Happy Reading."Kau mengusirku?" Matanya berkaca-kaca, "sekarang?" tanyanya lagi pada Arron yang berdiri menjauh darinya.Membantu Damara mengambil gaun malam, dan jubah panjang dengan lambang kota Hilike.Melihat ketulusan Arron yang disertai dengan alis yang saling bertautan itu, membuat Damara tersenyum berdesis. Memutar bola matanya kesal, sebelum melayangkan tatapan tajamnya pada pria yang telah berdiri cukup lama di sampingnya. Selama tinggal dikota yang sama menyebalkannya dengan suaminya itu."Pergilah!"Arron meminta tanpa menatap ke arah mata Damara. Sebaliknya, Damara melihat kemarahan dari tangan Arron yang mengepal dengan kuatnya. "Ada apa? Kau benar-benar menyerah pada Monster sepertiku?""Kau bukan monster!""Lalu apa, kau mendapat pencerahan dari ayahmu yang bodoh itu? Ayah tidak berguna yang hanya mementingkan dirinya sendiri?""Dia ingin melindungi cintaku.""Cinta?""Ya!""Okay." Damara menarik nafasnya kasar. "Lalu kenapa dia ingin aku pergi?!" tanya Damara emosi.
Happy Reading.Beberapa tahun kemudian, rasanya begitu lama. Tapi percayalah, Bagi beberapa orang. Tahun-tahun yang mereka jalani rasanya begitu singkat, seolah baru kemarin Faycon keluar dari kota Hilike, dan pelindung tuan Mycana baru saja menghilang.Semua kembali seperti saat dimana Faycon harus mengasingkan dirinya dari kota yang begitu ia benci—langit tampak begitu cerah, tidak ada aura kegelapan yang menemani bersama sang awan.Tetapi di bawah sana, di tengah hutan yang rindang. Beberapa Faycon sedang menunggu mangsanya, yang tidak sengaja berjalan-jalan dengan nyawa di tengah sepinya suasana.***Hosh!Hosh!Hosh!Seorang remaja perempuan, berlari menghindari beberapa langkah kaki yang mengejarnya tanpa henti. Nafasnya tersengal-sengal, dan penuh dengan rasa takut—tapi karena rasa takutnya itu, membawanya masuk ke dalam hutan yang dilarang..Sedang orang-orang yang mengejar, tampak berhenti sejenak. Sebelum langkah mereka kembali maju, dan membuat panik gadis dengan surai panj
Happy reading.Perpisahan. Arron tak pernah merasa kalau dia dan Damara akan saling menjauh, tapi semua yang Arron lakukan. Semata-mata agar Damara mau mengerti kalau dia hanya miliknya, dan tetap akan menjadi miliknya yang paling berharga.Bukan membuang. Tapi memberikan waktu, bagi cinta untuk tumbuh di dalam hati Damara. Arron hanya berharap, agar ayah dan juga cintanya mengerti kalau bersama akan lebih baik.***Siang hari yang begitu terik, ketika Damara menelusuri jalan paving dengan lingkungan bersih yang dijaga oleh para Fay yang mengatur tumbuh-tumbuhan dan dedaunan yang berceceran di jalanan —mengubah menjadi keajaiban.Dengan topeng, Damara masuk ke dalam sebuah mention yang kebetulan berada dekat dengan hutan belantara. Mewah, indah dan luar biasa sempurna setiap sudut dari tempat ini.Tap!Tap!Tap!Membuka pintu, Damara langsung disambut oleh suara orang banyak yang tidak memperdulikan dirinya—Damara masuk dengan beberapa orang lainnya, jadi tidak akan ada curiga.Gaun D
Happy Reading.Wush!"Udara yang tidak begitu sehat." Pas sekali untuk orang yang tidak sehat seperti wanita yang saat ini sedang berjalan-jalan dengan sepatu high heels di tengah tanah tandus dengan debu yang berterbangan di mana-mana.Bersenandung dan berjalan-jalan menelusuri petak demi petak tanah yang mengering, Damara tersenyum evil. Menikmati hidupnya sebagai makhluk paling jahat yang pernah hidup di dunia ini.Sampai sebuah suara menghentikan langkahnya."Damara!"Kepalanya mendongak ke atas, senyumannya menghilang saat melihat pria berkursi roda muncul di hadapannya bersama dengan pria lain yang ada di belakangnya dan belakangnya lagi. Seperti sebuah pasukan besar yang sengaja menunggu Damara di tanah tandus Cora.Tersenyum evil. Damara menatap mereka semua malas. "Kenapa, ingin mengulang masa lalu hmmm?" Damara semakin tersenyum Evil mengingat ditepati inilah, dan disaat seperti inilah Damara tersungkur tak berdaya di atas rumput yang penuh dengan darah Faycon. "Ah. Saat itu
Happy Reading.Arron tiba-tiba maju ke depan. "Aku, ARRON CERBERUS MYCANA. Bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukan Damara!" Tegasnya memberi pengumuman yang cukup membuat Damara sedikit tercengang ditempatnya.Itu artinya—Arron mengharapkannya kembali. "Terima kasih, bagaimana jika ku bunuh kalian semua?" Mereka saling tatap, sebelum sebuah senyuman terukir pada dua sudut bibir mereka.Deg! Damara tersentak. Ia menunduk, tersenyum bersedia singkat atas apa yang baru saja ia lihat.Sepertinya dia bermimpi. Sepertinya ada yang salah dari alam bawah sadarnya.Sebelum tatapan mata tajam, tidak bersahabat di keluarkan Damara saat matanya bertemu dengan mata Arron—dia tahu, ada sesuatu yang besar melekat pada tubuh pria itu."Ini berbahaya!" Pikir Damara membatin. Darah kaumnya, membuatnya semakin kuat. Arron bukanlah lawan yang mudah saat ini, apalagi—Damara kehilangan beberapa kemampuannya karena tak pernah berburu selama beberapa hari terakhir alis jarang keluar dari tempa
Selamat membaca.Wush!Secepat angin, menyambar tubuh Damara yang hampir saja jatuh menyentuh tanah. Sosok dengan pakaian serba gelap menolong Damara yang tak punya kontrol untuk menolong dirinya sendiri."Lycus Achilles." Lama tak melihatnya, dan sekarang. Rambutnya di cat hitam, dan sengaja dipanjangkan sehingga membuat rupanya seperti dewa-dewa kegelapan dengan senyuman yang begitu mempesona.Rasa ini. Membuat Damara merinding.Menyentuh lantai paving. Damara muntah darah, bahkan kepalanya tak sanggup untuk terangkat ke atas. Sebab darah terus saja keluar dan memaksa Damara untuk tetap menunduk.'hah' Lycus menghembuskan nafasnya kasar melihat kondisi Damara, yang perlahan-lahan mulai berupa seperti mayat hidup yang tidak memiliki darah lagi.Tapi!DUAR!Damara tersenyum sinis, mengakat satu tangannya. Membuka portal Faycon, mengeluarkan beberapa Faycon lain untuk mendapatkan tujuan saat ini.Membakar setengah dari Hilike."Kamu bisa mati kalau terus seperti itu Damara!" ingat Lycu
Happy Reading.kembali pada Arron yang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari Damara. Rasanya seperti bukan cinta tapi obsesi yang akan pernah ada habisnya—Damara berpikir, mungkin akan baik jika ia tidak masuk ke dalam tubuh wanita bernama Damara yang bahkan masih menjadi misteri di kepalanya saat ini."hmmm, apakah dia punya semacam kemampuan ilahi?" tanya Damara dalam hatinya.Tok! Tok! Tok!"Nona Damara, saatnya sarapan. Tuan Arron sudah menunggu!" seru seorang pelayan yang sedang berdiri sembari menundukan kepalanya di depan pintu masuk kamar Damara yang terkunci.'hah' menghembuskan nafasnya kasar. Damara yang sedari tadi sedang menatap ke arah tangannya yang jelas bukan miliknya. Memutuskan untuk bangkit dari ranjang, berjalan ke arah pintu dengan ekpresi seolah masalahnya dan Arron bukanlah masalah yang berat.***Ruang makan.tampak hidangan mewah dari berbagai jenis telah di sajikan di atas meja. Lilin dan bunga, serta tenpat duduk di sekitaran meja panjang yang telah
Selamat membaca.Setelah melalui banyak sekali pertentangan, akhirnya Damara berhasil pergi dari Hilike—itu karena Arron mengancam semua yang berniat menghentikan dia untuk pergi.Bahkan, tuan Mycana sendiri menentang. Keputusan Arron. Tapi bukankah semua itu hanyalah kebohongan, perhatian, dan rasa empati mereka semua…hanyalah jalan untuk menghancurkan Faycon?!Dia tidak tahu apapun. Pilikirannya hanya kacau sekarang, bersama dengan perasaan aneh yang sedari tadi menghantuinya."Kutukanmu, apa tidak masalah?" tanya Damara dengan tatapan datar namun menunjukan kepedulian.Dan hal itu membuat Arron tersenyum senang. "Kau mencemaskanku Damara?" tanya Arron mencoba menghibur Damara, tapi matanya terus tertuju pada tas yang dibawa Damara—ingin sekali Arron menghentikan Damara tapi itu tidak akan membuat Damara luluh.Arron juga. Ingin memastikan perasaan Damara yang sebenarnya padanya."Aku pergi."Damara mengakhiri percakapannya dengan Arron, berbalik seolah tak peduli. Sedang Lycus terl
Happy Reading.Bahagia. Itu hanya sementara saja, karena setelahnya Damara mendapatkan kado yang begitu spesial. Sampai ia tak bisa berkata apa-apa lagi saat menyaksikan senyuman dan harapan semua orang, yang ingin melihat ia bahagia.***Beberapa hari setelah hari ulang tahun Eos, Damara terlihat bahagia menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan orang-orang di sekitarnya.Tidak menghindar, atau menatapnya dengan tatapan rendah, apalagi bersembunyi di balik pintu karena takut padanya."Hei Eos, kau menyimpan hadiahku kan?""Ya." Damara tersenyum senang. "Aku menyimpannya pada ibuku."Damara terkejut. "Ibumu?" Eos menganggukan kepalanya sebagai jawaban, menolehkan kepalanya ke arah ibunya. Emerald. Damara menghembuskan nafasnya kasar. sebelum tersenyum menepuk puncak kepala Eos dengan sayang. "Bermainlah!""Em."Lalu Damara pergi begitu saja, mendekat ke arah Emerald. "Belum cukup kau membuat anak dengan pria lain, kau juga memberikan namaku pada anak itu. Setelahnya merebut hadiah
Happy Reading."Damara?""Damara." Hah. Panggilan itu langsung menyadarkan Damara dari lamunannya. "Ada apa? Hm?" tanya Arron, ia kini merangkul pinggang ramping Damara yang sedang berdiri menangkupkan satu tangannya pada wajahnya menyandar pada peyangga di lantai dua. Yang menghadap langsung ke lantai dansa, di lantai satu.Sedang ada pesta."Kau terlihat resah?"Damara tersenyum pada Arron. Karena meski ia berhasil mendapatkan kepercayaan semua orang dan menyingkirkan ketakutan akan Faycon yang membahayakan, tapi bukan berarti itu menyelesaikan masalahnya."Arron," Damara ragu untuk mengatakannya. "Ada apa?""Tidak apa-apa."Pria itu tak memaksa, karena ia tahu kalau sejak saat Damara pingsan kondisi tubuhnya memburuk dan darah selalu menghiasi tempat tidur Damara. "Haruskah aku datang ke kamarmu malam ini Damara?""Tidak usah, aku … baik-baik saja."Arron mendengus, sebelum memeluk erat Damara. "Sebagai gantinya, jangan tolak aku saat kita menikah nanti."Lalu Damara menarik dir
Happy Reading.Apakah akan baik-baik saja? Bagaimana jika semua yang dipikirkan diawal tidak terjadi, dia tidak diterima justru dimusuhi? Apakah semuanya akan berakhir seperti sebelumnya."Damara," Arron kini menggenggam tangan Damara, menatap wanita dengan tatapan penuh percaya diri. "Semua akan baik-baik saja?"Tapi tentu saja Damara semakin cemas. "Tapi bagaimana jika aku tidak bisa mengendalikan diriku. Meski punya kamu, bayangan akan masa selalu ada. Aku adalah Faycon bagaimanapun bentukku Arron, dan dendam akan selalu ada dalam benakku—""Kecemasanmu sangat tidak berarti sekarang." timpal Lycus. "Lihatlah kami akan selalu berada di depanmu untuk menghalangi semua niatmu!"Sontak mata Damara langsung tertuju pada mereka semua, entah mengerti pada takdir atau sengaja dibuat mengerti padahal tidak tahu apa-apa tentang waktu yang sedang berjalan sekarang."Haruskah aku menciummu agar kau tenang?" Goda Arron. Kini wajahnya dan Damara ada dalam jarak yang cukup dekat.Malu. Tentu saja
Happy Reading."Karena aku, butuh obatku!" jawab Arron. Kemudian tersenyum melihat wajah cantik Damara, yang masih sama seperti pertama kali mereka bertemu.***Lama mengobrol, akhirnya mereka sampai di sebuah hutan belantara dengan bendera yang sudah usang."Tempat apa ini?" tanya Damara. Alisnya terus saja menyatu saat pandangannya mencoba menganalis sekitarnya.Bekas kurumput yang injak, sayatan pedang di pohon dan aroma amis darah yang telah menghitam, mengering di beberapa tempat.Damara menetralkan aura Fayconnya setelah berhasil mendapatkan jawaban dari kebingungannya barusan."Jadi, ada area seperti ini di tempat ini?""Ya. Kami membangunnya agar para kesatria dan para pemuda kota ini terlatih untuk menghadapi masalah yang besar, jauh dari perkiraan mereka sebelumnya." jelas Arron.Damara mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon. Lalu kemudian ia tersenyum seperti smile yang lumayan mengerikan jika di lihat terlalu lama."Lalu, apa maksudmu membawaku ke tempat ini? Boleh a
Happy Reading.Dia—Damara, kini di terima sebagai bagian dari anggota prajurit pertahanan dan namanya mulai semakin besar di kalangan masyarakat.Namun ada juga yang menatap Damara dengan tatapan tak suka, sebab ia mewarisi kekuatan Faycon yang harusnya sudah musnah.Seorang pria berkumis mendekat. "Entah keberuntungan atau anugrah, kami akan selalu mengawasiku." Teguran yang cukup berarti. Tapi Damara tak peduli akan apa yang mereka bicarakan sekarang tentangnya, karena yang ia tahu bahwa yang membelanya jauh lebih banyak dari yang membencinya.Sebuah tangan menepuk pundaknya pelan. "Mikael?" Damara tersenyum pada pria yang sudah banyak berubah itu, dengan pakaian zirah dia tampak luar biasa sekarang."Haruskah ku potong lidahnya itu?"Deg! Damara membulatkan matanya singkat, sebelum memukul pelan Mikael. Tertawa singkat sebelum Damara menarik pedangnya. "Ide bagus." ucap Damara.Namun Lycus dan Draxan muncul disamping dua orang itu dan menghentikan mereka berdua. "Ekhem, jangan mac
Happy Reading."Kenapa?"Satu pertanyaan itu membuat Damara menarik tangannya dari tangan Arron, kini ia benar-benar malu. Karena arwahnya baru saja kembali ke dalam tubuhnya, yang otomatis sadar sepenuhnya."Kau?""Damara?"Kemudian menoleh ke arah sudut lainnya. "Kalian!" bingungnya saat melihat ruangan yang harusnya kosong, kini di penuhi oleh wajah-wajah yang begitu ia benci dan hindari selama beberapa saat yang lalu.Lalu pandangannya kini tertuju pada ornamen dinding dan papan tulis yang identik dengan karakter mereka masing-masing. "Ini … maaf masuk tanpa izin, saya permisi." Pamitnya.Namun sesaat sebelum ia melangkah pergi, Arrin tentu saja menghentikan Damara. Ia malah mengandeng tangan Damara dan membawanya ke kursi yang menghadap meja yang penuh dengan makanan juga es yang sudah mencair."Makan!" Titahnya. Sementara Damara hanya duduk memandang mereka dengan tatapan aneh.Hah. Lagi-lagi ditatap dengan tatapan yang sama. "Sampai kapan kalian akan menatapku dengan tatapan se
Happy Reading.Di ruangan Arron, Damara menatap tajam pria itu. "Kau pikir aku seekor anjing?" tanyanya marah pada Arron, sebab ia menarik tubuh Damara dengan kekuatan aura yang terlihat seperti sedang menjerat seseorang. "Hei, kenapa diam saja?""Damara, kau tidak mematuhiku." Damara mengerutkan keningnya. Lalu tersenyum sinis pada pria itu. "Mematuhi, sejak kapan perintahmu menjadi mutlak bagiku? Aku bukan wargamu, karena dari segi apapun aku berbeda. Tidaka kan pernah sama denganmu, jadi berhentilah mengekang seolah aku adalah milikmu.""Kau memang milikku sekarang."Deg! Damafa terpaku di tempatnya, pikiran dan perasaannya tiba-tiba saja menjadi aneh.Arron kini menatap Damara dalam-dalam. "Aku tidak suka kau bersama dengan orang lain selain aku?""Kau gila?""Ya.""Arron!" "Apa?" tanya Arron dengan suara lembut, tetapi mengapa tatapannya begitu tajam. Ia menatap Damara seperti melihat mangsa yang telah di lepaskan tapi malah mengigitnya diam-diam—perlahan Arron mendekati Damara
Happy Reading."Saat bersama dengan As, aku tidak menyaka kalau akan merasa berbeda. Seolah menjadi orang lain. Apa mungkin, hanya dia saja yang melihatku dengan tatapan penuh waspada dan menerima segala kekuranganku?" pikir Damara membatin.Jika kalian berkata kalau ini adalah cinta, maka jawabannya adalah tidak. Ini bukanlah cinta.***Dan itu adalah masalahnya. "Aku perhatikan, kau tidak betah di dalam istana? Ada apa?" tanya Arron, sibuk membalikan lembaran demi lembaran kertas di tangannya dengan teliti.Sementara Damara hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Sejak kapan menjadi urusanmu?""Kau disini karena aku yang memintanya, jadi kau juga tanggung jawabku.""Aku tidak akan mati semudah itu!""Yang ku lihat tidak begitu."Damara tersenyum sinis. "Aha, apa sekarang Anda sangat cemas denganku? Mengingat aku hampir saja mati di tanganmu. Jangan pikir aku tidak mengingatnya, setiap mata yang menatapku seperti musuh. Naif sekali kalau kau sekarang mengkhawatirkanku!" terang Damara ta
Happy Reading.Melihat Arron dan kemungkinan Damara tidak bisa keluar dari tempat ini, Damara tersenyum sebelum menundukan kepalanya singkat pada Arron.Dan di setiap langkahnya, pegang muncul dari tangan Arron. Pedang yang membinasakan dengan aura, mungkin ini saatnya baginya untuk pergi ke neraka.Darah Mycana memang luar biasa ya. Namun di tengah ketegangan yang terjadi, seorang pria menerobos masuk ke dalam ruangan yang gelap penuh dengan sihir.Deg! Emerald membelalakan matanya saat melihat suaminya muncul di tempat ini, dan terlihat tergesa-gesa."Jangan bunuh, tuan saya mohon!"Dia mengeluarkan sesuatu dalam tasnya, obat yang taruh dalam botol kecil dalam jumlah yang cukup banyak. "Nona saya berhasil." ujarnya dengan senyuman penuh ketakutan.Yap. Damara sudah merencanakan saat ini, dan untungnya pria menyebalkan yang ingin sekali ia bunuh itu datang tepat pada waktunya."Saya juga membawa surat cerai, jadi saya mohon. Lepas segel sihirnya, ya."Lycus kembali sebotol, lalu ia