Hari demi hari tubuh Sari mulai pulih, sakit dan perih yang dirasakan berangsur hilang. Ia yang biasanya lebih memilih berdiam diri di kamar kini mulai merasakan jenuh.
Setelah berpikir, akhirnya Sari memberanikan diri untuk keluar dari kamar karena dalam perjanjian itu dirinya tidak boleh meninggalkan vila. Jadi ia merasa tidak melanggarnya larangan Tuan Adam.Gadis itu mulai menyelusuri setiap ruang di dalam vila, walaupun dirinya tidak mengerti barang seni dan antik. Namun, Sari tahu jika barang-barang di tempat ini mahal dan mewah. Ia pun jadi semakin penasaran dengan jati diri Tuan Adam, apa pekerjaan dan tentu asal usulnya.Sari terus mengikuti ke mana kakinya melangkah hingga, sampai di bagian dapur. Di sana terlihat Bi Euis yang sedang sibuk memasak, pasti untuk Sari tentunya.Melihat Bi Euis yang repot sendirian, Sari segera menghampiri seraya bertanya, “Boleh saya bantu Bi?”Seketika Bi Euis pun menoleh dan tampak terkejut atas kedatangan Sari. Kemudian ia balik bertanya dengan heran, “Nyonya kenapa kesini?”“Saya bosan Bi di kamar terus, cuma menonton TV saja. Boleh kan saya keluar kamar?” tanya Sari kembali.“Tidak apa-apa, lagi pula Tuan tidak ada di rumah kalau siang. Bahkan sudah berapa hari ini dia tidak pulang,” jawab Bi Euis sambil terus memasak.Tanpa sungkan Sari langsung membantu pekerjaan di dapur. Wanita itu terlihat gesit dan cekatan sehingga pekerjaan Bi Euis lebih cepat rampung dari biasanya. Dalam sekejap Sari sudah bisa menarik hati Bi Euis.“Aduh Nyonya maafnya jadi merepotkan,” ucap Bi Euis jadi tidak enak hati.“Sama-sama Bi, saya sudah biasa melakukan ini semua,” balas Sari sambil tersenyum, “Bi, jangan panggil saya Nyonya cukup Sari saja!” pintanya yang merasa risi dengan sebutan itu.“Baiklah, kalau begitu saya panggil Neng saja ya?” jawab Bi Euis sambil bertanya. Sari pun segera mengangguk tanda setuju, “Neng Sari mau makan?” tanyanya kembali.“Nanti saja Bi, saya belum lapar,” jawab Sari sambil duduk di sebuah bangku yang menghadap ke halaman belakang.Bi Euis segera menemani Sari untuk menikmati semilir angin yang membelai peluh di wajah. Begitu sejuk hingga rasa gerah hilang seketika dari tubuh mereka.“Kalau boleh saya tahu, Neng Sari asalnya dari mana?” tanya Bi Euis membuka pembicaraan.“Saya dari desa ….” Sari pun mulai menceritakan tentang asal usul dan kehidupan keluarganya.Bi Euis tampak mendengarkan dengan saksama dan merasa simpati dengan cerita Sari. Wanita paruh baya itu tidak heran jika Sari bisa terjebak dalam perkawinan ini.Setelah mendengar cerita Sari, Bi Euis tampak menghela nafas panjang dan berkata, “Yang sabar ya Neng! Semoga Tuan Adam cepat membebaskan kamu dan menyadari jika perbuatannya itu salah.”“Iya Bi, semoga Sari bisa cepat berkumpul dengan keluarga. Pasti ambu sekarang sedang mencemaskan saya yang tidak pulang,” ujar wanita itu sambil tertunduk sedih.“Kalau soal itu Neng tidak usah khawatir! Pasti Damar sudah mengatur semua. Lelaki itu mulutnya sangat manis sehingga orang-orang mudah ditipu olehnya.” Bi Euis memberikan pendapatnya.“Kalau Bibi sendiri sudah berapa lama kerja di sini? tanya sari kemudian.“Kurang lebih empat tahun,” jawab Bi Euis kembali.“Apakah Kang Damar itu bekerja untuk Tuan Bi?” tanya Sari ingin tahu.“Iya, dialah yang bertugas mencari calon pengantin untuk Tuan,” jawab Bi Euis sambil menoleh ke arah Sari, “Neng adalah wanita ke empat yang Tuan Adam nikahi secara kontrak,” ujarnya kembali memberitahu.Sari tampak terkejut mendengarnya dan tidak pernah menyangka. Dengan spontan ia pun bertanya, “Apa Bi, saya yang ke empat. Lalu di mana istri-istri yang lainnya?”“Sudah dicerai semua oleh Tuan Adam,” jawab Bi Euis.“Kenapa Bi?” tanya Sari makin penasaran.“Karena Tuan Adam tidak menginginkannya lagi,” jawab Bi Euis kembali.Sari tampak menghela nafas panjang dan memberikan pendapatnya, “Pasti mereka dicerai setelah Tuan Adam sudah bosan dan mencari lagi yang baru.”“Mungkin,” jawab Bi Euis singkat.Kini sari pun sadar jika dirinya hanya di jadikan pemuas nafsu saja dengan berkedok pernikahan. Namun, jika itu alasannya kenapa Tuan Adam tidak membayar wanita malam saja untuk tidur dengannya. Sungguh ia tidak mengerti jalan pikiran suaminya itu.“Bi, Tuan Adam kan kaya raya kenapa ia tidak jajan saja. Pasti banyak wanita cantik yang mau tidur dengannya?” Sari terus bertanya tentang jati diri suaminya.Sambil tersenyum Bi Euis pun menjawab, “Karena ia memegang teguh prinsipnya.”“Maksud Bibi?” tanya Sari tidak mengerti.Belum sempat Bi Euis menjawab, tiba-tiba seseorang memanggil namanya.“Bi Euis … Bi Euis.”Bi Euis segera berdiri dan menghampiri ke arah sumber suara. Begitupun dengan Sari yang bergegas menyusul Bi Euis.“Ada apa Kang?” tanya Bi Euis kepada seorang penjaga“Minta kopi atuh Bi,” jawab lelaki bertubuh besar itu sambil melirik ke arah Sari.Bi Euis segera membuatkan dua buah gelas kopi dan memberikannya kepada lelaki itu. “Hatur nuhun, Bi,” ucap lelaki itu sambil menerima pesanannya.Bi Euis pun mengangguk dan kembali menghampiri Sari.“Akang itu siapa Bi?” tanya Sari ingin tahu.“Namanya Kang Asep dia salah satu penjaga di sini,” jawab Bi Euis.“Jadi yang tinggal di sini Tuan Adam, kita dan dua penjaga vila ya Bi?” tanya Sari kembali.“Betul Neng,” jawab Bi Euis membenarkan.Ketika Sari hendak bertanya lagi, tiba-tiba perutnya terasa lapar. Seketika ia pun jadi malu kepada Bi Euis yang mendengar perutnya keroncongan.Bi Euis tampak tanggap dan berkata, “Saya akan siapkan makan siang buat Neng.”“Tidak usah Bi, kita makan bareng di sini saja!” cegah Sari.“Tapi Neng kan—““Sekarang Bibi adalah temanku di sini, jadi tidak boleh sungkan ya!” potong Sari cepat.Bi Euis merasa kagum dengan Sari yang sopan santun. Bahkan untuk mengambil nasi saja dirinya didahulukan. Sungguh beda sekali dengan para istri-istri Tuan Adam terdahulu yang hanya bisa perintah dan selalu ingin dilayani layaknya ratu di rumah ini.Sehabis makan Sari juga segera mencuci piring lalu ia menghampiri Bi Euis yang hanya duduk memperhatikannya saja.“Oh ya, sekarang katakan kepadaku apa itu prinsip Tuan Adam Bi!” pinta Sari dengan serius.Bi Euis pun segera menjelaskan, “Tuan Adam tidak mau berbuat zina maka dari pada itu ia menikahi para wanita yang dikehendakinya.”Sari tampak mengangguk sedikit demi sedikit ia mulai mengerti seperti apa sosok Tuan Adam yang sebenarnya.“Lalu kenapa Tuan Adam tidak menikah saja agar sah secara hukum dengan wanita yang ia cintai?” Sari kembali memberondong Bi Euis dengan pertanyaan demi pertanyaan.“Kalau itu bibi tidak tahu Neng,” jawab Bi Euis.Sari terlihat sedikit kecewa ternyata Bi Euis tidak tahu semua mengenai jati diri suaminya. Namun, ia yakin suatu saat akan tahu siapa Tuan Adam sebenarnya.BERSAMBUNG.Adam Al Razi adalah seorang pengusaha berusia 28 tahun. Lelaki berdarah Turki-Indonesia itu merupakan seorang introvert. Selain itu dia sangat gila dalam bekerja, entah sudah berapa banyak kekayaan yang dimilikinya. Dalam usianya yang terbilang masih muda, sepak terjang Tuan Adam dalam dunia bisnis sudah tidak diragukan lagi.Tuan Adam sangat menjaga privasinya, maka dari pada itu ia tidak punya banyak teman. Hanya beberapa relasi bisnisnya saja. Jadi tidak ada yang tahu secara dalam mengenai jati diri Tuan Adam sebenarnya. Lelaki itu bisa dibilang sangat misterius sekali.Sebagia lelaki normal untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, Tuan Adam tidak mau melakukan sex bebas karena ia sangat berpegang teguh pada prinsip dan keyakinannya. Maka daripada itu, Tuan Adam menyuruh Damar untuk mencari wanita yang bisa dinikahinya sementara karena tidak mau terikat dalam pernikahan yang sah secara hukum.“Tuan, mau saya carikan wanita yang seperti apa?” tanya Damar ketika baru bekerja untuk Tuan
Mentari baru saja terbit di ufuk timur, sinarnya yang hangat menerangi indahnya langit biru.Sari tampak menyaksikan semua itu dari balik jendela kamarnya. Ia pun berandai jika punya sayap seperti burung. Pasti dirinya bisa pergi dari tempat ini dan tidak akan kembali lagi. Seketika hembusan angin segar menerpa wajah cantik Sari. Membuyarkan angannya yang tidak mungkin terwujud.Tiba-tiba Sari merasa lapar. Ia segera keluar dari kamar tanpa menunggu Bi Euis datang mengantarkan sarapan. Sari melihat Bi Euis sedang memasak dan segera membantu seperti biasa.“Bi Euis, masak apa?” tanya Sari sambil menghampiri.“Masak bubur untuk Tuan yang sedang tidak enak badan,” jawab Bi Euis.“Apa? Tuan sakit?” tanya Sari dengan terkejut karena semalam Tuan Adam tampak sehat-sehat saja.“Sepertinya begitu,” jawab Bi Euis sambil mengaduk bubur di panci. Tiba-tiba wanita itu merasa kepalanya pusing.Melihat Bi Euis yang gontai Sari segera memegang wanita itu seraya bertanya, “Bi Euis kenapa?” “Tidak ap
Malam semakin larut, di dalam kamar Tuan Adam, Sari sedang menemani suaminya yang masih demam. “Panas sekali,” ujar Sari sambil menempelkan tangannya ke dahi Tuan Adam. Sari kemudian mengambil handuk kecil dan membasahi, lalu menaruh di dahi suaminya. Tuan Adam tidak bergeming dengan mata terpejam. Sambil merasakan tubuhnya yang panas tinggi.“Bagaimana kondisi Tuan, Neng?” tanya Bi Euis ketika melihat Tuan Adam yang terbaring lemah.“Masih panas Bi, padahal tadi Tuan sudah minum parasetamol,” jawab Sari dengan pelan karena takut menganggu.Bi Euis tampak terdiam dan merasa heran karena selama bekerja dengan Tuan Adam, belum pernah majikannya itu sakit seperti ini. Kemudian Bi Euis pun berkata, “Kita tunggu sampai besok, kalau kondisi Tuan Adam tidak juga membaik. Baru bibi akan panggil dokter untuk memeriksanya."Sari mengangguk menyetujui saran dari Bi Euis. Tidak lama kemudian ia melihat wanita paruh baya itu tampak menguap. Lalu dirinya pun berseru, “Bibi kalau sudah mengantuk t
Ketika malam tiba, Sari segera datang ke kamar Tuan Adam seperti biasanya. Ia terlihat gemetar membayangkan pria itu akan menggauli dengan kasar lagi. Sesampai di depan ranjang, Wanita itu tertegun karena tidak mendapati suaminya berada. Matanya kemudian menelisik sekeliling kamar.“Aku di sini, kemarilah!” seru Tuan Adam dari atas balkon.Sari segera menuju balkon dan menghampiri Tuan Adam yang sedang menatap ke langit. Di mana tampak purnama bersinar terang, berpadu dengan taburan bintang. Menjadikan malam ini begitu indah dipandang mata. Sampai beberapa saat, Tuan Adam masih tidak bergeming menatap rembulan, entah apa yang didapatkannya. Sementara itu bagi Sari, keindahan sesungguhnya adalah yang tampak di mata. Sungguh hatinya berdecak kagum melihat mahluk ciptaan Allah yang satu ini. Begitu sempurna secara pisik dan tiada cela. Ia bahkan tidak berkedip sedikit pun menatap Tuan Adam, sambil membiarkan getar-getar cinta yang mulai tumbuh di hatinya.“Jangan menatapku seperti itu
Hari berganti hari, lambat laun sikap Tuan Adam mulai melunak dan tidak menyentuh istrinya dengan kasar lagi, seperti awal pernikahan dulu. Hal itu dikarenakan Sari sudah bisa mengambil hati suaminya. Tuan Adam sangat puas dengan pelayanan Sari sebagai seorang istri, baik itu soal perut ataupun urusan ranjang. Terkadang Tuan Adam suka memberikan Sari kejutan berupa hadiah, entah itu uang atau perhiasan. Kini hidup Sari telah berkecukupan dan tidak kekurangan apa pun lagi. Akan tetapi, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam. Sari merasa hidup bagaikan dalam sangkar emas. Ia sangat merindukan keluarganya, entah bagaimana nasib ibu dan kedua adiknya yang masih bersekolah. Selalu memikirkan keluarganya, Sari jadi drop dan sakit.“Ambu, Sari kangen,” lirih Sari merasakan kepalanya yang pusing. Tidak terasa air matanya jatuh berderai.“Kenapa menangis. Apakah Tuan kasar lagi sama Neng?” tanya Bi Euis ketika memergoki Sari sedang menitikkan air mata.Sari tampak menggeleng sambil menyeka
[Assalamualaikum ..., bagaimana kabar Ambu, Jaka dan Ningsih? Kalau keadaan Sari baik-baik saja di sini, jadi Ambu jangan khawatir! Maaf, Sari belum bisa pulang dalam waktu dekat ini. Salam rindu Sari.]Tuan Adam kemudian melipat surat itu dan memberikannya kepada Kang Asep seraya berseru, “Sampaikan surat dan amplop ini ke tangan yang bersangkutan dan ingat pesanku tadi!”“Baik Tuan,” sahut Kang Asep dengan sigap, “Nyonya bisa beritahu alamatnya?” pinta lelaki itu kemudian.Sari kemudian menyebutkan alamat rumahnya dengan lengkap, sementara itu Kang Asep mendengarkan sambil menganggukkan kepalanya tanda mengerti.“Apakah sudah jelas, Kang?” tanya Sari memastikan."Iya Nyonya, saya tahu daerah itu,” jawab Kang Asep.Kemudian Sari menyodorkan sebuah amplop kecil dan berkata, "Oh ya Kang, titip ini.""Pegang saja, itu sudah lebih dari cukup!" cegah Tuan Adam.“Permisi Tuan, Nyonya,” pamit lelaki itu undur diri.Sari menatap kepergian Kang Asep sampai hilang di balik pintu. Tiba-tiba air
Tuan Adam sudah bersiap untuk menyambut kedatangan istrinya di kamar. Ia berniat akan menggempur Sari habis-habisan sebelum keberangkatannya besok ke luar kota. Namun, setelah menunggu sekian lamanya. Sari tidak juga menunjukan kehadirannya. Sehingga membuat Tuan Adam tidak sabar dan segera pergi ke kamar istrinya. Dengan perlahan Tuan Adam membuka pintu kamar Sari dan melangkah masuk nyaris tanpa suara. Ia melihat istrinya yang sedang tertidur pulas. Seketika ular kobra lelaki itu langsung bangun. Seperti melihat mangsa yang tidak berdaya. Tuan Adam yang sudah tidak sabar segera memeluk istrinya. Seketika Sari pun terjaga dan ia sangat terkejut melihat Tuan Adam Sudah berada di atas tubuhnya."Tuan, kenapa ke sini?" tanya Sari ketika teringat seharusnya ia yang datang ke kamar suaminya."Kamu lama sekali," jawab Tuan Adam sambil mengelus pipi Sari dengan penuh gairah."Maaf saya ketiduran," ucap Sari, “Apakah Tuan menginginkannya di sini?” tanyanya kemudian.“Iya,” jawab Tuan A
"Baiklah Nyonya, tetapi saya akan antarkan besok ya! Kalau sekarang motor saya sedang dipinjam oleh saudara, besok pagi baru dikembalikan ke sini. Tapi jangan lama-lama ya Nyonya! Takut nanti Tuan pulang tiba-tiba," ujar Kang Asep menyanggupi. "Baik Kang, sekarang petikan saya mangga lagi ya!" pinta Sari dengan seulas senyum yang mengembang.Setelah Kang Asep mengambilkan beberapa buah mangga muda lagi, Sari segera masuk ke dalam vila dengan senangnya. Ketika sedang menuju ke kamarnya, Sari tidak sengaja berpapasan dengan Bi Euis."Dari mana Neng?" tanya wanita paruh baya itu dengan heran."Itu Bi, habis minta tolong sama Kang Asep untuk ambilkan buah mangga lagi!" seru Sari yang membuat Bi Euis tampak tertegun melihatnya. Sari tidak memberitahu rencananya kepada Bi Euis. Dia berpikir besok saja, kalau sudah mau berangkat pulang.Setelah Sari masuk ke kamarnya, Bi Euis segera pergi ke dapur dan menuju tempat penyimpanan obat. Lalu mencari sesuatu di dalam kotak itu. Tidak lama kemud
"Memakai hijab itu adalah salah satu kewajiban muslimah demi menjaga auratnya. Tapi mengenakan kerudung itu harus berdasarkan keimanan bukan karena sesuatu hal. Misalnya untuk menarik perhatian orang agar terlihat lebih baik," ujar Azza menjelaskan setelah mendengar keinginan Jelita yang mau memakai hijab. Jelita kemudian menegaskan,"Oh seperti itu, jadi kalau hati kita belum mantap sebaiknya jangan berhijab dulu?" "Boleh-boleh saja untuk belajar. Tapi amat disayangkan, kalau kita sudah memakai hijab karena alasan tertentu lalu melepasnya kembali, miris melihatnya," ujar Azza yang juga memberitahu bagaimana sikap seorang muslimah terutama dalam menjaga aurat dan pandangannya. "Ya sudah kalau begitu aku mau belajar sekarang," ujar Jelita dengan antusiasnya. Mendengar itu Azza tampak senang sekali dan mengajak, "Boleh, ayo sini aku ajarkan memakai hijab!" Azza kemudian memilah koleksi hijabnya dan mulai mengajarkan Jelita cara memakainya. "Masya Allah, kamu cantik sekal
"Jelita mana Tante?" tanya Fatih sambil mencari gadis itu dengan kedua mata elangnya. Dengan tetap tenang Tante Windi menjawab, "Ada di kamar sedang istirahat. Duduklah Fatih, sepertinya kita harus bicara!" Fatih segera duduk di sofa berhadapan dengan Tante Windi."Menurut Tante, kamu fokus saja urus perusahaan. Soal Jelita biar Tante yang tangani. Dia sudah dewasa Fatih, jadi sudah berani membangkang dan bisa melakukan perbuatan lebih nekat lagi, kalau terlalu dikekang!" ujar Tante Windi memberikan masukan ketika Fatih datang untuk menjemput Jelita.Fatih tampak berpikir sesaat dan menurut saran dari Tante Windi ada benarnya juga. Dengan tinggal di rumah ini, ia bisa bekerja dengan tenang dan tidak perlu khawatir lagi. "Baiklah, aku setuju Jelita tinggal bersama Tante. Tapi aku akan menambah beberapa orang keamanan lagi," ujar Fatih menyetujui."Oke, demi Jelita kamu boleh memperketat keamanan untuknya!" ujar Tante Windi sambil mengangguk kecil. "Sebelum pulang, aku mau bicara e
"Kamu harus pulang Nak, agar keluarga Jelita tidak cemas!" saran Sari setelah mendengar cerita Jelita.Jelita langsung terlihat sedih dan memohon, "Tolong Bu, izinkan aku menginap beberapa hari lagi!"Sari segera membelai kepala Jelita seraya berkata, "Maaf Nak, ibu dan abi bukan tidak suka kamu menginap di rumah kami. Tapi tanpa izin dari orang tua, kamu akan dianggap hilang. Jadi sebelum mereka lapor polisi sebaiknya kamu pulang dulu. Nanti boleh menginap lagi di sini kapan pun."Jelita tampak menghela napas panjang. Ia mana mungkin diizinkan menginap di rumah orang lain. Keluar dari pintu gerbang rumah saja dilarang. Gadis itu terus berpikir agar bisa tinggal lebih lama lagi di rumah ini. "Ya sudah, boleh aku pinjam telepon, untuk menghubungi mami di rumah?" pinta Jelita yang dijawab anggukan oleh Sari. Setelah dipinjami telepon, Jelita segera menjauh untuk menghubungi keluarganya. Jelita tentu tidak mau merepotkan Yusuf dan keluarganya yang begitu baik. Ia akan pulang dan kemba
Mentari tampak bersinar di ufuk timur. Bunga dan dedaunan terlihat segar dibalur sisa air hujan. Jelita sudah bangun dengan tubuh yang lebih bugar, meskipun kakinya masih terasa pegal akibat lari kemarin. Ia segera membasuh tubuhnya yang terasa lengket, meskipun air cukup dingin. Setelah itu segera memakai celana panjang dan sweater yang dibawakan Azza semalam. Setelah selesai, Azza datang lagi menemui Jelita. Tidak lama kemudian kedua gadis itu segera ke luar dari kamar dan menuju ke ruang makan. Di mana keluarga Tuan Adam terlihat sedang sarapan bersama. "Jelita kenalkan ini, Ibu, Abi dan Kang Yusuf," ujar Azza memperkenalkan keluarganya. Jelita segera menyalami Sari, sedangkan Tuan Adam dan Yusuf hanya mengatupkan tangan. "Nama yang cantik sesuai dengan orangnya. Bagaimana keadaan kamu Nak?" tanya Sari sambil tersenyum ramah. "Aku baik-baik saja Bu. Terima kasih, sudah memberikan izin untuk menginap di sini," ucap Jelita yang merasa disambut dengan hangat, padahal mereka baru
Hujan masih mengguyur kawasan puncak. Ketika sebuah mobil mewah tiba-tiba berhenti di jalan yang tampak macet. Seorang gadis cantik terlihat ke luar dari kendaraan itu dan berlari ke arah belakang. Tidak lama kemudian disusul oleh pria berbadan besar dan berpakaian rapi. "Tunggu, jangan pergi Non!" seru pria itu sambil mengejar.Gadis itu tampak ketakutan dan terus berlari sekencangnya. Sesekali ia berhenti di belakang kendaraan lain, sambil mengatur nafas dan berharap pria itu tidak mengejarnya lagi. Akan tetapi, doanya tidak terkabul. lelaki itu justru semakin dekat ke arahnya. Sehingga membuat gadis itu jadi kian panik."Pokoknya aku tidak mau kembali ke rumah," lirih gadis itu yang segera kembali berlari dengan nafas yang terengah. Namun, ketika di belakang mobil box Ia sudah tidak kuat lagi untuk melarikan diri. Kini dirinya hanya bisa pasrah akan apa yang terjadi. Alunan musik terdengar mengalun syahdu dari salah satu mobil sayur. Seorang pria bermata teduh tampak menikmati l
Lelaki sejati.Waktu terus bergulir, tidak terasa usiaku kian menua, raga ini juga mulai sakit-sakitan. Untung aku mempunyai seorang istri yang sangat perhatian sekali. Ia Seorang perempuan hebat yang Allah jodohkan dengan diriku ini yang jauh dari kata sempurna.Selama pernikahan kami tidak pernah sekalipun Sari mengeluh, ia selalu sabar dan ikhlas dalam mengurus dan merawatku anak-anak, dan ibuku. Sungguh aku sangat bersyukur karena semenjak kecelakaan 20 tahun yang lalu, seolah Allah memberikan aku kehidupan kedua untuk memperbaiki diri untuk menjadi lelaki sejati.Kini perkebunan sudah dipegang oleh Yusuf, sedangkan aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan hanya sesekali ke kebun jika Yusuf sedang keteter atau pergi. Aku menjalani sisa hidupku dengan banyak beribadah dan sering ke masjid.Alhamdulillah … aku di percaya menjadi salah satu pengurus. Rasanya begitu damai hati ini banyak melakukan kegiatan di rumah Allah. Sungguh aku tidak pernah merasa hati ini begitu bahagia
Roda kehidupan telah berputar, kini Bayu semakin sukses sebagai pengusaha di bidang otomotif yang memiliki beberapa bengkel di kota tempat tinggalnya. Jika Allah telah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya. Apalagi Bayu adalah sosok yang sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup ini.“Aku turut senang Ning, jika sekarang Bayu sudah sukses sebagai pengusaha,” ucap Sari atas keberhasilan adik iparnya itu.“Iya Teh, Alhamdulillah ….” Ningsih bersyukur atas keberhasilan suaminya.“Bayu memang pantas mendapatkan semuanya karena ia adalah lelaki yang baik,” puji Sari sambil mengingat kebaikan Bayu yang tiada terkira kepadanya.Ningsih tampak mengangguk seolah sependapat dengan kakaknya. Lalu ia pun bertanya, “Teteh sendiri bagaimana? Pasti senang sekali ternyata Kang Adam masih hidup dan bisa berkumpul lagi dengan Yusuf.”“Teteh sangat bahagai Ning, ternyata Alllah banyak memberikan rahmat-Nya yang melimpah,” ujar Sari akan karunia yang didapatkannya selama ini.Sementara itu, Ada
Dari kabar yang terdengar, ternyata mobil yang dikemudikan oleh Saba masuk ke jurang ketika dikejar oleh polisi dan suster gadungan itu juga sudah ditangkap. Sementara itu keluarga Al Razi seperti Fatimah dan putranya segera kembali ke Turki setelah menjual semua saham serta aset perusahaan yang berada di Indonesia, kecuali vila.Sebenarnya Adam bisa saja merebut harta warisannya kembali, tetapi tidak mau. Ia ingin hidup sederhana dan bahagia bersama dengan keluarga kecilnya. Setelah situasi sudah aman, Adam kemudian menjemput Yusuf untuk tinggal bersama kembali. “Ibu!” panggil Yusuf sambil berlari kecil ketika melihat Sari di depan teras yang sudah menunggu kepulangan putranya.“Yusuf,” balas Sari sambil melapangkan satu tangan memeluk putra sulungnya itu.“Yusuf kangen sama Ibu,” ungkap bocah itu sambil memeluk Sari dengan erat.Sari segera membalas pelukan Yusuf dan mencium kepala anak itu seraya berkata, “Ibu juga kangen sama kamu sayang.” “Ibu, ini adik siapa?” tanya Yusuf sa
Malam itu hujan turun dengan lebat. Udara pun jadi dingin seolah menggigit tulang. Aku segera menyelimuti tubuh ini rapat-rapat dan mencoba memejamkan mata, tetapi entah mengapa selalu gagal. Tiba-tiba jantungku berdetak sangat cepat. Aku segera menyibak tirai dan melihat hujan masih turun deras.Entah mengapa pikiranku tertuju ke sungai yang berada di bawah sana. Perasaan ini kian gelisah dan berpikir mungkin akan terjadi banjir bandang. Akan tetapi, itu tidak mungkin karena rumahku berada di atas tebing. Untuk menghilangkan kegelisahan hati aku melakukan zikir sampai pagi menjelang.Aku segera membuka pintu, ketika hujan masih turun gerimis. Diriku kemudian berjalan ke halaman rumah untuk melihat aliran sungai. Tiba-tiba pandanganku tertuju kepada sesosok tubuh yang tersangkut di bebatuan. Naluriku untuk menolong pun muncul dan dengan hati-hati menuruni anak tangga menuju ke tepian sungai.Ketika sampai di tempat tujuan, aku segera menarik tubuh itu dengan sekuat tenaga. Lalu memeri