Berdiri dengan tangan terlipat di belakang punggung, Aiden terlihat lebih tinggi dari biasanya. Wajahnya sangat kesal."Terkadang istriku linglung di saat bangun tidur," gumamnya dengan gigi terkatup. Matanya dingin tanpa ekspresidan rasa dingin yang hebat seolah memancar darinya. Pria itu berjalan perlahan; setiap langkah berat dan mengancam. Tidak sebanding dengan kertas yang diperlukan untuk menceraikannya! Siapa pun yang menginginkannya, dapat memilikinya! Kata-kata Eva bergema di benaknya. Dengan setiap langkah, dia melawan dorongan untuk menghukum wanita itu. "Aiden, kau datang ke sini tepat pada waktunya," kata Victoria, "Apakah kau ingin mendengar apa yang istrimu katakan?""Apa yang dia katakan?" tanya Aiden dengan rahang terkatup."Rebecca, beri tahu dia," kata Victoria."Dia bilang dia ingin menjodohkanku denganmu. Dia mengirim lilin yang dibubuhi obat perangsang ke kamarmu untuk memastikan kita melakukannya. Dia ingin aku menjadi istrimu agar dia bisa menceraikanmu dan per
Rebecca tidak percaya apa yang dia dengar. Dia berpaling dari Aiden dan menatap lantai."Apakah kau sedang menuduhku sengaja menambahkan obat ke lilin?" dia bertanya dengan ekspresi polos. Dia mulai menggelengkan kepalanya seolah itu adalah hal konyol, "Aku tidak melakukannya. Seorang pelayan menyuruhku pergi ke kamar Aiden dan memberiku lilin sebagai hadiah dari Eva. Aku bersumpah warnanya kuning saat dia memberikannya padaku. Apakah kau percaya padaku, Aiden?"Mata Rebecca dipenuhi air mata dan Victoria Malik meraih tangannya. Aiden tidak mengatakan apa-apa."Aku percaya padamu, Rebecca," kata Victoria, "Kau adalah seorang wanita yang bahkan tidak akan mampu menyakiti seekor pun lalat. Jadi, tidak mungkin kau bisa melakukan sesuatu yang mengerikan seperti itu."Victoria Malik memegang wajah Rebecca dengan tangannya dan dengan hati-hati menyeka air mata wanita. Menjadi marah, dia menoleh ke Aiden."Lihat, apa yang telah dilakukan istrimu, Aiden. Dia telah membuat Rebecca yang polos d
Lelah karena pulang larut malam dan takut akan ancaman Aiden ditambah Eva juga merasa sangat shock dengan teriakan Liana membuat Aiden dengan mudah mengangkat Eva dari tanah dan membawa wanita itu ke kamar. Eva masih bisa mendengar teriakan Liana di kejauhan, membuatnya menahan rasa bergidik."Kau mau melakukan apa padaku, Aiden?" Eva bertanya dengan nada mengejek. Berusaha menutupi rasa takutnya dengan nada angkuh."Kenapa, hm? Kau takut?""Tidak! Kenapa juga aku harus merasa takut. Lagipula kau tidak akan berani melakukan apapun padaku.""Oh ya? Apa kau mau mengujinya, istriku?""Ya!" Lalu dengan gerakan cepat, Eva mengeluarkan ponsel dari saku piyama. Dia mengetuk layar dan membuka aplikasi siaran langsung. Titik hijau kecil berkedip di layar yang menunjukkan bahwa dia telah mulai merekam."Hai, guys. Di sini Eva Malik. Kita sedang melakukan siaran langsung. Aku mau tahu nih, siapa di antara kalian yang tertarik untuk mengetahui tentang kecenderungan alias hobi Tuan Aiden Malik yan
Aiden menendang pintu kamarnya hingga terbuka dan bermaksud menurunkan Eva. Eva yang kesal memukul dada Aiden.Sebenarnya pukulan Eva tidak terlalu berpengaruh pada pria itu, tapi Aiden mendramatisasinya hingga seolah pukulan itu membuatnya kehilangan keseimbangan.Aiden berpura-pura tersandung dan melemparkannya ke tempat tidur, meskipun tempat tidurnya empuk, dampaknya membuat Eva terengah-engah."Ah, lihatlah kau yang tadi lebih dulu menggelitikku, istriku. Membuatku geli saja," Aiden membuat ironi sehingga Eva cemberut. Dia tahu pria itu sengaja.Lalu, dengan tanpa diduga, Aiden merebut ponsel dari tangan Eva dan melemparkan ponsel itu secara sembarang ke samping. Kekuatan pria itu membuat Eva merasa takut.Aiden berada di atasnya. Dalam setelan gelapnya, Aiden terlihat seperti predator alami. Wajahnya yang sesaat tadi mengatakan kalau merasa geli dengan kelitikan Eva kini telah berubah dan terdistorsi oleh kemarahan."Istriku tersayang, tidak kusangka kau segitu inginnya menyiarka
Aiden dulu muak dengan pria yang membius wanita, itu hal murahan. Tapi, kini dia bersedia melakukan apa saja untuk membuat Eva memohon bercinta dengannya seperti yang Eva lakukan dua malam yang lalu.Aiden tidak pernah ingin menyentuh seorang wanita sebelum malam itu dan dia tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya. Tapi, kini gairah yang Aiden rasakan pada Eva mengubah segalanya.Aiden tidak bisa berhenti memikirkan rasa Eva ketika berada di bawahnya, aroma kulitnya yang manis serta suara rintihan Eva yang membangkitkan hasrat untuk memilikinya.Eva terengah-engah karena rasa panas yang tiba-tiba ia rasakan. Ia terbaring lemas di tempat tidur. Rasanya setiap ujung sarafnya terbakar."Minta aku untuk menyentuhmu, Eva," perintah Aiden.Bau maskulin Aiden memicu hasrat Eva, tapi dia berusaha menahannya dengan mati-matian menggenggam bagian depan kemejanya. Melihat tangan Eva itu membuat Aiden mengerutkan dahi, Aiden melepaskan genggaman Eva dari bagian depan baju yang dipakai Eva."TID
Noda darah di jarinya ditambah kata-kata Eva membuat Aiden semakin bertekad, "Sepertinya lidahmu semakin tajam, Eva," Lalu dengan gerakan tiba-tiba Aiden meraih kaki Eva, melingkarkan jari-jarinya di pergelangan kaki Eva. Dalam kepanikan, Eva meraih benda lain untuk dilempar, tetapi tidak ada yang tersisa di atas meja. Aiden menarik pergelangan kaki Eva ke arahnya.Aiden menggerakkan tubuh Eva semudah dia menggerakkan boneka. Eva memutar cincin pemberian Sebastian. Dia memutar cincin itu seperti yang ditunjukkan Sebastian padanya, jarum perak itu muncul. Eva mengayunkannya seperti senjata."Aku memperingatkanmu, Aiden," katanya, "Jangan menyentuhku.""Apa kau akan menusukku dengan jarum itu, Eva?" tanya Aiden tidak percaya.Eva terus mengejutkannya. Terlepas dari semua perubahan mendadak pada kepribadiannya, Aiden tidak pernah mengira kalau Eva berani membawa senjata tersembunyi.Aiden melepaskan pergelangan kaki Eva dan mempelajari situasi dengan serius.Jarum perak berkedip dalam ca
"Apa kau sudah gila, Aiden?!" Eva berteriak.Secara spontan, Eva menarik jarum keluar dari dada Aiden. Betapa naifnya Eva berpikir kalau dia bisa melawan iblis yang begitu kejam! Aiden menyeringai pada Eva lalu menggigit bahu wanita itu dengan kekuatan yang tidak berlebihan."Bukankah sudah kukatakan kalau aku akan menghukummu, Eva. Aku hanya seorang pria yang memegang kata-kata," katanya. Angin sepoi-sepoi dari jendela menyalakan kembali karpet yang membara hingga nyala api mulai berkedip lagi.Seluruh tubuh Eva sakit dan gemetar. "Apa yang harus kulakukan untuk menghukummu, Eva?" Aiden bertanya pada tulang selangka wanita itu. Rasa bibir Aiden di kulit Eva serta efek luar biasa dari lilin yang tumpah membuat tubuh Eva melembut pada Aiden. Suara rendah pria itu seperti mantra yang menyihirnya, rasanya mustahil untuk bergerak. Aiden melemparkan selimut ke atas karpet untuk memadamkan api, lalu memberi tatapan pada tubuh istrinya.Tidak berdaya untuk mendorong Aiden menjauh, Eva merasa
Sebastian bisa mendengar kepanikan dalam suara Eva dan itu membuatnya cemas. Dia ingin segera membantu wanita itu."A … aku menusukkan jarum yang ada di dalam cincin itu ke jantung Aiden." Eva menjawab."Apakah kau sudah memeriksa Aiden? Apa dia masih bernapas atau tidak?" tanya Sebastian.Eva ingin mengutuk dirinya sendiri. Dalam keadaan panik, dia bahkan tidak berpikir untuk memeriksa napas Aiden. Dada pria itu terlihat tidak bergerak sehingga Eva meletakkan dua jari tangannya di depan hidung Aiden. Pria itu bernafas, tapi samar. Eva mendesah lega."Dia bernapas, tapi hanya sedikit.""Tidak apa-apa," kata Sebastian, "Dia mungkin saja shock. Jarum itu sepertinya mengenai bagian saraf. Apakah kau memerlukanku untuk datang ke sana, Eva?""Terima kasih, Sebastian. Tapi tidak, aku akan menelepon dokter Walker saja. Kau sudah sangat membantu.""Baiklah kalau begitu."Ketika Dokter Walker tiba, dia menarik Aiden dari Eva dan membalikkannya ke punggungnya."Jantungnya baik-baik saja, tapi di
Bandara terlihat ramai, tapi itu tidak membuat seorang gadis dengan tubuh model berjalan dengan angkuh sembari menarik tas kopernya.Di area penjemputan penumpang, mata gadis itu menatap sekeliling dimana ada banyak orang yang berdiri untuk menunggu kerabat, teman atapun rekan. Sampai akhirnya dia mendengar teriakan itu disertai lambaian tangan dari seorang yang ia kenali."Rebecca!" panggil Rachel sembari mengangkat selembar karton bertuliskan namanya.Rebecca segera menghampiri Rachel, keduanya saling berpelukan, "Apa kabar?" tanya Rachel pada Rebecca, "Lama kita tidak bertemu, kau semakin cantik saja adikku.""Kakak," seru Rebecca rasanya ia ingin menangis karena sudah lama tidak bertemu dengan saudarinya itu, "Aku merindukanmu.""Sama. Ayo, kita ke apartemenku. Kau bisa menginap di sana.""Ngomong-ngomong, mana pacarmu katanya kau sudah punya pacar," tukas Rebecca sembari melihat kesana kemari."Ah, dia sedang bekerja dan tidak bisa ikut menjemputmu. Aku akan mengenalkanmu padanya
"Aduh, sudah-sudah. Cucu kita hanya ingin berbulan madu saja. Biarkan saja." Alaric menengahi, "Minum saja tehmu, Victoria."Aiden bergerak sigap mengambil cangkir teh Victoria lalu menyodorkannya ke wanita tua itu. Wanita tua itu mau tak mau tersenyum, "Kau ini, cucu nakal, mana ada bulan madu selama ini. Bilang saja kalau ini hanya akal-akalanmu untuk menolak kembali. Ya, kan?"Mendengar itu Aiden hanya tertawa saja.Beberapa waktu kemudian, keduanya lantas pulang dengan membawa banyak buah tangan. Alaric melambaikan tangan sedangkan Victoria berbalik masuk ke dalam mansion.---Alfred melihat adiknya yang sedang melakukan terapi. Sudah beberapa lama ini dia mengambil cuti karena hendak menemani adiknya menjalani terapi dan proses kesembuhan.Aiden telah memiliki bisnisnya sendiri dalam bidang pengiriman, meski tidak sebesar Malik Group tapi, meskipun begitu, hal tersebut tidak menghalangi Aiden dalam membiayai semua perawatan adik Alfred hingga hampir sembuh seperti ini.Alfred hany
"Halo!" ucap Aiden ketika menerima panggilan masuk tersebut. Dia sekarang berada di balkon dimana langit malam menjadi panoramanya..Terdengar deheman dari seberang sana sebelum kemudian suara familiar orang tua itu menyapa telinganya."Aiden ... ""Ya, kakek ...""Kapan kau kembali ke mansion Malik?" Pertanyaan itu membuat Aiden terdiam. Ini bukan kali pertama Alaric Malik menghubunginya dan memintanya kembali, "Bagaimana mungkin kau pergi di saat aku menyuruhmu pergi. Aku ini orang tua, sesekali marah adalah hal yang wajar. Kenapa kau harus mengambil hati hal tersebut. Kembalilah ke Mansion Malik. Nenekmu sangat merindukanmu. Sudah berapa lama kau tidak pulang?"Aiden menyandar ke dinding balkon sembari mendongak ke langit, "Maafkan aku, Kek. Bukan aku durhaka dan tidak peduli dengan kerinduanmu. Tapi, yang kalian inginkan untuk kembali ke mansion Malik hanyalah Aiden. Eva adalah istriku. Aku dan dia adalah satu kesatuan."Alaric terdiam beberapa saat, "Jika memang itu yang kau ingin
Eva membuka pintu dan mendapati Sebastian Lewis berdiri di sana."Siapa, sayang?" tanya Aiden sembari menghampiri Eva yang terpaku di depan pintu."Halo, Eva, Aiden!" sapa Sebastian ramah seolah sebelumnya mereka tidak pernah berselisih dan tanpa masalah, "Boleh aku masuk?"Eva yang tersadar bermaksud untuk mempersilahkan Sebastian masuk namun, belum sempat Eva melakukannya Aiden telah lebih dulu mengambil alih dengan melangkah maju dan menjawab, "Tidak!" sembari tersenyum.Sebastian yang telah menduga itu balas tersenyum, "Baiklah kalau begitu," katanya. Dia pura-pura hendak membalikkan tubuh lalu tanpa disangka ketika Aiden lengah dia bergerak maju dengan melewati bawah lengan Aiden yang terentang di pintu."Terima kasih telah mempersilahkan aku masuk, Malik!" ucap Sebastian kalem, dia lantas beralih duduk di sofa.Aiden yang melihat itu menghampiri Sebastian sembari mendesis, "Tidak ada yang mempersilahkanmu masuk, lalu siapa juga yang menyuruhmu duduk di sofa itu," sergah Aiden.Ev
Tanpa sadar, Eva tersentak saat Aiden berdiri lalu dengan lembut menggigit puting payudaranya dengan gemas."Aiden ... aku ..." Namun, seolah teringat sesuatu, setelah itu Aiden tidak melakukan apapun. Dia diam membuat Eva bertanya-tanya ada apa gerangan."Aiden, ada apa?" tanya Eva, dia beralih duduk di hadapan pria itu. Aiden menarik selimut lalu menutupi sebagian tubuh Eva yang terbuka dan tubuhnya sendiri. Ada apa ini? "Aku teringat kalau aku belum mendapatkan maaf yang semestinya darimu atas pemaksaan yang kulakukan padamu waktu itu, Eva." Terakhir kali Aiden mengatakannya, Eva sedang mabuk dan Aiden merasa permasalahan itu belum tuntas. Itu terasa mengganjal di hatinya. Aiden kini beralih duduk di tepi ranjang dengan kaki menyentuh lantai. "Aku memang suamimu, tapi, saat itu, aku sudah berlaku kasar dengan melakukannnya tanpa persetujuan darimu. Aku merasa telah melakukan kesalahan yang membuatmu ...""Aiden," Eva meraih bahu Aiden. Membuat tatapan mereka kembali bertemu, "Janga
Sepanjang jalan dari ruangan duduk sampai ke kamar kedua pakaian mereka berserakan. Eva meremas rambut Aiden saat pria itu menciumnya dengan penuh gairah.Hasrat keduanya begitu menggebu-gebu hingga terasa seolah akan meledak. Dengan bunyi gedebuk, pintu kamar tertutup di belakang mereka. Bibir mereka beradu dalam pelukan penuh gairah. Tangan Aiden dengan lembut memeluk leher Eva saat mulut mereka bertemu, keduanya mendambakan momen ini. Jarak ke tempat tidur mungkin tidak terlalu jauh, namun cobaan yang mereka alami sejak kecelakaan itu membuat ciuman ini terasa seperti hadiah yang telah lama ditunggu-tunggu.Eva terengah-engah ketika Aiden separuh mengangkat tubuhnya, dia melingkarkan lengannya di leher Aiden. Perbedaan tinggi badan mereka membuat dia harus memiringkan kepalanya sedikit ke atas.Aiden dengan lembut menggigit bibir Eva, lidahnya secara alami menyelinap di antara keduanya. Gesekan basah dan sensual di antara bibir mereka menciptakan suara lembab dan memikat yang memen
Ruangan itu cukup besar meski tidak sebesar ruangan-ruangan di mansion Malik. Sudah beberapa minggu ini, Eva tinggal di penthouse ini bersama Aiden.Sesekali Eva memainkan piano yang berada di salah satu sudut ruangan dimana jendela kaca besar berada. Dari kaca jendela besar itu pemandangan kota dapat terlihat dengan jelas. Intensitas cahayanya di malam hari dan siang hari.Awalnya Eva begitu terkejut ketika saat itu Aiden menggenggam tangannya. Pria itu lebih memilih Eva ketika Alaric yang murka akibat kecelakaan yang menimpa mereka menyuruh keduanya bercerai."Aiden adalah pewarisku. Pewaris Malik. Bisa-bisanya dia membahayakan nyawanya untukmu, Eva. Aku tidak bisa menerima ini. Segera bercerai dengan Aiden. Aku akan memberikan kompensasi yang sesuai untukmu." Itu adalah ultimatum yang diucapkan oleh Alaric.Tepat saat itu Aiden masuk."Eva adalah istriku, Kek. Sudah sepatutnya seorang suami melindungi istri," jawab Aiden, dia meraih tangan Eva lalu menyatukan kedua jemari mereka."B
Mata dan jari Eva perlahan menelusuri kulit Aiden."Bagaimana lukamu, Aiden?" tanya Eva, dia bertanya dengan tulus dan benar-benar mengkhawatirkan suaminya itu.Mendengar pertanyaan yang sarat dengan kekhawatiran itu membuat Aiden berbalik menghadap Eva, sebuah senyum terulas di bibirnya."Apa kau mengkhawatirkanku, Eva?" tanyanya."Ya," jawab Eva dengan mimik wajah serius, membuat Aiden terhenyak sejenak sebelum kemudian menggelengkan kepala."Lama-lama aku bisa terbiasa dengan kekhawatiran dan kepedulianmu kepadaku, Eva," cetus Aiden, "Rasanya kita seperti pasangan suami istri sungguhan."Eva mengalungkan kedua lengannya di leher Aiden, "Kalau begitu biasakanlah, Aiden," Dia menatap kedua bola mata pria itu, "Bukankah itu yang kau dan aku inginkan? Menjadi pasangan suami istri sungguhan? Atau jangan-jangan sekarang kau berubah pikiran lagi, Aiden?"Aiden tak menyangka dengan penuturan Eva, "Sejujurnya aku yang mengira kau yang akan berubah pikiran, Eva. Setelah pertemuanmu dengan Dok
Lalu, tatapan Aiden beralih ke Rebecca yang berdiri di belakang Victoria. Rebecca yang menyadari hal tersebut buru-buru menghampiri Aiden lalu memeluknya tanpa mempertimbangkan perasaan Eva. Aiden meringis ketika merasakan sentuhan Rebecca mengenai luka di punggungnya. Eva yang melihat ringisan Aiden buru-buru menarik lepas lengan Rebecca dari suaminya.Menyadari itu, Aiden merasa takjub. Dia senang Eva peduli padanya tidak seperti dulu yang tidak peduli dan bahkan melemparkan Aiden pada wanita lain. Hatinya menjadi 'sangat ringan'."Aiden, syukurlah kau selamat. Huhu, aku benar-benar takut sewaktu mendengar kabar dari Nyonya Victoria tentang dirimu," Rebecca tebal muka dan mengabaikan tindakan Eva. Dia memberikan efek sedih dengan tangisannya. Tapi, Eva dan Aiden mana percaya lagi."Itu benar, Aiden. Rebecca sangat khawatir padamu. Dia bahkan menangis semalam." Victoria menambahkan, Rebecca di sebelahnya mengangguk mengiyakan."Lihat nih, mataku bengkak karena semalaman menangis meng