Kabar Eva mengambil alih Hotel Empire meledak dalam semalam. Menjelang fajar, kerumunan orang telah berkumpul di luar gerbang hotel. Para penjual gosip dan jurnalis saling bahu-membahu, mereka sangat ingin mendapatkan berita.Berita tentang Empire Hotel berganti pemilik dalam semalam sudah cukup mengejutkan, tetapi berita bahwa Eva Malik tidak pernah bekerja atau bahkan mempelajari manajemen hotel membuat semua orang heboh. Kerumunan tampaknya sangat ingin menyaksikan kegagalan manajemen hotel dan banyak yang bertaruh berapa lama Empire Hotel akan tetap buka di bawah manajemen Eva. Beberapa bertaruh itu akan bertahan setahun, yang lain mengatakan mereka ragu itu akan bertahan seminggu lagi."Dia di sini," teriak seseorang.Kerumunan berbalik untuk menonton Ferrari merah berhenti di depan hotel. Penjaga pintu membuka pintu mobil dan Eva keluar dengan setelan kuning cerah. Kerumunan melonjak ke arahnya, lalu jurnalis mengarahkan mikrofon dan kamera ke wajahnya."Nyonya Eva, mereka menga
"Rachel Jonas?" Eva bertanya dengan keras."Ya. Saya percaya dia sedang bepergian ke luar negeri untuk belajar manajemen hotel," kata Mell, "Saya pikir desainnya luar biasa. Lihat keberanian warna di kaca patri. Mereka mengatakan sangat sulit untuk membuat seperti itu."Eva tiba-tiba berhenti dan menoleh ke arah Mell dengan ekspresi penasaran, "Apakah kau mengenal Rachel dengan baik?""Tidak juga," jawab Mell, "Saya dulu asistennya."Eva berpikir sejenak sebelum bertanya, "Tahukah kau bagaimana caranya aku bisa menghubungi Rachel?""Saya punya alamat emailnya," kata Mell."Kalau begitu kirimkan padaku alamat emailnya."Mell mengangguk lalu membukakan pintu kantor untuk Eva.Jendela Prancis pertama kali menarik perhatian Eva. Kemudian Eva melihat meja dan kursi sederhana itu. Dia berbelok ke kiri untuk menemukan tempat duduk dengan sofa, meja teh, dan pohon bonsai. Desainnya sederhana namun elegan. Mell membawa file staf yang tersisa.Manajer SDM adalah pria paruh baya gemuk yang mengoc
Di Hotel Empire, Mell membawa Eva ke spa mata air panas terbuka."Kita akan syuting di sini hari ini," kata Mell.Sekelompok pekerja termasuk spesialis pencahayaan, fotografer, dan asisten sedang mempersiapkan pemotretan. Uap mengepul dari mata air panas, beberapa pekerja melemparkan kelopak mawar ke dalam air. Pemandangannya seperti mimpi dengan kabut panas dan aroma mawar yang ringan.Bunga sakura jatuh ke tanah saat angin sepoi-sepoi bertiup. Eva menatap kelopak yang jatuh, sebagian bahkan jatuh di rambutnya yang pirang. Kecantikan Eva menarik perhatian para pekerja, dia terlihat seperti kecantikan ethereal di bawah pohon sakura yang sering ada di anime-anime Jepang. Jika pekerja tidak takut dipecat, mereka akan bergosip sembari menatap kecantikan itu."Apa yang kalian lihat?" sutradara membentak, "Siapkan adegan dalam sepuluh menit atau kalian dipecat."Sutradara melempar naskah di atas meja dengan frustrasi."Siapa yang akan melakukan syuting?" Eva bertanya ingin tahu.Mell hendak
Rebecca mencibir, "Kepura-puraanmu yang sok tenang itu mungkin berhasil di hadapan staf, tapi kita akan lihat berapa lama kau bisa menjaga hotel ini tetap berjalan sebagaimana mestinya.""Kita lihat saja nanti. Sekarang lakukan saja syutingnya dengan benar, Rebecca."Ketenangan Eva membuat Rebecca keki. Dia menjadi kesal. "Aku akan menunggu hari ketika Aiden bukan suamimu lagi, Eva," cetusnya."Jika Aiden bukan suamiku lagi, belum tentu juga dia akan mau denganmu, Rebecca."Brengsek, Rebecca memaki di dalam hati. Rebecca pergi ke mata air panas tempat kru pencahayaan dan kamera menunggu. Rebecca melepas jubah mandinya dan perlahan memasuki pemandian air panas.Rekaman pertama menunjukkan Rebecca sedang bersantai di pemandian air panas dengan Bryan yang menggendongnya dari belakang. Uap mengepul dari air, Rebecca menutup matanya dengan nyaman. Dia menarik napas dalam-dalam lalu masuk ke peran dengan cepat, Rebecca terlihat seperti berada di surga.Dia meminum air dengan kedua tangan la
"Nyonya Eva Malik, meja Anda telah siap," seorang pelayan menyela percakapan Eva dan Mell.Eva mengangguk lalu berbalik untuk melihat Mell."Terima kasih, Mell," katanya dengan tulus.Eva tahu kalau dirinya tidak akan pernah mengingat peristiwa-peristiwa di malam pernikahannya jika Mell tidak berbicara tentang hal ini dengannya. Eva tidak akan pernah mengerti mengapa Aiden memperlakukannya dengan sangat dingin selama dua tahun terakhir. Pengetahuan tentang ingatan sebelumnya memberi Eva kepercayaan diri."Mungkin lebih baik jika kau melupakan apa yang baru saja aku katakan, Eva," kata Mell dengan gugup. Mell merasa tidak yakin apakah baik-baik saja mengungkapkan begitu banyak informasi kepada bos barunya ini, "Jika kau tidak keberatan, aku akan istirahat makan siang sekarang."Eva berjalan ke restoran sembari merenungkan informasi baru. Dia membuat reservasi makan siang lalu merencanakan pertemuan dengan Bryan dan Sebastian. Sebastian datang dengan cepat, tetapi Bryan masih belum keli
Eva meletakkan gelasnya di atas meja tanpa menyesapnya.Aiden berjalan melintasi ruangan menuju meja. Alfred bergegas di belakangnya lalu menarik kursi ketiga di meja mereka."Aiden?" Eva bertanya, sedikit mengernyit, "Apa yang kau lakukan di sini?""Aku punya reservasi makan siang di sini," kata Aiden dengan santai."Reservasi?"Pelayan menoleh ke Eva, "Benar, Nyonya Eva. Tuan Aiden memesan meja ini.""Jika meja ini memang sudah dipesan terus kenapa kau membawa kami ke meja ini?" tanya Eva, frustrasi."Ketika Tuan Aiden membuat reservasi, beliau mengatakan kalau beliau akan makan siang dengan Anda," kata pelayan itu, bingung, "Saya berasumsi kalau Nyonya Eva mengetahui hal itu. Saya minta maaf jika saya melakukan kesalahan."Pelayan itu malu. Dia tidak tahu kalau Eva Malik akan membawa pria lain untuk makan siang. Eva merengut pada pelayan dan Aiden."Kapan sih aku pernah setuju untuk makan siang denganmu, Aiden?" Eva bertanya pada suaminya."Belum terlambat untuk setuju sekarang, Ev
"Aku merasa agak sesak," kata Eva tajam, sambil menggeser kursinya menjauh dari Aiden.Eva tahu kalau Aiden hanya menyentuhnya untuk membuat Sebastian cemburu. Aiden adalah orang yang seperti itu. Sebastian menggigit spageti tapi dia langsung muntah."Apa kau baik-baik saja, Sebastian?" tanya Eva, prihatin."Aku baik-baik saja, Eva," jawab Sebastian, melambaikan tangannya dengan gaya santai.Seseorang telah memasukkan banyak bubuk cabai ke dalam saus marinara milik Sebastian dan dia curiga mereka melakukannya atas perintah Aiden. Sebastian tahu kalau pria berkuasa dan pencemburu seperti Aiden tidak lepas dari trik seperti itu. Sebastian hanya bertanya-tanya bagaimana Aiden mengetahui kalau dia tidak dapat makan makanan pedas tanpa menjadi sakit."Apa sausnya tidak sesuai dengan seleramu, Dokter Sebastian Lewis?" tanya Aiden sok manis."Tidak. Ini enak," kata Sebastian sopan.Sebastian mengambil sesuap spageti lagi lalu memasukkannya ke dalam mulut. Ekspresinya tetap netral.Mata Aiden
Apa Aiden memiliki pekerjaan sampingan sebagai pencopet? Kenapa gerakan tangannya cepat sekali? Ini sudah kedua kalinya. Sebelumnya botol pil dan sekarang kartu nama.Eva tiba-tiba bersyukur karena dia memasukkan kartu itu ke dalam tempat logam hitam. Aiden tidak dapat melihat informasi apa pun di kartu itu tanpa membukanya."Apa ini?" tanya Aiden.Eva meringis lalu dia maju ke arah Aiden untuk meraihnya."Kau pencuri!" dia berteriak, "Kembalikan itu padaku, Aiden."Aiden meraih pinggang Eva lalu mengangkat lengannya di atas kepalanya. Tingginya lebih dari enam kaki, Eva tidak dapat mencapai kartu itu meskipun dia melompat."Tuan Aiden Malik yang terhormat, jaga citra Anda di depan publik," geram Eva, "Kita berada di tempat umum, dan itu hanya kartu nama. Jadi, kembalikan kartu itu padaku.""Hanya kartu nama? Ini?" Aiden bertanya, "Kalau ini hanya kartu nama biasa kenapa kau begitu gugup, Eva?" Aiden melihat wadah kartu nama yang diangkat di atas kepalanya."Itu bukan urusanmu," bentak