Saat salah satu pintu lift terbuka, Namira kebagian masuk ke sana dan turun di lantai yang dituju.
Katanya dia harus menghadap bu Angela di bagian HRD.
Jadi Namira mengetuk pintu yang setengah bagiannya adalah kaca buram dengan tulisan HRD.
“Selamat pagi!” Sapa suara dari belakang membuat Namira menoleh dan menatap wanita cantik itu dengan kening mengkerut.
“Karyawan baru ya?” tanya wanita itu ramah.
“Iya Bu, saya Namira.” Namira mengulurkan tangan.
“Saya Angela,” balas wanita itu menjabat tangan Namira.
Ternyata si pemilik ruangan juga baru saja datang.
“Ayo masuk, sambil nunggu yang lain.” Angela masuk lebih dulu dan duduk di meja kerjanya.
Angela banyak bertanya dan juga menjelaskan sistem dan mekanisme bekerja di perusahaan ini.
Tidak lama dua karyawan baru pun datang dan mendapat arahan dari Bu Angela.
Dua karyawan baru itu juga ternyata satu tim dengan Namira di bagian desain interior.
“Kalian kenalan dulu,” kata Angela, mengarahkan telunjuk pada Namira dan karyawan baru lainnya.
Namira dan dua karyawan baru saling berkenalan, diketahui nama mereka adalah Mala dan Dimas.
Angela menggiring tiga karyawan baru itu ke sebuah ruangan yang berada di lantai lain.
Angela mengenalkan mereka kepada seluruh tim termasuk yang paling bertanggung jawab dalam tim tersebut yaitu Rivan-pria yang tadi berlarian di loby dan meminta karyawan lain menahan lift.
“Saya serahkan Namira, Dimas dan Mala sama Pak Rivan ya.”
Bu Angela undur diri setelah berkata demikian dan mendapat ucapan Terimakasih dari Rivan.
“Silahkan tempati meja yang kosong …,” kata Rivan mempersilahkan.
“Kamu, siapa namanya?” tunjuk Rivan pada Namira.
“Saya, Pak? Namira, Pak.”
“Duduk di sini aja! Kamu yang ipk-nyacumlaudeitu, kan? Rivan menunjuk meja kosong di dekat mejanya.
“Biar saya gampang nyuruh-nyuruh kamu,” sambung Rivan lagi sebelum sempat Namira bersuara.
Dina dan Shinta yang merupakan karyawan lama di sana seketika saling menatap penuh arti.
Tentu saja Namira mengikuti perintah tersebut, langsung duduk di meja kosong yang ditunjuk atasannya tanpa membantah.
Beberapa menit kemudian setiap divisi melakukan briefing dipimpin oleh pimpinan masing-masing.
Namira mendengarkan dengan seksama sehingga dia mudah dalam melakukan pekerjaan awalnya.
***
Hari kedua dijalani Namira penuh semangat, dia menyukai pekerjaan ini dan tekun dalam menjalaninya.
“Mir, aku duluan ya.” Mala pamit setelah tadi Dimas sudah pulang lebih awal karena akan langsung ke tempat proyek meninjau lokasi bersama Rivan.
“Hati-hati Mal,” kata Namira dan baru menyadari kalau dia sendirian di ruangan itu.
Dina dan Shinta yang merupakan senior Namira sudah pulang tanpa berbasa-basi, mereka tidak terlalu ramah tapi Namira juga tidak ingin peduli apalagi mengambil hati sikap mereka.
Namira melanjutkan pekerjaannya sampai hari berganti malam dan akhirnya pekerjaan pun selesai.
Dia mengecek ponsel dan mendapat balasan pesan dari ayah yang mengatakan kalau beliau sudah makan malam dan minum obat, beliau juga bertanya kapan Namira pulang.
Namira membalas pesan tersebut sebelum merapihkan meja dan mematikan komputer lalu keluar dari kubikelnya.
Saat hendak menekan knop pintu, dia merasakan benda tersebut bergerak dan pintu terbuka didorong dari luar.
Sosok pimpinan tertinggi dalam timnya merangsak masuk membuat Namira harus mundur beberapa langkah.
“Kamu belum pulang?” Rivan bertanya dengan mata memindai Namira dari atas hingga bawah.
“Baru mau pulang, Pak … saya duluan, Pak.” Namira menjawab, perasaannya mulai tidak enak.
Namira menarik langkah hendak melewati Rivan namun Rivan berhasil menangkap pergelangan tangannya.
Gadis cantik dengan rambut panjang itu sontak menoleh menatap Rivan penuh tanya.
“Kamu temenin saya dulu di sini ….” Rivan menghadapkan tubuhnya pada Namira, mata pria itu tampak mengerikan seperti srigala yang sedang kelaparan.
Namira yang ketakutakan kemudian mundur saat Rivan terus melangkah hendak menempelkan dada mereka.
Jantung Namira berdetak kencang, matanya terus menatap was-was pada Rivan.
“Pak!” tegur Namira pelan tapi tegas dan menahan dada Rivan menggunakan satu tangan yang tidak dicekal Rivan sembari memberikan tatapan peringatan.
“Kalau kamu ikutin semua keinginan saya, nanti saya kasih kemudahan bekerja di sini juga jabatan bagus … gimana?” Rivan bertanya sambil membungkukan sedikit tubuhnya membuat wajahnya dengan wajah Namira sejajar dengan jarak sangat dekat.
“Enggak Pak, maaf … saya mau pulang aja.” Namira menggunakan seluruh tenaganya untuk melepaskan diri sampai tubuh Rivan terdorong ke belakang dan bokongnya membentur sudut meja yang tentu saja membuatnya kesakitan.
Namira lari sekencang-kencangnya menuju pintu darurat tidak peduli di sana gelap yang penting terus melangkah menjauh meski tidak tahu apakah Rivan mengejarnya atau tidak.
Dia baru bisa bernapas lega saat sudah berada di loby.
“Kenapa lewat tangga darurat, Neng?” Seorang sekuriti bertanya karena Namira tampak ketakutan.
“Eng-enggak apa-apa, permisi Pak … saya duluan.” Namira tidak lupa untuk pamit.
Dia masih berlari melewati pelataran parkir hingga tiba di halte dekat sana.
Namira yang kelelahan duduk sebentar sambil menunggu bis yang menuju ke arah rumahnya.
Setengah jam lamanya Namira menunggu sampai bis itu datang dan dia menempuh perjalanan satu jam tiga puluh menit untuk tiba di rumah karena jalanan masih macet sisa dari jam pulang kerja.
Setelah turun dari bis dia harus berjalan sekitar dua kilo meter untuk tiba di rumah.
Pelipisnya dibanjiri keringat setelah dia tiba di rumah.
“Ayah …,” panggil Namira lembut saat membuka pintu rumah yang tidak terkunci.
Sang ayah ketiduran di depan televisi.
“Ayah laper enggak? Mira buatin makan malam ya.” Mira pergi setelah mengecup kening sang ayah yang tadi sempat membuka matanya.
Namira bergegas membuat telur mata sapi untuk dirinya dan ayah.
Ayah menggerakan kursi rodanya ke meja makan.
“Kenapa hari ini pulang malam?” Ayah Altezza bertanya saat Namira menyiukan nasi ke piring untuk ayah.
Ucapannya tidak jelas tapi Namira mengerti.
“Mira banyak kerjaan, Ayah … tapi besok kayanya Mira bisa pulang cepet soalnya kerjaan Mira udah selesai tadi.”
Namira memberikan piring berisi nasi dan telur mata sapi yang diberikan sedikit kecap kepada ayah.
Mereka berdua makan dengan lahap, Namira tidak membicarakan kejadian tadi kepada sang ayah.
Ayah sempat terbatuk dan membuat seluruh nasi dimulutkan beterbangan.
Sang putri segera mengambil air minum untuk ayah dan tidak marah saat banyak nasi berserakan di lantai juga meja meja makan yang mana dia harus bersihkan sebelum mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.
“Pelan-pelan minumnya ya, Ayah.” Namira membantu ayah minum dari gelas.
“Maaf … jadi berantakan,” kata ayah dengan ekspresi wajah menyesal.
“Enggak apa-apa.” Namira tersenyum sembari mengusap-ngusap pundak ayah.
Setelah dia menyelesaikan pekerjaan rumah dan membersihkan lantai juga meja makan dari remah nasi—Namira bisa mandi dan membaringkan tubuhnya di ranjang.
Mata Namira menatap langit-langit kamar, dia baru menyadari kalau besok akan bertemu Rivan di kantor.
Bagaimana dia harus menghadapi pria mesum itu?
Namira terusmenundukan kepala karena tatapan Rivan begitu tajam terhunus padanya saatsedang bicara memimpin briefing.Namira menjadi yang pertama keluar dari lingkaransaat Rivan mengakhiri briefing.“Namira! Buatkan saya kopi,” kata Rivan memerintahmembuat Namira tidak jadi menghempaskan bokongnya di kursi.“Baik, Pak.”Namira tahu kalau dia sedang mendapat pelampiasankekesalan Rivan karena tidak berhasil melecehkannya kemarin malam.“Silahkan kopinya, Pak …,” kata Namira serayamenyimpan cangkir kopi di meja Rivan.“Fotocopy berkas ini masing-masing lima lembar.”Rivan memberikan perintah selanjutnya.“Baik, Pak …,” kata Namira tanpa membantah yangpenting dia selamat dari tindak pelecehan yang dilakukan Rivan.Namira rela meski harus melakukan tugas OB.Keempat orang lainnya dalam tim Desain Interiordiam-diam menatap Rivan dengan ekspresi heran karena tidak biasanya Rivanmemerintah hal remeh kepada anggota di Divisi sebab setiap Divisi memiliki OByang bisa dimintai tolong un
“Ayah, Mira sudahpikirkan baik-baik tentang permintaan Ayah ….” Namira menghentikan kalimatnyauntuk membuang napas berat.“Mira belum tentu dapet kerjaan baru dengan waktusingkat, pekerjaan ini adalah mukjizat dari Tuhan, Yah … jadi akan Mirapertahankan, tapi Ayah jangan khawatir … hanya bagian HRD yang tahu kalau Miraanaknya Altezza Rizky Putra dan mereka juga enggak mengenal Ayah … dan Yah,sepertinya pak Rey juga enggak tahu tentang cerita kelam ibunya karena Miradiwawancara langsung sama pak Rey, dia baca CV Mira dan enggak mempertanyakantentang kehidupan Mira ….”Mira menggenggam tangan Ayah yang berhentimenyuapkan sendok ke mulut karena mendengar penjelasannya.“Percaya sama Mira, Yah … Mira akan baik-baik ajabekerja di sana atau minimal Mira bekerja sampai mendapat pengalaman yang cukupuntuk bekerja di perusahaan yang lain.”Namira mengeratkan genggaman tangannya.“Kita butuh uang untuk hidup, Yah … untuk berobatAyah juga.” Namira memohon pengertian Ayah lagi.Tapi s
Reyshaka besertaketiga sahabat brengseknya dan Namira berkumpul di ruang televisi.Ketiga pria yang telah melecehkan Namira itumenundukan pandangan, mereka malu karena baru menyadari telah berbuat bejatkepada karyawan di perusahaan sang sahabat yang telah menjadikan mereka orangpenting di perusahaan tersebut.“Ini pertanggungjawabannya gimana? Lo-lo pada udahngerusak dia!” Untuk pertama kalinya Reyshaka membentak ketiga sahabatnyakarena murka.“Gue enggak sadar … gue mabok.” Rivan membela diri.Reyshaka jengah sekali, dia menoleh pada Namirayang malah menundukan kepala seperti ketakutan dengan tubuh yang belum berhentibergetar.“Pokoknya gue mau kalian tanggung jawab! Kalaunama baik perusahaan gue jadi tercemar gara-gara Namira ngelaporin kalian!Kalian semua harus ganti rugi!” Reyshaka mengancam.Dia bangkit dari kursi kemudian menarik langkahhendak pergi keluar dari unit apartemen Surya membiarkan mereka menyelesaikanmasalah ini.Namun setelah melewati pintu, benak Reysha
Benak Reyshaka sibukberpikir selama perjalanan pulang ke rumah, bila ayahnya tahu masalah ini pastidia akan mendapat teguran keras selain harus melihat kekecewaan ayah dan sudahpasti ketiga sahabatnya akan dipecat.Tanpa terasa dia sampai di rumah, mobil Amaratelah terparkir di halaman depan.Amara adalah adik pertamanya yang tinggal diBandung dan membantu mengelola perkebunan teh dan beberapa pom bensin milikkakek dari pihak bunda.Dia bergegas keluar dari mobil, menderapkanlangkah masuk ke dalam rumah.“Amara!” Reyshaka berseru hingga suaranya menggemadi seantero rumah.“Mas Khaliiiiisss.” Amara berlari dari halamanbelakang memburu sang kakak.Khalis adalah nama panggilan kesayangan seluruhkeluarganya.Mereka bilang kalau nama Khalis diberikan olehwanita yang paling disayang di keluarga mereka.Reyshaka sendiri tidak tahu siapa wanita itu danbagaimana rupanya karena beliau meninggal sebelum dirinya lahir.Reyshaka memeluk Amara lantas membawanya ke kiridan ke kanan.“Ma
Pesta pernikahanMistia-anak dari Om Egi dan tante Diana berhasil mengumpulkan anggota keluargaByantara yang terpencar di seluruh penjuru Negri maupun yang berdomisili diluar Negri kecuali Eyang Prita yang sudah sepuh dan gampang lelah kalaubepergian jauh.Reyshaka bertemu banyak sepupu, mereka berkumpuldi area meja keluarga.Dia memandang wajah semua sepupunya yangkebanyakan adalah perempuan lalu seolah diingatkan kembali oleh Namira dannasib tragis yang dialaminya.“Mas! Ngelamun aja … bukannya cari jodoh … sepupudari suaminya Mistia cantik-cantik lho!” tegur Dandi-sepupu jauh Reyshakasebelum akhirnya pria itu menghempaskan bokong di kursi kosong di sampingnya.Hembusan napas panjang Reyshaka keluarkan denganraut wajah yang seperti sedang menanggung beban berat.Dandi hanya memandangi wajah sang sepupu yangmenurutnya sudah tua tapi belum juga menikah padahal memiliki paras tampan dansudah mapan dari segi finansial.Reyshaka menoleh pada Dandi, melihat tatapan Dandiyang y
Satu hari penuh selama dikantor, ketiga sahabatnya seolah menghindar dari Reyshaka padahal semestinyamereka meminta maaf dan memberitahu langkah apa yang akan mereka lakukan untukmenyelesaikan masalah ini karena mereka belum tahu kalau Namira tidak akanmelaporkan kejadian mengerikan itu ke pihak Kepolisian.Dan hingga waktunya jam pulang kerja, Reyshakatidak juga melihat batang hidung ketiga sahabatnya.Sesampainya di rumah, Reyshaka bertemu bunda dankedua adiknya, dia ingat kembali kepada Namira.Apakah Namira tadi masuk kerja?Reyshaka lupa melirik ke ruangan divisi desaininterior saat bolak-balik ke lift seharian ini.Keesokan harinya Doni mendatangi ruangan kerjaReyshaka, dia menunduk seolah segan menatap wajah sahabat tapi bosnya itu.“Gue mau diskusi tentang klien kita yang mau buatcluster perumahan baru,” kata Doni dengan suara pelan.“Oke.” Reyshaka menegakan punggungnya dengan keduatangan dia simpan di atas meja, menunggu Doni menjelaskan sebuah konsep.“Sebelumnya g
Reyshaka seperti orang gila mengemudikan kendaraannya menuju rumah sakit, dia sempat membebat pergelangan tangan Namira menggunakan jaket yang selalu ada di bagasi mobiln tapi darah masih terus mengalir merembes dari kain pembebat lengan Namira. Dia mengulurkan tangan ke samping untuk mengusap kepala Namira, mencari tahu apakah Namira masih sadarkan diri. “Mir,” panggil Reyshaka sembari menoleh sekilas. Reyshaka sempat melihat dada Namira bergerak seperti bernapas tapi lemah. “Mir, bertahan ya … sebentar lagi kita sampai,” kata Reyshaka dan tentu saja tidak ada jawaban. Jantung Reyshaka berdetak kencang sekali, dia tidak akan memaafkan dirinya kalau sampai nyawa Namira lewat malam ini. Ini semua gara-gara dia yang tidak becus sebagai pemimpin perusahaan. Reyshaka terus saja menyalahkan dirinya sendiri. Beberapa saat kemudian mereka sampai di depan IGD rumah sakit. Reyshaka turun dari mobil dan berteriak meminta pertolongan sekuriti. Sekuriti datang membawa brankar ketika meli
“Jadi hari Senin setelah kamu dilecehkan itu, si Rivan masih berani ngancem kamu buat resign?” Nada suara Reyshaka meninggi, dia murka.Benar-benar tidak ada niat baik apalagi bertanggung jawab dari ketiga sahabat sekaligus bawahannya itu.Reyshaka mengusap wajahnya kasar, tangannya sampai bergetar karena menahan amarah yang akhirnya dia kepal di atas paha.Rasanya ingin sekali dia membunuh Rivan sekarang juga.Seorang pimpinan perusahaan harus bisa menjaga citra perusahaan sedangkan Rivan beserta Doni juga Surya telah menghancurkan nama baik perusahaan.Beruntung Namira tidak memiliki kekuatan secara finansial, bagaimana bila terjadi pada karyawan lain yang memiliki kemampuan untuk menuntut mereka? Sudah bisa dipastikan perusahaan ayah Archio akan hancur.Ayah Archio sampai jatuh bangun untuk membangun perusahaan di Jakarta karena di sini mereka memiliki banyak saingan.“Pak Rey jangan bilang sama pak Rivan ya, saya enggak mau dia datangin saya … saya enggak mau digilir sama sekuri
Ayah Archio sudah sampai di Jakarta, beliau bermaksud menjemput Zaviya yang kabur ke rumah Reyshaka.Selama kabur itu, bunda Venus meng-handle semua urusan yang menyangkut restoran kelolaan Zaviya.Ayah jadi tidak memiliki banyak waktu dengan sang istri tercinta karena kesibukannya itu.Sampai di rumah saat hari sudah malam, bunda Venus pasti minta dipijat sampai ketiduran padahal ayah Archio ingin bermanja-manja.Jadi Zaviya harus pulang agar bisa menyelesaikan urusan restoran sebelum akhirnya nanti akan diserahkan kepada seseorang yang mereka rekrut untuk dikelola karena ayah Archio sudah memutuskan untuk menjodohkan Zaviya dengan anak dari sahabatnya semasa sekolah dulu.Ayah Archio datang ke Jakarta tanpa bunda Venus, beliau dijemput supir setibanya di Bandara Soekarno-Hatta.“Langsung ke rumah ya, Pak?” Sang driver memastikan karena siapa tahu beliau ingin ke kantor dulu.“Antar saya ke Sofia at The Gunawarman ya, Pak!” “Baik, Pak!” Ayah Archio memiliki janji temu dengan sahaba
Semenjak Namira dinyatakan mengandung, Janu sudah tidak mau lagi menyusu secara langsung dari dada Namira.Dengan berat hati Namira mengganti kebutuhan gizi yang terdapat pada ASI untuk Janu dengan susu formula.Sebagai ibu, hati Namira sedih karena harus mengorbankan ASI eksclusive Janu yang semestinya sampai dua tahun.Untuk urusan anak, Namira akan selalu melow.Siang ini tiba- tiba Reyshaka pulang ke rumah untuk makan siang tanpa sepengetahuan Namira karena kebetulan dari pagi, pria otu berada di proyek yang jaraknya tidak jauh dari rumah.“Istri saya mana, Bi?” Reyshaka bertanya pada bi Sum.“Di kamar den Janu, Pak.” Reyshaka langsung menuju ke sana.Sekarang Janu memiliki kamar sendiri, kamar yang sudah dipersiapkan Namira sebelum dia lahir.Reyshaka mendorong pintu bercat putih itu dan mendapati Janu yang sedang menyusu dari dot tengah dipangku Namira di sofa santai.Janu tidak tidur justru malah bundanya yang tertidur dengan kepala ditopang tangan yang menumpu pada sandaran t
Namira menegakan punggung, menekan flush lalu keluar dari bilik toilet yang belum sempat dia tutup pintunya.Saat tubuhnya berbalik dan hendak melangkah menuju wastafel untuk berkumur, dia melihat Salsabila dan sepupu perempuan Reyshaka bernama Chika.Namira tahu kalau Chika tidak menyukainya dan gadis itu berhubungan baik dengan Salsabila, dia jadi merasa terkepung.Setelah netra mereka bertiga sempat bertemu melalui pantulan cermin wastafel, Namira memutusnya kemudian melangkah pelan menuju wastafel tanpa menyapa.Untuk apa? Namira sadar diri dan tahu percis kalau Salsabila membencinya.Posisi mereka saat ini adalah Namira berada di tengah sedangkan Salsabila dan Chika berada di kanan dan kirinya.Namira lalu berkumur sementara Salsabila dan Chika sedang mencuci tangan.Mereka menggunakan masing-masing wastafel.Namira merasakan Salsabila dan Chika melirik sinis ke arahnya tapi dia berusaha menghiraukan.Sayangnya mual itu terasa lagi, Namira mencoba memuntahkannya namun sudah tida
Akhirnya pesta pernikahan Amara dan Javas akan dilangsungkan.Setelah sempat mereka bertengkar hebat dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan namun semua itu hanyalah cobaan sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih serius karena nyatanya cinta Amara dan Javas terlalu dalam sampai tidak mampu saling melepaskan.Pernikahan tersebut digelar di Kota Bandung, Amara cinta sekali dengan kota kelahiran bundanya itu sampai mendalami budayanya dan pandai menggunakan bahasa daerah yang disebut bahasa Sunda.Akad nikah dilakukan di tengah hutan pinus yang disulap menjadi sebuah venue dengan dekorasi bunga hidup.Namira yang saat itu menginap di rumah aki dan nini sibuk menyiapkan keperluan suami dan anaknya semenjak pagi sekali.Sampai dia sendiri belum selesai berdandan saat orang-orang sudah siap untuk berangkat ke venue.“Loh … Nami mana?” Bunda yang sudah sangat cantik seperti mempelai pengantin wanita pun bertanya.“Masih dandan, Bunda dan yang lain duluan aja … nanti kami menyusul.” “
Semenjak menjadi nyonya Byantara, Namira yang dulu hanyalah karyawan biasa di Mars Byantara Group sekarang sangat dihormati.Pak Arief saja sampai menganggukan sedikit kepalanya saat menyapa Namira yang baru turun dari mobil sambil menggendong Janu sementara Reyshaka tengah sibuk menurunkan koper dan tas keperluan Janu bersama driver.“Apa kabar Bu Mira.” “Baik, Pak Arief apa kabar?” Namira balas menyapa.“Baik … baik, Bu.” Namira beralih pada Rudi yang ikut juga ke Bali hari ini.Lalu Dimas yang raut wajahnya tampak sendu tidak bergairah semenjak Mala dipindah ke Surabaya.“Kenapa mukanya Pak Dimas,” tegur Namira bercanda.Dimas mengembuskan napas panjang dengan ekspresi nelangsa tapi meraih tangan Janu yang kemudian dia gerak-gerakan.“Percuma punya sohib istri CEO tapi waktu Mala dimutasi enggak bisa bantuin.” Dimas sedang bersarkasme.Namira tertawa renyah mendengarnya. “Yang CEO ‘kan pak Rey bukan aku ….” Dimas mendelik pura-pura sebal, mengulurkan kedua tangan untuk menggendo
Merasa kalau dirinya telah lama tinggal di Bandung meski lahir di Jakarta, Amara memutuskan untuk menganggap dirinya adalah orang Bandung terlebih pertemuannya dengan Javas untuk pertama kali terjadi di kota Kembang jadi acara pertunangannya dengan Javas pun—Amara menginginkan diadakan di Bandung.Tepatnya acara tersebut akan berlangsung di sebuah Cafe yang berada di Punclut yang memadukan tema alam, estetika dan kuliner.Hanya keluarga dekat yang diundang agar acara berjalan dengan khidmat dan intim.Jangan tanya kenapa acaranya tidak diadakan di rumah aki nini yang luas apalagi setelah direnovasi dengan sentuhan gaya arsitektur ayah Archio.Jawabannya adalah karena Amara berani menolak dan mengungkapkan keinginannya.Dia juga melarang aki dan nini membuat pesta besar dengan mengundang wayang golek.Amara memutar otak agar alasan-alasannya dimengerti oleh aki dan nini, kebetulan mereka sudah sepuh jadi tidak memiliki tenaga untuk berdebat juga mewujudkan pesta besar ala kearifan loka
Proyek di Lombok hampir rampung, Reyshaka diundang langsung pemiliknya untuk mengecek ke sana.Selama ini hanya pak Arief dan pak Rudi yang bolak-balik mengawasi untuk kemudian dilaporkan hasilnya kepada Reyshaka.Dan kali ini Reyshaka tidak bisa menolak undangan sang klien.Jadi dia harus pergi bersama tim termasuk Raina, itu kenapa wajah Namira tampak sendu saat menyiapkan keperluan Reyshaka dan memasukannya ke dalam koper.Meski tahu kalau istrinya cemburu kepada Raina namun Reyshaka tidak pernah ingin membahas hal tersebut karena baginya itu tidak penting, dia tidak memiliki rasa apapun terhadap Raina selain profesionalitas antara bos dengan sekertaris. Namira merasakan kedua tangan kekar melingkari pinggangnya disusul kecupan di tengkuk.“Mas … nanti aku enggak selesai-selesai beresin baju Masnya,” tegur Namira dengan suara lembut.Reyshaka tidak menyahut malah semakin dalam mengecup leher Namira.Kedua tangannya berpindah ke dada untuk meremat bagian yang semakin besar itu seme
“Minggir … mohon maaf, ini bukan boneka jangan main asal cubit aja,” tegur Reyshaka menggeser posisi kedua adiknya yang sedang mengelilingi box bayi Janu Ardiaz Byantara.Akhirnya mereka sepakat kalau nama pilihan Namira yang digunakan untuk sang putra pertama mengingat Namira lah yang selama sembilan bulan mengandung dan susah payah mempertaruhkan nyawa untuk melahirkannya ke dunia.“Iiiih … Mas mah, pelit.” Zaviya menjulurkan lidahnya meledek.“Sini … sini, mau Bunda jemur Janu dulu.” Bunda datang menahan tangan Reyshaka yang hendak menggendong Janu.“Minggiiiiir ….” Bunda mendorong box bayi akrilik Janu melewati ayahnya yang tidak bisa memprotes karena Surga ada di bawah telapak kaki beliau.Tidak tampak raut lelah atau mengantuk di wajah mereka setelah semalaman tidak tidur atau hanya tidur sebentar di sofa ruang tunggu, kedua orang tua Reyshaka beserta dua adik perempuannya antusias sekali menyambut kehadiran anggota baru keluarga Byantara.Ayah Archio mengikuti bunda dari belaka
Tidur Reyshaka terusik mendengar suara pintu kamar mandi tertutup.Dia mengerjapkan mata dan mendapati sang istri yang baru saja duduk di tepi ranjang seperti kelelahan setelah berjalan dari kamar mandi tadi.“Sayang …,” panggil Reyshaka parau.“Mas … aku mules tapi enggak keluar apa-apa.” Namira mengeluh.Reyshaka menyalakan lampu utama kemudian bergerak turun dari atas ranjang, memutari setengah bagiannya untuk sampai di depan Namira.Reyshaka berlutut, kedua tangannya mengusap-ngusap perut Namira kemudian mendekatkan wajahnya dengan bagian buncit itu lantas memberikan kecupan.Rambut suaminya yang berantakan justru membuat wajah pria itu terlihat tampan berbahaya.Namira menyisir rambut Reyshaka yang masih menempelkan bibir di perutnya.“Kayanya aku udah mau melahirkan, Mas ….” Namira asal bicara tapi feelingnya mengatakan demikian.Reyshaka mendongak. “Mau ke rumah sakit sekarang?” Namira mengangguk sambil meringis. “Mules lagi, Mas.” Tangannya mengusap-ngusap perut.“Jangan ke k