Happy Reading.Dalam perjalanan pulang, Damara yang kelelahan tertidur di dalam kereta bersama dengan Arron yang dengan senang hati mengantarkannya pulang.Jalanan yang tak rata, membuat Damara sesekali membentur dinding kereta—hal itu membuat Arron yang duduk berhadapan dengannya pindah disamping Damara.Dengan sayang ia menyandarkan kepala Damara pada bahunya. Tapi Damara menolaknya."Aku baik-baik saja.""Jangan membantah!" Melihat Arron yang mulai memerintahnya lagi, membuat Damara mau tak mau harus mengikuti ucapan Arron. "Kemarilah!"Bukannya bersandar, Arron malah memangku Damara layaknya anak kecil. Lalu memeluknya erat. Membiarkan Wanitanya itu tertidur dalam dekapannya.Dari samping, Arron membuka jendela kereta sedikit. Dan Lycus muncul dengan kudanya."Ada yang mengikuti. Singkirkan!""Serahkan padaku."Lycus yang mendapatkan informasi kalau ada mahkluk lain yang mengintai menjadi cemas, atas perintah Tuan Mycana. Ia dan pasukan pertahanan Cael bergabung dengan pasukan per
Happy Reading.Ledakan terjadi di beberapa tempat, namun ledakan-ledakan itu seperti sudah tercipta dengan sendirinya.Tak ada pengendali. "Memangnya bangsa iblis sudah bisa menggunakan kembang api?" tanya Damara dengan polosnya pada Arron yang melesat di sampingnya."Kau seperti tidak mengetahuinya.""Memang tidak.""Apa?"Damara mengedipkan-ngedipkan matanya beberapa kali pada Arron, yah. Memang ia tidak tahu apapun tentang bangsa iblis."Aku bilang aku tidak tahu, bahkan bertemu saja belum. Hm, aku jadi penasaran melihat bagaimana bentuk mereka.""Jangan bertemu dengan mereka, aku tidak mengizinkannya.""Tapi aku suka.""Kau bukan Faycon seutuhnya, jadi jangan coba-coba untuk bertemu dengan mereka.""Aku mengerti." Aku harus mencari tahu—sambung Damara dalam hatinya.Sedang Arron berharap agar Damara tak mencari tahu apapun tentang para iblis. Tapi Arron tidak yakin pada Damara.Lama menyelusuri, Arron akhirnya menyadari kalau hanya tanah terbuka tanpa rumah, jalanan dan hutan saj
Happy Reading.Namun niatnya tiba-tiba saja ia urungkan, dan langkahnya malah beralih pada Draxan yang saat ini sedang tidur. Mengambil pisau buah ia mendekat dengan langkah cepat ke arah Draxan yang sedang tertidur di sofa yang bersebelahan dengan Arron."Hiiii!"Draxan melesat menjauh dengan jantung mau copot, memang benar kalau mereka semua tak tidur melainkan hanya berpura-pura tidur saja.Damara menatap Draxan tajam. "Kau tidur dan bukannya membantuku menemukan iblis itu?""Maaf soal pangsit!" Tutur Draxan, kini ia memohon di hadapan Damara—tapi bukan itu maksud Damara.Sial. Melempar pisau itu ke sembarang arah, Damara berbalik ke arah Arron yang masih menutup matanya. Lantas ia melihat prianya itu sembari menghela nafasnya kasar.Arron masih tak membuka matanya, dan Damara tiba-tiba menyelinap di antara tangan Arron. Tidur bersama dengan pria itu, dan Arton membalas dengan pelukan yang begitu erat.Sementara Draxan berpikir. "Aku harus menyingkirkan semua benda-benda tajam disi
Happy Reading.'hah!' cukup melelahkan saat jiwa kembali ke tempat yang disebut jalan terakhir menuju akhirat."Jadi kau tidak menjemputku? Kau benar-benar menghilang dari dunia ini Damara?" tanyanya pada pemilik asli dari tubuh ini.Tapi sekarang itu tidaklah penting baginya karena, ia akhirnya bisa mati. Namun mengapa Damara malah tersenyum saat melihat telapak tangannya."Aku tahu maksudmu. Jadi," Damara memutar tubuhnya. Lalu melanjutkan kalimatnya, "aku akan hidup sampai aku, Damara Eos Thalesacena diizinkan untuk meninggalkan dunia ini."Cahaya terang dibelakangnya redup, lalu lubang muncul di depannya.Tanpa ragu Damara menjatuhkan dirinya ke dalam lubang tersebut. Kemudian—gelap.Telingganya berdenging. Sebelum kesadarannya kembali namun."Tempat apa ini?" Bingungnya saat melihat tembok berlumut, obor, kain merah dengan lambang pentagram."Lihat, dia kembali dari kematian. Sudah ku duga wanita ini menyembunyikan sesuatu!" Seorang wanita dengan suara cempreng itu menarik perha
Happy Reading."Maafkan kami, kami bersalah."Melihat mereka tidak akan menang melawan Damara, jadi yang bisa mereka lakukan adalah bersujut di hadapan tuan Mycana. Bahkan ada yang merangkak mencium kaki tuan Mycana dengan air mata yang berlinang."Sa—saya mohon, saya punya seorang putri.""Damara, bumankah kita berteman dulu?" sela seorang wanita-wanita muda yang hanya diam saja sedari tadi. "Ma-maafkan kami.""Aku sih terserah pada Arron. Bagaimana tuan?" tanya Damara melirik ke arah Arron yang sedang menatapnya hangat pada Damara, sebelum menoleh ke arah pada para tersangka dengan tatapan membunuh.Draxan memperagakan jari telunjuk yang mengores lehernya sendiri. Mengejek mereka semua. "Matilah kalian semua!" ucapnya tanpa meninggalkan suara.Tapi semua bisa membaca pergerakan bibir pria itu. Ruangan menjadi ribut sekarang."Siapa yang menampar Damara? Aku akan membiarkannya hidup sedikit lebih lama, atau bahkan selamanya?"Wanita cempreng itu terlihat senang, ia ingin mengaku. Ta
Happy Reading.Beberapa bulan kemudian, seakan ada pelangi di atas kota. Arron berubah menjadi pria murah hati yang melindungi dan rutin mengalangkan dana untuk rakyat miskin.Dan prajurit pertahanan baru muncul dengan segala kepopulerannya, para bangsawan dibagi menjadi beberapa tingkat l, ll, lll adalah yang paling atas, dan sisanya tingkat menengah bawah. Di hitung berdasarkan jumlah kekayaan dan status.Dan keluarga Thalesacena berada di tingkat l sebagai mitra terbaik, yang mendapat banyak kecaman. Karena harta Thalesacena tak sebanyak harta mereka, apalagi keluarga Thalesacena berasal dari kota kecil yang ajaib.Lalu prajurit tak terkalahkan itu, diketuai oleh Mikael dengan wakilnya adalah Loly. Anak kecil yang terlihat sangat kecil, namun punya kemampuan yang hebat.Menara sihir tercipta. Dan pemiliknya adalah Lamor, Lycus dan Draxan melatih pemimpin baru di kota pertahanan Cael. Agar mereka bisa masuk dalam tim prajurit pertahana Biru di kota inti. Sebagai anggota, bersama-sam
Selamat membaca.Pesta peluncuran patung baru di pusat kota, patung berbentuk pohon tanpa daun itu menarik perhatian banyak turis. Pasalnya patung itu bisa berganti-ganti warna. Saat siang berwarna hitam pekat dan saat malam akan berubah menjadi seputih salju yang berkilauan. Lamor menjadi salah satu membuat patung yang mengandung sihir itu. Parahnya lagi, Damara harus hadir untuk memastikan keamanan para tamu."Kau tidak curiga?"Seseorang menghampiri. Dia—Lycus yang menggunakan pakaian pasukan sama seperti Damara."Apa?" tanya Damara."Tamu-tamu disini tidak diundang langsung oleh tuan Mycana, tapi oleh para pendiri dan pengurus kota.""Terus?"Lycus tersenyum. "Lihatlah, para putri dari berbagai kalangan hadir dan tuan Arron juga hadir."Tanpa dikatakan pun, Damara sudah tahu kalau ini adalah rencana para orang gila itu untuk mendekatkan para putri dari berbagai negeri pada Arron.Damara menghembuskan nafasnya kasar. "Kau pikir ia akan tergoda oleh senyuman para putri sialan itu?"
Happy Reading."Cukup! Kalian menakutinya!" tegur tuan Mycana yang datang bersama dengan Loly sih iblis kecil dan Mikael.Mereka berdua tidak percaya kalau akan melihat pemandangan mengerikan ini, pasalnya Damara tidak punya cukup kesabaran lagi."Hilang satu putri tidak akan menjadi masalah besar bukan?"Deg! Arron dan Damara saling tatap, kemudian sang putri yang seolah mengerti dengan apa yang baru saja di katakan oleh prajurit perempuan itu menjadi sangat panik.Tapi seolah ada beban yang besar, dan kekuatan yang seakan merantai tubuhnya hingga tak bisa meronta membuat ia kebingungan."Kau mau membunuhnya?""Hm." jawab Damara pada Arron, ia terlihat tidak suka pada wanita itu.Sementara Loly malah duduk di atas tanah sembari menyilangkan kakinya, melihat pemandangan di depannya ini sebagai tontonan yang menarik."Tidak boleh?" tegas tuan Mycana"Sayang sekali ya, kalau kakak sudah bilang begitu. Maka harus terjadi begitu, ia tidak akan melepas mangsanya sampai ia berhasil menjerat
Happy Reading.Bahagia. Itu hanya sementara saja, karena setelahnya Damara mendapatkan kado yang begitu spesial. Sampai ia tak bisa berkata apa-apa lagi saat menyaksikan senyuman dan harapan semua orang, yang ingin melihat ia bahagia.***Beberapa hari setelah hari ulang tahun Eos, Damara terlihat bahagia menghabiskan waktunya untuk bercanda dengan orang-orang di sekitarnya.Tidak menghindar, atau menatapnya dengan tatapan rendah, apalagi bersembunyi di balik pintu karena takut padanya."Hei Eos, kau menyimpan hadiahku kan?""Ya." Damara tersenyum senang. "Aku menyimpannya pada ibuku."Damara terkejut. "Ibumu?" Eos menganggukan kepalanya sebagai jawaban, menolehkan kepalanya ke arah ibunya. Emerald. Damara menghembuskan nafasnya kasar. sebelum tersenyum menepuk puncak kepala Eos dengan sayang. "Bermainlah!""Em."Lalu Damara pergi begitu saja, mendekat ke arah Emerald. "Belum cukup kau membuat anak dengan pria lain, kau juga memberikan namaku pada anak itu. Setelahnya merebut hadiah
Happy Reading."Damara?""Damara." Hah. Panggilan itu langsung menyadarkan Damara dari lamunannya. "Ada apa? Hm?" tanya Arron, ia kini merangkul pinggang ramping Damara yang sedang berdiri menangkupkan satu tangannya pada wajahnya menyandar pada peyangga di lantai dua. Yang menghadap langsung ke lantai dansa, di lantai satu.Sedang ada pesta."Kau terlihat resah?"Damara tersenyum pada Arron. Karena meski ia berhasil mendapatkan kepercayaan semua orang dan menyingkirkan ketakutan akan Faycon yang membahayakan, tapi bukan berarti itu menyelesaikan masalahnya."Arron," Damara ragu untuk mengatakannya. "Ada apa?""Tidak apa-apa."Pria itu tak memaksa, karena ia tahu kalau sejak saat Damara pingsan kondisi tubuhnya memburuk dan darah selalu menghiasi tempat tidur Damara. "Haruskah aku datang ke kamarmu malam ini Damara?""Tidak usah, aku … baik-baik saja."Arron mendengus, sebelum memeluk erat Damara. "Sebagai gantinya, jangan tolak aku saat kita menikah nanti."Lalu Damara menarik dir
Happy Reading.Apakah akan baik-baik saja? Bagaimana jika semua yang dipikirkan diawal tidak terjadi, dia tidak diterima justru dimusuhi? Apakah semuanya akan berakhir seperti sebelumnya."Damara," Arron kini menggenggam tangan Damara, menatap wanita dengan tatapan penuh percaya diri. "Semua akan baik-baik saja?"Tapi tentu saja Damara semakin cemas. "Tapi bagaimana jika aku tidak bisa mengendalikan diriku. Meski punya kamu, bayangan akan masa selalu ada. Aku adalah Faycon bagaimanapun bentukku Arron, dan dendam akan selalu ada dalam benakku—""Kecemasanmu sangat tidak berarti sekarang." timpal Lycus. "Lihatlah kami akan selalu berada di depanmu untuk menghalangi semua niatmu!"Sontak mata Damara langsung tertuju pada mereka semua, entah mengerti pada takdir atau sengaja dibuat mengerti padahal tidak tahu apa-apa tentang waktu yang sedang berjalan sekarang."Haruskah aku menciummu agar kau tenang?" Goda Arron. Kini wajahnya dan Damara ada dalam jarak yang cukup dekat.Malu. Tentu saja
Happy Reading."Karena aku, butuh obatku!" jawab Arron. Kemudian tersenyum melihat wajah cantik Damara, yang masih sama seperti pertama kali mereka bertemu.***Lama mengobrol, akhirnya mereka sampai di sebuah hutan belantara dengan bendera yang sudah usang."Tempat apa ini?" tanya Damara. Alisnya terus saja menyatu saat pandangannya mencoba menganalis sekitarnya.Bekas kurumput yang injak, sayatan pedang di pohon dan aroma amis darah yang telah menghitam, mengering di beberapa tempat.Damara menetralkan aura Fayconnya setelah berhasil mendapatkan jawaban dari kebingungannya barusan."Jadi, ada area seperti ini di tempat ini?""Ya. Kami membangunnya agar para kesatria dan para pemuda kota ini terlatih untuk menghadapi masalah yang besar, jauh dari perkiraan mereka sebelumnya." jelas Arron.Damara mengangguk-anggukan kepalanya sebagai respon. Lalu kemudian ia tersenyum seperti smile yang lumayan mengerikan jika di lihat terlalu lama."Lalu, apa maksudmu membawaku ke tempat ini? Boleh a
Happy Reading.Dia—Damara, kini di terima sebagai bagian dari anggota prajurit pertahanan dan namanya mulai semakin besar di kalangan masyarakat.Namun ada juga yang menatap Damara dengan tatapan tak suka, sebab ia mewarisi kekuatan Faycon yang harusnya sudah musnah.Seorang pria berkumis mendekat. "Entah keberuntungan atau anugrah, kami akan selalu mengawasiku." Teguran yang cukup berarti. Tapi Damara tak peduli akan apa yang mereka bicarakan sekarang tentangnya, karena yang ia tahu bahwa yang membelanya jauh lebih banyak dari yang membencinya.Sebuah tangan menepuk pundaknya pelan. "Mikael?" Damara tersenyum pada pria yang sudah banyak berubah itu, dengan pakaian zirah dia tampak luar biasa sekarang."Haruskah ku potong lidahnya itu?"Deg! Damara membulatkan matanya singkat, sebelum memukul pelan Mikael. Tertawa singkat sebelum Damara menarik pedangnya. "Ide bagus." ucap Damara.Namun Lycus dan Draxan muncul disamping dua orang itu dan menghentikan mereka berdua. "Ekhem, jangan mac
Happy Reading."Kenapa?"Satu pertanyaan itu membuat Damara menarik tangannya dari tangan Arron, kini ia benar-benar malu. Karena arwahnya baru saja kembali ke dalam tubuhnya, yang otomatis sadar sepenuhnya."Kau?""Damara?"Kemudian menoleh ke arah sudut lainnya. "Kalian!" bingungnya saat melihat ruangan yang harusnya kosong, kini di penuhi oleh wajah-wajah yang begitu ia benci dan hindari selama beberapa saat yang lalu.Lalu pandangannya kini tertuju pada ornamen dinding dan papan tulis yang identik dengan karakter mereka masing-masing. "Ini … maaf masuk tanpa izin, saya permisi." Pamitnya.Namun sesaat sebelum ia melangkah pergi, Arrin tentu saja menghentikan Damara. Ia malah mengandeng tangan Damara dan membawanya ke kursi yang menghadap meja yang penuh dengan makanan juga es yang sudah mencair."Makan!" Titahnya. Sementara Damara hanya duduk memandang mereka dengan tatapan aneh.Hah. Lagi-lagi ditatap dengan tatapan yang sama. "Sampai kapan kalian akan menatapku dengan tatapan se
Happy Reading.Di ruangan Arron, Damara menatap tajam pria itu. "Kau pikir aku seekor anjing?" tanyanya marah pada Arron, sebab ia menarik tubuh Damara dengan kekuatan aura yang terlihat seperti sedang menjerat seseorang. "Hei, kenapa diam saja?""Damara, kau tidak mematuhiku." Damara mengerutkan keningnya. Lalu tersenyum sinis pada pria itu. "Mematuhi, sejak kapan perintahmu menjadi mutlak bagiku? Aku bukan wargamu, karena dari segi apapun aku berbeda. Tidaka kan pernah sama denganmu, jadi berhentilah mengekang seolah aku adalah milikmu.""Kau memang milikku sekarang."Deg! Damafa terpaku di tempatnya, pikiran dan perasaannya tiba-tiba saja menjadi aneh.Arron kini menatap Damara dalam-dalam. "Aku tidak suka kau bersama dengan orang lain selain aku?""Kau gila?""Ya.""Arron!" "Apa?" tanya Arron dengan suara lembut, tetapi mengapa tatapannya begitu tajam. Ia menatap Damara seperti melihat mangsa yang telah di lepaskan tapi malah mengigitnya diam-diam—perlahan Arron mendekati Damara
Happy Reading."Saat bersama dengan As, aku tidak menyaka kalau akan merasa berbeda. Seolah menjadi orang lain. Apa mungkin, hanya dia saja yang melihatku dengan tatapan penuh waspada dan menerima segala kekuranganku?" pikir Damara membatin.Jika kalian berkata kalau ini adalah cinta, maka jawabannya adalah tidak. Ini bukanlah cinta.***Dan itu adalah masalahnya. "Aku perhatikan, kau tidak betah di dalam istana? Ada apa?" tanya Arron, sibuk membalikan lembaran demi lembaran kertas di tangannya dengan teliti.Sementara Damara hanya menghembuskan nafasnya kasar. "Sejak kapan menjadi urusanmu?""Kau disini karena aku yang memintanya, jadi kau juga tanggung jawabku.""Aku tidak akan mati semudah itu!""Yang ku lihat tidak begitu."Damara tersenyum sinis. "Aha, apa sekarang Anda sangat cemas denganku? Mengingat aku hampir saja mati di tanganmu. Jangan pikir aku tidak mengingatnya, setiap mata yang menatapku seperti musuh. Naif sekali kalau kau sekarang mengkhawatirkanku!" terang Damara ta
Happy Reading.Melihat Arron dan kemungkinan Damara tidak bisa keluar dari tempat ini, Damara tersenyum sebelum menundukan kepalanya singkat pada Arron.Dan di setiap langkahnya, pegang muncul dari tangan Arron. Pedang yang membinasakan dengan aura, mungkin ini saatnya baginya untuk pergi ke neraka.Darah Mycana memang luar biasa ya. Namun di tengah ketegangan yang terjadi, seorang pria menerobos masuk ke dalam ruangan yang gelap penuh dengan sihir.Deg! Emerald membelalakan matanya saat melihat suaminya muncul di tempat ini, dan terlihat tergesa-gesa."Jangan bunuh, tuan saya mohon!"Dia mengeluarkan sesuatu dalam tasnya, obat yang taruh dalam botol kecil dalam jumlah yang cukup banyak. "Nona saya berhasil." ujarnya dengan senyuman penuh ketakutan.Yap. Damara sudah merencanakan saat ini, dan untungnya pria menyebalkan yang ingin sekali ia bunuh itu datang tepat pada waktunya."Saya juga membawa surat cerai, jadi saya mohon. Lepas segel sihirnya, ya."Lycus kembali sebotol, lalu ia