Saat Eva membersihkan dirinya di kamar mandi, Rebecca duduk bersama Nyonya Victoria Malik di sayap timur mansion Malik yang tenang dan berselera tinggi. Kediaman Malik terdiri dari satu rumah utama yang terletak di sebidang tanah yang luas, tetapi keluarga tersebut juga memiliki belasan rumah dan kondominium lain dengan berbagai ukuran di seluruh kota. Bahkan di puncak kekuasaan dan prestise mereka, kediaman keluarga Jonas tidak berukuran setengah dari rumah Malik.
Sejak keluarga Jonas mulai kehilangan uang dan ketenaran, Rebecca bertanggung jawab untuk memulihkan reputasi keluarganya. Cara termudah untuk melakukannya adalah menikah dan tidak ada kandidat yang lebih baik selain daripada Aiden. Aliansi dengan keluarga Malik akan lebih dari sekadar memulihkan status keluarga Jonas, itu akan mengangkat mereka ke posisi yang baru.Seharusnya tidak begitu sulit. Rebecca tumbuh bersama Aiden dan semua orang berharap mereka berdua menikah. Eva muncul entah dari mana, dan pernikahannya dengan Aiden mengejutkan semua orang."Rebecca, ceritakan padaku, apa yang kau maksud tentang Eva yang mendorongmu dari tangga?" tanya Victoria Malik."Itu semua sudah berlalu, Nyonya Victoria," kata Rebecca dengan ekspresi rapuh, "Aku mengerti jika Eva membenciku yang dekat dengan Aiden. Aku tidak akan menyalahkannya.""Apa? Jadi maksudmu, Eva mencoba menyakitimu karena kau tumbuh bersama Aiden? Rebecca, kau terlalu baik karena sudi memaafkan wanita itu.""Aku tahu bagaimana perasaan Eva," kata Rebecca, "Setelah bertahun-tahun menikah, Aiden masih tidak peduli padanya sama sekali. Mengingat sejarahku dengan Aiden, dia punya banyak alasan untuk memusuhiku.""Aku sangat menyesal karena kau sampai harus berurusan dengan perilaku tidak menyenangkannya itu, Rebecca," kata Victoria, "Tapi jangan percayai pers. Aiden menggunakan cerita tentang kehamilan ini hanya demi menyembunyikan kebenaran tentang Eva — tidak ada yang menginginkan hal itu untuk dipublikasikan. Kau mengerti, kan?"Terlepas dari usia dan rambut berubannya, Victoria Malik memiliki stamina yang sehat. Dia berbicara dengan energi yang besar. Rebecca duduk di sebelah wanita tua itu dan menuangkan teh untuk mereka berdua. Gerakannya sempurna dan anggun, setiap gerakannya mencerminkan status dan pendidikannya sebagai wanita yang anggun. Victoria telah mengenal Rebecca seumur hidupnya dan dia melihat dalam diri Rebecca cucu menantu perempuan yang dia inginkan."Aku tahu, Nyonya Victoria," jawab Rebecca, "Aiden melakukan apa yang harus dia lakukan untuk melindungi nama keluarga Malik.""Aku senang kau mengerti. Kau tahu kan kalau kau tidak harus mentolerir situasi yang mengerikan ini jika bukan karena kakek Aiden," kata Nyonya Victoria sambil mendesah, "Orang tua yang keras kepala itu memaksa Aiden untuk menikahi Eva.""Tidak apa-apa, Nyonya Victoria.""Omong kosong. Kamu jauh lebih baik dari Eva. Aku akan memberitahu Ric untuk meminta izin orang tuamu untuk menikahimu segera setelah Aiden menceraikan wanita mengerikan itu."Victoria mendesah frustrasi. Saat perceraian akhirnya akan terjadi, kenapa Aiden harus menghentikannya. Dia tidak bisa membaca pikiran Aiden, dan dia tidak sepenuhnya mengerti mengapa Aiden bersikap seperti itu. Dia tahu bahwa Aiden selalu tidak menyukai Eva dan menuntut agar mereka tidur di kamar terpisah. Victoria tahu mengapa Eva masih belum juga hamil setelah dua tahun menikah.Aiden menentang pernikahan itu dua tahun lalu. Untuk membujuk Aiden, kakeknya telah berjanji bahwa dia akan berhenti mencampuri kehidupan pribadi Aiden jika dia menikah dengan Eva. Dia juga berjanji untuk mengakhiri pernikahan jika Eva tidak menghasilkan ahli waris dalam tiga tahun pertama. Victoria tidak sengaja mendengar mereka menyetujui hal ini saat dia membawakan teh untuk mereka suatu sore. Dia tahu bahwa jika Aiden menolak untuk tidur dengan Eva, dia tidak dapat melahirkan anak-anaknya, dan jika Eva tidak dapat melahirkan anak-anaknya, dia harus menceraikannya. Dia menduga bahwa pengumuman kehamilan dimaksudkan sebagai semacam gangguan bagi kakeknya."Tapi Tuan Alaric Malik memilih Eva untuk menikah dengan Aiden," kata Rebecca, berjuang untuk mengekang harapan liar yang tiba-tiba dia rasakan.Victoria merendahkan suaranya dan berbisik, "Jika Eva tidak hamil dalam beberapa bulan ini, kakek Aiden akan memaksa mereka untuk bercerai. Dia menjadi tidak sabar untuk ahli waris. Bahkan jika Aiden menentang perceraian, dia tidak akan punya pilihan selain menuruti kakeknya.""Benarkah?" Suasana hati Rebecca segera menjadi cerah. Dia tersenyum dan lesung pipi yang mempesona muncul di pipinya yang lembut."Itu benar."Victoria mengambil teh yang ditawarkan Rebecca dan menarik napas dalam-dalam. Teh berkualitas tinggi telah diseduh dengan sempurna. Dia menyesap sebelum berbicara."Aku sudah meminta para pelayan untuk menyiapkan kamar tamu di rumah utama untukmu. Tolong buat dirimu betah seperti di rumah sendiri dan jangan risau serta membuang-buang waktumu dengan wanita tua sepertiku. Aku ingin kau fokus pada Aiden. Yakinlah, tidak ada yang akan berani mengusirmu pergi saat kau berada di sini sebagai tamuku."Rebecca tersipu dan merendahkan suaranya, "Aku sangat menghargainya, Nyonya Victoria, Anda sangat baik.""Jangan khawatir tentang itu," jawab Victoria. Dia menyesap tehnya lagi dan menambahkan, "Aiden memintamu untuk datang ke sini dan niatnya jelas. Ini hanya masalah waktu. Kamarmu sudah siap dan dia tahu di mana menemukanmu, Rebecca. Jadi, jangan membuatnya menunggu.""Ya, aku mengerti, Nyonya Victoria," jawab Rebecca, "Itu sudah pasti Aiden. Aku tahu dialah yang mengirim pesan singkat itu," kata Rebecca gembira.Dia tidak bisa membayangkan mengapa orang lain mengiriminya pesan misterius yang memintanya untuk datang ke kediaman Malik. Jadi, itu sudah pasti Aiden. Hatinya bersorak. Rebecca telah menunggu momen ini selama hampir dua tahun dan dia tidak ingin kehilangan kesempatan lagi untuk menikah dengan Aiden dan menyelamatkan keluarganya.Di kamar mandi yang beruap, Aiden dengan sedikit bertenaga menggosokkan waslap ke seluruh tubuhnya. Keterlaluan! Aiden tidak percaya bahwa Eva telah muntah di tubuhnya. Apakah mencium Aiden sebegitu menjijikkannya bagi Eva? Pikiran itu membuat Aiden terbakar amarah.Aiden menyesuaikan tekanan air hingga air menetes ke kulit perunggunya. Air itu mengalir ke perutnya yang kokoh, menonjolkan otot-otot tubuhnya yang seksi. Dia keluar dari kamar mandi dan mengeringkan rambutnya dengan handuk lalu mengenakan jubah gelap dan mengikatnya secara longgar di pinggang.Pelayan telah membersihkan kamar saat dia sedang mandi dan sepertinya mereka telah melakukan pekerjaan dengan baik. Lampu mati, tetapi lilin aromaterapi menyala dan berkedip penuh semangat di kandil di lemari kayu berukir. Cahaya redup menciptakan suasana romantis.Seorang wanita dengan tubuh sempurna sedang berbaring di tempat tidur membelakangi Aiden. Selimut putih tebal meluncur dengan menggoda dari bahunya, memperlihatkan pungg
Pelayan itu memalingkan muka dari Aiden dengan tergesa-gesa. Dia bingung dan malu. Semua orang mengatakan bahwa Aiden diam-diam menginginkan Rebecca, sekarang berkat rencana Nyonya Eva Malik, Nona Rebecca Jonas berbaring telanjang di tempat tidur Aiden. Pelayan itu merasa, tidak masuk akal bagi Aiden untuk marah seperti itu. Bukankah situasinya tidak memalukan—normal bagi pria sekuat Aiden untuk memiliki beberapa wanita simpanan. Yah, begitulah yang pelayan itu pikirkan.Tampilan Aiden menusuk dan suram. Dia melirik lilin di seberang ruangan. Api biru gelapnya masih berkelap-kelip. Dia berjalan mendekat, mengambilnya dan membawanya ke hidungnya. Dia menghirup dengan cepat."Minta Dokter Walker datang ke sini," perintahnya.Pelayan pertama memanggil Dokter Benjamin Walker dan yang lainnya masuk untuk membantu Rebecca berpakaian.Dokter Benjamin Walker datang dengan cepat. Dia memeriksa Rebecca terlebih dahulu. Meskipun dia berpakaian, wajahnya masih merah dan dia mengeluh bahwa dia kepa
Sebuah mobil BMW berwarna putih berhenti di tempat parkir St. Lewis. Mobil itu terlalu mencolok untuk sebuah rumah sakit.Bertindak seperti seorang pria sejati, Dokter Sebastian Lewis membuka pintu mobil dan membantu Eva keluar dari kendaraan. Dia mengulurkan tangan agar Eva bisa meletakkan tangan sembari memberinya tatapan penuh simpati.Eva telah berganti pakaian menjadi gaun abu-abu konservatif sebelum meninggalkan rumah, tetapi dia telah memotong sebagian kerahnya untuk memperlihatkan bahunya yang seksi. Kain putih dari kerah itu sekarang melilit pinggangnya sebagai ikat pinggang. Pakaiannya unik dan kreatif, dan Sebastian mau tidak mau menyadari bahwa itu berbeda dari pakaian biasanya.Pria itu tersenyum sopan dan menatap Eva dalam-dalam. Matanya jernih, tetapi tidak terbaca pada saat bersamaan."Kau sangat berbeda sekarang, Eva," dia mengamati."Kau tahu tidak kalau pujianmu itu membuatku merasa seperti kembali dari kematian," jawab Eva."Benarkah? Aku tidak tahu itu," kata Sebas
Eva bersandar pada Sebastian saat dia mencoba mendapatkan kembali keseimbangannya.Mungkinkah Aiden? Mungkinkah itu Aiden? Dia bertanya-tanya. Apakah Aiden mencoba membunuhnya agar pria itu bisa menikahi gadis impiannya?Eva menggelengkan kepalanya lagi. Itu masih tidak masuk akal. Jika Aiden ingin menyingkirkannya, mengapa dia merusak pengumuman perceraian Eva dengan rencana kehamilannya?Imajinasi Eva menjadi liar, kecurigaannya mulai terdengar seperti plot drama Korea.Sebenarnya Aiden bisa menjadi agen ganda yang sempurna. Pria itu bisa dengan mudahnya sukses sebagai aktor karena Aiden sangat pandai berbohong dan berpura-pura. Memikirkan itu, raut wajah Eva menjadi masam."Apa yang salah?" Sebastian bertanya, "Kau terlihat kacau. Apakah kau sudah minum obat?" Telapak tangan Sebastian yang besar menyentuh dahi Eva dan kamera berbunyi pelan di latar belakang."Bisakah aku mendapatkan pil pencegah kehamilan di sini?" Eva bertanya dengan nada sedih."Tidak. Kau tidak bisa mendapatkanny
"Apa kau ingin obat itu untuk berjaga-jaga kalau pria itu tidak tahan untuk menyentuhmu?" tanya Sebastian.Eva tidak dapat menyangkal bahwa dia sengaja membuat Aiden kesal dalam upaya membujuk pria itu untuk menceraikannya. Tapi itu tidak berhasil seperti yang Eva rencanakan.Percakapan sepertinya menjadi terlalu berat, jadi Eva bercanda, "Ya, itu sulit, Sebastian, karena kau tahu aku sangat cantik."Eva tersenyum dengan mata birunya yang indah membuat Sebastian merasa hatinya bergetar. Bagaimana mungkin dia bisa menolak pesona wanita di hadapannya ini?Eva mengubah topik pembicaraan kembali ke pil kontrasepsi, "Pil ini bekerja hingga 48 jam setelahnya, kan?"Sebastian masih tenggelam dalam keterpesonaan. Begitu sadar ia berdehem dan mengangguk. "Ya," sahutnya kemudian."Kalau begitu, aku mau pil ini beberapa lagi untuk berjaga-jaga."Satu per satu, dengan hati-hati Sebastian memasukkan pil ke dalam wadah kaca dan menyerahkannya pada Eva tanpa satupun pertanyaan.Sebastian tahu apa yan
Maria tentu saja tidak menanggapi, dia hanya berbaring di sana dan tidak bergerak. Eva meraih tangan Maria sedangkan Sebastian menarik kursi untuknya. Eva duduk dan membelai kerutan di tangan wanita tua itu. Koma yang lama telah menyebabkan penurunan berat badan yang begitu dramatis sehingga Eva merasa seperti hanya mengelus kulit dan tulang. Hatinya terasa sakit."Maaf, Maria, butuh waktu lama bagiku untuk datang menjengukmu," dia meminta maaf, "Tolong jangan marah kepadaku. Kau tahu kan betapa ketatnya aturan di Malik mansion — butuh waktu lama bagiku untuk menyelinap keluar. Tapi kau biasanya pasti akan memarahiku jika aku ketahuan gara-gara menyelinap."Tiba-tiba Eva tersenyum, mengingat betapa khawatirnya pengasuhnya itu setiap kali dia pulang melewati jam malam. Wanita yang lebih tua itu biasa ikut kesal ketika Eva mengeluh bahwa rumah Malik seperti penjara."Apakah kau akan bangun jika tahu kalau aku menceraikan Aiden?" dia bertanya.Eva menatap wajah Maria yang tenang. Jika Ma
"Apakah kau yakin itu bukan karena dia menginginkan pil?""Eh ..." Alfred tergagap."Lihat inventaris di rumah sakit dan cari tahu apakah ada persediaan obat yang hilang," perintah Aiden."Ya, Tuan."Alih-alih bergegas pergi, Alfred ragu-ragu. Dengan gugup, dia berdehem, "Tuan, orang-orang yang membuntuti Nyonya Eva mengatakan bahwa mereka telah kehilangan jejak." Saat Alfred berbicara suaranya menjadi semakin pelan, tapi Aiden tetap mendengarnya."Kehilangan dia? Sekelompok pria tidak berguna! Temukan istriku bahkan jika kalian harus menghancurkan seluruh kota."Aiden mengambil foto dan merobeknya dari atas ke bawah. Dia melempar sobekan ke arah Alfred, dan satu irisan di wajah Alfred muncul karena disebabkan oleh potongan kertas.Sementara itu, Eva dan para pria yang menggodanya tiba di sebuah klub. Musik keras dan sorakan memenuhi udara saat mereka masuk. Seorang pelayan menuangkan sebotol sampanye ke dalam gelas. Pelayan lain mengatur setumpuk gelas seperti menara dan menuangkan bo
"Aku selingkuh, Aiden," teriaknya, "Lihat sekelilingku dan pilih pria favoritmu! Bagaimana dengan pria kuat dan tinggi dengan tubuh yang bagus ini? Atau pria yang merayu banyak wanita sekaligus dan membual tentang kehebatannya di atas ranjang? Yang mana yang harus aku pilih, Suamiku? Tolong bantu aku memilih salah satu dari mereka."Dengan intim Eva bersandar ke Tom dan melihat ke kamera dengan senyum mempesona. Aiden merasakan sesuatu meledak di otaknya."Jangan coba-coba untuk melakukannya!""Ah, Tuan Malik yang terhormat, jika Anda tidak segera menceraikan saya, saya akan menyelingkuhi Anda setiap hari," dia mengancam, "Namun, bukankah saya istri yang baik karena telah memperingatkan Anda sebelum hal perselingkuhan ini terjadi?"Bukankah sudah kukatakan kalau kau akan menyesali ini, Aiden," tambahnya lagi, "Tapi cukup bicaranya, aku ingin mencoba salah satu dari pria ini … sekarang. Jadi, adios. Sampai jumpa lagi, Suami brengsekku."Eva meniupkan ciuman lalu menutup telepon.Aiden
Bandara terlihat ramai, tapi itu tidak membuat seorang gadis dengan tubuh model berjalan dengan angkuh sembari menarik tas kopernya.Di area penjemputan penumpang, mata gadis itu menatap sekeliling dimana ada banyak orang yang berdiri untuk menunggu kerabat, teman atapun rekan. Sampai akhirnya dia mendengar teriakan itu disertai lambaian tangan dari seorang yang ia kenali."Rebecca!" panggil Rachel sembari mengangkat selembar karton bertuliskan namanya.Rebecca segera menghampiri Rachel, keduanya saling berpelukan, "Apa kabar?" tanya Rachel pada Rebecca, "Lama kita tidak bertemu, kau semakin cantik saja adikku.""Kakak," seru Rebecca rasanya ia ingin menangis karena sudah lama tidak bertemu dengan saudarinya itu, "Aku merindukanmu.""Sama. Ayo, kita ke apartemenku. Kau bisa menginap di sana.""Ngomong-ngomong, mana pacarmu katanya kau sudah punya pacar," tukas Rebecca sembari melihat kesana kemari."Ah, dia sedang bekerja dan tidak bisa ikut menjemputmu. Aku akan mengenalkanmu padanya
"Aduh, sudah-sudah. Cucu kita hanya ingin berbulan madu saja. Biarkan saja." Alaric menengahi, "Minum saja tehmu, Victoria."Aiden bergerak sigap mengambil cangkir teh Victoria lalu menyodorkannya ke wanita tua itu. Wanita tua itu mau tak mau tersenyum, "Kau ini, cucu nakal, mana ada bulan madu selama ini. Bilang saja kalau ini hanya akal-akalanmu untuk menolak kembali. Ya, kan?"Mendengar itu Aiden hanya tertawa saja.Beberapa waktu kemudian, keduanya lantas pulang dengan membawa banyak buah tangan. Alaric melambaikan tangan sedangkan Victoria berbalik masuk ke dalam mansion.---Alfred melihat adiknya yang sedang melakukan terapi. Sudah beberapa lama ini dia mengambil cuti karena hendak menemani adiknya menjalani terapi dan proses kesembuhan.Aiden telah memiliki bisnisnya sendiri dalam bidang pengiriman, meski tidak sebesar Malik Group tapi, meskipun begitu, hal tersebut tidak menghalangi Aiden dalam membiayai semua perawatan adik Alfred hingga hampir sembuh seperti ini.Alfred hany
"Halo!" ucap Aiden ketika menerima panggilan masuk tersebut. Dia sekarang berada di balkon dimana langit malam menjadi panoramanya..Terdengar deheman dari seberang sana sebelum kemudian suara familiar orang tua itu menyapa telinganya."Aiden ... ""Ya, kakek ...""Kapan kau kembali ke mansion Malik?" Pertanyaan itu membuat Aiden terdiam. Ini bukan kali pertama Alaric Malik menghubunginya dan memintanya kembali, "Bagaimana mungkin kau pergi di saat aku menyuruhmu pergi. Aku ini orang tua, sesekali marah adalah hal yang wajar. Kenapa kau harus mengambil hati hal tersebut. Kembalilah ke Mansion Malik. Nenekmu sangat merindukanmu. Sudah berapa lama kau tidak pulang?"Aiden menyandar ke dinding balkon sembari mendongak ke langit, "Maafkan aku, Kek. Bukan aku durhaka dan tidak peduli dengan kerinduanmu. Tapi, yang kalian inginkan untuk kembali ke mansion Malik hanyalah Aiden. Eva adalah istriku. Aku dan dia adalah satu kesatuan."Alaric terdiam beberapa saat, "Jika memang itu yang kau ingin
Eva membuka pintu dan mendapati Sebastian Lewis berdiri di sana."Siapa, sayang?" tanya Aiden sembari menghampiri Eva yang terpaku di depan pintu."Halo, Eva, Aiden!" sapa Sebastian ramah seolah sebelumnya mereka tidak pernah berselisih dan tanpa masalah, "Boleh aku masuk?"Eva yang tersadar bermaksud untuk mempersilahkan Sebastian masuk namun, belum sempat Eva melakukannya Aiden telah lebih dulu mengambil alih dengan melangkah maju dan menjawab, "Tidak!" sembari tersenyum.Sebastian yang telah menduga itu balas tersenyum, "Baiklah kalau begitu," katanya. Dia pura-pura hendak membalikkan tubuh lalu tanpa disangka ketika Aiden lengah dia bergerak maju dengan melewati bawah lengan Aiden yang terentang di pintu."Terima kasih telah mempersilahkan aku masuk, Malik!" ucap Sebastian kalem, dia lantas beralih duduk di sofa.Aiden yang melihat itu menghampiri Sebastian sembari mendesis, "Tidak ada yang mempersilahkanmu masuk, lalu siapa juga yang menyuruhmu duduk di sofa itu," sergah Aiden.Ev
Tanpa sadar, Eva tersentak saat Aiden berdiri lalu dengan lembut menggigit puting payudaranya dengan gemas."Aiden ... aku ..." Namun, seolah teringat sesuatu, setelah itu Aiden tidak melakukan apapun. Dia diam membuat Eva bertanya-tanya ada apa gerangan."Aiden, ada apa?" tanya Eva, dia beralih duduk di hadapan pria itu. Aiden menarik selimut lalu menutupi sebagian tubuh Eva yang terbuka dan tubuhnya sendiri. Ada apa ini? "Aku teringat kalau aku belum mendapatkan maaf yang semestinya darimu atas pemaksaan yang kulakukan padamu waktu itu, Eva." Terakhir kali Aiden mengatakannya, Eva sedang mabuk dan Aiden merasa permasalahan itu belum tuntas. Itu terasa mengganjal di hatinya. Aiden kini beralih duduk di tepi ranjang dengan kaki menyentuh lantai. "Aku memang suamimu, tapi, saat itu, aku sudah berlaku kasar dengan melakukannnya tanpa persetujuan darimu. Aku merasa telah melakukan kesalahan yang membuatmu ...""Aiden," Eva meraih bahu Aiden. Membuat tatapan mereka kembali bertemu, "Janga
Sepanjang jalan dari ruangan duduk sampai ke kamar kedua pakaian mereka berserakan. Eva meremas rambut Aiden saat pria itu menciumnya dengan penuh gairah.Hasrat keduanya begitu menggebu-gebu hingga terasa seolah akan meledak. Dengan bunyi gedebuk, pintu kamar tertutup di belakang mereka. Bibir mereka beradu dalam pelukan penuh gairah. Tangan Aiden dengan lembut memeluk leher Eva saat mulut mereka bertemu, keduanya mendambakan momen ini. Jarak ke tempat tidur mungkin tidak terlalu jauh, namun cobaan yang mereka alami sejak kecelakaan itu membuat ciuman ini terasa seperti hadiah yang telah lama ditunggu-tunggu.Eva terengah-engah ketika Aiden separuh mengangkat tubuhnya, dia melingkarkan lengannya di leher Aiden. Perbedaan tinggi badan mereka membuat dia harus memiringkan kepalanya sedikit ke atas.Aiden dengan lembut menggigit bibir Eva, lidahnya secara alami menyelinap di antara keduanya. Gesekan basah dan sensual di antara bibir mereka menciptakan suara lembab dan memikat yang memen
Ruangan itu cukup besar meski tidak sebesar ruangan-ruangan di mansion Malik. Sudah beberapa minggu ini, Eva tinggal di penthouse ini bersama Aiden.Sesekali Eva memainkan piano yang berada di salah satu sudut ruangan dimana jendela kaca besar berada. Dari kaca jendela besar itu pemandangan kota dapat terlihat dengan jelas. Intensitas cahayanya di malam hari dan siang hari.Awalnya Eva begitu terkejut ketika saat itu Aiden menggenggam tangannya. Pria itu lebih memilih Eva ketika Alaric yang murka akibat kecelakaan yang menimpa mereka menyuruh keduanya bercerai."Aiden adalah pewarisku. Pewaris Malik. Bisa-bisanya dia membahayakan nyawanya untukmu, Eva. Aku tidak bisa menerima ini. Segera bercerai dengan Aiden. Aku akan memberikan kompensasi yang sesuai untukmu." Itu adalah ultimatum yang diucapkan oleh Alaric.Tepat saat itu Aiden masuk."Eva adalah istriku, Kek. Sudah sepatutnya seorang suami melindungi istri," jawab Aiden, dia meraih tangan Eva lalu menyatukan kedua jemari mereka."B
Mata dan jari Eva perlahan menelusuri kulit Aiden."Bagaimana lukamu, Aiden?" tanya Eva, dia bertanya dengan tulus dan benar-benar mengkhawatirkan suaminya itu.Mendengar pertanyaan yang sarat dengan kekhawatiran itu membuat Aiden berbalik menghadap Eva, sebuah senyum terulas di bibirnya."Apa kau mengkhawatirkanku, Eva?" tanyanya."Ya," jawab Eva dengan mimik wajah serius, membuat Aiden terhenyak sejenak sebelum kemudian menggelengkan kepala."Lama-lama aku bisa terbiasa dengan kekhawatiran dan kepedulianmu kepadaku, Eva," cetus Aiden, "Rasanya kita seperti pasangan suami istri sungguhan."Eva mengalungkan kedua lengannya di leher Aiden, "Kalau begitu biasakanlah, Aiden," Dia menatap kedua bola mata pria itu, "Bukankah itu yang kau dan aku inginkan? Menjadi pasangan suami istri sungguhan? Atau jangan-jangan sekarang kau berubah pikiran lagi, Aiden?"Aiden tak menyangka dengan penuturan Eva, "Sejujurnya aku yang mengira kau yang akan berubah pikiran, Eva. Setelah pertemuanmu dengan Dok
Lalu, tatapan Aiden beralih ke Rebecca yang berdiri di belakang Victoria. Rebecca yang menyadari hal tersebut buru-buru menghampiri Aiden lalu memeluknya tanpa mempertimbangkan perasaan Eva. Aiden meringis ketika merasakan sentuhan Rebecca mengenai luka di punggungnya. Eva yang melihat ringisan Aiden buru-buru menarik lepas lengan Rebecca dari suaminya.Menyadari itu, Aiden merasa takjub. Dia senang Eva peduli padanya tidak seperti dulu yang tidak peduli dan bahkan melemparkan Aiden pada wanita lain. Hatinya menjadi 'sangat ringan'."Aiden, syukurlah kau selamat. Huhu, aku benar-benar takut sewaktu mendengar kabar dari Nyonya Victoria tentang dirimu," Rebecca tebal muka dan mengabaikan tindakan Eva. Dia memberikan efek sedih dengan tangisannya. Tapi, Eva dan Aiden mana percaya lagi."Itu benar, Aiden. Rebecca sangat khawatir padamu. Dia bahkan menangis semalam." Victoria menambahkan, Rebecca di sebelahnya mengangguk mengiyakan."Lihat nih, mataku bengkak karena semalaman menangis meng