini. Lagi pula, Nyonya Malik adalah gelar yang bisa diubah, tetapi perasaannya yang lembut terhadap kekasih masa kecilnya tidak dapat berubah dengan mudah. Bisakah dia tahan membicarakan kehamilan imajinernya di depan wanita yang dicintainya?Kehamilan?Rebecca menoleh ke Aiden dengan heran. Dia ingin Aiden menatapnya, meyakinkannya dengan senyuman atau anggukan kepala. Tapi sejak Rebecca memasuki ruangan, pria itu bahkan tidak meliriknya. Sebaliknya, Aiden tetap terpaku pada Eva, mengawasi wanita itu dengan emosi yang tak terbaca di matanya. Seolah dia sedang melihat mainan baru yang menarik."Apa yang terjadi dengan rasa jijik di mata Aiden ketika pria itu biasa memandang Eva?" Rebecca bertanya-tanya, "Apakah mereka jadi bercerai atau tidak?Rumor yang berkembang muncul di ruangan saat kerumunan berspekulasi.Tiba-tiba tidak sabar dengan seluruh adegan, Aiden mengumumkan, "Kalian bisa mulai mengharapkan kabar baik dari Nyonya Eva Malik dan aku."Kata-katanya menyebabkan lebih banyak hiruk pikuk. Semua orang tahu bahwa keluarga terhormat bekerja dengan cara yang misterius, tetapi konferensi pers ini mengejutkan. Para wartawan saling mengangguk. Mereka tahu pengumuman itu adalah kata terakhir Aiden."Tolong tinggalkan kami sekarang," kata Alfred, "Jika ada lebih banyak berita tentang pasangan Eva dan Aiden Malik, kami akan memberi tahu kalian semua."Para pengawal menerima perintah mereka dan mulai membersihkan ruangan.Seorang jurnalis yang pantang menyerah bertanya, "Apakah ini berita kehamilan atau perceraian?"Tidak ada jawaban. Para pengawal mencengkeram lengan pria itu dan menyeretnya keluar ruangan.Rebecca menjadi pucat saat Aiden menyebutkan mengenai kehamilan. Gadis itu menundukkan kepala dan menyingkir, terlihat merasa dikhianati. Eva melihat hal tersebut melalui setiap ekspresi dan gerakan. Satu menit dia licik dan kejam lalu menit selanjutnya dia berpura-pura murni dan tidak bersalah. Betapa baiknya dia berpura-pura!"Rebecca," Victoria Malik yang terhormat memanggil gadis itu."Datanglah ke kamarku," tambah wanita tua itu lagi.Rebecca mengerti kalau Victoria ingin berbicara dengannya secara pribadi, dan Rebecca mengikuti wanita yang lebih tua itu dengan patuh. Saat dia meninggalkan ruangan Rebecca melemparkan tatapan menggoda pada Aiden tapi pria itu sepertinya tidak menyadari hal tersebut. Rebecca dengan cepat menundukkan kepalanya, jantungnya berdebar kencang di telinganya.Semua wartawan telah pergi. Victoria juga pergi. John menyadari dia dan keluarganya tidak bisa berlama-lama lagi dan mereka bergegas keluar ruangan. Hanya Alfred, beberapa pelayan, Aiden, dan Eva yang tersisa di ruang makan besar. Suasananya masih sangat tegang."Minta Nyonya Eva Malik untuk kembali ke kamar tidur."Aiden menelan dan menatap Eva yang kebal terhadap situasinya saat ini dan terus minum.Para pelayan berduyun-duyun ke arah Eva untuk mengantarnya keluar ruangan. Tiba-tiba, sebuah gelas terbang di udara dan pecah di kaki mereka. Terkejut, para pelayan berhenti lalu menunggu untuk melihat apa yang akan dilakukan Eva selanjutnya. Eva menilai Aiden dengan ketidaksukaan yang mencolok. Kemudian dia mengangkat tepi gaunnya, melepas sepatu hak tingginya dan naik ke meja makan."Nyonya Eva Malik, ini terlalu berbahaya," protes para pelayan, "Tolong, turunlah."Prang!Eva melempar gelas lagi dan kemudian piring yang dilapisi pola daun emas yang halus. Piring terbang di udara menuju Aiden.Para pelayan berteriak, "Tuan Aiden, hati-hati!"Aiden memiringkan kepalanya sedikit dan piring itu berdesing melewati telinganya. Itu menabrak dinding dengan cepat dan sengit, membuktikan bahwa wanita itu memang serius dan berusaha menyakitinya."Aku hamil? Denganmu?" Eva mendesis, "Kau pasti bercanda."Piring lain meleset dari target yang dituju dan Eva merasa kecewa. Dia membungkuk dan meraih piring di dekat kakinya dan melempar ke arah Aiden lagi."Aiden, apakah kau takut menceraikanku?" dia bertanya.Eva sangat marah. Dia berpikir bahwa rencananya tidak akan gagal. Dia mengundang Rebecca, kekasih masa kecil Aiden dan juga pers demi memastikan kemenangannya. Eva mengira bahwa perceraian sudah diatur, tetapi Aiden menggunakan cerita konyol tentang kehamilan ini untuk mengubah situasi dan merusak rencananya."Apakah kau sangat menginginkan perceraian?" Aiden bertanya dengan rasa ingin tahu yang tulus.Eva siap melempar piring lagi, tapi dia berhenti. Wanita itu akan mengangguk, ketika didengarnya pria itu kembali berkata dengan, "Sayang sekali, Eva, tetapi, aku tidak ingin bercerai."Sebotol anggur merah pecah di kaki Aiden, memercik ke seluruh sepatu dan celana mahalnya."Mengapa tidak?" Eva menuntut.Dia tersandung ke ujung meja Aiden."Apakah satu malam yang penuh gairah membuatmu jatuh cinta padaku?" Eva bertanya dengan nada mengejek.Dengan cepat, Aiden meraih Eva dari meja lalu menyampirkan wanita itu di bahunya. Dia memeluknya seperti predator yang baru saja menangkap mangsa. Eva berteriak dan berjuang sekuat tenaga. Dia meninju punggung Aiden berulang kali, "Aiden, ceraikan aku, kau dengar tidak? Atau aku akan..."Aiden mengangkat alisnya dengan penuh minat dan geli. "Atau apa?"Nada mengejeknya membuat Eva marah. Eva menggeliat dan dia menggeser berat badannya, berusaha melepaskan diri, tapi, Aiden mengubahnya menjadi gendongan dengan gaya pengantin. Eva tidak menyukai itu, dia memutar kepala lalu dengan kejam menggigit tulang selangka pria itu. Darah merembes dari luka dan membuat kemeja sutra Aiden memerah, tetapi Aiden bergeming. Pria itu terus menggendong Eva menaiki tangga lalu menyusuri aula sebelum akhirnya melemparkan Eva ke sebuah tempat tidur ukuran besar."Bajingan!" Eva menopang dirinya dengan siku.Gaun berpotongan rendahnya mengungkapkan pemandangan yang membangkitkan hasrat. Aiden perlahan membuka kancing emas di kemeja. Dia biasanya bukan pria yang menuruti kesenangan duniawi. Di masa lalu, Eva mencoba segala cara untuk merayunya, tetapi Aiden tetap tidak tertarik. Aiden bahkan jarang menyenangkan dirinya sendiri. Tapi Eva yang baru ini, wanita pemberani dan kurang ajar yang menghina dan menyerangnya, membuatnya penasaran. Tidak ada wanita yang pernah memperlakukan Aiden seperti itu sebelumnya.Eva merasakan tempat tidur tenggelam karena berat pria itu dan Aiden memposisikan dirinya di atasnya. Eva mengerutkan dahi. Itu sudah jelas apa yang pria ini inginkan. Rasanya Eva ingin meninju wajah arogan itu atau menendang Aiden di bola pria itu, tetapi Eva memutuskan untuk menggunakan tipu muslihat saja."Apakah kau jatuh cinta padaku, Aiden?" Eva bergumam, "Bukankah kau mengatakan kau tidak bisa melakukannya denganku jika tanpa obat perangsang?"Apakah Eva sedang memprovokasinya? Apakah ini masih bagian dari rencananya untuk bercerai? Aiden tidak peduli. Tidak ada yang bisa menceraikannya. Jika akan terjadi perceraian, itu harus menjadi keputusannya, pengumumannya dan bukan orang lain.Aiden meraih tangan Eva lalu mengarahkannya ke celananya, menekannya ke bagian yang kaku di dalamnya,"Sepertinya aku bisa sekarang," kata pria itu.Panas dan keras. Mata Eva melebar karena terkejut, "Aiden, apa yang kau inginkan?""Apa yang aku inginkan?" Tatapannya intens dan menuntut, "Aku ingin membuat ahli waris denganmu, Nyonya Eva Malik, bagaimana dengan itu?"Ini pertanyaan, tapi tidak terdengar seperti pertanyaan. Pria itu memberitahu Eva keputusan penting.Eva ingin menampar wajah itu, tetapi sayangnya, Aiden menjepit tangan Eva di atas kepalanya.Eva sangat marah, tapi dia merasakan sesuatu yang keras dan hangat menekan perutnya. Eva memelototinya, "Apa kau tahu seperti apa dirimu sekarang, Aiden? Kau tidak lain seperti seekor serigala."Eva sedikit sakit kepala. Kata-kata cabul yang keluar dari mulutnya sendiri sungguh berlawanan dengan sikapnya yang biasanya patuh. Dadanya berdebar secara aneh."Oh ya? Jika aku adalah serigala lalu kau adalah apa? Si tudung merah?" Aiden mengatupkan bibirnya, "Jangan lupa, Eva, bahwa kaulah yang membiusku dan memohon agar aku mencintaimu. Kaulah yang menggeliat di bawahku. Dan setelah malam yang begitu intens, bagian ini…"Aiden menelusuri ujung jarinya dari tulang selangka ke perut Eva yang mulus. Itu berarti satu hal. Eva gemetar membayangkan memiliki anak dengan Aiden dan menggelengkan kepalanya dari kanan ke kiri. Wanita itu lantas menusukkan jarinya ke dada Aiden sebagai protes, tapi pria itu menganggap gerakan itu sebagai godaan.Aiden telah memberi Eva banyak kelonggaran hari ini, men
Saat Eva membersihkan dirinya di kamar mandi, Rebecca duduk bersama Nyonya Victoria Malik di sayap timur mansion Malik yang tenang dan berselera tinggi. Kediaman Malik terdiri dari satu rumah utama yang terletak di sebidang tanah yang luas, tetapi keluarga tersebut juga memiliki belasan rumah dan kondominium lain dengan berbagai ukuran di seluruh kota. Bahkan di puncak kekuasaan dan prestise mereka, kediaman keluarga Jonas tidak berukuran setengah dari rumah Malik.Sejak keluarga Jonas mulai kehilangan uang dan ketenaran, Rebecca bertanggung jawab untuk memulihkan reputasi keluarganya. Cara termudah untuk melakukannya adalah menikah dan tidak ada kandidat yang lebih baik selain daripada Aiden. Aliansi dengan keluarga Malik akan lebih dari sekadar memulihkan status keluarga Jonas, itu akan mengangkat mereka ke posisi yang baru.Seharusnya tidak begitu sulit. Rebecca tumbuh bersama Aiden dan semua orang berharap mereka berdua menikah. Eva muncul entah dari mana, dan pernikahannya dengan
Di kamar mandi yang beruap, Aiden dengan sedikit bertenaga menggosokkan waslap ke seluruh tubuhnya. Keterlaluan! Aiden tidak percaya bahwa Eva telah muntah di tubuhnya. Apakah mencium Aiden sebegitu menjijikkannya bagi Eva? Pikiran itu membuat Aiden terbakar amarah.Aiden menyesuaikan tekanan air hingga air menetes ke kulit perunggunya. Air itu mengalir ke perutnya yang kokoh, menonjolkan otot-otot tubuhnya yang seksi. Dia keluar dari kamar mandi dan mengeringkan rambutnya dengan handuk lalu mengenakan jubah gelap dan mengikatnya secara longgar di pinggang.Pelayan telah membersihkan kamar saat dia sedang mandi dan sepertinya mereka telah melakukan pekerjaan dengan baik. Lampu mati, tetapi lilin aromaterapi menyala dan berkedip penuh semangat di kandil di lemari kayu berukir. Cahaya redup menciptakan suasana romantis.Seorang wanita dengan tubuh sempurna sedang berbaring di tempat tidur membelakangi Aiden. Selimut putih tebal meluncur dengan menggoda dari bahunya, memperlihatkan pungg
Pelayan itu memalingkan muka dari Aiden dengan tergesa-gesa. Dia bingung dan malu. Semua orang mengatakan bahwa Aiden diam-diam menginginkan Rebecca, sekarang berkat rencana Nyonya Eva Malik, Nona Rebecca Jonas berbaring telanjang di tempat tidur Aiden. Pelayan itu merasa, tidak masuk akal bagi Aiden untuk marah seperti itu. Bukankah situasinya tidak memalukan—normal bagi pria sekuat Aiden untuk memiliki beberapa wanita simpanan. Yah, begitulah yang pelayan itu pikirkan.Tampilan Aiden menusuk dan suram. Dia melirik lilin di seberang ruangan. Api biru gelapnya masih berkelap-kelip. Dia berjalan mendekat, mengambilnya dan membawanya ke hidungnya. Dia menghirup dengan cepat."Minta Dokter Walker datang ke sini," perintahnya.Pelayan pertama memanggil Dokter Benjamin Walker dan yang lainnya masuk untuk membantu Rebecca berpakaian.Dokter Benjamin Walker datang dengan cepat. Dia memeriksa Rebecca terlebih dahulu. Meskipun dia berpakaian, wajahnya masih merah dan dia mengeluh bahwa dia kepa
Sebuah mobil BMW berwarna putih berhenti di tempat parkir St. Lewis. Mobil itu terlalu mencolok untuk sebuah rumah sakit.Bertindak seperti seorang pria sejati, Dokter Sebastian Lewis membuka pintu mobil dan membantu Eva keluar dari kendaraan. Dia mengulurkan tangan agar Eva bisa meletakkan tangan sembari memberinya tatapan penuh simpati.Eva telah berganti pakaian menjadi gaun abu-abu konservatif sebelum meninggalkan rumah, tetapi dia telah memotong sebagian kerahnya untuk memperlihatkan bahunya yang seksi. Kain putih dari kerah itu sekarang melilit pinggangnya sebagai ikat pinggang. Pakaiannya unik dan kreatif, dan Sebastian mau tidak mau menyadari bahwa itu berbeda dari pakaian biasanya.Pria itu tersenyum sopan dan menatap Eva dalam-dalam. Matanya jernih, tetapi tidak terbaca pada saat bersamaan."Kau sangat berbeda sekarang, Eva," dia mengamati."Kau tahu tidak kalau pujianmu itu membuatku merasa seperti kembali dari kematian," jawab Eva."Benarkah? Aku tidak tahu itu," kata Sebas
Eva bersandar pada Sebastian saat dia mencoba mendapatkan kembali keseimbangannya.Mungkinkah Aiden? Mungkinkah itu Aiden? Dia bertanya-tanya. Apakah Aiden mencoba membunuhnya agar pria itu bisa menikahi gadis impiannya?Eva menggelengkan kepalanya lagi. Itu masih tidak masuk akal. Jika Aiden ingin menyingkirkannya, mengapa dia merusak pengumuman perceraian Eva dengan rencana kehamilannya?Imajinasi Eva menjadi liar, kecurigaannya mulai terdengar seperti plot drama Korea.Sebenarnya Aiden bisa menjadi agen ganda yang sempurna. Pria itu bisa dengan mudahnya sukses sebagai aktor karena Aiden sangat pandai berbohong dan berpura-pura. Memikirkan itu, raut wajah Eva menjadi masam."Apa yang salah?" Sebastian bertanya, "Kau terlihat kacau. Apakah kau sudah minum obat?" Telapak tangan Sebastian yang besar menyentuh dahi Eva dan kamera berbunyi pelan di latar belakang."Bisakah aku mendapatkan pil pencegah kehamilan di sini?" Eva bertanya dengan nada sedih."Tidak. Kau tidak bisa mendapatkanny
"Apa kau ingin obat itu untuk berjaga-jaga kalau pria itu tidak tahan untuk menyentuhmu?" tanya Sebastian.Eva tidak dapat menyangkal bahwa dia sengaja membuat Aiden kesal dalam upaya membujuk pria itu untuk menceraikannya. Tapi itu tidak berhasil seperti yang Eva rencanakan.Percakapan sepertinya menjadi terlalu berat, jadi Eva bercanda, "Ya, itu sulit, Sebastian, karena kau tahu aku sangat cantik."Eva tersenyum dengan mata birunya yang indah membuat Sebastian merasa hatinya bergetar. Bagaimana mungkin dia bisa menolak pesona wanita di hadapannya ini?Eva mengubah topik pembicaraan kembali ke pil kontrasepsi, "Pil ini bekerja hingga 48 jam setelahnya, kan?"Sebastian masih tenggelam dalam keterpesonaan. Begitu sadar ia berdehem dan mengangguk. "Ya," sahutnya kemudian."Kalau begitu, aku mau pil ini beberapa lagi untuk berjaga-jaga."Satu per satu, dengan hati-hati Sebastian memasukkan pil ke dalam wadah kaca dan menyerahkannya pada Eva tanpa satupun pertanyaan.Sebastian tahu apa yan
Maria tentu saja tidak menanggapi, dia hanya berbaring di sana dan tidak bergerak. Eva meraih tangan Maria sedangkan Sebastian menarik kursi untuknya. Eva duduk dan membelai kerutan di tangan wanita tua itu. Koma yang lama telah menyebabkan penurunan berat badan yang begitu dramatis sehingga Eva merasa seperti hanya mengelus kulit dan tulang. Hatinya terasa sakit."Maaf, Maria, butuh waktu lama bagiku untuk datang menjengukmu," dia meminta maaf, "Tolong jangan marah kepadaku. Kau tahu kan betapa ketatnya aturan di Malik mansion — butuh waktu lama bagiku untuk menyelinap keluar. Tapi kau biasanya pasti akan memarahiku jika aku ketahuan gara-gara menyelinap."Tiba-tiba Eva tersenyum, mengingat betapa khawatirnya pengasuhnya itu setiap kali dia pulang melewati jam malam. Wanita yang lebih tua itu biasa ikut kesal ketika Eva mengeluh bahwa rumah Malik seperti penjara."Apakah kau akan bangun jika tahu kalau aku menceraikan Aiden?" dia bertanya.Eva menatap wajah Maria yang tenang. Jika Ma
Bandara terlihat ramai, tapi itu tidak membuat seorang gadis dengan tubuh model berjalan dengan angkuh sembari menarik tas kopernya.Di area penjemputan penumpang, mata gadis itu menatap sekeliling dimana ada banyak orang yang berdiri untuk menunggu kerabat, teman atapun rekan. Sampai akhirnya dia mendengar teriakan itu disertai lambaian tangan dari seorang yang ia kenali."Rebecca!" panggil Rachel sembari mengangkat selembar karton bertuliskan namanya.Rebecca segera menghampiri Rachel, keduanya saling berpelukan, "Apa kabar?" tanya Rachel pada Rebecca, "Lama kita tidak bertemu, kau semakin cantik saja adikku.""Kakak," seru Rebecca rasanya ia ingin menangis karena sudah lama tidak bertemu dengan saudarinya itu, "Aku merindukanmu.""Sama. Ayo, kita ke apartemenku. Kau bisa menginap di sana.""Ngomong-ngomong, mana pacarmu katanya kau sudah punya pacar," tukas Rebecca sembari melihat kesana kemari."Ah, dia sedang bekerja dan tidak bisa ikut menjemputmu. Aku akan mengenalkanmu padanya
"Aduh, sudah-sudah. Cucu kita hanya ingin berbulan madu saja. Biarkan saja." Alaric menengahi, "Minum saja tehmu, Victoria."Aiden bergerak sigap mengambil cangkir teh Victoria lalu menyodorkannya ke wanita tua itu. Wanita tua itu mau tak mau tersenyum, "Kau ini, cucu nakal, mana ada bulan madu selama ini. Bilang saja kalau ini hanya akal-akalanmu untuk menolak kembali. Ya, kan?"Mendengar itu Aiden hanya tertawa saja.Beberapa waktu kemudian, keduanya lantas pulang dengan membawa banyak buah tangan. Alaric melambaikan tangan sedangkan Victoria berbalik masuk ke dalam mansion.---Alfred melihat adiknya yang sedang melakukan terapi. Sudah beberapa lama ini dia mengambil cuti karena hendak menemani adiknya menjalani terapi dan proses kesembuhan.Aiden telah memiliki bisnisnya sendiri dalam bidang pengiriman, meski tidak sebesar Malik Group tapi, meskipun begitu, hal tersebut tidak menghalangi Aiden dalam membiayai semua perawatan adik Alfred hingga hampir sembuh seperti ini.Alfred hany
"Halo!" ucap Aiden ketika menerima panggilan masuk tersebut. Dia sekarang berada di balkon dimana langit malam menjadi panoramanya..Terdengar deheman dari seberang sana sebelum kemudian suara familiar orang tua itu menyapa telinganya."Aiden ... ""Ya, kakek ...""Kapan kau kembali ke mansion Malik?" Pertanyaan itu membuat Aiden terdiam. Ini bukan kali pertama Alaric Malik menghubunginya dan memintanya kembali, "Bagaimana mungkin kau pergi di saat aku menyuruhmu pergi. Aku ini orang tua, sesekali marah adalah hal yang wajar. Kenapa kau harus mengambil hati hal tersebut. Kembalilah ke Mansion Malik. Nenekmu sangat merindukanmu. Sudah berapa lama kau tidak pulang?"Aiden menyandar ke dinding balkon sembari mendongak ke langit, "Maafkan aku, Kek. Bukan aku durhaka dan tidak peduli dengan kerinduanmu. Tapi, yang kalian inginkan untuk kembali ke mansion Malik hanyalah Aiden. Eva adalah istriku. Aku dan dia adalah satu kesatuan."Alaric terdiam beberapa saat, "Jika memang itu yang kau ingin
Eva membuka pintu dan mendapati Sebastian Lewis berdiri di sana."Siapa, sayang?" tanya Aiden sembari menghampiri Eva yang terpaku di depan pintu."Halo, Eva, Aiden!" sapa Sebastian ramah seolah sebelumnya mereka tidak pernah berselisih dan tanpa masalah, "Boleh aku masuk?"Eva yang tersadar bermaksud untuk mempersilahkan Sebastian masuk namun, belum sempat Eva melakukannya Aiden telah lebih dulu mengambil alih dengan melangkah maju dan menjawab, "Tidak!" sembari tersenyum.Sebastian yang telah menduga itu balas tersenyum, "Baiklah kalau begitu," katanya. Dia pura-pura hendak membalikkan tubuh lalu tanpa disangka ketika Aiden lengah dia bergerak maju dengan melewati bawah lengan Aiden yang terentang di pintu."Terima kasih telah mempersilahkan aku masuk, Malik!" ucap Sebastian kalem, dia lantas beralih duduk di sofa.Aiden yang melihat itu menghampiri Sebastian sembari mendesis, "Tidak ada yang mempersilahkanmu masuk, lalu siapa juga yang menyuruhmu duduk di sofa itu," sergah Aiden.Ev
Tanpa sadar, Eva tersentak saat Aiden berdiri lalu dengan lembut menggigit puting payudaranya dengan gemas."Aiden ... aku ..." Namun, seolah teringat sesuatu, setelah itu Aiden tidak melakukan apapun. Dia diam membuat Eva bertanya-tanya ada apa gerangan."Aiden, ada apa?" tanya Eva, dia beralih duduk di hadapan pria itu. Aiden menarik selimut lalu menutupi sebagian tubuh Eva yang terbuka dan tubuhnya sendiri. Ada apa ini? "Aku teringat kalau aku belum mendapatkan maaf yang semestinya darimu atas pemaksaan yang kulakukan padamu waktu itu, Eva." Terakhir kali Aiden mengatakannya, Eva sedang mabuk dan Aiden merasa permasalahan itu belum tuntas. Itu terasa mengganjal di hatinya. Aiden kini beralih duduk di tepi ranjang dengan kaki menyentuh lantai. "Aku memang suamimu, tapi, saat itu, aku sudah berlaku kasar dengan melakukannnya tanpa persetujuan darimu. Aku merasa telah melakukan kesalahan yang membuatmu ...""Aiden," Eva meraih bahu Aiden. Membuat tatapan mereka kembali bertemu, "Janga
Sepanjang jalan dari ruangan duduk sampai ke kamar kedua pakaian mereka berserakan. Eva meremas rambut Aiden saat pria itu menciumnya dengan penuh gairah.Hasrat keduanya begitu menggebu-gebu hingga terasa seolah akan meledak. Dengan bunyi gedebuk, pintu kamar tertutup di belakang mereka. Bibir mereka beradu dalam pelukan penuh gairah. Tangan Aiden dengan lembut memeluk leher Eva saat mulut mereka bertemu, keduanya mendambakan momen ini. Jarak ke tempat tidur mungkin tidak terlalu jauh, namun cobaan yang mereka alami sejak kecelakaan itu membuat ciuman ini terasa seperti hadiah yang telah lama ditunggu-tunggu.Eva terengah-engah ketika Aiden separuh mengangkat tubuhnya, dia melingkarkan lengannya di leher Aiden. Perbedaan tinggi badan mereka membuat dia harus memiringkan kepalanya sedikit ke atas.Aiden dengan lembut menggigit bibir Eva, lidahnya secara alami menyelinap di antara keduanya. Gesekan basah dan sensual di antara bibir mereka menciptakan suara lembab dan memikat yang memen
Ruangan itu cukup besar meski tidak sebesar ruangan-ruangan di mansion Malik. Sudah beberapa minggu ini, Eva tinggal di penthouse ini bersama Aiden.Sesekali Eva memainkan piano yang berada di salah satu sudut ruangan dimana jendela kaca besar berada. Dari kaca jendela besar itu pemandangan kota dapat terlihat dengan jelas. Intensitas cahayanya di malam hari dan siang hari.Awalnya Eva begitu terkejut ketika saat itu Aiden menggenggam tangannya. Pria itu lebih memilih Eva ketika Alaric yang murka akibat kecelakaan yang menimpa mereka menyuruh keduanya bercerai."Aiden adalah pewarisku. Pewaris Malik. Bisa-bisanya dia membahayakan nyawanya untukmu, Eva. Aku tidak bisa menerima ini. Segera bercerai dengan Aiden. Aku akan memberikan kompensasi yang sesuai untukmu." Itu adalah ultimatum yang diucapkan oleh Alaric.Tepat saat itu Aiden masuk."Eva adalah istriku, Kek. Sudah sepatutnya seorang suami melindungi istri," jawab Aiden, dia meraih tangan Eva lalu menyatukan kedua jemari mereka."B
Mata dan jari Eva perlahan menelusuri kulit Aiden."Bagaimana lukamu, Aiden?" tanya Eva, dia bertanya dengan tulus dan benar-benar mengkhawatirkan suaminya itu.Mendengar pertanyaan yang sarat dengan kekhawatiran itu membuat Aiden berbalik menghadap Eva, sebuah senyum terulas di bibirnya."Apa kau mengkhawatirkanku, Eva?" tanyanya."Ya," jawab Eva dengan mimik wajah serius, membuat Aiden terhenyak sejenak sebelum kemudian menggelengkan kepala."Lama-lama aku bisa terbiasa dengan kekhawatiran dan kepedulianmu kepadaku, Eva," cetus Aiden, "Rasanya kita seperti pasangan suami istri sungguhan."Eva mengalungkan kedua lengannya di leher Aiden, "Kalau begitu biasakanlah, Aiden," Dia menatap kedua bola mata pria itu, "Bukankah itu yang kau dan aku inginkan? Menjadi pasangan suami istri sungguhan? Atau jangan-jangan sekarang kau berubah pikiran lagi, Aiden?"Aiden tak menyangka dengan penuturan Eva, "Sejujurnya aku yang mengira kau yang akan berubah pikiran, Eva. Setelah pertemuanmu dengan Dok
Lalu, tatapan Aiden beralih ke Rebecca yang berdiri di belakang Victoria. Rebecca yang menyadari hal tersebut buru-buru menghampiri Aiden lalu memeluknya tanpa mempertimbangkan perasaan Eva. Aiden meringis ketika merasakan sentuhan Rebecca mengenai luka di punggungnya. Eva yang melihat ringisan Aiden buru-buru menarik lepas lengan Rebecca dari suaminya.Menyadari itu, Aiden merasa takjub. Dia senang Eva peduli padanya tidak seperti dulu yang tidak peduli dan bahkan melemparkan Aiden pada wanita lain. Hatinya menjadi 'sangat ringan'."Aiden, syukurlah kau selamat. Huhu, aku benar-benar takut sewaktu mendengar kabar dari Nyonya Victoria tentang dirimu," Rebecca tebal muka dan mengabaikan tindakan Eva. Dia memberikan efek sedih dengan tangisannya. Tapi, Eva dan Aiden mana percaya lagi."Itu benar, Aiden. Rebecca sangat khawatir padamu. Dia bahkan menangis semalam." Victoria menambahkan, Rebecca di sebelahnya mengangguk mengiyakan."Lihat nih, mataku bengkak karena semalaman menangis meng