Happy Reading.Plakkk!Esok harinya. Aku kelelahan. Tubuhku penuh dengan keringat dingin, mataku berair. Emosiku memuncak saat melihat ke arah Lycus yang hanya diam saja mematung di tempatnya."Kau memihak siapa Lycus?" "Damara….""AKU TANYA, KAU MEMIHAK SIAPA?""Aku mencoba melindungimu, aku tidak ingin kehilanganmu saat itu. Itu bukan waktu yang bisa menunjukan kalau kamu akan membawaku bersama dengamu!""Kamu memihak siapa?" Damara begitu kesal, ia berapi-api. "Mengapa kamu tidak bisa menjawab pertanyaanku Lycus?!'Hutan Delmare menjadi saksi rasa sakit hati Damara yang hiasi dengan kekecewaan pada orang yang ia percaya selama menjadi Damara dari Archae—ia bahkan tak menyembunyikan kebrutalan Arron padanya semalam karena mencoba untuk saling membenarkan posisi masing-masing.Tubuh penuh luka, bibir yang masih berdarah dan air mata yang terus mengalir tanpa bisa di bendungnya. Untuk pertama kalinya, Damara merasa hancur—tetapi malam itu. Ketika Arron memaksakan kehendaknya, mencoba
Happy Reading.Malam itu, Ketika Arron mengunci Damara dalam kekuasaannya. Sehingga membuat wanita yang sedang menatapnya dengan tatapan membunuh itu terpojok di tembok. Bahkan nafas Arron bisa kurasakan menembus wajahnya penuh dengan luka goresan.Dengan tatapan tajam, Arron bertanya. "Apa yang kau inginkan?" DEG! Mata Damara melebar meski hanya singkat, melirik ke arah Arron dengan tatapan sedekat kematian. Tak bisa curiga, tak juga bisa percaya pada pria yang sedang berada tepat di depannya saat ini.Kedua mata mereka saling bertaut, tetapi tak ada senyuman yang terukir dari sudut bibir keduanya—terdiam selama beberapa saat, Damara mendekati leher Arron. Menggigitnya layaknya seorang Faycon yang begitu kejam.Sedang Arron, ia menahan kepala Damara. Tak marah, juga tak menolak identitas yang sedang Damara tunjukan padanya. Matanya, seolah bersinar di antara sinar rembulan. Menatap tajam ke arah langit luar, bersama angin yang terbang bersama aroma darah penduduk Hilike. "Seperti Da
Happy Reading.Sekarang. "Saya bisa mati demi Anda, tetapi saya tidak bisa membunuh Draxan karena itu bukan tugas saya. Itu tugas Anda! Ini bukan hak saya, Damara!" DEG! Ucapannya membuat Damara tersentak kaget, sebelum akhirnya tersenyum mendesah sambil menutup matanya singkat—karena pada akhirnya Lycus juga menolak permintaannya, sama seperti Arron yang juga menolaknya malam itu. Tetapi Damara senang, karena mereka tahu batas mereka dan apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan untuknya."Maafkan saya Damara!"Berdecak. "CK! Drama berakhir, kita hadiri pesta yang diadakan sih Mycana itu. Untuk pemusnahan sang Alpha para Faycon!" tekan Damara pada kalimat akhirnya. Sebelum berbalik meninggalkan Lycus yang sedang tersenyum smirk dengan mulut yang sedikit terbuka.Lalu pria itu menatap ke arah langit. Berterima kasih pada hatinya karena tak mengiyakan keinginan yang ternyata akan membuat Damara menghilangkan namanya dari daftar orang yang akan selalu berada di dalam cerita kejam i
Happy Reading."Damara?!"Sontak wanita yang sedang menuangkan begitu banyak alkohol pada gelas kaca sampai penuh itu langsung berbalik, menyembunyikan minumannya di belakang tubuh rampingnya. Bersandar di meja. "Ya ayah?""Kamu minum?" Itu berpengaruh bagi Damara, tapi dunia tak mengetahuinya. "Ayah kira kau mengandung?" tanyanya pada Damara yang hanya memiringkan sedikit kepalanya, sembari tersenyum garing. "Em. Hanya sedikit.""Tidak boleh!"Rasanya Damara ingin memakan kepala pria di depannya ini karena berani melarangnya, melakukan apapun yang ia inginkan. "Kamu mendengarkanku Damara, jangan minum. Itu tak baik untuk kandunganmu!" Ingin rasanya Damara berteriak kalau ia tak hamil anak pria terkutuk itu. Tapi ia cukup bisa menahan emosinya saat ini—sebab belum waktunya membuka topeng dalam keadaan kekuatan yang belum pulih seperti ini. "Kau mengerti? Hey Arron! Suami yang tidak berguna! AWASI ISTRIMU!"Saat Tuan Mycana pergi. Damara melayangkan tatapan horornya, lengkap dengan ta
Selamat membaca.Pesta berjalan dengan sangat baik sampai-sampai membuat Damara kesal dibuatnya. "Sampai kapan mereka akan tinggal di tempat ini? Apa mereka tidak punya pekerjaan lain esok hari? Atau rencana malam ini?" Melihat Arron yang sedang bicara dengan para pria lain, dari pinggir. Dia terlihat sangat tampan dan luar biasa hebatnya, inilah calon pemimpin yang akan menguasai Hilike suatu hari nanti. "Hah? Entah saat itu kau akan menjadi musuhku? Atau malah sekutuku? Siapa kira-kira yang akan membawa kehancuran pada kota ini? Kamu kah? Atau aku?!" tanya Damara. Tepat saat itu juga Lycus langsung membungkam mulut Damara dengan kue coklat mengingat ini berada di tempat umum.Tersenyum penuh arti pada Damara."Hei! Mau mati kamu?!"Mengerutkan keningnya marah ke arah Lycus yang saat ini hanya mementingkan keselamatan Damara saja. Identitas, jauh lebih penting.Beberapa bangsawan mengawasi, memberi kode satu sama lainnya dengan menganggukan kepala mereka singkat—lalu seorang pelayan
Happy Reading."Damara?!"Panggilan itu, berhembus tepat di leher Damara. Bersamaan dengan tangan yang melingkar pada pinggang ramping Damara—Arron menenggelamkan kepalanya pada bahu Damara, kemarin Damara dalam pelukannya sembari menggoyangkan tangannya pada perut Damara yang terbungkus rapat oleh gaun yang membuat setiap lekukan tubuh Damara begitu jelas."Indah!"Bisikan Arron membuat mata Damara membelalak. Dia melirik ke arah Arron yang sedang tersenyum evil padanya. "Banyak tamu disini. Jangan mencoba membuatku malu?""Jadi Damara Ku punya malu sekarang?"Damara tersenyum mendesah, mencoba menjauhkan tubuhnya dari Arron tapi Arron malah mempererat pelukannya pada Damara—yang lama kelamaan tangan kokoh itu mulai naik sampai ke dada Damara. Tetapi Damara malah tersenyum sinis akan apa yang baru saja Arron lakukan. "Aku butuh obatku Damara!""Obat apanya? Kau mau mencabut jantungku! Akh…" meringis karena jawaban yang katakan oleh Damara malah membuat Arron menekan dadanya sengaja.
Happy Reading.Setelah pesta selesai, Tuan Mycana dan Arron bicara berdua soal kenaikan jabatan. Dan Draxan sedang mendapatkan tatapan membunuh dari Damara, yang diminta untuk menemani Draxan bicara selama mereka rapat di dalam ruangan."Kau tidak punya malu Nona Damara?!"Damara mengangkat satu alisnya ke atas, menatap sinis ke arah Draxan yang jelas tahu identitas aslinya. "Hah, kau mengangguku. Anak kecil!""Anak kecil?""Ya. Kau hanya setinggi ini," Damara mengukur dengan tangannya di udara. Seolah ada anak kecil di sampingnya, tapi Draxan tahu kalau yang dimaksud adalah Draxan sendiri. Tuan muda dari kota pertahanan Cael. Adik Lycus. "Sekarang sudah duduk sejajar denganku.""Kau ingin menggendongku jika aku kembali menjadi anak kecil?""Tidak!" Damara menjawab dengan tatapan setengah tertutup, sinis dan tegas. Lalu menoleh ke arah pintu ruang rapat yang masih tertutup. "Hah, sudah berapa lama mereka di dalam sana? Kenapa lama sekali? Apa yang mereka bicarakan?!"Tetapi tanpa Dama
Happy Reading."Damara tenanglah!"Tetapi tidak, Damara tidak akan pernah bisa tenang. Ia menatap marah ke arah Arron yang mencoba untuk bersabar dengan sikap Damara yang mudah emosi dan Arron tidak ingin agar Damara kembali pada tujuan awalnya—yaitu menghancurkan Hilike termasuk menghancurkan dirinya."Tenanglah oke?""Tenang? Aku marah Arron, ayahmu salah!""Ayahku tidak salah!" Tegas. Arron menatap ke arah Damara dengan tatapan tajamnya, mata merah Arron menyatu dengan netra mata Damara yang berubah menghijau karena darah Faycon mengalir pada setiap nadinya. "Tenanglah."Damara tenang. Tidak, Damara mencoba mencerna apa yang baru Arron katakan padanya—jadi Arron membela ayahnya? Membela orang yang salah, musuhnya sendiri. Orang yang telah menjadi alasan mengapa dia ada disini, bersama dengan putra tunggalnya. Pewaris Hilike yang tak terkalahkan."Aku ingin kita berpisah.""Damara," Arron meraih tangan Damara, tetapi Damara menarik tangannya. Menatap tak suka ke arah Arron yang masi
Happy Reading.Bahagia. Itu hanya sementara saja, karena setelahnya Damara mendapatkan kado yang begitu spesial. Sampai ia tak bisa berkata apa-apa lagi saat menyaksikan senyuman dan harapan semua orang, yang ingin melihat ia bahagia.***Beberapa hari setelah hari ulang tahun Eos, Damara terlihat bahagia menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan orang-orang di sekitarnya.Tidak menghindar, atau menatapnya dengan tatapan rendah, apalagi bersembunyi di balik pintu karena takut padanya."Hei Eos, kau menyimpan hadiahku kan?""Ya." Damara tersenyum senang. "Aku menyimpannya pada ibuku."Damara terkejut. "Ibumu?" Eos menganggukan kepalanya sebagai jawaban, menolehkan kepalanya ke arah ibunya. Emerald. Damara menghembuskan nafasnya kasar. sebelum tersenyum menepuk puncak kepala Eos dengan sayang. "Bermainlah!""Em."Lalu Damara pergi begitu saja, mendekat ke arah Emerald. "Belum cukup kau membuat anak dengan pria lain, kau juga memberikan namaku pada anak itu. Setelahnya merebut hadiah
Happy Reading."Damara?""Damara." Hah. Panggilan itu langsung menyadarkan Damara dari lamunannya. "Ada apa? Hm?" tanya Arron, ia kini merangkul pinggang ramping Damara yang sedang berdiri menangkupkan satu tangannya pada wajahnya menyandar pada peyangga di lantai dua. Yang menghadap langsung ke lantai dansa, di lantai satu.Sedang ada pesta."Kau terlihat resah?"Damara tersenyum pada Arron. Karena meski ia berhasil mendapatkan kepercayaan semua orang dan menyingkirkan ketakutan akan Faycon yang membahayakan, tapi bukan berarti itu menyelesaikan masalahnya."Arron," Damara ragu untuk mengatakannya. "Ada apa?""Tidak apa-apa."Pria itu tak memaksa, karena ia tahu kalau sejak saat Damara pingsan kondisi tubuhnya memburuk dan darah selalu menghiasi tempat tidur Damara. "Haruskah aku datang ke kamarmu malam ini Damara?""Tidak usah, aku … baik-baik saja."Arron mendengus, sebelum memeluk erat Damara. "Sebagai gantinya, jangan tolak aku saat kita menikah nanti."Lalu Damara menarik dir
Happy Reading.Apakah akan baik-baik saja? Bagaimana jika semua yang dipikirkan diawal tidak terjadi, dia tidak diterima justru dimusuhi? Apakah semuanya akan berakhir seperti sebelumnya."Damara," Arron kini menggenggam tangan Damara, menatap wanita dengan tatapan penuh percaya diri. "Semua akan baik-baik saja?"Tapi tentu saja Damara semakin cemas. "Tapi bagaimana jika aku tidak bisa mengendalikan diriku. Meski punya kamu, bayangan akan masa selalu ada. Aku adalah Faycon bagaimanapun bentukku Arron, dan dendam akan selalu ada dalam benakku—""Kecemasanmu sangat tidak berarti sekarang." timpal Lycus. "Lihatlah kami akan selalu berada di depanmu untuk menghalangi semua niatmu!"Sontak mata Damara langsung tertuju pada mereka semua, entah mengerti pada takdir atau sengaja dibuat mengerti padahal tidak tahu apa-apa tentang waktu yang sedang berjalan sekarang."Haruskah aku menciummu agar kau tenang?" Goda Arron. Kini wajahnya dan Damara ada dalam jarak yang cukup dekat.Malu. Tentu saja
Happy Reading."Karena aku, butuh obatku!" jawab Arron. Kemudian tersenyum melihat wajah cantik Damara, yang masih sama seperti pertama kali mereka bertemu.***Lama mengobrol, akhirnya mereka sampai di sebuah hutan belantara dengan bendera yang sudah usang."Tempat apa ini?" tanya Damara. Alisnya terus saja menyatu saat pandangannya mencoba menganalis sekitarnya.Bekas kurumput yang injak, sayatan pedang di pohon dan aroma amis darah yang telah menghitam, mengering di beberapa tempat.Damara menetralkan aura Fayconnya setelah berhasil mendapatkan jawaban dari kebingungannya barusan."Jadi, ada area seperti ini di tempat ini?""Ya. Kami membangunnya agar para kesatria dan para pemuda kota ini terlatih untuk menghadapi masalah yang besar, jauh dari perkiraan mereka sebelumnya." jelas Arron.Damara mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon. Lalu kemudian ia tersenyum seperti smile yang lumayan mengerikan jika di lihat terlalu lama."Lalu, apa maksudmu membawaku ke tempat ini? Boleh a
Happy Reading.Dia—Damara, kini di terima sebagai bagian dari anggota prajurit pertahanan dan namanya mulai semakin besar di kalangan masyarakat.Namun ada juga yang menatap Damara dengan tatapan tak suka, sebab ia mewarisi kekuatan Faycon yang harusnya sudah musnah.Seorang pria berkumis mendekat. "Entah keberuntungan atau anugrah, kami akan selalu mengawasiku." Teguran yang cukup berarti. Tapi Damara tak peduli akan apa yang mereka bicarakan sekarang tentangnya, karena yang ia tahu bahwa yang membelanya jauh lebih banyak dari yang membencinya.Sebuah tangan menepuk pundaknya pelan. "Mikael?" Damara tersenyum pada pria yang sudah banyak berubah itu, dengan pakaian zirah dia tampak luar biasa sekarang."Haruskah ku potong lidahnya itu?"Deg! Damara membulatkan matanya singkat, sebelum memukul pelan Mikael. Tertawa singkat sebelum Damara menarik pedangnya. "Ide bagus." ucap Damara.Namun Lycus dan Draxan muncul disamping dua orang itu dan menghentikan mereka berdua. "Ekhem, jangan mac
Happy Reading."Kenapa?"Satu pertanyaan itu membuat Damara menarik tangannya dari tangan Arron, kini ia benar-benar malu. Karena arwahnya baru saja kembali ke dalam tubuhnya, yang otomatis sadar sepenuhnya."Kau?""Damara?"Kemudian menoleh ke arah sudut lainnya. "Kalian!" bingungnya saat melihat ruangan yang harusnya kosong, kini di penuhi oleh wajah-wajah yang begitu ia benci dan hindari selama beberapa saat yang lalu.Lalu pandangannya kini tertuju pada ornamen dinding dan papan tulis yang identik dengan karakter mereka masing-masing. "Ini … maaf masuk tanpa izin, saya permisi." Pamitnya.Namun sesaat sebelum ia melangkah pergi, Arrin tentu saja menghentikan Damara. Ia malah mengandeng tangan Damara dan membawanya ke kursi yang menghadap meja yang penuh dengan makanan juga es yang sudah mencair."Makan!" Titahnya. Sementara Damara hanya duduk memandang mereka dengan tatapan aneh.Hah. Lagi-lagi ditatap dengan tatapan yang sama. "Sampai kapan kalian akan menatapku dengan tatapan se
Happy Reading.Di ruangan Arron, Damara menatap tajam pria itu. "Kau pikir aku seekor anjing?" tanyanya marah pada Arron, sebab ia menarik tubuh Damara dengan kekuatan aura yang terlihat seperti sedang menjerat seseorang. "Hei, kenapa diam saja?""Damara, kau tidak mematuhiku." Damara mengerutkan keningnya. Lalu tersenyum sinis pada pria itu. "Mematuhi, sejak kapan perintahmu menjadi mutlak bagiku? Aku bukan wargamu, karena dari segi apapun aku berbeda. Tidaka kan pernah sama denganmu, jadi berhentilah mengekang seolah aku adalah milikmu.""Kau memang milikku sekarang."Deg! Damafa terpaku di tempatnya, pikiran dan perasaannya tiba-tiba saja menjadi aneh.Arron kini menatap Damara dalam-dalam. "Aku tidak suka kau bersama dengan orang lain selain aku?""Kau gila?""Ya.""Arron!" "Apa?" tanya Arron dengan suara lembut, tetapi mengapa tatapannya begitu tajam. Ia menatap Damara seperti melihat mangsa yang telah di lepaskan tapi malah mengigitnya diam-diam—perlahan Arron mendekati Damara
Happy Reading."Saat bersama dengan As, aku tidak menyaka kalau akan merasa berbeda. Seolah menjadi orang lain. Apa mungkin, hanya dia saja yang melihatku dengan tatapan penuh waspada dan menerima segala kekuranganku?" pikir Damara membatin.Jika kalian berkata kalau ini adalah cinta, maka jawabannya adalah tidak. Ini bukanlah cinta.***Dan itu adalah masalahnya. "Aku perhatikan, kau tidak betah di dalam istana? Ada apa?" tanya Arron, sibuk membalikan lembaran demi lembaran kertas di tangannya dengan teliti.Sementara Damara hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Sejak kapan menjadi urusanmu?""Kau disini karena aku yang memintanya, jadi kau juga tanggung jawabku.""Aku tidak akan mati semudah itu!""Yang ku lihat tidak begitu."Damara tersenyum sinis. "Aha, apa sekarang Anda sangat cemas denganku? Mengingat aku hampir saja mati di tanganmu. Jangan pikir aku tidak mengingatnya, setiap mata yang menatapku seperti musuh. Naif sekali kalau kau sekarang mengkhawatirkanku!" terang Damara ta
Happy Reading.Melihat Arron dan kemungkinan Damara tidak bisa keluar dari tempat ini, Damara tersenyum sebelum menundukan kepalanya singkat pada Arron.Dan di setiap langkahnya, pegang muncul dari tangan Arron. Pedang yang membinasakan dengan aura, mungkin ini saatnya baginya untuk pergi ke neraka.Darah Mycana memang luar biasa ya. Namun di tengah ketegangan yang terjadi, seorang pria menerobos masuk ke dalam ruangan yang gelap penuh dengan sihir.Deg! Emerald membelalakan matanya saat melihat suaminya muncul di tempat ini, dan terlihat tergesa-gesa."Jangan bunuh, tuan saya mohon!"Dia mengeluarkan sesuatu dalam tasnya, obat yang taruh dalam botol kecil dalam jumlah yang cukup banyak. "Nona saya berhasil." ujarnya dengan senyuman penuh ketakutan.Yap. Damara sudah merencanakan saat ini, dan untungnya pria menyebalkan yang ingin sekali ia bunuh itu datang tepat pada waktunya."Saya juga membawa surat cerai, jadi saya mohon. Lepas segel sihirnya, ya."Lycus kembali sebotol, lalu ia