Setelah menyelesaikan administrasi, Nara dan Bintang pulang ke rumah. Karena merasa muak di rumah sakit dan bilang sudah merasa lebih baik, Bintang setuju untuk membawa perempuan itu pulang."Kak Naya ke mana, Yah? Kenapa dia tidak pernah menjengukku?" tanya Nara begitu teringat sang Kakak tidak pernah menemuinya sejak dua hari yang lalu."Ayah juga tidak tahu," jawab Bintang jujur tanpa berani menatap wajah sang putri.Sejujurnya, perasaan bersalah menyusup di dasar hatinya begitu menyadari apa yang sudah ia lakukan pada putrinya. Tanpa memikirkan hal lain dan terbawa emosi, Bintang menampar Naya. Tanpa mau mendengarkan alasan putrinya, Bintang memukul perempuan itu. Sekarang, bagaimana Bintang harus memasang wajahnya di depan Naya? Dia benar-benar merasa bersalah dan malu."Apa Kak Naya tidak berani menemuiku karena merasa bersalah atas pernikahannya dengan Neo?" tanya Nara murung."Mungkin saja, selama ini dia juga menentang keras orang-orang memberitahumu tentang ini. Dia takut k
Pernikahan Naya dan Neo benar-benar diadakan hari ini. Kabar tersebut tentu saja menggemparkan banyak orang. Tak terkecuali para pecinta bulutangkis sekaligus penggemar berat Naya.Sudah bukan rahasia lagi kalau perempuan dengan nama 'L. Kanaya' di jersey kebanggaannya itu adalah atlet yang berbakat. Dia terkenal brilian dan punya masa depan cemerlang.Siapa sangka di usianya yang terbilang masih sangat muda itu, Naya memutuskan untuk menikah. Tentu saja itu baru kejutan awalnya, hal paling parahnya, perempuan itu mengundurkan diri dari pelatnas."Wartawan terus memaksa masuk dan meneleponku dari kemarin. Sejak berita tentang pernikahan kita tersebar, entah mereka mendapat nomor teleponku dari mana." Neo bercerita setengah mengeluh.Pengantin baru yang kini terjebak di dalam kamar hotel bernuansa romantis itu, duduk bersisian. Tidak tampak canggung atau berniat melakukan sesuatu. Mereka hanya duduk dan berbincang selayaknya sahabat."Maaf, seharusnya pernikahan ini memang tidak dipubl
Begitu masuk ke dalam rumah megah Neo, Arya dan Abia, mertuanya menyambut dengan senyum hangat. Tentu saja Naya segera membalas dengan senyuman yang sama lebarnya, meski pasti terlihat canggung dan kaku."Ayo Mama antar ke kamarmu!" ajak Abia tanpa basa-basi sambil menggiring Naya menuju kamar sang putra yang kini menjadi milik mereka berdua."Aku masuk dulu, Om," pamit Naya pada Arya---Ayah mertuanya yang diangguki pria galak itu singkat.Begitu Naya dan Abia perlahan menghilang ke lantai atas, Arya dan Neo saling berpandangan sejenak. Arya yang melihat ekspresi pasrah dan putus asa putranya, kontan mendengkus sebal."Jangan pasang wajah sejelek itu! Ini semua keputusanmu, Daddy tidak pernah memaksamu untuk menikah, kan? Jadi ... sekarang kau hanya harus menerima Naya," tegur Arya apa adanya yang justru semakin membuat wajah Neo bertambah lesu."Aku tahu, Daddy tidak perlu menjelaskannya. Tapi ... setelah anak Naya lahir, kami sudah merencanakan untuk segera bercerai. Jadi aku sediki
Begitu masuk ke kamar, Naya mendapati wajah Neo yang mendadak terlihat murung. Perempuan dengan tangan memegang senampan berisi makan siang itu, tentu saja merasa sedikit kebingungan.Kenapa suaminya terlihat murung secepat itu? Bukankah tadi masih terlihat baik-baik saja? Atau Naya tidak terlalu memperhatikannya?"Kau kenapa? Kelihatannya murung sekali," tanya Naya penasaran sambil meletakkan makan siang milik dia dan Neo di atas nakas."Hah? Tidak apa-apa." Neo menjawab cepat.Pria itu melirik pada nampan berisi makanan di atas nakas. "Itu makan siang, Bunda menyuruhku untuk makan siang bersamamu di kamar saja." Naya berucap cepat, mencoba menjawab pertanyaan di benak Neo yang belum tersampaikan.Neo menjawab dengan oh singkat. Naya menyodorkannya sepiring nasi beserta lauk yang diterima pria itu dengan cepat. Dia memang lumayan lapar sekarang."Mana ponselku? Apa kau pernah melihatnya?" tanya Naya begitu duduk di sisi ranjang yang lain sambil bersiap untuk makan."Itu, di dekat ban
Jam menunjukkan pukul 2 siang saat sang Ayah berkunjung ke rumah Neo. Tepatnya rumah baru Naya juga. Pria itu beralasan ingin bermain catur dengan Arya---sang ayah mertua, dan Naya mempercayai saja.Padahal, nyatanya Bintang datang hanya untuk melihat keadaan sang putri. Apa perempuan itu betah di rumah suaminya juga apakah perempuan itu baik-baik saja. Bintang hanya ingin mengetahui hal tersebut."Kenapa kau tidak mengajakku main catur daritadi?" tanya Bintang heran begitu pria itu hanya menyuguhkan kopi dan makanan ringan di atas meja ruang tengah."Kau tidak perlu terlalu banyak bersandiwara. Jika memang ingin melihat keadaan putrimu, kau bisa datang kapan saja. Jangan gunakan alasan murahan seperti ini lagi!" tegur Arya to the point.Bintang terkekeh kikuk. Memang lumayan susah untuk berbohong pada pria yang juga rekan bisinis sekaligus sahabatnya ini. Pria galak ini terlalu jujur dalam menghujatnya."Aku masih agak malu pada Naya. Setelah menamparnya waktu itu, aku masih merasa b
Begitu Ayahnya pulang dari rumah sang suami, Naya segera kembali ke kamarnya. Entah kenapa, dia jadi mudah merasa lelah akhir-akhir ini. Sekarang, Naya bahkan merasa mengantuk. Tapi, baru saja akan memejamkan mata, suara bantingan pintu membuat perempuan itu terlonjak kaget.BRAK!"Apa kau tidak bisa membuka pintu dengan biasa-biasa saja?" tanya Naya tidak habis pikir dengan putra tunggal Arya Januar Malik itu."Kenapa kau mengaturku? Apa pedulimu tentang caraku membuka atau menutup pintu?" tanya Neo malah sensi sendiri.Naya mengernyit heran dengan jawaban bernada sarkas sang suami. Ada apa dengan pria ini? Kenapa suasana hatinya terus berubah dalam jangka waktu yang sangat singkat?"Kau mau apa berbaring di kamar saat masih siang begini? Seharusnya kau di luar menemani Biya atau melakukan kegiatan yang lain," komentar Neo begitu melihat perempuan itu kembali berbaring di ranjang sambil memejamkan mata."Kenapa kau mengaturku? Apa pedulimu tentang di mana aku jam segini?" tanya Naya
Begitu terbangun dari tidurnya, Naya mendapati dirinya sudah berada di kamar. Seingatnya, tadi dia masih berbaring di sofa karena bosan menunggu Neo yang malah sibuk dengan game di ponselnya.Lalu, siapa yang memindahkannya ke kamar? Tidak mungkin dia berjalan sendiri ke sini. Begitu mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, Naya menoleh cepat."Eh, kau sudah bangun?" tanya Neo sambil mengacak-acak rambutnya yang masih basah setelah mandi dan keramas.Sejenak, Naya terpaku melihat betapa se ksi pria itu. Dengan telan jang dada serta handuk yang hanya melilit sampai perutnya, sang suami entah kenapa terlihat bertambah menawan berkali-kali lipat.Gambaran pria dewasa dengan tubuh sempurna yang ada dalam hayalan Naya. Meski dikenal bahkan dirumorkan sudah tidak tertarik pada lawan jenis, tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya kriteria Naya begitu tinggi untuk urusan lelaki.Perempuan itu tidak suka tubuh atlet, karena dia sudah terlalu bosan melihatnya. Dia menyukai pria dengan proporsi
Pagi ini, Neo tidak berangkat bekerja karena hujan. Meeting yang sudah mereka jadwalkan dengan client pun terpaksa dilakukan secara daring atau online. Tidak terkecuali Arya yang juga lebih memilih bolos ke kantor dan sibuk bermanja pada istri cantiknya.Ini memang sudah memasuki musim hujan. Biasanya, saat hujan mulai gemar datang begini, Naya akan bermalas-malasan di asrama bersama atlet lain. Karena ada begitu banyak alasan untuk tidak latihan."Biasanya aku bahkan menyeduh mie instan dengan kopi hangat bersama Tama," gumam Naya sambil bersila pada dinding kaca belakang rumah yang langsung menampilkan pemandangan taman belakang.Perempuan itu jadi teringat pada Bagas sekarang. Aditama Bagaskara, satu-satunya atlet ganda campuran yang mampu bertahan menjadi pasangannya di pertandingan internasional juga mampu menyeimbangkan permainan Naya.Peringkat mereka bahkan sudah berada di 10 besar dunia. Mana mungkin dia bisa lupa pada pria itu? Bagas selalu menemaninya pada setiap moment pen
"Putramu begitu kompeten, Kak. Mengapa kau masih belum menyerahkan jabatanmu padanya? Dia sudah pantas menjadi CEO, kan?" Keanu, salah satu sahabat dekat juga mantan aktor di bawah naungannya berkomentar.Arya melengos tidak peduli. Jika saja pria itu tahu kalau malah Neo yang tidak mau menerima jabatan ini. Mungkin pria itu juga akan terkejut jika tahu Neo bekerja di sini dengan mengirimkan lowongan kerja kemudian menjalani interview layaknya pegawai biasa."Ayolah, Kak! Kau sudah tua, kenapa belum pensiun juga? Aku saja bosan melihatmu terus-terusan bekerja, kasihan Abia." Keanu semakin menyudutkan membuat Arya mendelik tajam pada pria tampan meski sudah lumayan tua itu."Jangan urus urusanku dengan istriku. Apa jangan-jangan kau masih melajang sampai setua ini karena masih menyukai Abia?" tanya Arya pedas.Keanu mencebik sebal. Pria tua ini masih saja curiga dan cemburu berat padanya. Mentang-mentang hingga setua ini dia belum menikah juga."Kau tahu seleraku tinggi. Tentu saja aku
Begitu terbangun dari tidur, pemandangan pertama yang tertangkap oleh Neo adalah sang istri. Perempuan itu tengah memakai sedikit krim siang pada wajahnya yang kian hari terlihat semakin sehat di mata Neo.Padahal, Neo sendiri tahu, yang digunakan Naya hanya salah satu produk perawatan kulit wajah yang kemasan paling besarnya tidak sampai seharga lima puluh ribu. Perempuan itu juga tidak memakainya jika lupa atau sedang tidak ingin.Naya bahkan tidak punya hal sesederhana bedak dan lipstick. Apalagi peralatan make up lain seperti pensil alis, maskara, eyeliner dan peretelannya."Kau sudah bangun?" sapa Naya basa-basi begitu menoleh dan mendapati pria sipit itu tengah berbaring tengkurap sambil memandanginya.Neo mengangguk singkat. Anggukan yang sialnya terlihat menggemaskan di mata Naya. Apalagi dengan wajah khas bangun tidur dan rambut berantakan suaminya. Rasanya tidak adil. Pria sipit itu bahkan terlihat tampan saat baru bangun tidur."Apa kau hanya punya itu untuk wajahmu?" tanya
[Neo, ayo bertemu.][Aku merindukanmu:)]Dua pesan dari Nara.Hal yang membuat Neo langsung menyembunyikan ponselnya begitu Naya masuk ke kamar. Ini sudah pukul sembilan malam. Seharusnya, dia sudah tidur bersama sang istri.Apa yang harus ia jadikan alasan agar bisa keluar setelah ini? Terlebih, Neo sudah bilang pada Naya bahwa ia sudha mengantuk sejak tadi."Kau tidak ingin makan sesuatu? Seperti sate? Ayam geprek? Atau mie ayam?" Neo menawarkan tiba-tiba begitu Naya naik ke atas ranjang dan berbaring di samping sang suami.Naya kontan berbaring menghadap Neo. Membuat pria itu mendadak gelagapan karena takut Naya mengetahui alasan terselubung di balik niat baiknya.Tentu saja perempuan ini tidak boleh tahu dia masih bertemu Nara. Naya pasti akan mengamuk dan membatalkan kerja sama mereka."Tumben kau menawariku tanpa kuminta lebih dulu," tanya Naya heran dan sedikit terkesan.Kebetulan dia sedang ingin makan sate ayam. Entah kenapa, dari tadi pagi sebenarnya dia ingin makan itu. Han
Neo mendengkus begitu sore ini tidak menemukan Naya di rumah. Perempuan itu pasti masih pergi bersama sang Mama. "Mereka memang para istri yang lupa suami. Mana mungkin sampai jam segini belum pulang juga?" tanya Neo tidak habis pikir. Pria sipit itu mengambil beberapa cemilan di kulkas sebelum kemudian duduk di sofa dan menyetel TV. Tadi dia ingin makan, tapi melihat lauk di dapur hanya lauk sisa tadi pagi, Neo mendadak kehilangan nafsu makannya.Mereka bahkan pergi tanpa memasak terlebih dahulu. Benar-benar menyebalkan dan tidak bertanggung jawab."Kenapa wajahmu jelek sekali?" Arya bertanya sambil mencomot toples berisi pop corn yang dipangku sang putra.Neo menoleh kemudian memberi kode ke arah dapur. "Biya dan Naya belum kembali. Mereka bahkan tidak memasak. Mereka benar-benar tidak memikirkan kita yang akan kelaparan saat pulang kerja," curhat Neo mendramatisir.Arya memutar bola mata malas. "Lalu apa gunanya pembantu? Itu gunanya Daddy menggaji mereka. Saat Mama dan istrimu i
Begitu mendapat berita tentang sang menantu yang sakit, seperti biasa, Arya akan mengomeli Neo. Tidak terkecuali Abia yang akan ikut-ikutan melakukan hal yang sama.Tapi, untuk pertama kalinya, Neo tidak balik mengomel pada Naya dan mengeluhkan sikap orang tuanya. Pria sipit itu malah bersikap baik dan perhatian. Seperti saat ini."Kepalamu sudah tidak terlalu sakit, kan?" tanya pria sipit itu memastikan sambil mengancingkan bajunya.Naya yang tengah memakai krim paginya kontan menoleh kemudian mengangguk singkat. Perempuan itu memperhatikan kerah kemeja sang suami yang tampak berantakan dan tidak beraturan."Kau akan melakukan apa hari ini?" tanya Naya sambil meratakan krim yang sudah ia oleskan di wajahnya.Sejak menikah dengan Neo dan tidak memiliki kesibukan lain, Naya mulai senang merawat diri. Perempuan itu bahkan rajin mengenakan produk perawatan kulit setelah diberikan arahan dan bimbingan oleh Nara dan Ima---sahabatnya.Entah kenapa, sekarang dia ingin terlihat cantik."Tumbe
"Tuan, Non Naya di mana, ya?" Pak Samsul---satpam di kediaman mereka bertanya. Pria berkumis tebal yang biasa menjaga gerbang di posnya itu celingak-celinguk ke dalam rumah. Neo mengernyit. Untuk apa Pak Samsul mencari istrinya sore-sore begini?"Ada apa, Pak?" tanya Neo mengutarakan rasa penasarannya."Ini, tadi Non Naya telepon saya. Katanya minta dibelikan obat lalu diantarkan ke dalam. Saya pikir Den Neo tidak ada, makanya dia nitip ke saya." Pak Samsul menjelaskan apa adanya.Tadi, istri sang majikan memang meneleponnya. Suara perempuan itu terdengar seperti menahan sakit. Oleh karena itu Pak Samsul buru-buru mencarikannya obat lalu mengantarkannya ke sini."Loh, memangnya dia sakit, Pak?" tanya Neo bingung yang dibalas Pak Samsul dengan kernyitan heran."Loh, mana saya tahu, Den. Kan Den Neo yang di dalam dari tadi," jawab Pak Samsul balik.Neo membenarkan dalam hati sebelum kemudian mengambil obat di tangan sang satpam. Begitu melihat obat tersebut, mata sipitnya menyorot Pak
Neo mendengkus sebal begitu melihat senyum Naya yang kian melebar begitu hampir sampai asrama pelatnas. Jujur saja, dia merasa muak melihatnya. Entah karena apa."Kau sepertinya begitu senang akan bertemu pria itu. Apa kalian begitu dekat?" tanya Neo terdengar sewot yang dibalas Naya dengan anggukan tanpa ragu."Tentu saja. Dia teman pertamaku, bahkan sejak aku belum masuk pelatnas. Kami tumbuh menjadi atlet dari kecil bersama. Kemudian mengejar mimpi bersama," jawab Naya jujur membayangkan apa saja yang sudah dia lalui bersama Bagas."Hm ... dongeng yang indah. Dan berakhir tragis," sahut Neo sambil terkekeh mengejek.Naya menoleh bingung. "Kenapa begitu?" tanya Naya heran."Kalian sudah bersama sejauh itu, tapi kau malah menikah denganku." Neo menjelaskan yang sejenak membuat Naya teringat ucapan Bagas sebelumnya."Iya, mungkin jika janin di kandunganku ini tidak ada, aku sudah menikah dengannya. Bukan dengan orang sepertimu," sahut Naya apa adanya.Mendengar itu, Neo melotot tidak
Selesai memakan mie ayam yang dibawakan Neo, Arya dan sang suami bergotong royong memasangkan TV baru Naya di kamar. Sedangkan Naya dan Abia, sibuk menghidangkan makan malam meski kedua pria itu mengeluh kenyang.Abia ingin mencicipi jantung pisang yang susah payah dikupasnya. Meski pada akhirnya, sang menantu yang memasak karena Abia tidak tahu bumbu dan cara memasaknya."Neo! Mas Arya! Ayo cepat keluar jika kalian sudah selesai!" teriak Abia dari ruang tengah.Beberapa saat kemudian, kedua pria itu sudah berjalan cepat dan duduk di sofa. Naya terkikik geli melihat seberapa 'jinak' kedua makhluk itu di hadapan sang mama mertua."Kenapa kita tidak makan di meja makan saja?" tanya Neo begitu melihat makanan sudah terhidang di atas meja ruang tengah."Naya ingin menonton TV sambil makan," jawab Abia santai.Neo mendecih sambil melirik sinis pada sang istri. Selalu saja dituruti."Baiklah, Tuan putri kita ingin makan sambil menonton TV. Jadi kita harus patuh dan mengikuti keinginannya, D
"Neo kemana, Bun?" Naya bertanya sambil melongokkan kepala dari luar pintu dapur.Abia yang tengah memasak untuk makan malam tentu saja menoleh. Begitu mendapati kehadiran sang menantu di sana, perempuan itu memberi kode untuk mendekat.Naya segera menghampiri dan melihat apa yang dikerjakan sang Mama mertua. Begitu melihat perempuan itu yang tengah memandang aneh jantung pisang di atas talenan, Naya mengerjap."Bunda mendapatkan ini di mana?" tanya Naya heran."Tadi ada tetangga yang memberikannya. Katanya ini enak dimasak dengan kacang merah. Bunda ingin menolak karena tidak tahu cara memasaknya, tapi gengsi." Abia bercerita sambil menggaruk tengkuk malu.Naya terkekeh kecil sebelum kemudian mengambil alih jantung pisang berwarna ungu tersebut. Berikutnya mengupas kelopaknya satu-persatu dan membuang bagian keras pada ujung bakal buah pisang yang masih berbentuk kuncup bunga tersebut.Abia memandangi dengan serius apa yang dilakukan sang menantu. "Bunda bisa mengupasnya begini. Lal