“Ayah, Mira sudah pikirkan baik-baik tentang permintaan Ayah ….” Namira menghentikan kalimatnya untuk membuang napas berat. “Mira belum tentu dapet kerjaan baru dengan waktu singkat, pekerjaan ini adalah mukjizat dari Tuhan, Yah … jadi akan Mira pertahankan, tapi Ayah jangan khawatir … hanya bagian HRD yang tahu kalau Mira anaknya Altezza Rizky Putra dan mereka juga enggak mengenal Ayah … dan Yah, sepertinya pak Rey juga enggak tahu tentang cerita kelam ibunya karena Mira diwawancara langsung sama pak Rey, dia baca CV Mira dan enggak mempertanyakan tentang kehidupan Mira ….” Mira menggenggam tangan Ayah yang berhenti menyuapkan sendok ke mulut karena mendengar penjelasannya. “Percaya sama Mira, Yah … Mira akan baik-baik aja bekerja di sana atau minimal Mira bekerja sampai mendapat pengalaman yang cukup untuk bekerja di perusahaan yang lain.” Namira mengeratkan genggaman tangannya. “Kita butuh uang untuk hidup, Yah … untuk berobat Ayah juga.” Namira memohon pengertian Ayah lagi. Tapi sampai mereka selesai sarapan pagi, Ayah sepertinya tidak setuju dengan Namira. Namira pergi ke kantor tanpa senyum dari Ayah membuatnya mengawali hari dengan gundah. Sesampainya di kantor, suasana begitu hectic. Namira tahu kalau ada klien besar yang akan datang guna menyaksikan presentasi dari salah satu tim di perusahaan mereka untuk mendapatkan sebuah tender yang bernilai tinggi dan jangka panjang. Tapi kebetulan Namira belum menjadi tim dalam proyek tersebut jadi dia bisa santai mengerjakan pekerjaannya. Rivan juga tidak sempat menagih hasil kerjaan Namira kemarin karena sekarang pria itu sudah berada di ruang meeting, sibuk mengecek kembali desain untuk dipresentasikan. Seharian ini Namira bisa terhindar dari perintah hukuman yang selalu diberikan Rivan untuk membuat hidupnya seperti di Neraka sehingga dia bisa tenang mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Namun ketenangan itu tidak berlangsung lama, sore hari saat Namira dan karyawan yang lain hendak pulang—Rivan kembali menghukumnya. “Mir, buat hasil koreksian meeting tadi … kamu lembur hari ini dan kerjakan sekarang … sebelum tengah malam harus sudah selesai ya!” titah Rivan tanpa perasaan. Pria itu lantas pergi begitu saja bersama kedua pria lain yang merupakan petinggi di kantor ini. “Gila lo!” Namira masih bisa mendengar Surya dan Doni mengumpati Rivan. Mereka saja menganggap tugas itu sangat keterlaluan. “Sabar ya, Mir.” Mala mengusap pundak Namira. Dimas menatap iba pada teman satu timnya itu tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Sesungguhnya mereka juga bingung kenapa bosnya senang sekali membuat Namira menderita. Shinta dan Dina melengos melewati mereka begitu saja tanpa basa-basi. “Enggak apa-apa, kalian pulang aja!” Namira memberikan senyumnya agar dua teman baru yang baik hati itu tidak khawatir. Dengan berat hati Malamdan Dimas meninggalkan Namira sendirian di sana. Mau tidak mau Namira mengerjakan perintah Rivan, tidak bisa cheating seperti kemarin karena Rivan sudah menyuruhnya lembur. *** Hari ini Reyshaka Khalis Byantara akan presentasi dihadapan seorang klien besar untuk memenangkan sebuah tender. “Pagi, Pak.” Raina-sekertaris menyapa dari depan pintu lift. “Pagi.” Reyshaka menyahut singkat. “Ruang rapat sudah siap, Pak … kita tinggal menunggu klien.” Reyshaka menganggukan kepala sebagai tanggapan, dia masuk ke dalam lift bersama Raina kemudian keluar di lantai di mana ruang rapat berada. Seorang pria menyambutnya. “Pagi, Pak Rey …,” sapa Doni-salah satu sahabat sekaligus tangan kanannya di perusahaan. “Pagi Pak Doni, semua sudah siap?” Reyshaka memastikan sembari melangkah beriringan menuju ruang rapat. “Sudah siap, Pak.” Doni menyahut. Mereka sampai di ruang rapat. Dua sahabat Reyshaka yang juga bekerja untuknya yaitu Rivan dan Surya sedang fokus mengecek kembali bahan presentasi yang mereka buat bersama beberapa minggu terakhir. “Pak Rey.” Rivan dan Surya bangkit dari kursi sebagai bentuk rasa hormat meski mereka berdua juga adalah sahabat Reyshaka semenjak menempuh perguruan tinggi. Jadi mereka sepakat akan memperlakukan Reyshaka layaknya bos di depan para karyawan di lingkungan kantor untuk memberikan contoh baik kepada seluruh karyawan dan saat ini bukan hanya ada mereka saja di ruangan meeting tapi ada tim support juga yang sedang mengecek segala peralatan presentasi. Mereka beruntung memiliki sahabat yang ayahnya adalah pemilik perusahaan konsultan Arsitektur dan Kontraktor sehingga lulus kuliah bisa langsung mendapat pekerjaan dengan posisi bagus dan gaji besar. “Pak Rivan… Pak Surya.” Reyshaka balas menyapa. Selanjutnya mereka melakukan diskusi kembali sampai rombongan klien datang dan mereka berempat beserta Raina sang sekertaris menunggu di depan lift. Rombongan klien yang terdiri dari pimpinan perusahaan beserta jajarannya itu disambut langsung oleh Reyshaka. Perusahaan menyiapkan coffe Break sebelum presentasi dimulai. Reyshaka dan sang klien terlibat perbincangan ringan di mana sebenarnya Reyshaka sedang mencari tahu bagaimana Karakter dan hobby sang klien. Waktu yang ditentukan untuk presentasi pun tiba, mereka duduk di kursi yang telah disediakan. Semestinya Doni yang presentasi hari ini tapi dia tidak memiliki percaya diri tinggi dan selalu gugup bila menghadapi banyak orang. Berhubung tender ini bernilai sangat besar jadi Reyshaka yang mengambil alih. Reyshaka memiliki kharisma seorang Byantara, mendiang sang kakek yang dulunya seorang pengusaha pun selalu bisa memukau banyak orang ketika bicara, kemudian turun kepada sang ayah yang mampu membuat perusahaannya berkembang hingga ke Jakarta lalu menurun lagi kepada Reyshaka. Ditunjang dengan paras tampan dan tubuh atletis juga kecerdasan dan kemampuan yang dimiliki membuat Reyshaka pun mendapat tepuk tangan yang meriah diakhir presentasinya. Semua menerima informasi yang disampaikan Reyshaka dengan jelas tanpa ada satu pun pertanyaan dari klien saat itu. Meeting jeda sebentar, memberi waktu kepada klien untuk berdiskusi sambil menunggu makan siang. “Hebat, Bro! Gue yakin kita yang menang tender, kata Doni terdengar bangga. Mereka berempat sedang berada di ruangan Reyshaka. Rivan dan Surya menganggukan kepalanya setuju. Waktu makan siang pun tiba, pihak Reyshaka telah menyediakan prasmanan di ruangan sebelah ruang rapat dan kini mereka menempati ruangan tersebut. “Gedung ini siapa Arsiteknya? Apakah ayah Anda?” Sang klien bertanya. “Saya yang menggambar seluruh desain eksterior dan interiornya sewaktu saya masih kuliah dan ayah yang membangunnya untuk menjadi gedung perusahaan kami karena sebelumnya gedung kantor kami masih menyewa.” Reyshaka menjawab apa adanya, si klien mengangguk-anggukan kepala mengerti. “Pak Rio punya motor Harley Davidson Road Glide ya?” Reyshaka bertanya terdengar iseng tapi memiliki maksud terselubung. “Iya … kok tahu?” Beliau balas bertanya dengan senyum lebar karena senang ada yang mengetahui hobbynya. Reyshaka balas tersenyum menanggapi, saat coffe Break tadi kliennya itu tidak sengaja menyinggung tentang motor besar jadi dia mencari tahu ke akun sosial media beliau dan mengetahui kalau kliennya memiliki hobby touring menggunakan motor besar. “Pak Rio punya warna apa? Saya punya warna biru.” Reyshaka bertanya lagi untuk memberitahu kalau mereka memiliki hobby yang sama. “Saya punya warna hitam, kamu suka motor besar juga?” Pak Rio sekarang lebih santai. “Iya, Pak ….” Padahal yang ada di rumah adalah motor besar milik ayahnya yang sudah jarang digunakan. Reyshaka hanya ingin mendapat poin lebih dari penilaian sang klien karena bisa jadi dari segi presentasi—perusahaan lain juga sama hebatnya. “Pak … sebaiknya rapat kita lanjutkan sekarang karena Bapak masih harus memimpin rapat nanti sore.” Sekertaris Pak Rio datang menghampiri mereka. Dan karenanya, rapat tersebut dilanjutkan dengan keputusan kalau perusahaan Reyshaka lah yang memenangkan tender. Kebetula Mars Byantara Group merupakan perusahaan terakhir yang rombongan klien itu datangi. Reyshaka langsung memberitahu ayah dan seluruh keluarga tentang kabar baik ini, mereka berhak tahu pencapaiannya. “Selamat Pak Rey.” Rivan yang duluan memberikan selamat dengan berjabat tangan dan memberikan pelukan mascullin diikuti kedua sahabatnya yang lain. “Selamat ya, Pak!” kata Raina dengan suara lembut. “Thanks ya, Na.” Untuk Raina—Reyshaka menyahut membuat para sahabatnya merotasi bola mata jengah. Dan malam harinya, keempat sekawan itu merayakan kemenangan mereka di apartemen Surya dengan menonton bola ditemani beberapa minuman beralkohol. “Minum Rey!” Doni menuang segelas minuman pekat dengan alkohol tinggi itu ke gelas Reyshaka. “Enggak ah, gue nyetir sendiri nanti pulang.” Reyshaka sempat menolak. “Elaaaah, nginep aja di sini … besok hari Sabtu juga.” Berkat bujukan para sahabatnya serta hati yang tengah berbahagia karena memenangkan lagi sebuah tender—Reyshaka akhirnya mengalah dengan menenggak habis satu gelas minuman beralkohol tersebut. “Eh … lo tahu anak baru yang namanya Namira?” celetuk Doni bertanya sembari menuang minuman ke gelasnya. “Yang tadi disuruh lembur sama si Rivan?” Surya menyahut dengan pertanyaan. “Anak baru mana?” Reyshaka mengkerutkan keningnya selain karena bingung juga pening mulai mendera. “Yang baru masuk kerja minggu kemarin, ‘kan elo langsung yang interview dia.” Rivan yang menjawab. “Lupa gue.” Karena memang ada banyak yang dia interview dan hanya tiga orang yang diterima sebagai pegawai baru untuk menangani desain interior. “Yang cantik, bohay … tapi sok jual mahal, masa enggak mau gue ajak nananina.” Rivan bersungut-sungut. “Pantesan lo nyuruh dia lembur.” Surya mengakhirinya dengan tawa yang diikuti Doni dan seulas senyum bersama gelengan kepala samar dari Reyshaka. “Telepon dia donk, suruh ke sini! Kita kerjain.” Doni memberi ide. “Iya … iya buruan!” Surya mengompori membuat Rivan mengeluarkan ponselnya. Reyshaka bangkit dari sofa di living room. “Jangan macem-macem, kasian anak orang!” Reyshaka memberi peringatan lantas pergi menuju salah satu kamar, berjalan sempoyongan. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang kemudian tidak sadarkan diri. Hari ini sungguh sangat melelahkan pikiran juga tubuhnya dan sepertinya minuman beralkohol ini bisa membantunya untuk istirahat. Reyshaka tidak tahu lagi apa yang dilakukan ketiga sahabatnya malam itu, dia bangun keesokan harinya dengan kepala luar biasa pening. Sembari memegang kepalanya Reyshaka duduk di tengah-tengah ranjang. Di luar sudah terang benderang, sinar Matahari menembus masuk ke dalam kamar itu membuat seluruh ruangan bermandikan cahaya. Tatapan Reyshaka turun melihat tubuhnya yang masih menggunakan pakaian yang kemarin dia kenakan, dia lantas turun dari atas tempat tidur bermaksud pergi ke pantry untuk membuat susu hangat. Reyshaka sering ke apartemen Surya bahkan menginap beberapa kali di sini kalau mereka sedang mendapat suatu project atau mendapat kesempatan presentasi dari klien besar seperti kemarin jadi apartemen Surya sudah seperti apartemennya sendiri. Dia refleks menoleh ke belakang saat mendengar suara isakan tangis seorang perempuan tapi kemudian susu di dalam panci kecil yang sedang dia hangatkan mengeluarkan bunyi mendidih. Reyshaka berpikir kalau dia mungkin salah dengar. Setelah menghabiskan susu untuk menetralkan alkohol di dalam tubuhnya—Reyshaka hendak pergi ke kamar mandi guna membasuh wajah karena dia akan pulang namun langkahnya terpaksa berhenti saat melewati salah satu pintu kamar di mana dia mendengar suara isak tangis cukup jelas dari sana. Kening Reyshaka mengkerut dalam dengan rasa penasaran tinggi dia mendorong pintu yang sudah dalam keadaan sedikit terbuka. Matanya langsung terbelalak saat mendapati seorang perempuan setengah bugil dengan mulut di ikat dan kedua tangan juga kaki diikat menggunakan dasi. Perempuan itu duduk menekukan kaki di sudut kamar sementara Rivan dan Surya terkapar di atas ranjang dan Doni di sofa dalam keadaan tanpa menggunakan celana. Sekilas saja Reyshaka tahu apa yang para sahabatnya itu telah lakukan. Reyshaka langsung menderapkan langkah sembari menarik selimut untuk menutupi tubuh perempuan itu. Yang bersangkutan sempat terkejut dan ketakutan, mungkin menganggap Reyshaka sama dengan ketiga pria brengsek yang telah membuatnya menjadi seperti ini tapi yang Reyshaka lakukan malah membukakan kain di mulut dan di kedua kaki tangannya. Reyshaka menarik selimut yang sudah dibalut ke tubuh perempuan itu hingga menutupi dadanya yang terbuka. “Kamu siapa?” Reyshaka bertanya dengan sorot mata tajam dan alis mengeriting. Demi Tuhan, dia mengutuk perbuatan ketiga sahabatnya karena Reyshaka memiliki dua adik perempuan yang sangat dia sayangi dan akan membunuh siapapun yang membuat adiknya seperti ini. “Sa-saya … Namira, Pak … sa-saya kerja di kantor Ba-Pak.” Namira terbata dengan tubuh bergetar. Reyshaka menatap Namira lekat, mengingat kejadian sebelum masuk ke dalam kamar. Dia pikir ketiga sahabatnya hanya melontarkan lelucon saat mengatakan ingin mengerjai Namira, tidak dia sangka mereka menjadikan nyata ucapan tersebut. Rambut Namira berantakan, riasan di wajahnya meleber karena tangis dan keringat. Bibir dan wajah Namira juga pucat, gadis yang Reyshaka yakini sudah tidak gadis itu—karena kebejatan para sahabatnya—tampak mengenaskan. Rahang Reyshaka mengetat, tangannya terkepal kemudian berteriak membangunkan ketiga sahabatnya.
Reyshaka besertaketiga sahabat brengseknya dan Namira berkumpul di ruang televisi.Ketiga pria yang telah melecehkan Namira itumenundukan pandangan, mereka malu karena baru menyadari telah berbuat bejatkepada karyawan di perusahaan sang sahabat yang telah menjadikan mereka orangpenting di perusahaan tersebut.“Ini pertanggungjawabannya gimana? Lo-lo pada udahngerusak dia!” Untuk pertama kalinya Reyshaka membentak ketiga sahabatnyakarena murka.“Gue enggak sadar … gue mabok.” Rivan membela diri.Reyshaka jengah sekali, dia menoleh pada Namirayang malah menundukan kepala seperti ketakutan dengan tubuh yang belum berhentibergetar.“Pokoknya gue mau kalian tanggung jawab! Kalaunama baik perusahaan gue jadi tercemar gara-gara Namira ngelaporin kalian!Kalian semua harus ganti rugi!” Reyshaka mengancam.Dia bangkit dari kursi kemudian menarik langkahhendak pergi keluar dari unit apartemen Surya membiarkan mereka menyelesaikanmasalah ini.Namun setelah melewati pintu, benak Reysha
Benak Reyshaka sibukberpikir selama perjalanan pulang ke rumah, bila ayahnya tahu masalah ini pastidia akan mendapat teguran keras selain harus melihat kekecewaan ayah dan sudahpasti ketiga sahabatnya akan dipecat.Tanpa terasa dia sampai di rumah, mobil Amaratelah terparkir di halaman depan.Amara adalah adik pertamanya yang tinggal diBandung dan membantu mengelola perkebunan teh dan beberapa pom bensin milikkakek dari pihak bunda.Dia bergegas keluar dari mobil, menderapkanlangkah masuk ke dalam rumah.“Amara!” Reyshaka berseru hingga suaranya menggemadi seantero rumah.“Mas Khaliiiiisss.” Amara berlari dari halamanbelakang memburu sang kakak.Khalis adalah nama panggilan kesayangan seluruhkeluarganya.Mereka bilang kalau nama Khalis diberikan olehwanita yang paling disayang di keluarga mereka.Reyshaka sendiri tidak tahu siapa wanita itu danbagaimana rupanya karena beliau meninggal sebelum dirinya lahir.Reyshaka memeluk Amara lantas membawanya ke kiridan ke kanan.“Ma
Pesta pernikahanMistia-anak dari Om Egi dan tante Diana berhasil mengumpulkan anggota keluargaByantara yang terpencar di seluruh penjuru Negri maupun yang berdomisili diluar Negri kecuali Eyang Prita yang sudah sepuh dan gampang lelah kalaubepergian jauh.Reyshaka bertemu banyak sepupu, mereka berkumpuldi area meja keluarga.Dia memandang wajah semua sepupunya yangkebanyakan adalah perempuan lalu seolah diingatkan kembali oleh Namira dannasib tragis yang dialaminya.“Mas! Ngelamun aja … bukannya cari jodoh … sepupudari suaminya Mistia cantik-cantik lho!” tegur Dandi-sepupu jauh Reyshakasebelum akhirnya pria itu menghempaskan bokong di kursi kosong di sampingnya.Hembusan napas panjang Reyshaka keluarkan denganraut wajah yang seperti sedang menanggung beban berat.Dandi hanya memandangi wajah sang sepupu yangmenurutnya sudah tua tapi belum juga menikah padahal memiliki paras tampan dansudah mapan dari segi finansial.Reyshaka menoleh pada Dandi, melihat tatapan Dandiyang y
Satu hari penuh selama dikantor, ketiga sahabatnya seolah menghindar dari Reyshaka padahal semestinyamereka meminta maaf dan memberitahu langkah apa yang akan mereka lakukan untukmenyelesaikan masalah ini karena mereka belum tahu kalau Namira tidak akanmelaporkan kejadian mengerikan itu ke pihak Kepolisian.Dan hingga waktunya jam pulang kerja, Reyshakatidak juga melihat batang hidung ketiga sahabatnya.Sesampainya di rumah, Reyshaka bertemu bunda dankedua adiknya, dia ingat kembali kepada Namira.Apakah Namira tadi masuk kerja?Reyshaka lupa melirik ke ruangan divisi desaininterior saat bolak-balik ke lift seharian ini.Keesokan harinya Doni mendatangi ruangan kerjaReyshaka, dia menunduk seolah segan menatap wajah sahabat tapi bosnya itu.“Gue mau diskusi tentang klien kita yang mau buatcluster perumahan baru,” kata Doni dengan suara pelan.“Oke.” Reyshaka menegakan punggungnya dengan keduatangan dia simpan di atas meja, menunggu Doni menjelaskan sebuah konsep.“Sebelumnya g
Reyshaka seperti orang gila mengemudikan kendaraannya menuju rumah sakit, dia sempat membebat pergelangan tangan Namira menggunakan jaket yang selalu ada di bagasi mobiln tapi darah masih terus mengalir merembes dari kain pembebat lengan Namira. Dia mengulurkan tangan ke samping untuk mengusap kepala Namira, mencari tahu apakah Namira masih sadarkan diri. “Mir,” panggil Reyshaka sembari menoleh sekilas. Reyshaka sempat melihat dada Namira bergerak seperti bernapas tapi lemah. “Mir, bertahan ya … sebentar lagi kita sampai,” kata Reyshaka dan tentu saja tidak ada jawaban. Jantung Reyshaka berdetak kencang sekali, dia tidak akan memaafkan dirinya kalau sampai nyawa Namira lewat malam ini. Ini semua gara-gara dia yang tidak becus sebagai pemimpin perusahaan. Reyshaka terus saja menyalahkan dirinya sendiri. Beberapa saat kemudian mereka sampai di depan IGD rumah sakit. Reyshaka turun dari mobil dan berteriak meminta pertolongan sekuriti. Sekuriti datang membawa brankar ketika meli
“Jadi hari Senin setelah kamu dilecehkan itu, si Rivan masih berani ngancem kamu buat resign?” Nada suara Reyshaka meninggi, dia murka.Benar-benar tidak ada niat baik apalagi bertanggung jawab dari ketiga sahabat sekaligus bawahannya itu.Reyshaka mengusap wajahnya kasar, tangannya sampai bergetar karena menahan amarah yang akhirnya dia kepal di atas paha.Rasanya ingin sekali dia membunuh Rivan sekarang juga.Seorang pimpinan perusahaan harus bisa menjaga citra perusahaan sedangkan Rivan beserta Doni juga Surya telah menghancurkan nama baik perusahaan.Beruntung Namira tidak memiliki kekuatan secara finansial, bagaimana bila terjadi pada karyawan lain yang memiliki kemampuan untuk menuntut mereka? Sudah bisa dipastikan perusahaan ayah Archio akan hancur.Ayah Archio sampai jatuh bangun untuk membangun perusahaan di Jakarta karena di sini mereka memiliki banyak saingan.“Pak Rey jangan bilang sama pak Rivan ya, saya enggak mau dia datangin saya … saya enggak mau digilir sama sekuri
Mata Namira memindai sekitar, baru menyadari kalau Reyshaka menempatkannya di kamar rawat kelas VIP.Ruangan luas, ada sofa bed, sofa set, meja makan dan mini pantry.Bisa dibayangkan berapa biaya rumah sakit yang harus Reyshaka bayar nanti mengingat Namira melakukan dua kali operasi yaitu di pergelangan tangan dan di rahim.Padahal Reyshaka tidak perlu berkorban sebesar ini karena bukan dia pelakunya.Bila hanya karena untuk menyelamatkan nama baik perusahaan, pengorbanan Reyshaka terlalu berlebihan. Mungkinkah hati Reyshaka terlalu baik, sama seperti ayahnya yang bersedia menikahi sang bunda yang telah dirusak oleh ayah Altezza?Satu pertanyaan itu menggaung dibenak Namira.Kalau memang benar, Namira justru jadi tidak enak hati apalagi Reyshaka sampai harus menikahinya.“Mir.” Suara berat di sampingnya menyadarkan Namira yang langsung menoleh.“P-Pak Rey?” Namira bergumam, dia heran sejak kapan Reyshaka masuk.Tadi pria itu mengatakan akan membeli kopi di coffeshop yang berada di a
“Raina … apa jadwal saya setelah makan siang?” Reyshaka bertanya sembari membaca berkas tentang kecurangan Surya sebagai hasil dari investigasi Raina dan nanti akan Reyshaka laporkan kepada pimpinan pusat yang tidak lain adalah ayahnya sendiri juga kepada Audit Intern agar dia terbebas dari tuduhan persekongkolan dengan Surya mengingat dirinya yang memasukan Surya ke perusahaan ini.“Enggak ada Pak,” jawab Raina sembari menatap iPadnya.“Oke, saya bawa berkasnya … saya makan siang dulu … tolong siapkan mobil,” titah Reyshaka sembari merapihkan berkas tersebut yang kemudian dia masukan ke dalam map.“Baik, Pak!” Raina menyahut cepat lantas keluar dari ruangan.Dalam perjalanan menuju restoran yang letaknya dekat dengan rumah sakit tempat Namira dirawat, Reyshaka menghubungi Dandi untuk bertemu.Dan sekarang Reyshaka sudah duduk di salah satu meja menunggu Dandi.Sepupunya datang dengan raut masam menatap kesal dari jauh pada Reyshaka.“Kenapa muka lo?” tanya Reyshaka tanpa dosa.“Gue b
Ayah Archio sudah sampai di Jakarta, beliau bermaksud menjemput Zaviya yang kabur ke rumah Reyshaka.Selama kabur itu, bunda Venus meng-handle semua urusan yang menyangkut restoran kelolaan Zaviya.Ayah jadi tidak memiliki banyak waktu dengan sang istri tercinta karena kesibukannya itu.Sampai di rumah saat hari sudah malam, bunda Venus pasti minta dipijat sampai ketiduran padahal ayah Archio ingin bermanja-manja.Jadi Zaviya harus pulang agar bisa menyelesaikan urusan restoran sebelum akhirnya nanti akan diserahkan kepada seseorang yang mereka rekrut untuk dikelola karena ayah Archio sudah memutuskan untuk menjodohkan Zaviya dengan anak dari sahabatnya semasa sekolah dulu.Ayah Archio datang ke Jakarta tanpa bunda Venus, beliau dijemput supir setibanya di Bandara Soekarno-Hatta.“Langsung ke rumah ya, Pak?” Sang driver memastikan karena siapa tahu beliau ingin ke kantor dulu.“Antar saya ke Sofia at The Gunawarman ya, Pak!” “Baik, Pak!” Ayah Archio memiliki janji temu dengan sahaba
Semenjak Namira dinyatakan mengandung, Janu sudah tidak mau lagi menyusu secara langsung dari dada Namira.Dengan berat hati Namira mengganti kebutuhan gizi yang terdapat pada ASI untuk Janu dengan susu formula.Sebagai ibu, hati Namira sedih karena harus mengorbankan ASI eksclusive Janu yang semestinya sampai dua tahun.Untuk urusan anak, Namira akan selalu melow.Siang ini tiba- tiba Reyshaka pulang ke rumah untuk makan siang tanpa sepengetahuan Namira karena kebetulan dari pagi, pria otu berada di proyek yang jaraknya tidak jauh dari rumah.“Istri saya mana, Bi?” Reyshaka bertanya pada bi Sum.“Di kamar den Janu, Pak.” Reyshaka langsung menuju ke sana.Sekarang Janu memiliki kamar sendiri, kamar yang sudah dipersiapkan Namira sebelum dia lahir.Reyshaka mendorong pintu bercat putih itu dan mendapati Janu yang sedang menyusu dari dot tengah dipangku Namira di sofa santai.Janu tidak tidur justru malah bundanya yang tertidur dengan kepala ditopang tangan yang menumpu pada sandaran t
Namira menegakan punggung, menekan flush lalu keluar dari bilik toilet yang belum sempat dia tutup pintunya.Saat tubuhnya berbalik dan hendak melangkah menuju wastafel untuk berkumur, dia melihat Salsabila dan sepupu perempuan Reyshaka bernama Chika.Namira tahu kalau Chika tidak menyukainya dan gadis itu berhubungan baik dengan Salsabila, dia jadi merasa terkepung.Setelah netra mereka bertiga sempat bertemu melalui pantulan cermin wastafel, Namira memutusnya kemudian melangkah pelan menuju wastafel tanpa menyapa.Untuk apa? Namira sadar diri dan tahu percis kalau Salsabila membencinya.Posisi mereka saat ini adalah Namira berada di tengah sedangkan Salsabila dan Chika berada di kanan dan kirinya.Namira lalu berkumur sementara Salsabila dan Chika sedang mencuci tangan.Mereka menggunakan masing-masing wastafel.Namira merasakan Salsabila dan Chika melirik sinis ke arahnya tapi dia berusaha menghiraukan.Sayangnya mual itu terasa lagi, Namira mencoba memuntahkannya namun sudah tida
Akhirnya pesta pernikahan Amara dan Javas akan dilangsungkan.Setelah sempat mereka bertengkar hebat dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan namun semua itu hanyalah cobaan sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih serius karena nyatanya cinta Amara dan Javas terlalu dalam sampai tidak mampu saling melepaskan.Pernikahan tersebut digelar di Kota Bandung, Amara cinta sekali dengan kota kelahiran bundanya itu sampai mendalami budayanya dan pandai menggunakan bahasa daerah yang disebut bahasa Sunda.Akad nikah dilakukan di tengah hutan pinus yang disulap menjadi sebuah venue dengan dekorasi bunga hidup.Namira yang saat itu menginap di rumah aki dan nini sibuk menyiapkan keperluan suami dan anaknya semenjak pagi sekali.Sampai dia sendiri belum selesai berdandan saat orang-orang sudah siap untuk berangkat ke venue.“Loh … Nami mana?” Bunda yang sudah sangat cantik seperti mempelai pengantin wanita pun bertanya.“Masih dandan, Bunda dan yang lain duluan aja … nanti kami menyusul.” “
Semenjak menjadi nyonya Byantara, Namira yang dulu hanyalah karyawan biasa di Mars Byantara Group sekarang sangat dihormati.Pak Arief saja sampai menganggukan sedikit kepalanya saat menyapa Namira yang baru turun dari mobil sambil menggendong Janu sementara Reyshaka tengah sibuk menurunkan koper dan tas keperluan Janu bersama driver.“Apa kabar Bu Mira.” “Baik, Pak Arief apa kabar?” Namira balas menyapa.“Baik … baik, Bu.” Namira beralih pada Rudi yang ikut juga ke Bali hari ini.Lalu Dimas yang raut wajahnya tampak sendu tidak bergairah semenjak Mala dipindah ke Surabaya.“Kenapa mukanya Pak Dimas,” tegur Namira bercanda.Dimas mengembuskan napas panjang dengan ekspresi nelangsa tapi meraih tangan Janu yang kemudian dia gerak-gerakan.“Percuma punya sohib istri CEO tapi waktu Mala dimutasi enggak bisa bantuin.” Dimas sedang bersarkasme.Namira tertawa renyah mendengarnya. “Yang CEO ‘kan pak Rey bukan aku ….” Dimas mendelik pura-pura sebal, mengulurkan kedua tangan untuk menggendo
Merasa kalau dirinya telah lama tinggal di Bandung meski lahir di Jakarta, Amara memutuskan untuk menganggap dirinya adalah orang Bandung terlebih pertemuannya dengan Javas untuk pertama kali terjadi di kota Kembang jadi acara pertunangannya dengan Javas pun—Amara menginginkan diadakan di Bandung.Tepatnya acara tersebut akan berlangsung di sebuah Cafe yang berada di Punclut yang memadukan tema alam, estetika dan kuliner.Hanya keluarga dekat yang diundang agar acara berjalan dengan khidmat dan intim.Jangan tanya kenapa acaranya tidak diadakan di rumah aki nini yang luas apalagi setelah direnovasi dengan sentuhan gaya arsitektur ayah Archio.Jawabannya adalah karena Amara berani menolak dan mengungkapkan keinginannya.Dia juga melarang aki dan nini membuat pesta besar dengan mengundang wayang golek.Amara memutar otak agar alasan-alasannya dimengerti oleh aki dan nini, kebetulan mereka sudah sepuh jadi tidak memiliki tenaga untuk berdebat juga mewujudkan pesta besar ala kearifan loka
Proyek di Lombok hampir rampung, Reyshaka diundang langsung pemiliknya untuk mengecek ke sana.Selama ini hanya pak Arief dan pak Rudi yang bolak-balik mengawasi untuk kemudian dilaporkan hasilnya kepada Reyshaka.Dan kali ini Reyshaka tidak bisa menolak undangan sang klien.Jadi dia harus pergi bersama tim termasuk Raina, itu kenapa wajah Namira tampak sendu saat menyiapkan keperluan Reyshaka dan memasukannya ke dalam koper.Meski tahu kalau istrinya cemburu kepada Raina namun Reyshaka tidak pernah ingin membahas hal tersebut karena baginya itu tidak penting, dia tidak memiliki rasa apapun terhadap Raina selain profesionalitas antara bos dengan sekertaris. Namira merasakan kedua tangan kekar melingkari pinggangnya disusul kecupan di tengkuk.“Mas … nanti aku enggak selesai-selesai beresin baju Masnya,” tegur Namira dengan suara lembut.Reyshaka tidak menyahut malah semakin dalam mengecup leher Namira.Kedua tangannya berpindah ke dada untuk meremat bagian yang semakin besar itu seme
“Minggir … mohon maaf, ini bukan boneka jangan main asal cubit aja,” tegur Reyshaka menggeser posisi kedua adiknya yang sedang mengelilingi box bayi Janu Ardiaz Byantara.Akhirnya mereka sepakat kalau nama pilihan Namira yang digunakan untuk sang putra pertama mengingat Namira lah yang selama sembilan bulan mengandung dan susah payah mempertaruhkan nyawa untuk melahirkannya ke dunia.“Iiiih … Mas mah, pelit.” Zaviya menjulurkan lidahnya meledek.“Sini … sini, mau Bunda jemur Janu dulu.” Bunda datang menahan tangan Reyshaka yang hendak menggendong Janu.“Minggiiiiir ….” Bunda mendorong box bayi akrilik Janu melewati ayahnya yang tidak bisa memprotes karena Surga ada di bawah telapak kaki beliau.Tidak tampak raut lelah atau mengantuk di wajah mereka setelah semalaman tidak tidur atau hanya tidur sebentar di sofa ruang tunggu, kedua orang tua Reyshaka beserta dua adik perempuannya antusias sekali menyambut kehadiran anggota baru keluarga Byantara.Ayah Archio mengikuti bunda dari belaka
Tidur Reyshaka terusik mendengar suara pintu kamar mandi tertutup.Dia mengerjapkan mata dan mendapati sang istri yang baru saja duduk di tepi ranjang seperti kelelahan setelah berjalan dari kamar mandi tadi.“Sayang …,” panggil Reyshaka parau.“Mas … aku mules tapi enggak keluar apa-apa.” Namira mengeluh.Reyshaka menyalakan lampu utama kemudian bergerak turun dari atas ranjang, memutari setengah bagiannya untuk sampai di depan Namira.Reyshaka berlutut, kedua tangannya mengusap-ngusap perut Namira kemudian mendekatkan wajahnya dengan bagian buncit itu lantas memberikan kecupan.Rambut suaminya yang berantakan justru membuat wajah pria itu terlihat tampan berbahaya.Namira menyisir rambut Reyshaka yang masih menempelkan bibir di perutnya.“Kayanya aku udah mau melahirkan, Mas ….” Namira asal bicara tapi feelingnya mengatakan demikian.Reyshaka mendongak. “Mau ke rumah sakit sekarang?” Namira mengangguk sambil meringis. “Mules lagi, Mas.” Tangannya mengusap-ngusap perut.“Jangan ke k