Apa Candra pernah menghubungi anak-anaknya?" tanya salah satu saudara Amel melalui sambungan telepon.
"Pernah kak, tapi anak-anak nggak ada yang mau ngomong sama bapaknya.""Terutama Galang, dia bahkan ngelarang aku berhubungan dengan bapaknya," jawab Amel pada saudaranya tersebut yang bermukim di kota Medan."Bisa di maklumi, dia anak laki-laki dan sudah cukup mengerti keadaan kedua orang tuanya.""Meski begitu, kamu jangan bosan selalu ingetin dia.""Karena bagaimana pun juga, Candra itu tetap bapaknya.""Tapi jangan terlalu memaksakan, biarkan dia belajar untuk menerima dulu.""Semakin kamu paksa dia untuk menerima, semakin hatinya menjauh dan tidak menutup kemungkinan dia bisa melupakan bapaknya," nasehat dari sang kakak untuk Amel."Iya kak, makasih ya kak untuk semua dukungan dan doanya," ucap Amel sebelum mereka mengakhiri obrolan.****Sudah hampir dua bulan Amel menetap di sebuah kota pusat industri, yang letaknya di seberang negara tetangga Malaysia dan Singapore.Amel membuka dompetnya, hanya ada beberapa lembar uang pecahan seratus ribu tersisa disana."Huft...." hembusan nafas Amel."Sisa uang tinggal 400 ribu, untuk hidup di kota yang semuanya serba mahal seperti ini, jumlah ini pasti tidak akan cukup," monolog Amel menatap sisa uang di dalam dompetnya itu.Amel memutar otak, ia berpikir akan menggunakan uang tersebut untuk di jadikan modal berdagang."Dengan uang segini, enaknya dagang apa ya?" bisik hati Amel.Tengah sibuk memikirkan rencana usaha, Galang muncul dari pintu."Bunda lagi apa?" tanya Galang seraya mengunyah sesuatu di dalam mulutnya."Nggak lagi apa-apa nak," sahut Amel tersenyum."Kamu lagi makan apa tuh?" tanya Amel."Makan martabak mini, bund," sahut Galang dengan mulut berisi penuh jajanan itu."Beli dimana? enak nggak?" tanya Amel lagi."Beli di warung depan bund, rasanya enak banget bund, harganya juga cuma 1000 rupiah," jawab Galang panjang lebar.Amel mengangguk-angguk."Bund, minta uang dong mau beli martabak mini lagi," pinta Galang cengengesan."Bunda kasih 3000, yang 2000 buat Rury sisanya buat kamu," tukas Amel menyerahkan uang ke tangan Galang."Wah, kalau dagang jajanan gitu, mungkin hasilnya lumayan juga ya," monolog Amel."Modalnya juga pasti tidak terlalu banyak, sisa uang yang aku pegang sekarang pasti cukup."Amel sumringah, ia sudah menemukan jalan untuk menambah pemasukannya.Dengan cepat Amel mencari tau apa saja bahan-bahan untuk membuat martabak mini, tentunya dengan bertukar pendapat terlebih dahulu dengan saudaranya Lastry."Kamu harus tetap semangat, tunjukkan sama laki-laki itu kalau kamu bisa," tukas Lastry."Semangatku bukan untuk membuktikan apa-apa ke dia, karena dia bukan siapa-siapa lagi.""Saat ini dan seterusnya, semangatku hanya untuk Galang dan Ruby saja," tutur Amel."Aku akan selalu mendukung apa pun keputusanmu," imbuh Lastry menepuk pundak Amel."Kapan kamu akan memulai rencanamu untuk berdagang?" tanya Lastry."Kalau bisa sih secepatnya, aku khawatir kalau nanti sisa uang yang aku pegang sekarang keburu habis," jawab Amel."Kamu sudah punya planning dimana kamu akan menitipkan daganganmu?""Sudah, aku juga sudah meminta ijin pada pemilik warung," jawab Amel antusias."Oke! aku akan membantumu," ujar Lastry tersenyum bangga.Semangat Amel yang ingin berjuang untuk kedua anaknya, membuat ia lupa bahwa Candra akan kembali merendahkannya. Candra yang notabene adalah sosok pria yang suka merendahkan profesi orang lain yang ia anggap tidak menjanjikan masa depan. Dengan Amel memilih jalan untuk berjualan martabak mini, tidak menutup kemungkinan akan di jadikan Candra sebagai bahan untuk menghinanya kembali.Dua hari Amel mencoba membuat sample martabak mini sebelum ia memasarkannya. Anggota keluarga cukup puas dengan rasa martabak hasil olahan tangan Amel. Amel membuat beberapa varian rasa, yang banyak di gemari anak-anak.Setelah merasa yakin dengan rasa martabak mini buatannya sendiri, Amel pun mulai membuat beberapa toples untuk di titipkan di beberapa tempat yang sebelumnya sudah Amel mintai ijin."Bismillahirahmanirahim...." lafadz Amel sebelum berangkat menuju tempat ia akan menitipkan dagangannya.Kedua tangan Amel sudah menenteng 3 kantong plastik berukuran besar, yang berisi toples untuk wadah martabak-martabak mini buatannya.Mengingat wajah kedua buah hatinya, semangat Amel semakin terpacu meski waktu masih menunjuk pukul 05.30 pagi. Dimana awan biru masih terselimuti awan gelap, ia memantapkan langkahnya menyusuri jalanan yang belum terlalu di padati kendaraan.Pukul 6 tepat, ia sudah berada di rumah. Dengan langkah cepat ia berjalan menuju kamarnya, unt
"Kalian sudah siap?" tanya Amel pada kedua anaknya, dimana pagi ini Amel dan kedua anaknya akan pergi menemui seseorang."Sebenarnya kita mau kemana sih, bunda?" tanya Galang penasaran."Ntar kamu juga tau nak, lebih baik kita berangkat sekarang ya? keburu orang yang akan kita temui itu pulang," sahut Amel bergegas menuruni anak tangga di kediaman Lastry, adiknya.Mereka berjalan kaki menuju lokasi seseorang yang masih di rahasiakan Amel dari Galang dan Ruby."Kok kita nggak naik motor, bunda?" tanya si cantik Ruby dengan gaya manjanya."Ntar motornya mau di pakai kerja nak sama om Handy. Biar kita juga bebas mau pulang jam berapa aja," tutur Amel sembari menggendong Ruby.Lokasi yang cukup jauh itu, mereka tempuh dengan berjalan kaki menyusuri lorong-lorong setapak.10 menit berjalan kaki, Amel tersenyum bahagia karena orang yang akan ia temui masih berada di tempat ia berdagang."Nek, saya mau beli ikan asinnya satu bungkus," ucap Amel ramah pada wa
Tiga hari setelah pertemuan dengan sang nenek itu, seorang wanita paruh baya menemui Amel di kediamannya. Wanita yang biasa di panggil Umi itu tak lain adalah guru mengaji Galang."Saya dengar-dengar sekarang bu Amel sudah berjualan martabak mini ya?" tanya Umi yang duduk di ruang tamu, kediaman Lastry itu."Iya Umi, untuk tambahan biaya anak-anak," jawab Amel apa adanya."Gimana hasilnya, bunda?" tanya umi lagi."Alhamdulillah, sejauh ini lancar meski masih sekedar cukup untuk kebutuhan Galang dan Ruby, umi," lirih Amel."Jadi begini bund, maksud kedatangan saya menemui bunda saat ini, untuk menawarkan kerjasama," tutur umi menjelaskan."Kerjasama yang bagaimana, umi?" tanya Amel antusias."Di pondok pesantren milik keluarga saya, minggu depan akan mengadakan bazar bund. Kalau bunda berminat, bunda bisa ikut berpartisipasi dalam acara bazar tersebut," ujar umi."Saya berminat umi, tapi untuk turut serta dalam acara bazar itu kan membutuhkan modal yan
Amel kembali teringat bagaimana ia dan kedua anaknya sampai di pulau Batam. Kala itu ia terpaksa harus menjual sepeda motor miliknya, agar ia bisa pergi bersama kedua anaknya dengan membawa bekal selama perjalanan yang memakan waktu lebih dari 10 hari itu."Jadi bagaimana bu, apa harga dari saya sudah cocok?" tanya si pembeli motor."Ya sudah pak, saya setuju," sahut Amel seraya celingak-celinguk cemas jika Candra melintasi lokasi pertemuan mereka."Ngomong-ngomong kalau boleh tau, motornya kenapa dijual ya bu?" tanya si pembeli sembari mengeluarkan lembaran uang kertas berwarna merah dari dalam tas miliknya."Saya mau ke luar kota pak, nggak mungkin motornya saya tinggal," jawab Amel jujur."Ooh, mau kemana bu?""Ke Jogja, pak.""Suami ibu kok nggak ikut nganterin motornya?""Saya kabur dari rumah pak."Pria bertubuh tambun itu pun tertegun mendengar alasan Amelp pergi dari rumah."Kasihan anak-anaknya bu, pasti mereka sangat tertekan dengan
-Yogyakarta 12 Juli 2022-Ketiga orang itu tampak sudah sangat lelah setelah menempuh perjalanan Kediri - Yogyakarta selama 8 jam. Tepat pukul 6 sore, bis yang mereka tumpangi tiba di Jogja."Mbak mau turun dimana?" tanya kernet bis tersebut pada Amel.Amel yang belum menentukan dimana ia dan anak-anaknya akan menginap, terpaksa meminta untuk diturunkan di lokasi daerah sebuah pasar."Sekarang kita kemana bunda?" tanya Galang saat mereka sudah turun dari bis."Sabar ya nak, ini bunda lagi mikir enaknya malam ini kita menginap dimana," jawab Amel berusaha tetap tersenyum meski ia juga merasakan lelah."Handphone bunda nggak di aktifin ya?" tanya Galang."Nggak nak, nanti saja setelah kita dapat penginapan dulu."Mata Amel nanar mencari taksi yang ia perkirakan akan melintas dari pasar tersebut.Seorang pria paruh baya menghampiri mereka setelah beberapa menit menunggu taksi yang tak kunjung datang."Permisi mbak, mbaknya mau kemana? saya perhat
Seketika kaki Amel tak mampu menopang tubuhnya, saat ia mendengar ucapan wanita yang bernama Pukki tersebut, yang tak lain adalah wanita yang menjadi sumber kehancuran rumah tangganya bersama Candra.Amel tersungkur di dalam kamar mandi, sebab ia memang tak ingin kedua anaknya melihat keadaannya yang hancur."Dosa apa yang sudah kulakukan sampai harus menerima hukuman seberat ini!" teriak Amel bersimpuh di bawah guyuran shower di dalam kamar mandi itu.Galang yang tidak melihat keberadaan sang ibu untuk beberapa waktu pun, menyusul ke kamar mandi."Bunda! bunda kenapa?" tanya Galang panik seraya memapah Amel untuk berdiri."Bunda nggak apa-apa, kamu keluar dulu ya nak ntar bunda susul," titah Amel dengan suara bergetar."Galang udah bilang, jangan lagi menerima telepon dari laki-laki itu!" tukas Galang geram."Sudah ya nak, temenin adikmu dulu," ucap Amel lembut.Galang pun menuruti perkataan sang ibu."Bunda.... Galang sayang sama bunda," tukas p
-Hari ketiga di Jogja-Amel dan kedua anaknya baru saja tiba di sebuah klinik tak jauh dari penginapan yang mereka tinggali."Kok kita ke klinik bunda?" tanya Galang sesaat mereka tiba di depan klinik tersebut."Mau vaksin nak, bunda dan kamu kan belum sempat vaksin waktu di Kediri," jawab Amel."Memangnya buat apa sih bund?" tanya Galang yang bingung."Untuk keperluan naik kereta api, kamu kan tau sekarang syarat untuk bepergian itu harus mempunyai kartu vaksin," tutur Amel menjelaskan dengan bahasa yang mudah untuk di mengerti putera sulungnya itu."Oh iya ya bun," sahut Galang tersenyum.Satu jam berada di klinik tersebut, surat vaksin yang mereka butuhkan akhirnya sudah di tangan."Sekarang kita ke stasiun kereta ya, kita beli tiket tujuan Jakarta," ucap Amel pada kedua anaknya yang masih bersemangat, meski cuaca Jogja pada hari itu cukup terik.****"Apa tiket kereta api untuk ke Jakarta sudah kamu beli?" tanya adik Amel dari Batam melalu
Ayo anak-anak kita siap-siap, sebentar lagi kita harus check out," ujar Amel mengajak Galang dan Ruby untuk segera berbenah."Check out itu apa bunda?" tanya Ruby dengan gaya manjanya."Artinya kita harus keluar dari hotel sekarang sayang," jawab Amel sembari menata beberapa pakaian mereka ke dalam tas."Oh berarti kita nggak boleh bobok disini lagi ya bunda?" tanya Ruby lagi yang memang tipikal anak suka bertanya banyak hal."Iya, nanti kita boboknya di kereta api," sahut Amel antusias."Hore...." pekik Ruby dengan girang.Waktu keberangkatan kereta api tujuan Jakarta pukul 5 sore, mau tidak mau Amel tetap harus keluar dari penginapan pukul 12 siang sebab ia tidak lagi melanjutkan pembayaran untuk penginapan tersebut.Amel dan kedua anaknya berjalan kaki menuju stasiun, sebab jarak antara penginapan mereka dan stasiun kereta api memang tidak begitu jauh. Teriknya matahari menusuk hingga ke tulang ibu dan dua anak kecil itu, mereka membopong 3 tas besar,
Candra menatap senyuman Amel yang terukir, ia sedang menunggu respon Amel setelah Pukki menyampaikan kata-katanya."Kamu sudah selesai bicara?" pertanyaan itu Amel ucapkan dengan datar.Tanpa menunggu jawaban dari Pukki, Amel menarik napas panjang lalu melepasnya perlahan."Kamu bilang, kamu wanita dan mengerti perasaanku, bukan?""Wanita baik-baik, tidak akan pernah mau merusak kebahagiaan wanita lainnya!""Wanita baik-baik, tidak akan pernah tergoda sekeras apa pun godaan dari pria yang sudah memiliki anak dan istri!""Kamu hanya pintar bicara! kamu hanya pintar bersandiwara!""Dari awal, kamu sudah tau kalau laki-laki yang mendekatimu itu bukan pria tanpa istri!""Dan dengan kejinya, di belakangku kamu justru mengatakan, kalau kamu tidak serius ingin berpisah dengan suamiku setelah kamu menyetujui permintaanku untuk meninggalkan laki-laki ini!" hati Amel mulai terbakar melontarkan kata-kata yang selama ini ingin ia sampaikan.Di seberang, Pukki bergeming tak mampu menjawab ucapan Am
Galang dan Ruby tampak sangat bahagia, berlari kesana kemari mengitari taman bermain di sore ini. Sementara Candra dan Amel hanya menatap kedua anak mereka tanpa saling bicara."Aku sampai lupa, kapan terakhir kalinya melihat kedua anakku sebahagia ini," bisik dewi batin Amel."Bund," sapa Candra dengan lembut."Ehm," sahut Amel singkat tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya."Mau sampai kapan kamu bertahan seperti ini?""Kamu lihat kan, anak-anak sangat bahagia karena kedua orang tuanya mendampingi mereka?""Aku juga mau tanya, mau sampai kapan kamu memaksaku untuk menerima permintaanmu berpoligami?" jawab Amel membalas dengan pertanyaan."Apa aku salah, kalau aku berniat untuk membantu orang keluar dari kemaksiatan?" Candra menatap Amel meski Amel tidak menghiraukannya.Amel tertawa kecil, seraya menggelengkan kepalanya pelan."Mulia sekali niatmu?" "Tapi sayang, niatmu tidak sesuai dengan tindakanmu...." sarkas Amel ambigu."Maksudmu?" tanya Candra."Kamu mengatakan, kalau niatmu h
Di hadapan Amel saat ini, tampak Galang sedang duduk dengan seorang pria bertopi. Galang duduk di pangkuan pria yang tak lain adalah ayah kandungnya, yaitu Candra.Ingin rasanya Amel berlari ke arah mereka dan menarik Galang, namun pikiran waras Amel melarangnya. Sebab, ini bukan waktu dan tempat yang tepat untuk melakukan hal itu."Bagaimana laki-laki ini bisa sampai disini!""Pantas saja, sejak pagi tadi hatiku tidak enak!""Ternyata, aku harus melihat dia lagi setelah 6 bulan kami terpisah jarak dan waktu!" bisik batin Amel."Bu Amel?" sapa bu Widya kepala sekolah yang baru saja tiba."I-ya bu...." sahut Amel gelagapan."Apa benar, laki-laki yang bersama dengan Galang sekarang itu, ayahnya Galang?""Dari satu jam yang lalu, bu Eny sudah mencoba menghubungi ponsel ibu tapi tidak mendapat respon," tutur bu Widya sebelum Amel menjawab pertanyaan mengenai Candra."Tadi, beliau mengatakan kalau dirinya adalah bapak kandungnya Galang. Tapi, kami piha
Akan apa?!" bentak Amel menahan geram."Aku akan menjemput paksa anak-anak dan melaporkan kamu atas tindak pelarian!" Candra mengancam Amel."Pelarian?!" Amel membolakan matanya."Sudah separah itukah ketidak warasanmu, Candra?!""Aku ini ibu mereka! aku yang mengandung dan melahirkan mereka dengan taruhan nyawa! bisa-bisanya kamu mengatakan hal sebodoh itu!" umpat Amel tak habis pikir dengan kekonyolan Candra."Memang kamu ibunya, tapi kamu membawa mereka tanpa seijinku!" kilah Candra."Sudahlah, lama-lama aku bisa tertular dengan kegilaanmu," potong Amel yang tidak merasa gentar dengan ancaman Candra.Tut-tut-tut sambungan di putus sepihak oleh Amel.Braak!!Candra membanting meja di depannya, emosinya kian memuncak karena sikap Amel yang datar dan tidak terpancing sedikit pun."Aku masih sayang sama kamu, Mel! aku tau tindakanku sudah melukaimu tapi aku bisa apa lagi! semua sudah terjadi. Aku tidak mungkin memperbaiki kesalahanku dengan membuat kesalahan lainnya. Aku hanya ingin kam
"Kamu mau apalagi?!""Apa belum cukup semua caci maki yang keluar dari mulutmu?!" suara Amel mendominasi percakapannya dengan Candra, di siang ini."Bukannya selama ini, apa yang aku katakan itu benar?" kilah Candra, membenarkan dirinya sendiri."Stop berdebat denganku!""Sekarang katakan, apa maumu?" titah Amel menahan emosinya."Aku mau, kamu pulang dan bawa anak-anak kembali ke tempat dimana semestinya mereka hidup!" dengan tanpa beban, Candra mengutarakan keinginannya."Pulang??" "Apa kamu sudah tidak waras lagi, tuan Candra?" sarkas Amel."Tolong, mengertilah untuk kondisiku saat ini. Aku hanya minta kamu menerima keadaanku," ucap Candra menurunkan suaranya.Spontan Amel tertawa kecil."Keadaan kamu yang berselingkuh?""Hey, wake up!""Seandainya kamu yang ada di posisiku, bagaimana?""Apa kamu bisa terima dengan kalimat ''tolong mengerti keadaanku....""Gila!" pekik Amel tertawa garing."By the way, aku sudah sangat
"Amel?" tukas Raka yang membuyarkan lamunan Amel."Eh maaf, tadi kamu ngomong apa?" tanya Amel yang setengah kaget."Aku minta nomor ponsel kamu, boleh?""Buat apa?" "Just a friend," sahut Raka.Awalnya Amel tampak ragu untuk memberikan nomor ponselnya, mengingat dirinya yang masih berstatus istri orang."Tenang aja Mel, aku nggak bermaksud apa-apa. Aku hanya prihatin dengan apa yang sudah kamu alami," tutur Raka tulus."Ya sudah, tapi aku nggak bisa janji untuk selalu membalas pesan dari kamu. Aku punya dua orang anak yang lebih membutuhkan perhatianku," jawab Amel.Raka mengangguk pelan, lalu menyodorkan ponsel miliknya ke tangan Amel. Amel pun mengetik nomor ponselnya sendiri di ponsel Raka."Makasih," ucap Raka.****Pada pukul 10 pagi di hari ketiga kapal berlayar dari Jakarta, suara pemberitahuan dari ruang informasi bahwa kapal akan bersandar beberapa saat lagi di pelabuhan Batu Ampar Batam."Hore...." pekik Galang dan Ruby saa
"Bunda! coba dengerin, ada yang mirip dengan suara bapak!" celetuk Galang mempertajam pendengarannya."Ya Allah.... kasihan anak-anakku," bisik batin Amel."Nggak ada bang, itu suara orang lain. Lihat tuh, udah mulai ramai," jawab Amel seraya menunjuk ke arah orang-orang yang melintasi mereka."Kita ke penginapan sekarang aja ya? biar kalian bisa mandi lalu istirahat," ucap Amel mengalihkan pikiran Galang."Udah dapet penginapannya bund?""Udah dong," sahut Amel antusias."Ayo bund, Galang udah kebelet pipis juga," imbuh Galang yang memang tidak bisa buang air kecil di sembarang tempat.Amel tidak mengijinkan Galang lagi untuk membawa tas mana pun juga, ia membawa ketiga tas berisi pakaian itu sembari menggendong Ruby yang masih tidur nyenyak dalam dekapannya.****Jalanan yang belum terlalu padat kendaraan, mempercepat mereka tiba di penginapan yang berjarak 10KM dari stasiun Pasar Senen itu."Kamarnya bagus bund!" tukas Galang saat mereka su
Amel dan kedua anaknya sudah berada di pelabuhan tanjung priok tepat pukul 10 malam pada tanggal 19 july 2022.Dengan langkah tergesa-gesa Amel menuntun Galang dan Ruby menuju buritan kapal yang sudah bersandar."Kapalnya besar ya bunda?" tukas Ruby dengan riang."Iya nak, ayo bang buruan jalannya," titah Amel pada si sulung Galang yang berjalan di belakang Amel.Tiba-tiba ada seorang pemuda menawarkan bantuan, untuk membawakan barang bawaan Amel yang memang cukup banyak dan berat, sembari menggendong Ruby."Mari saya bantu mbak," ucap pemuda itu."Nggak usah mas, makasih," jawab Amel yang mengira kalau pemuda itu hanya orang iseng. Meski penampilannya rapi dan membawa tas ransel di balik punggungnya."Nggak apa-apa mbak, saya juga mau berangkat kok," ucap pria itu dengan sopan."Ternyata di dunia ini masih ada orang baik...." bisik dewi batin Amel.Tanpa menunggu jawaban dari Amel, pria muda itu meraih tas yang Amel pegang."Ayo mbak," imbuh pria itu lalu menggandeng tangan Galang.Ka
"Apa sampean sudah punya tujuan setelah tiba di Batam nanti? maksud saya pekerjaan," tanya wanita itu."Belum bu, tapi saya yakin kok bu, Insha Allah saya akan menemukan jalan agar saya bisa mencukupi kebutuhan anak-anak," jawab Amel penuh keyakinan."Saya doakan ya mbak, semoga mbak dan anak-anak selalu diberi kemudahan dan kebahagiaan," tukas ibu tersebut."Aamiin...." sahut Amel merasa sangat beruntung dipertemukan dengan seseorang yang begitu baik dan peduli seperti wanita itu.Waktu sudah menunjuk pukul 16.30 wib, Amel pun mulai berpamitan pada wanita itu."Biar saya anter pakai motor ke stasiun ya mbak," tawar wanita itu sembari menyelipkan sesuatu ke dalam saku celana Galang."Buat beli jajan ya nak," ucap ibu itu pada Galang.Amel menolak secara halus, sebab si ibu tersebut sudah sangat baik pada mereka. Namun ibu tersebut memaksa agar Galang tidak mengeluarkan kembali uang yang telah ia berikan.****"Hati-hati di jalan ya mbak," tutur wa