Viona menuruni anak tangga dan melihat seorang wanita di lantai bawah. Dia menahan kedua kakinya dan sejenak melihat ke arahnya. Dia tidak boleh menghindarinya dan akan membuktikan kalau dia bisa berdiri.
"Beliana."Viona melanjutkan langkahnya dan menyambut Beliana. "Kau ingin bertemu dengan Frank?"Beliana mengangguk, kedua matanya menangkap sosok anak kecil berlari menuruni tangga kemudian berhambur memeluk Viona."Mommy ayo antar aku lagi ke sekolah." Seru Jaxon. Dia memeluk erat kedua kaki Viona.Viona menoleh ke arah Beliana. Ini pertama ibu dan anak seharusnya dia tidak mengganggunya kan?"Apa dia Jaxon?" tanya Beliana. Dia melihat putranya begitu mirip dengan Frank."Iya," ucap Viona dengan singkat dan padat.Beliana ingin mendekat, namun sepertinya Jaxon masih asing padanya. "Bisakah kau menemani ku bersama dengan Jaxon.""Mommy dia siapa?" tanya Jaxon. Dia mengerutkan keningnya merasa asing."Jaxon duduklah dulu," ajak Viona. Dia duduk di samping Jaxon menghadap ke arah Beliana."Viona terima kasih sudah menjaga Jaxon," ucap Beliana. Menurut informasinya, Viona dan Frank baru beberapa bulan menikah. Dia tidak yakin kalau mereka sudah jatuh cinta. Apa lagi Viona sudah memiliki kekasih dan terpaksa menikah dengan Frank.Viona mengangguk, dia mengusap kepala Jaxon. Dia tidak perlu bersusah-susah lagi membuat Jaxon menerimanya. Padahal dia sering mengabaikan Jaxon tetapi Jaxon langsung akrap dengannya karena kemarin mengantarnya ke sekolahnya."Jaxon dia ibu mu." Di kehidupan lalunya Jaxon tidak menerima ibunya. Dia tidak perlu usaha lagi harus membuat Jaxon menerim Beliana sama seperti kehidupan sebelumnya."Iya sayang, aku ibu mu." Beliana meyakinkan Jaxon."Ibu ku?" Jaxon langsung paham. Dia sama sekali tidak mengharapkan sosok seorang ibu lagi. "Ibu ku hanya Mommy Viona." Seru Jaxon menolak.Jaxon berdiri dan meninggalkan ruang tamu. Dia mencari Frank dan ingin mengatakan kedatangan Beliana."Sepertinya Jaxon masih syok dengan kedatangan mu," ucap Viona."Viona aku ingin kau berbicara pada Jaxon. Buatlah dia mengerti, aku merindukannya Viona. Aku ingin bersamanya. Aku tau kau menikah dengan Frank karena perjodohan, kau pastinya masih mencintai kekasih mu dan Frank tidak mencintai mu."NyesPerkataan Beliana bagaikan belati yang menancap di jantungnya dengan tangannya sendiri."Rupanya kau berterus terang, aku dan Frank memang menikah karena perjodohan. Seharusnya kau tau aku tidak bisa membantu mu. Aku belum berhak pada Jaxon."Tidak banyak hal yang ingin Viona katakan. Dia beranjak dan hendak ke kampusnya. Biarlah wanita di depannya menghadap langsung dengan Frank."Aku melihat Jaxon akrap dengan mu. Aku yakin kau bisa meyakinkan Jaxon. Kau tidak mungkin sekejam itu pada seorang ibu yang ingin menebus kesalahannya."Viona merasa tersindir, dia tidak akrap dengan Jaxon. "Aku tidak akrap dengan Jaxon, aku tidak begitu dekat dengannya. Baru kemarin aku mengantarnya ke sekolah. Setidaknya aku bukan ibu yang buruk yang menelantarkannya kan?" Viona menyindir Beliana."Kalau kau ingin berusaha ingin bersama Jaxon, cobalah usaha sendiri tanpa bantuan ku. Kau bisa melakukannya pada Frank," ucap Viona. Di kehidupan lalunya Frank luluh pada Beliana. Maka sudah pasti kehidupan kali ini pun tidak akan berubah. "Kau ibunya, kau pasti tau apa yang harus di lakukan.""Beliana."Viona menoleh ke arah pria yang menggendong anak kecil, kebetulan suami cecunguknya datang. "Beliana ingin bertemu dengan mu, dia ingin membahas tentang Jaxon. Aku pergi ke kampus dulu. Kalian bicaralah kapan kalian akan kembali."Frank melirik Beliana, rasa sakit itu masih ada. Dia hendak melangkah namun Beliana menghadangnya tepat di depannya. Wanita itu memohon di kaki Frank."Frank maafkan aku, tolong berikan aku kesempatan. Aku akan menjadi ibu yang baik untuk Jaxon. Aku berjanji akan membuatnya bahagia dan memberikan kasih sayang ku yang telah hilang. Aku akan melakukan apa pun."Frank menatap lurus ke depan. Dia melanjutkan langkahnya dan membuat Beliana menangis tersedu-sedu. Kini dia menyadari apa yang telah dia lakukan pada Frank. Dia membuat luka untuk putra dan suaminya."Frank.""Daddy." Jaxon mulai berbicara. "Dia Mommy ku?"Frank merubah ekspresi wajahnya yang mendadak mengeluarkan aura hitam menjadi cerah. "Sayang kau tidak perlu mengakuinya jika bisa menyakiti hati mu. Hanya ada Daddy dan kakek Damian."Jaxon menggeleng, masih ada satu orang yang membuatnya menghangat. Sejujurnya semenjak bertemu dengan Viona ia ingin mendekatinya. Dia merasakan kehangatan saat bersama Viona. "Tidak Dad, ada Mommy Viona. Aku menyukai Mommy."Frank tersenyum tipis, padahal putranya baru dekat. Tetapi Jaxon sudah memasukkan nama Viona ke dalam hatinya. "Kau menyukai Viona? Sayang, kau harus berhati-hati. Viona bukan ibu mu, ibu mu saja bisa menyakiti mu." Frank sangat ragu, dia tidak ingin memberikan hatinya pada siapa pun, cukup baginya Beliana yang menyakitinya."Tidak Dad." Jaxon tak setuju. "Mommy Vio baik." Dia tidak yakin jika Viona orang yang jahat."Sayang apa yang di lihat belum tentu baik, Viona bukan ibu mu. Kau harus berhati-hati," ucap Frank."Termasuk ibu?"Frank mengangguk dengan meyakinkan.....Beliana pulang dengan raut wajah kecewa. Dia tidak membawa harapan apa-apa. Dia harus melakukan sesuatu meyakinkan Frank dan Jaxon."Aku harus melakukan sesuatu, tapi apa?" Beliana bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Dia harus melakukan sebuah rencana hingga sebuah rencana terlintas di benaknya. Dia pun menghubungi seseorang untuk melakukan sesuatu dan tersenyum menyeringai.Dia pun menuju ke sebuah Restaurant dan menemui seseorang."Nyonya." Dua orang pria berbadan kekar dan satu pria terdapat luka di keningnya."Ini," Beliana menaruh sebuah amplop di atas meja. "Itu hanyalah bayaran awal. Jika rencana ini berhasil aku akan memberikan bonus pada kalian.""Aku ingin kalian menculik Jaxon dan aku yang akan berpura-pura menolongnya.""Kapan kita akan menjalankan rencannya Nyonya?" Tanya salah satu dari mereka."Aku akan mengubungi mu, hari ini aku akan mengawasi Jaxon."Tanpa Beliana di sadari, Viona melihatnya.Beliana melaksanakan rencananya. Dia mengawasi Jaxon dan kebetulan Jaxon berada di pinggir jalan. Beliana melirik sebuah mobil hitam itu dan mengangguk.Mobil hitam itu pun menghentikan mobilnya di depan Jaxon, seorang pria keluar dan menutup mulut Jaxon.Beliana tersenyum, dia pun mengikuti mobil iti ke salah satu gedung. Tanpa mereka sadari Viona membuntutinya mobil yang menculik Jaxon.Viona menghubungi Frank, dia sangat khawatir pada Jaxon. "Cepat Anya," ucap Viona.Niat hati tadi dia menjemput Jaxon dan mengajak Anya."Lapor polisi, lapor polisi," ucap Anya. Dia terus mengikuti mobil itu dan tanpa sadar memasuki sebuah hutan.Mobil yang di tumpangi oleh Jaxon berhenti di sebuah gedung tua. Anya pun menghentikan mobilnya di dekat pohon besar."Aku keluar dan mengulur waktu, kau harus mencari bantuan," ucap Viona.Beliana tersenyum, dia pun mengikuti mobil iti ke salah satu gedung. Tanpa mereka sadari Viona membuntutinya mobil yang menculik Jaxon. Viona menghubungi Frank, dia sangat khawatir pada Jaxon. "Cepat Anya," ucap Viona.Niat hati tadi dia menjemput Jaxon dan mengajak Anya."Lapor polisi, lapor polisi," ucap Anya. Dia terus mengikuti mobil itu dan tanpa sadar memasuki sebuah hutan. Mobil yang di tumpangi oleh Jaxon berhenti di sebuah rumah tua. Anya pun menghentikan mobilnya di dekat pohon besar. Tidak bisa menghubungi Frank, dia pun menghubungi Arel."Aku keluar dan mengulur waktu, kau harus mencari bantuan," ucap Viona. Dia melihat sebuah rumah tua. Viona berlari dan masuk. "Kemana dia membawa Jaxon?" Viona melihat sekeliling rumah tua yang terbengkalai tersebut. Kedua matanya melihat sekeliling rumah itu dan menaiki anak tangga, dia yakin Jaxon berada di lantai atas."Kenapa ada Viona?" Beliana keluar dari mobilnya. Dia melihat Viona berlari. "Baiklah, karena kau masuk sendiri ke
Arel meninju habis-habisan dua preman itu hingga wajahnya mereka babak belur. Pria itu seperti kesetanan melihat Viona terluka dan di perlakukan kasar. Ia tidak terima melihatnya.Setelah melihat dua preman itu terkapar. Dia menghampiri Viona dan memeluknya dengan erat.Viona menangis dalam pelukannya. Arel membantu Viona berdiri dia merangkul Viona dan tanpa di sadari satu preman itu menusuk Arel dengan pisau. Anya berteriak nama Arel sedangkan Viona mematung. Dia memeluk tubuh Arel. "Arel, Arel ...."Perlahan tubuh Arel merosot. Viona menahan tubuhnya. Darah segar mengalir dari perutnya. "Arel sadarlah, kau harus membuka kedua mata mu."Sedangkan Frank dan beberapa pengawalnya hendak meringkus dua preman itu namun seseorang menembak mereka."Beliana apa yang kau lakukan?!" Sentak Frank. Dia belum mengintrogasi mereka dan mencari tau siapa dalangnya yang menyentuh putranya."Frank mereka berbahaya," ucap Beliana. Dia yang tidak pernah membunuh orang kini harus membunuh orang. Sejuju
Kakek Damian menghapus air matanya, ia tidak tega melihat Viona terus menerus mengeluarkan air matanya, wajah pucatnya membuat sesak di dadanya. Ia tidak menyangka jika cinta Viona sedalam itu pada Arel. Ada rasa bersalah di hatinya."Viona." Viona tak mampu menahan tangisnya, dia memeluk batu nisan Arel. Rasa sakitnya seperti ribuan tombak yang menusuk tubuhnya. Rasanya sangat sakit seperti di hempaskan begitu saja sampai ke dalam jurang seakan ia tak mampu lagi untuk keluar. "Vio sudah, ayo kita pulang." Ajak kakek Damian."Tidak Kek, aku ingin tetap di sini. Kakek saja yang pulang. Vio masih ingin di sini, di sini." Frank memegang sebelah bahu kakek Damian. Dia menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Biarkan saja Kek, Vio butuh waktu. Aku yang akan menemaninya di sini."Kakek Damian mengangguk. Dia cukup tenang jika ada Frank yang menjaga cucunya. "Terima kasih Nak, tolong jaga Viona."Anya masih setia berada di samping Viona. Dia cukup terpukul dengan kepergian Arel."Seharusnya
Jaxon ketakutan melihat wajah ibunya yang menyeramkam, seperti menargetkan sesuatu. "Tante mau apain Mommy?" tanya Jaxon. Dia takut terjadi sesuatu lada ibu tirinya. Beliana berjongkok, dia memeluk Jaxon. "Mommy bisa melakukan apa pun jadi turuti perintah Mommy, kau bisa kehilangan ibu kesayangan mu itu."Jaxon ketakutan, ia tidak ingin terjadi sesuatu pada ibunya. "Jangan lakukan apa pun pada ibu ku."Beliana mengangguk dan tersenyum. "Baiklah sayang tidak akan terjadi sesuatu pada ibu mu." Jaxon mengepalkan kedua tangannya. Dia berjanji akan melindungi ibunya. "Apa mau Tante?" tanya Jaxon. "Jangan panggil aku Tante, panggil aku Mommy, Mommy Beliana."Jaxon merasa tertekan, ibunya seperti ingin memangsanya. Dia mengangguk dengan hati ragu. ...Beliana menyiapkan makan malam, dia tersenyum melihat hidangan tertata rapi di meja makan. Dengan tangannya sendiri ia memasak dan di bantu oleh beberapa pelayan. Malam ini terasa begitu indah baginya, kebetulan Viona tidak pulang, ia berha
Kakek Damian mengusap surai hitam milik Viona. "Jangan menangis sayang."Viona mengangkat wajahnya. "Aku sudah melakukan semuanya, aku, aku, aku melakukan kesalahan Kek. Aku melakukan kesalahan, aku melakukan kesalahan. Seharusnya tidak seperti ini." Dadanya sangat sesak, bernapas pun terasa panas bagaikan menyimpan bara api. "Jangan menyalahkan dirimu sayang, kau tidak bersalah. Ini semua jalan hidup mu.""Seharusnya aku yang mati Kek, seharusnya aku bukan Arel." Viona membenturkan keningnya ke pangkuan kakek Damian. "Viona jangan berbicara seperti itu, ini salah Kakek.""Bawa aku pulang Kek." Viona menatap nanar ke arah kakek Damian. "Bawa aku pulang, aku ingin pulang."Kakek Damian tertegun, dia tidak bisa membiarkan Viona pulang, rumah tangganya akan hancur. "Sayang kau harus tetap di sini.""Tidak, aku tidak mau Kek. Aku tidak mau di sini, aku ingin pulang, bawa aku pulang Kek."Kakek Damian merangkup wajah Viona. "Apa kau ingin membiarkan rumah tangga mu hancur? Viona, rumah t
Sementara di dalam mobil.Jaxon menoleh pada Frank. Ia tau pikiran ayahnya tidak baik. "Daddy, jangan berpisah dengan Mommy."Jaxon meras firasatnya tidak enak. Dia ingin memiliki keluarga yang lengkap. "Jangan marah pada Mommy.""Jaxon bagaimana kalau Viona membenci mu?" tanya Frank. Dia sangat takut Viona membenci putranya dan membuat Jaxon bersedih.Jaxon tersenyum, ia tidak akan merubah hati dan pandangannya untuk mempercayai Viona. "Orang dekat kita belum tentu bisa mencelakai kita sekalipun memiliki hubungan darah. Mommy kecewa pada kita, tapi belum tentu mencelakai kita. Aku mempercayai Mommy Viona Dad. Bukankah tugas kita membuat Mommy tidak bersedih dan mencintai kita karena kitalah penyebab dia kehilangan pria yang dia cintai."Frank membuka pintu mobilnya, kini putranya telah sampai di sekolah. Dia memandang putranya sampai masuk ke dalam lingkungan sekolahnya. Mengingat perkataan putranya ia membenarkannya. Seharusnya ia memang membuat Viona merasa nyaman berada di samping
Frank membaringkan tubuhnya di samping Viona. Kedua tangannya di jadikan bantal kepalanya. Dia menoleh pada Viona yang sedang membelakanginya. Penasaran wanita di sampingnya sudah tidur atau tidak, ia mengintip wajah Viona. "Kau sudah tidur?" tanya Frank. Di kasur yang sempit membuatnya tak leluasa untuk bergerak. "Aku tau kau belum tidur," ucap Frank. "Maafkan aku Viona, gara-gara aku terlambat kejadian itu."Viona mengepalkan kedua tangannya hingga sarung bantal itu lusuh. Air matanya mengalir kembali. "Aku tau kata maaf tidak bisa membuatnya berubah, tetapi aku sungguh meminta maaf pada mu." "Jaxon begitu menyukai mu. Aku tidak ingin membuatnya kecewa. Kau boleh membenci ku, tapi tidak untuk putra ku. Dari dulu daddy menyuruh ku kencan buta, tapi Jaxon tidak menerima beberapa wanita yang aku perkenalkan padanya.""Viona, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan mu. Sesuatu yang penting, bisakah kita memulainya. Maksudnya kita berteman dulu hingga kau memahami ku dan aku mema
Frank menghentikan mobilnya tepat di depan sekolah Jaxon. Pria itu sedang memperhatikan Viona dari dalam mobil. Dia melihat Viona begitu perhatian pada Jaxon. "Apa yang kau bicarakan dengan Jaxon?" tanya Frank. Dia melihat Jaxon tertawa lebar dan Viona mencubit ujung hidungnya.Viona memasang sabuk pengamannya itu. "Jaxon meminta kita liburan."Jaxon yang tak pernah meminta sesuatu padanya justru ia sendiri yang harus menawarkannya. "Apa semenjak awal kau menyukai Jaxon?"Viona menoleh pada Frank, kemudian menunduk dan memainkan jari-jarinya. "Frank bagi ku seperti tiba-tiba, aku hanya bisa menghargai Jaxon. Mungkin aku tidak bisa seperto ibu kandungnya yang menyayanginya.""Viona, taukah dirimu. Aku melihat mu lebih menyayangi Jaxon dari pada Beliana."Viona memandang ke arah luar. Dia menyudahi percakapannya dengan Frank. Sedangkan Frank fokus menyetir dan menghentikan mobilnya di gerbang kampus. Frank menatap Viona yang tanpa mengatakan apa pun. Dia kembali menjalankan mobilnya ke
Hari silih berganti, bulan pun berganti, kini tak terasa sudah setahun berlalu, Viona dengan telaten menemani Jaxon ke sekolah, layaknya seperti ibu. Kini ia sepenuhnya memaafkan Frank dan menerima kehadirannya kembali di kehidupan. Sedangkan Belian telah di penjara di ruangan khusus yang Frank buat sendiri karena telah terbukti kecelakaan yang menimpa Arel itu ulah dari Beliana.Lika liku kehidupan dan tancapan tajam yang telah mereka lalui kini telah sirna dengan ucapan janji setia kedua. Pernikahan keduanya hanya di hadiri oleh beberapa saudara. Padahal Frank meminta pernikahan mereka di meriahkan, namun Viona begitu enggan untuk di meriahkan. Ia tidak mempermasalahkannya jika harus sederhana. Frank menarik pinggang Viona dan kemudian mencium bibirnya. "Aku akan memintanya lagi."Jaxon, kakek Damian dan tuan Ardey tersenyum bahagia. Mereka kini bisa melihat bersatunya Frank dan Viona dengan landasan cinta. Mereka berharap Viona dan Frank bahagia hingga akhir hayatnya. Sedangkan A
"Aku tidak bisa melindungi mu, maafkan aku. Kau tak perlu memaafkan aku, tapi aku mohon akuilah Jaxon sekalipun dia bukan anak kandung mu. Aku hanya meminta mu memperhatikan Jaxon."Air mata Viona menetes keluar. Sesaknya seakan menghentikan detakan jantungnya. Frank menggenggam tersenyum, ia pun memalingkan wajahnya ke arah kanan. Ia memejamkan kedua matanya hingga air matanya mengalir lewat sudut kedua matanya itu.Viona menggigit bibir bawahnya. Tangannya gemetar ingin menyentuh pipi Frank. Ternyata selama ini ia salah paham pada Frank dan ternyata Frank kembali ke masa lalu.Viona beranjak ia meninggalkan Frank dan duduk di kursi tunggu, ia butuh ketenangan di hatinya. Ia pun menutupi wajahnya."Viona. " Kenan memegang bahu Viona. "Kau kenapa? bagaimana dengan Frank?""Dia tidak apa-apa, bagaimana keadaan Axel?""Dia baik-baik saja dan keadananya baik. Dua hari lagi Axel akan operasi, sahabat ku sudah menemukan pendonor.""Viona terima kasih karena sudah menyayangi Axel. Kau ibu t
Tiga hari kemudian.Jaxon begitu senang bertemu dengan ibunya diam-diam walaupun ia harus mendapatkan sindiran pedas dari Axek, ketidaksukaannya padanya. Tiap ke sekolah dan pulang sekolah, Viona, Axel dan Kenan mengajaknya jalan-jalan. Ayahnya pun beberapa sudah membaik. Namun masih terkadang menangis dalam diam.Frank menyandarkan kepalanya ke dinding, hatinya merasakan kesakitan mendengarkan obrolan Viona dan putranya. Ia bersyukur Viona kembali, ia berharap apa yang ia lihat adalah Viona.Begitu obrolan Jaxon berakhir, Frank bergegas pergi ke kamarnya. Ia menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang menunggu Jaxon berpamitan padanya."Daddy." Jaxon berlari ke arah Frank. "Jaxon berangkat dulu Dad, biarkan sopir nanti yang menjemput Jaxon. Daddy istirahat saja."Frank mengangguk dan mencium kening Jaxon. "Ya, Daddy menyayangi mu."Sesampainya di sekolahnya, ia bertemu dengan Viona, Aleta, Axel dan Kenan. Viona memang sengaja menunggu kedatangannya sebelum masuk ke sekolahnya."Sayan
Pada malam harinya, Viona telah sampai di mansion Frank. Dia bergegas masuk dan berlari. Ia tidak sabar melihat Jaxon."Viona.""Kakek." Viona memeluk kakek Damian dengan erat. "Dimana Jaxon?" tanya Viona."Dia ada di kamar Frank." Viona bergegas ke kamar Frank. Dia membuka pintu kamarnya dan melebarkan kedua matanya. Ia melihat Frank di tahan oleh kedua penjaga. Sedangkan Jaxon menangis. "Daddy.""Aku harus menolong Viona!" teriak Frank. Dia menendang salah satu penjaga yang menahan di lengan kanannya. "Daddy." Tanpa sadar Jaxon terjatuh ke lantai akibat Frank yang menepis tangannya. Frank memukul penjaga yang menahan lengan kirinya dan berlari, namun langkahnya berhenti ketika melihat Viona di ambang pintu."Viona." Suaranya merendah. Tidak ingin membuang kesempatan. Ia berlari meneluk Viona dengan erat. "Viona kau selamat, maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku. Sungguh aku tidak melakukannya, aku fi jebak oleh Beliana. Aku tidak melakukannya. Aku mohon percaya pada ku." Seoran
Satu Bulan Kemudian.Kakek Damian menatap mansion mewah didepannya. Sebenarnya ia begitu enggan untuk menginjakkan lagi kadua kakinya ke mansion mantan menantunya. Seandainya bukan karena Viona yang kemarin menyuruhnya melihat keadaan Jaxon karena anak itu tidak bisa di hubungi sama sekali, bahkan Viona menanyakannya pada Aleta dan Aleta mengatakan Jaxon menjauhinya serta kadang tidak masuk sekolah, hasilnya pun tidak mendapatkan jawaban apa pun."Tuan." Sapa seorang pelayan. Dia tersenyum ramah pada mertua majikannya. "Apa Jaxon di dalam?" tanya kakek Damian.Ketua pelayan itu melirik pelayan di sampingnya. "Ada tuan, silahkan tuan masuk."Kakek Damian pun masuk, ia duduk di ruang tamu sambil menunggu kedatangan Jaxon. Sedangkan di tempat lain.Jaxon menggenggam tangan seorang pria. Pria itu seperti orang linglung, dia hanya diam dan di suapi makannya dan kadang tidak memakannya. Kadang dia menangis dan tidak ada yang bisa menghentikannya."Daddy sampai kapan seperti ini?" tanya Ja
"Frank aku sudah memaafkan mu, tapi tolong jangan mengganggu hidup ku lagi." Viona mengatupkan kedua tangannya seraya memohon kepada pria di depannya."Viona." Sapa seorang pria dari arah pintu. Dia terkejut melihat semua adegan di depannya itu. Ia pun melangkah menghampiri Viona, niat hati ingin melihat keadaan Viona. Ia takut terjadi sesuatu pada Viona yang melihat wajahnya terlihat layu.Viona melihat ke arah lainnya. Kenan menatap pria di depannya yang terlihat persis seperti Jaxon. "Siapa dia Viona?""Dia mantan suami ku," jawab Viona dengan jelas.Kenan tidak tau apa yang harus ia lakukan. Ia bingung harus menempatkan posisinya di masa lalu Viona. "Maaf aku datang di waktu yang salah." Ia memutuskan untuk pergi dan memberikan ruang pada mereka."Tunggu Kenan." Viona menahan langkah kaki Kenan. "Aku harus memperkenalkan mu.""Frank berdirilah, rasanya tidak sopan jika aku memperkenalkan mu seperti ini. Kenan kau duduklah temani Frank."Kenan menoleh, ia tidak yakin dengan perkata
Keesokan harinya.Viona membawa Axel, Aleta dan Jaxon ke tempat bermain anak-anak. Ketiga bocah itu senang sekali bermain bola kecil dan beberapa mainan lainnya. Sedangkan Daniel dan Kenan pun ikut megawasi serta kedua pria itu terkadang ikut bermain dengan anak-anak. Viona duduk di sebuang kursi berwarna cokelat, ia menatap Jaxon dan jantungnya terasa panas. Ada sakit namun tak terlihat. Axel mengikuti pandangan Viona. Ia semakin tak suka dengan Jaxon, timbul rasa benci di hatinya. Dengan hati kesal ia mendekat ke Jaxon. Ia tidak ingin perhatian Viona tertuju pada Jaxon. "Jaxon bagaimana kalau kita bermain mobil?" tanya Axel. Ia ingin sekali membuat Jaxon kalah padanya."Aku tidak mau bermain," ucap Jaxon. Awalnya ia memang tidak ingin bermain namun karena di paksa oleh Axel ia pun ikut bermain. Tidak ingin beradu mulut, ia pun pergi menghampiri Viona."Mommy." Sapa Jaxon. Dia duduk di samping Viona. "Sudah capek sayang." Viona membawa sebuah kain untuk mengelap keringat Jaxon d
Kenan menatap jauh Viona dan Jaxon, ia merasa aneh dengan kedua orang itu. Seolah mereka saling mengenal. Ia merasa keduanya tidak asing lagi, bahkan saat melihat wajah Viona tadi yang terkejut ia merasa Viona sangat mengenal Jaxon."Siapa Jaxon?" Ia bertanya-tanya, mungkin nanti ia akan bertanya pada Viona."Daddy." Axel menatap Viona dan Jaxon. Ia cemburu pada Jaxon yang dekat dengan Viona, ia takut Viona akan di rampas olehnya. "Sayang.""Daddy aku tidak suka dengan Jaxon. Dia mengambil Mommy," tuturnya dengan pipi mengembang.Kenan membawa Axel ke dalam pelukannya dan menggendongnya. "Kenapa? Jaxon datang kesini bersama dengan Aleta, dia membawa kado untuk mu.""Aku tidak peduli, Mommy terlalu dekat dengannya. Sebaiknya Daddy usir saja dia.""Aleta akan sedih jika Axel seperti ini. Apa Axel mau Aleta sedih?"Axel menggelengkan kepalanya. Namun ia sangat khawatir ibunya akan pergi."Sudah sayang, jangan khawatir. Daddy akan berbicara dengan Mommy dan Mommy tidak akan meninggalkan
"Viona kau tidak perlu terburu-buru, aku akan menunggu jawaban mu." Kenan bangkit dari kursinya menuju ke arah Axel. "Tunggu, bagaimana dengan ulang tahun Axel?" tanya Viona."Aku sudah mempersiapkannya, tiga hari lagi. O iya akan ada teman ku yang datang dari luar kota. Mungkin Axel juga merindukan temannya." Senyum merakah menghiasi wajah Kenan, pria itu terlihat tampan dan manis.Kenan kembali melangkah pergi meninggalkan Viona.Keesokan harinya.Jaxon mendekati anak perempuan yang duduk sendiri dan memakan bakalnya. Ia tersenyum melihat anak perempuan manis itu seandainya bukan karena informasi, ia tidak mungkin mau untuk mendekatinya."Kau sendiria?" tanya Jaxon. Setelah kepergian Viona. Ia tidak pernah membawa bekal lagi."Iya, kau mau?" tawarnya. Dia memperlihat sandwich satunya yang berada di kotak bekalnya. Jaxon menggelengkan kepalanya. "Tidak, oh iya kamu tidak menghubungi teman mu lagi, yang kemarin?" tanya Jaxon. Ia ingin tau bagaimana keadaan ibunya.Anak bernama Aleta