Happy Reading."Damara?!"Panggilan itu, berhembus tepat di leher Damara. Bersamaan dengan tangan yang melingkar pada pinggang ramping Damara—Arron menenggelamkan kepalanya pada bahu Damara, kemarin Damara dalam pelukannya sembari menggoyangkan tangannya pada perut Damara yang terbungkus rapat oleh gaun yang membuat setiap lekukan tubuh Damara begitu jelas."Indah!"Bisikan Arron membuat mata Damara membelalak. Dia melirik ke arah Arron yang sedang tersenyum evil padanya. "Banyak tamu disini. Jangan mencoba membuatku malu?""Jadi Damara Ku punya malu sekarang?"Damara tersenyum mendesah, mencoba menjauhkan tubuhnya dari Arron tapi Arron malah mempererat pelukannya pada Damara—yang lama kelamaan tangan kokoh itu mulai naik sampai ke dada Damara. Tetapi Damara malah tersenyum sinis akan apa yang baru saja Arron lakukan. "Aku butuh obatku Damara!""Obat apanya? Kau mau mencabut jantungku! Akh…" meringis karena jawaban yang katakan oleh Damara malah membuat Arron menekan dadanya sengaja.
Happy Reading.Setelah pesta selesai, Tuan Mycana dan Arron bicara berdua soal kenaikan jabatan. Dan Draxan sedang mendapatkan tatapan membunuh dari Damara, yang diminta untuk menemani Draxan bicara selama mereka rapat di dalam ruangan."Kau tidak punya malu Nona Damara?!"Damara mengangkat satu alisnya ke atas, menatap sinis ke arah Draxan yang jelas tahu identitas aslinya. "Hah, kau mengangguku. Anak kecil!""Anak kecil?""Ya. Kau hanya setinggi ini," Damara mengukur dengan tangannya di udara. Seolah ada anak kecil di sampingnya, tapi Draxan tahu kalau yang dimaksud adalah Draxan sendiri. Tuan muda dari kota pertahanan Cael. Adik Lycus. "Sekarang sudah duduk sejajar denganku.""Kau ingin menggendongku jika aku kembali menjadi anak kecil?""Tidak!" Damara menjawab dengan tatapan setengah tertutup, sinis dan tegas. Lalu menoleh ke arah pintu ruang rapat yang masih tertutup. "Hah, sudah berapa lama mereka di dalam sana? Kenapa lama sekali? Apa yang mereka bicarakan?!"Tetapi tanpa Dama
Happy Reading."Damara tenanglah!"Tetapi tidak, Damara tidak akan pernah bisa tenang. Ia menatap marah ke arah Arron yang mencoba untuk bersabar dengan sikap Damara yang mudah emosi dan Arron tidak ingin agar Damara kembali pada tujuan awalnya—yaitu menghancurkan Hilike termasuk menghancurkan dirinya."Tenanglah oke?""Tenang? Aku marah Arron, ayahmu salah!""Ayahku tidak salah!" Tegas. Arron menatap ke arah Damara dengan tatapan tajamnya, mata merah Arron menyatu dengan netra mata Damara yang berubah menghijau karena darah Faycon mengalir pada setiap nadinya. "Tenanglah."Damara tenang. Tidak, Damara mencoba mencerna apa yang baru Arron katakan padanya—jadi Arron membela ayahnya? Membela orang yang salah, musuhnya sendiri. Orang yang telah menjadi alasan mengapa dia ada disini, bersama dengan putra tunggalnya. Pewaris Hilike yang tak terkalahkan."Aku ingin kita berpisah.""Damara," Arron meraih tangan Damara, tetapi Damara menarik tangannya. Menatap tak suka ke arah Arron yang masi
Happy Reading.Tuk! Tik! Tak! Tik! Tuk!Kereta kuda yang berjalan bersama dengan api yang mulai membara dari kedua pasangan yang berada dalam kereta tiba-tiba saja berhenti. Hal itu membuat Damara mengangkat satu alisnya ke atas, begitu juga dengan Arron yang sedang menggendong Damara.Keduanya berkeringat dengan hebat. "Aku akan periksa." Arron segera keluar dari kereta, tetapi sebelum keluar ia mengecup dahi Damara singkat. Lalu berbisik di telinganya. "Kita lanjutkan nanti." begitu katanya, tapi Damara hanya tersenyum sinis menjawab pertanyaannya itu.Membiarkan Arron memeriksa apa yang terjadi pada Lycus yang sepertinya berulah lagi. "HEI LYCUS, KAU TULI!" seru Damara memanggil dengan nada penuh peringatan dari dalam kereta, tetapi tak ada sahutan dari luar.Beberapa saat kemudian, kereta kembali bergerak. Membuat Damara sedikit terkejut. "Wow, hati-hati dong!" kesal Damara sambil memangku kakinya menunggu Arron. "Kau tidak ingin masuk suamiku? Jangan cemaskan Lycus pria itu bahka
Happy Reading."Aku menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu. Dan aku mulai menginginkanmu!"'hahaha' tetapi Damara malah tertawa dan ibu membuat Draxan kembali terdiam, karena tawa Damara yang bahkan membuat beberapa orang yang lewat melihat ke arahnya dengan tanda tanda pada pikiran mereka."Aku tidak bercanda.""Draxan! Karena mengetahui siapa aku, kamu pikir aku akan tunduk begitu saja pada orang sepertimu? Menjijikan!"Draxan hanya tersenyum. Dia memiliki kepribadian yang berbeda dengan dua orang dari Hilike yang terus menempel dan setuju pada setiap keputusannya—tetapi Damara memiliki alasan saat membuat mereka berada di pihaknya. Tetapi tidak dengan Draxan!"Kejam sekali. Tetapi aku tidak melakukan ini tanpa alasan yang jelas, aku tahu kau tidak akan mudah berada di pihakku, tapi Damara aku bisa membantumu membalaskan dendammu pada Hilike." ucapnya sembari menyentuh beberapa helai rambut Damara dengan senyuman sinis—tetapi Draxan tidak tahu, kalau Damara sangat marah akan hal
Happy Reading.Rasa sakit. Semuanya perlahan sirna saat Damara mulai membuka matanya, bersama dengan kekuatan Faycon yang mengelilingi tubuh yang sedang terangkat ke udara—sebelum berdiri, menginjak lantai marmer dengan heels yang terdengar begitu jelas."Kau seorang Faycon."Damara tersenyum sinis. "Kenapa? Terkejut, putramu mengikutiku karena dirimu. Harusnya aku senang, kalau saja saat itu. Kau tidak menyerang kami, mungkin Arron tidak akan menjadi seperti ini." Penjelasan Damara membuat tuan Mycana menatap wanita itu dengan tatapan marah, tetap menahan emosinya saat tahu kalau tidak ada ancaman di hadapannya sendiri. "Ini alasanmu tidak ingin memiliki anak dengannya, Damara?""Aku seorang Faycon. Dan Faycon tidak memberikan kebahagiaan pada kota yang ia benci sejak awal."Tuan Mycana tiba-tiba saja tersenyum sinis. "Itu sebabnya pilihanku benar, tetapi kamu tidak mati. Takdir macam apa ini? Haruskah aku senang? Atau, haruskah aku puas. Karena anakku berhasil mendapatkan inti masa
Happy Reading.Beberapa jam kemudian.Hosh!Hosh!Hosh!Deruan nafas Damara terdengar begitu jelas saat ia duduk di pinggiran jalan kota, menatap ke arah Arron yang sedang tersenyum sinis bersama ayah sialannya itu, pada dirinya yang masih belum bisa terbiasa dengan kekuatan barunya. Efek lainnya, juga karena ia melawan kaumnya sendiri. "Mungkin setelah ini aku akan pingsan." Kata Damara sambil menggelengkan kepalanya sekali karena tiba-tiba saja pusing, dan telinga berdenging dengan hebatnya. "Lycus, bagian barat.""Siap Nona.." Sahut Lycus—bahkan pria itu tak berduka saat kakaknya baru saja menghilang dari dunia ini. Tetapi tenang saja, Draxan tidak menghilang karena sejak awal Damara tidak melibatkan Draxan, karena dia tidak berada dalam daftar orang yang akan dibawa ke neraka.Tersenyum sinis. Tatapan Damara dan Arron bertemu—buru-buru Damara mengedipkan satu matanya pada Arron, menongka wajahnya dengan satu tangan, memperhatikan suaminya yang hebat, sedang melawan para Faycon ya
Happy Reading."Cucu?" Gedung utama Hilike, Arron terlihat tidak ingin jauh dari Damara. Ia terus melingkarkan satu tangannya pada pinggang Damara yang sedang marah saat sedang bicara dengan ayahnya—tangan wanita itu menyilang, kerutan terlihat dengan sangat jelas saat alis Damara menyatu, menatap tajam ke arah pria tua yang sedang menyeduh kopi.Suara sorakan agar Damara diusir dari kota ini terdengar sangat jelas. "Lihatlah kotamu sedang kacau! Dan membicarakan cucu?" BRAKKK!Beberapa barang jatuh berserakan, seakan ada angin yang bermain bersama dengan hantu di dalam ruangan di lantai tiga—para pelayan dari kediaman Arron turun tangan untuk melayani tuan besar Mycana, dikarenakan beberapa pelayan yang berasal dari kediaman ini tidak ingin melayani pengkhianat kota.Mereka mulai menyalahkan pria tua itu. Sedangkan ayah Arron itu hanya menatap ke arah Arron yang tidak bisa lepas dari Damara, mengerikan. Tetapi menentang, bukanlah pilihan yang tepat—ayahnya sadar, kalau obsesi put
Happy Reading.Bahagia. Itu hanya sementara saja, karena setelahnya Damara mendapatkan kado yang begitu spesial. Sampai ia tak bisa berkata apa-apa lagi saat menyaksikan senyuman dan harapan semua orang, yang ingin melihat ia bahagia.***Beberapa hari setelah hari ulang tahun Eos, Damara terlihat bahagia menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan orang-orang di sekitarnya.Tidak menghindar, atau menatapnya dengan tatapan rendah, apalagi bersembunyi di balik pintu karena takut padanya."Hei Eos, kau menyimpan hadiahku kan?""Ya." Damara tersenyum senang. "Aku menyimpannya pada ibuku."Damara terkejut. "Ibumu?" Eos menganggukan kepalanya sebagai jawaban, menolehkan kepalanya ke arah ibunya. Emerald. Damara menghembuskan nafasnya kasar. sebelum tersenyum menepuk puncak kepala Eos dengan sayang. "Bermainlah!""Em."Lalu Damara pergi begitu saja, mendekat ke arah Emerald. "Belum cukup kau membuat anak dengan pria lain, kau juga memberikan namaku pada anak itu. Setelahnya merebut hadiah
Happy Reading."Damara?""Damara." Hah. Panggilan itu langsung menyadarkan Damara dari lamunannya. "Ada apa? Hm?" tanya Arron, ia kini merangkul pinggang ramping Damara yang sedang berdiri menangkupkan satu tangannya pada wajahnya menyandar pada peyangga di lantai dua. Yang menghadap langsung ke lantai dansa, di lantai satu.Sedang ada pesta."Kau terlihat resah?"Damara tersenyum pada Arron. Karena meski ia berhasil mendapatkan kepercayaan semua orang dan menyingkirkan ketakutan akan Faycon yang membahayakan, tapi bukan berarti itu menyelesaikan masalahnya."Arron," Damara ragu untuk mengatakannya. "Ada apa?""Tidak apa-apa."Pria itu tak memaksa, karena ia tahu kalau sejak saat Damara pingsan kondisi tubuhnya memburuk dan darah selalu menghiasi tempat tidur Damara. "Haruskah aku datang ke kamarmu malam ini Damara?""Tidak usah, aku … baik-baik saja."Arron mendengus, sebelum memeluk erat Damara. "Sebagai gantinya, jangan tolak aku saat kita menikah nanti."Lalu Damara menarik dir
Happy Reading.Apakah akan baik-baik saja? Bagaimana jika semua yang dipikirkan diawal tidak terjadi, dia tidak diterima justru dimusuhi? Apakah semuanya akan berakhir seperti sebelumnya."Damara," Arron kini menggenggam tangan Damara, menatap wanita dengan tatapan penuh percaya diri. "Semua akan baik-baik saja?"Tapi tentu saja Damara semakin cemas. "Tapi bagaimana jika aku tidak bisa mengendalikan diriku. Meski punya kamu, bayangan akan masa selalu ada. Aku adalah Faycon bagaimanapun bentukku Arron, dan dendam akan selalu ada dalam benakku—""Kecemasanmu sangat tidak berarti sekarang." timpal Lycus. "Lihatlah kami akan selalu berada di depanmu untuk menghalangi semua niatmu!"Sontak mata Damara langsung tertuju pada mereka semua, entah mengerti pada takdir atau sengaja dibuat mengerti padahal tidak tahu apa-apa tentang waktu yang sedang berjalan sekarang."Haruskah aku menciummu agar kau tenang?" Goda Arron. Kini wajahnya dan Damara ada dalam jarak yang cukup dekat.Malu. Tentu saja
Happy Reading."Karena aku, butuh obatku!" jawab Arron. Kemudian tersenyum melihat wajah cantik Damara, yang masih sama seperti pertama kali mereka bertemu.***Lama mengobrol, akhirnya mereka sampai di sebuah hutan belantara dengan bendera yang sudah usang."Tempat apa ini?" tanya Damara. Alisnya terus saja menyatu saat pandangannya mencoba menganalis sekitarnya.Bekas kurumput yang injak, sayatan pedang di pohon dan aroma amis darah yang telah menghitam, mengering di beberapa tempat.Damara menetralkan aura Fayconnya setelah berhasil mendapatkan jawaban dari kebingungannya barusan."Jadi, ada area seperti ini di tempat ini?""Ya. Kami membangunnya agar para kesatria dan para pemuda kota ini terlatih untuk menghadapi masalah yang besar, jauh dari perkiraan mereka sebelumnya." jelas Arron.Damara mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon. Lalu kemudian ia tersenyum seperti smile yang lumayan mengerikan jika di lihat terlalu lama."Lalu, apa maksudmu membawaku ke tempat ini? Boleh a
Happy Reading.Dia—Damara, kini di terima sebagai bagian dari anggota prajurit pertahanan dan namanya mulai semakin besar di kalangan masyarakat.Namun ada juga yang menatap Damara dengan tatapan tak suka, sebab ia mewarisi kekuatan Faycon yang harusnya sudah musnah.Seorang pria berkumis mendekat. "Entah keberuntungan atau anugrah, kami akan selalu mengawasiku." Teguran yang cukup berarti. Tapi Damara tak peduli akan apa yang mereka bicarakan sekarang tentangnya, karena yang ia tahu bahwa yang membelanya jauh lebih banyak dari yang membencinya.Sebuah tangan menepuk pundaknya pelan. "Mikael?" Damara tersenyum pada pria yang sudah banyak berubah itu, dengan pakaian zirah dia tampak luar biasa sekarang."Haruskah ku potong lidahnya itu?"Deg! Damara membulatkan matanya singkat, sebelum memukul pelan Mikael. Tertawa singkat sebelum Damara menarik pedangnya. "Ide bagus." ucap Damara.Namun Lycus dan Draxan muncul disamping dua orang itu dan menghentikan mereka berdua. "Ekhem, jangan mac
Happy Reading."Kenapa?"Satu pertanyaan itu membuat Damara menarik tangannya dari tangan Arron, kini ia benar-benar malu. Karena arwahnya baru saja kembali ke dalam tubuhnya, yang otomatis sadar sepenuhnya."Kau?""Damara?"Kemudian menoleh ke arah sudut lainnya. "Kalian!" bingungnya saat melihat ruangan yang harusnya kosong, kini di penuhi oleh wajah-wajah yang begitu ia benci dan hindari selama beberapa saat yang lalu.Lalu pandangannya kini tertuju pada ornamen dinding dan papan tulis yang identik dengan karakter mereka masing-masing. "Ini … maaf masuk tanpa izin, saya permisi." Pamitnya.Namun sesaat sebelum ia melangkah pergi, Arrin tentu saja menghentikan Damara. Ia malah mengandeng tangan Damara dan membawanya ke kursi yang menghadap meja yang penuh dengan makanan juga es yang sudah mencair."Makan!" Titahnya. Sementara Damara hanya duduk memandang mereka dengan tatapan aneh.Hah. Lagi-lagi ditatap dengan tatapan yang sama. "Sampai kapan kalian akan menatapku dengan tatapan se
Happy Reading.Di ruangan Arron, Damara menatap tajam pria itu. "Kau pikir aku seekor anjing?" tanyanya marah pada Arron, sebab ia menarik tubuh Damara dengan kekuatan aura yang terlihat seperti sedang menjerat seseorang. "Hei, kenapa diam saja?""Damara, kau tidak mematuhiku." Damara mengerutkan keningnya. Lalu tersenyum sinis pada pria itu. "Mematuhi, sejak kapan perintahmu menjadi mutlak bagiku? Aku bukan wargamu, karena dari segi apapun aku berbeda. Tidaka kan pernah sama denganmu, jadi berhentilah mengekang seolah aku adalah milikmu.""Kau memang milikku sekarang."Deg! Damafa terpaku di tempatnya, pikiran dan perasaannya tiba-tiba saja menjadi aneh.Arron kini menatap Damara dalam-dalam. "Aku tidak suka kau bersama dengan orang lain selain aku?""Kau gila?""Ya.""Arron!" "Apa?" tanya Arron dengan suara lembut, tetapi mengapa tatapannya begitu tajam. Ia menatap Damara seperti melihat mangsa yang telah di lepaskan tapi malah mengigitnya diam-diam—perlahan Arron mendekati Damara
Happy Reading."Saat bersama dengan As, aku tidak menyaka kalau akan merasa berbeda. Seolah menjadi orang lain. Apa mungkin, hanya dia saja yang melihatku dengan tatapan penuh waspada dan menerima segala kekuranganku?" pikir Damara membatin.Jika kalian berkata kalau ini adalah cinta, maka jawabannya adalah tidak. Ini bukanlah cinta.***Dan itu adalah masalahnya. "Aku perhatikan, kau tidak betah di dalam istana? Ada apa?" tanya Arron, sibuk membalikan lembaran demi lembaran kertas di tangannya dengan teliti.Sementara Damara hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Sejak kapan menjadi urusanmu?""Kau disini karena aku yang memintanya, jadi kau juga tanggung jawabku.""Aku tidak akan mati semudah itu!""Yang ku lihat tidak begitu."Damara tersenyum sinis. "Aha, apa sekarang Anda sangat cemas denganku? Mengingat aku hampir saja mati di tanganmu. Jangan pikir aku tidak mengingatnya, setiap mata yang menatapku seperti musuh. Naif sekali kalau kau sekarang mengkhawatirkanku!" terang Damara ta
Happy Reading.Melihat Arron dan kemungkinan Damara tidak bisa keluar dari tempat ini, Damara tersenyum sebelum menundukan kepalanya singkat pada Arron.Dan di setiap langkahnya, pegang muncul dari tangan Arron. Pedang yang membinasakan dengan aura, mungkin ini saatnya baginya untuk pergi ke neraka.Darah Mycana memang luar biasa ya. Namun di tengah ketegangan yang terjadi, seorang pria menerobos masuk ke dalam ruangan yang gelap penuh dengan sihir.Deg! Emerald membelalakan matanya saat melihat suaminya muncul di tempat ini, dan terlihat tergesa-gesa."Jangan bunuh, tuan saya mohon!"Dia mengeluarkan sesuatu dalam tasnya, obat yang taruh dalam botol kecil dalam jumlah yang cukup banyak. "Nona saya berhasil." ujarnya dengan senyuman penuh ketakutan.Yap. Damara sudah merencanakan saat ini, dan untungnya pria menyebalkan yang ingin sekali ia bunuh itu datang tepat pada waktunya."Saya juga membawa surat cerai, jadi saya mohon. Lepas segel sihirnya, ya."Lycus kembali sebotol, lalu ia