Selamat membaca.Pesta peluncuran patung baru di pusat kota, patung berbentuk pohon tanpa daun itu menarik perhatian banyak turis. Pasalnya patung itu bisa berganti-ganti warna. Saat siang berwarna hitam pekat dan saat malam akan berubah menjadi seputih salju yang berkilauan. Lamor menjadi salah satu membuat patung yang mengandung sihir itu. Parahnya lagi, Damara harus hadir untuk memastikan keamanan para tamu."Kau tidak curiga?"Seseorang menghampiri. Dia—Lycus yang menggunakan pakaian pasukan sama seperti Damara."Apa?" tanya Damara."Tamu-tamu disini tidak diundang langsung oleh tuan Mycana, tapi oleh para pendiri dan pengurus kota.""Terus?"Lycus tersenyum. "Lihatlah, para putri dari berbagai kalangan hadir dan tuan Arron juga hadir."Tanpa dikatakan pun, Damara sudah tahu kalau ini adalah rencana para orang gila itu untuk mendekatkan para putri dari berbagai negeri pada Arron.Damara menghembuskan nafasnya kasar. "Kau pikir ia akan tergoda oleh senyuman para putri sialan itu?"
Happy Reading."Cukup! Kalian menakutinya!" tegur tuan Mycana yang datang bersama dengan Loly sih iblis kecil dan Mikael.Mereka berdua tidak percaya kalau akan melihat pemandangan mengerikan ini, pasalnya Damara tidak punya cukup kesabaran lagi."Hilang satu putri tidak akan menjadi masalah besar bukan?"Deg! Arron dan Damara saling tatap, kemudian sang putri yang seolah mengerti dengan apa yang baru saja di katakan oleh prajurit perempuan itu menjadi sangat panik.Tapi seolah ada beban yang besar, dan kekuatan yang seakan merantai tubuhnya hingga tak bisa meronta membuat ia kebingungan."Kau mau membunuhnya?""Hm." jawab Damara pada Arron, ia terlihat tidak suka pada wanita itu.Sementara Loly malah duduk di atas tanah sembari menyilangkan kakinya, melihat pemandangan di depannya ini sebagai tontonan yang menarik."Tidak boleh?" tegas tuan Mycana"Sayang sekali ya, kalau kakak sudah bilang begitu. Maka harus terjadi begitu, ia tidak akan melepas mangsanya sampai ia berhasil menjerat
Happy Reading.Damara membisu di tempatnya, keringat dingin membasahi tubuhnya. Dikala cuaca malam yang begitu panas di dalam ruangannya.Dengan panik Damara mengelengkan kepalanya, ia mencoba mencari sesuatu diantara tumpukan kertas-kertas yang ada dalam kamarnya itu."Tidak, tidak!" Ia cemas.Ia tak peduli pada situasi yang terjadi, tapi mata dan tangannya tidak bisa menemukan benda yang ia cari."Mencari sesuatu Damara?"Sontak saja Damara langsung menghentikan kegiatannya, ia menelan salivanya kasar. Kemudian berbalik, dan Yap. Mereka berkumpul disini.Damara sudah tahu kalau cepat atau lambat semua juga akan terbongkar, tidak ada kejahatan yang benar-benar sempurna."Arron aku—""Kau berusaha Damara, aku mencoba." Arron tak bisa menyembuyikan kekecewaannya atas Damara. "Mengapa kau selalu saja menguji kesatianku?"Damara terdiam."Apa kau tidak bahagia di sisiku?""Kau tidak percaya padaku?" tanya Damara balik, kini Arron tersenyum sinis. "Aku selalu mempercayaimu, tapi bukankah
Happy Reading.Diusir dari Hilike, dan tidak ingin tinggal di Archae lagi. Membuat semua pasrah pada pilihan Damara, mereka … malah terlihat seperti sudah tidak peduli lagi.Namun yang pasti. Tidak ada kekacauan lagi, Faycon juga tidak pernah muncul. Damara menyembuyikan keberadaannya dengan sangat baik.Hutan paling selatan dari kota, tempat yang jauh kehidupan mewah. Damara tinggal di sebuah rumah besar dengan taman, yang dibangun atas izin pemimpin kota.Uang dari ibunya bahkan sudah cukup untuk membuat ia bertahan hidup dengan ladangnya sendiri."5 tahun bukanlah waktu yang singkat, apakah kamu yakin akan tinggal terus di tempat ini?" tanya Susan, kepala pelayan kediaman Arron yang memilih untuk mengabdi pada Damara.Sebenarnya Damara tak ingin membawa pelayan itu, tapi karena malam itu pelayan itu mendengar tujuannya. Damara mau tak mau harus membawanya pergi bersama.Tanpa sepengetahuan Arron."Memangnya kenapa kalau aku tetap tinggal disini, setidaknya kau bisa melihat para Fay
Happy Reading.Huaaa!Asrama pelatihan. Ada suara tangisan yang begitu pilu berasal dari sebuah kamar, di lorong yang sepi karena semua sedang latihan.Loly—dia menangis sejadi-jadinya sampai tak bisa menyembuyikan perubahan tubuhnya yang kini terlihat mahkluk penghuni neraka, yang berapi-api."Kenapa kau menangis?""Kak Damara tidak se—seperti itu hiks. Dia tidak pernah begitu padaku, kenapa dia begitu pada seorang pelayan yang TIDAK BISA APA-APA HUAAA!" Lycus hanya bisa memijit kepalanya frustasi. "Tuan Arron, lakukan sesuatu?""Memangnya apa yang dimiliki oleh Susan yang tidak aku miliki?" tanya Arron, kini Lycus tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Karena dua-duanya sama memikirkan hal yang sama, begitu juga dengan dia.BRAK!"Tuan!" Mikael datang dengan tergesa-gesa.Semua sontak menoleh pada Mikael, lalu buru-buru mereka melesat ke lua dan mendapati tubuh Susan yang kini tak berdaya dengan beberapa orang di belakangnya."Tuan, kami menemukan orang ini di luar perbatasan. Sepertinya
Happy Reading."Jika dia sama sepertiku, maka bantulah dia sama seperti Anda membantu saya Damara." pinta Susan.Kini Damara tertuju pada menara sihir, matanya berkaca-kaca. Tangannya mengepal dengan sangat kuat, namun sebuah tangan dingin menggenggamnya."Nona saya putus asa sebagai seorang ayah, dia putri kami satu-satunya jadi tolong … tolong putriku." "Lamor bisa menyelamatkan mereka begitu juga dengan Draxan, dan jangan lupakan tuan kalian. Kenapa meminta bantuan padaku?""Karena dia tidak bisa sembuh tanpa bantuan Faycon, dan temannya.""Teman?" ulang Damara tersenyum berdesis. Sebelum menatap Susan. "Bagaimana menurutmu Susan?" "Faycon itulah kamu. Aku tahu, aku menerima konsekuensinya.""Begitu ya … sepertinya Emerald juga tahu konsekuensinya.""Nona….""Aku bukan Nonamu, kita kembali." Ya. Meski Damara akan hancur, tapi ia tak bisa melepaskan putri Emerald. Pertanyaannya mengapa?"Terima kasih." Ucap tulus dari sang ayah Emerald***Kritis, dan sakit hati. Emerald sadar, na
Happy Reading."Kenapa tidak mengerti?" tanya Arron, ia mencoba untuk mendekat tapi Damara mundur selangkah ke belakang.Kepala wanita itu tertunduk, dan surai panjangnya yang tak pernah di rawat dengan benar kini menutupi wajah Damara."Damara," Arron begitu kasihan pada wanita di depannya saat ini. "Aku tidak akan melepasmu sekarang, aku tidak ingin membiarkanku pergi dengan cara seperti ini. Aku tidak bisa meski kau menolaknya.""Ku kira kau mengerti, tapi kau tidak mengerti apapun yang aku katakan." ucap Damara, kini air matanya menetes namun ia masih tak sanggup untuk menatap ke arah Arron. "Kalau saja, kalau saja saat itu kau tidak menghentikanku dan membakar semua rencanaku mungkin aku tidak perlu menderita.""Itu kesalahanku.""Dan tidak akan mengubah apapun hiksss" Yap, lenyap sudah sosoknya yang berpura-pura untuk tetap kuat. Nyatanya Damara sudah bertahan sampai sejauh ini, namun tetap sulit untuk menyembunyikan hatinya yang lemah. "Aku lelah, jadi biarkan aku. Agar aku tid
Happy Reading.'kau harus menepati janjimu, kau tidak boleh mengingkarinya lagi, kau tidak boleh menghilang lagi dari kota sekeras apapun kau membenci' ucapannya terus terngiang-ngiang dalam benak Damara.Kini ia telah tumbuh dewasa, berbeda dan terlihat jauh dari Damara yang di kenal semua orang meski tatapannya masih tetap sama."Urusanku akhirnya beres, aku tidak percaya kalau orang-orang bodoh itu tidak mengawasi dan bahkan tidak campur tangan dalam urusanku kali ini." Damara tersenyum sinis, sembari mengigit apel dengan senyuman semanis silet itu. Ia mengayun-ayunkan kakinya di atas pohon.Bersenandung dalam tampilan gadis cantik namun terkesan seperti pengembara, atau kesatria perempuan yang telah pensiun.Di kota. Damara Damara akhirnya menjadi populer, dan akhirnya banyak orang tua yang memberikan nama putri mereka sebagai Damara. Bahkan tak jarang ada pria dengan nama yang sama.Semua karena Emerald dan ayahnya, keburukan tentang Faycon juga perlahan-lahan sirna.Dan mereka m
Happy Reading.Bahagia. Itu hanya sementara saja, karena setelahnya Damara mendapatkan kado yang begitu spesial. Sampai ia tak bisa berkata apa-apa lagi saat menyaksikan senyuman dan harapan semua orang, yang ingin melihat ia bahagia.***Beberapa hari setelah hari ulang tahun Eos, Damara terlihat bahagia menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan orang-orang di sekitarnya.Tidak menghindar, atau menatapnya dengan tatapan rendah, apalagi bersembunyi di balik pintu karena takut padanya."Hei Eos, kau menyimpan hadiahku kan?""Ya." Damara tersenyum senang. "Aku menyimpannya pada ibuku."Damara terkejut. "Ibumu?" Eos menganggukan kepalanya sebagai jawaban, menolehkan kepalanya ke arah ibunya. Emerald. Damara menghembuskan nafasnya kasar. sebelum tersenyum menepuk puncak kepala Eos dengan sayang. "Bermainlah!""Em."Lalu Damara pergi begitu saja, mendekat ke arah Emerald. "Belum cukup kau membuat anak dengan pria lain, kau juga memberikan namaku pada anak itu. Setelahnya merebut hadiah
Happy Reading."Damara?""Damara." Hah. Panggilan itu langsung menyadarkan Damara dari lamunannya. "Ada apa? Hm?" tanya Arron, ia kini merangkul pinggang ramping Damara yang sedang berdiri menangkupkan satu tangannya pada wajahnya menyandar pada peyangga di lantai dua. Yang menghadap langsung ke lantai dansa, di lantai satu.Sedang ada pesta."Kau terlihat resah?"Damara tersenyum pada Arron. Karena meski ia berhasil mendapatkan kepercayaan semua orang dan menyingkirkan ketakutan akan Faycon yang membahayakan, tapi bukan berarti itu menyelesaikan masalahnya."Arron," Damara ragu untuk mengatakannya. "Ada apa?""Tidak apa-apa."Pria itu tak memaksa, karena ia tahu kalau sejak saat Damara pingsan kondisi tubuhnya memburuk dan darah selalu menghiasi tempat tidur Damara. "Haruskah aku datang ke kamarmu malam ini Damara?""Tidak usah, aku … baik-baik saja."Arron mendengus, sebelum memeluk erat Damara. "Sebagai gantinya, jangan tolak aku saat kita menikah nanti."Lalu Damara menarik dir
Happy Reading.Apakah akan baik-baik saja? Bagaimana jika semua yang dipikirkan diawal tidak terjadi, dia tidak diterima justru dimusuhi? Apakah semuanya akan berakhir seperti sebelumnya."Damara," Arron kini menggenggam tangan Damara, menatap wanita dengan tatapan penuh percaya diri. "Semua akan baik-baik saja?"Tapi tentu saja Damara semakin cemas. "Tapi bagaimana jika aku tidak bisa mengendalikan diriku. Meski punya kamu, bayangan akan masa selalu ada. Aku adalah Faycon bagaimanapun bentukku Arron, dan dendam akan selalu ada dalam benakku—""Kecemasanmu sangat tidak berarti sekarang." timpal Lycus. "Lihatlah kami akan selalu berada di depanmu untuk menghalangi semua niatmu!"Sontak mata Damara langsung tertuju pada mereka semua, entah mengerti pada takdir atau sengaja dibuat mengerti padahal tidak tahu apa-apa tentang waktu yang sedang berjalan sekarang."Haruskah aku menciummu agar kau tenang?" Goda Arron. Kini wajahnya dan Damara ada dalam jarak yang cukup dekat.Malu. Tentu saja
Happy Reading."Karena aku, butuh obatku!" jawab Arron. Kemudian tersenyum melihat wajah cantik Damara, yang masih sama seperti pertama kali mereka bertemu.***Lama mengobrol, akhirnya mereka sampai di sebuah hutan belantara dengan bendera yang sudah usang."Tempat apa ini?" tanya Damara. Alisnya terus saja menyatu saat pandangannya mencoba menganalis sekitarnya.Bekas kurumput yang injak, sayatan pedang di pohon dan aroma amis darah yang telah menghitam, mengering di beberapa tempat.Damara menetralkan aura Fayconnya setelah berhasil mendapatkan jawaban dari kebingungannya barusan."Jadi, ada area seperti ini di tempat ini?""Ya. Kami membangunnya agar para kesatria dan para pemuda kota ini terlatih untuk menghadapi masalah yang besar, jauh dari perkiraan mereka sebelumnya." jelas Arron.Damara mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon. Lalu kemudian ia tersenyum seperti smile yang lumayan mengerikan jika di lihat terlalu lama."Lalu, apa maksudmu membawaku ke tempat ini? Boleh a
Happy Reading.Dia—Damara, kini di terima sebagai bagian dari anggota prajurit pertahanan dan namanya mulai semakin besar di kalangan masyarakat.Namun ada juga yang menatap Damara dengan tatapan tak suka, sebab ia mewarisi kekuatan Faycon yang harusnya sudah musnah.Seorang pria berkumis mendekat. "Entah keberuntungan atau anugrah, kami akan selalu mengawasiku." Teguran yang cukup berarti. Tapi Damara tak peduli akan apa yang mereka bicarakan sekarang tentangnya, karena yang ia tahu bahwa yang membelanya jauh lebih banyak dari yang membencinya.Sebuah tangan menepuk pundaknya pelan. "Mikael?" Damara tersenyum pada pria yang sudah banyak berubah itu, dengan pakaian zirah dia tampak luar biasa sekarang."Haruskah ku potong lidahnya itu?"Deg! Damara membulatkan matanya singkat, sebelum memukul pelan Mikael. Tertawa singkat sebelum Damara menarik pedangnya. "Ide bagus." ucap Damara.Namun Lycus dan Draxan muncul disamping dua orang itu dan menghentikan mereka berdua. "Ekhem, jangan mac
Happy Reading."Kenapa?"Satu pertanyaan itu membuat Damara menarik tangannya dari tangan Arron, kini ia benar-benar malu. Karena arwahnya baru saja kembali ke dalam tubuhnya, yang otomatis sadar sepenuhnya."Kau?""Damara?"Kemudian menoleh ke arah sudut lainnya. "Kalian!" bingungnya saat melihat ruangan yang harusnya kosong, kini di penuhi oleh wajah-wajah yang begitu ia benci dan hindari selama beberapa saat yang lalu.Lalu pandangannya kini tertuju pada ornamen dinding dan papan tulis yang identik dengan karakter mereka masing-masing. "Ini … maaf masuk tanpa izin, saya permisi." Pamitnya.Namun sesaat sebelum ia melangkah pergi, Arrin tentu saja menghentikan Damara. Ia malah mengandeng tangan Damara dan membawanya ke kursi yang menghadap meja yang penuh dengan makanan juga es yang sudah mencair."Makan!" Titahnya. Sementara Damara hanya duduk memandang mereka dengan tatapan aneh.Hah. Lagi-lagi ditatap dengan tatapan yang sama. "Sampai kapan kalian akan menatapku dengan tatapan se
Happy Reading.Di ruangan Arron, Damara menatap tajam pria itu. "Kau pikir aku seekor anjing?" tanyanya marah pada Arron, sebab ia menarik tubuh Damara dengan kekuatan aura yang terlihat seperti sedang menjerat seseorang. "Hei, kenapa diam saja?""Damara, kau tidak mematuhiku." Damara mengerutkan keningnya. Lalu tersenyum sinis pada pria itu. "Mematuhi, sejak kapan perintahmu menjadi mutlak bagiku? Aku bukan wargamu, karena dari segi apapun aku berbeda. Tidaka kan pernah sama denganmu, jadi berhentilah mengekang seolah aku adalah milikmu.""Kau memang milikku sekarang."Deg! Damafa terpaku di tempatnya, pikiran dan perasaannya tiba-tiba saja menjadi aneh.Arron kini menatap Damara dalam-dalam. "Aku tidak suka kau bersama dengan orang lain selain aku?""Kau gila?""Ya.""Arron!" "Apa?" tanya Arron dengan suara lembut, tetapi mengapa tatapannya begitu tajam. Ia menatap Damara seperti melihat mangsa yang telah di lepaskan tapi malah mengigitnya diam-diam—perlahan Arron mendekati Damara
Happy Reading."Saat bersama dengan As, aku tidak menyaka kalau akan merasa berbeda. Seolah menjadi orang lain. Apa mungkin, hanya dia saja yang melihatku dengan tatapan penuh waspada dan menerima segala kekuranganku?" pikir Damara membatin.Jika kalian berkata kalau ini adalah cinta, maka jawabannya adalah tidak. Ini bukanlah cinta.***Dan itu adalah masalahnya. "Aku perhatikan, kau tidak betah di dalam istana? Ada apa?" tanya Arron, sibuk membalikan lembaran demi lembaran kertas di tangannya dengan teliti.Sementara Damara hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Sejak kapan menjadi urusanmu?""Kau disini karena aku yang memintanya, jadi kau juga tanggung jawabku.""Aku tidak akan mati semudah itu!""Yang ku lihat tidak begitu."Damara tersenyum sinis. "Aha, apa sekarang Anda sangat cemas denganku? Mengingat aku hampir saja mati di tanganmu. Jangan pikir aku tidak mengingatnya, setiap mata yang menatapku seperti musuh. Naif sekali kalau kau sekarang mengkhawatirkanku!" terang Damara ta
Happy Reading.Melihat Arron dan kemungkinan Damara tidak bisa keluar dari tempat ini, Damara tersenyum sebelum menundukan kepalanya singkat pada Arron.Dan di setiap langkahnya, pegang muncul dari tangan Arron. Pedang yang membinasakan dengan aura, mungkin ini saatnya baginya untuk pergi ke neraka.Darah Mycana memang luar biasa ya. Namun di tengah ketegangan yang terjadi, seorang pria menerobos masuk ke dalam ruangan yang gelap penuh dengan sihir.Deg! Emerald membelalakan matanya saat melihat suaminya muncul di tempat ini, dan terlihat tergesa-gesa."Jangan bunuh, tuan saya mohon!"Dia mengeluarkan sesuatu dalam tasnya, obat yang taruh dalam botol kecil dalam jumlah yang cukup banyak. "Nona saya berhasil." ujarnya dengan senyuman penuh ketakutan.Yap. Damara sudah merencanakan saat ini, dan untungnya pria menyebalkan yang ingin sekali ia bunuh itu datang tepat pada waktunya."Saya juga membawa surat cerai, jadi saya mohon. Lepas segel sihirnya, ya."Lycus kembali sebotol, lalu ia