Ali tidak pernah mengkhawatirkan seorang wanita seperti ia mengkhawatirkan Sulis. Entah sejak kapan pria berhidung bangir itu mulai merasa simpatik padanya. Bahkan hingga timbul keinginan untuk melindunginya.
Mungkin berawal dari intensitas pertemuan mereka. Berawal dari benci kini timbul rasa simpati.
Tanpa berpikir panjang, Ali menaiki kuda besinya menembus malam yang begitu dingin hingga menusuk sumsung tulang belakang menuju hotel kembali. Satu-satunya cara agar ia bisa menemukan Sulis dan memastikan keselamatannya ialah dengan melihat rekaman CCTV yang berada di hotel.
Karena sudah memiliki akses menuju ruang operasi CCTV terkait insiden penyerangan tadi, pihak hotel membolehkan Ali untuk melihat video rekaman CCTV.
Ali menurunkan tubuh Sulis di dekat tempat parkir motor. Kemudian ia menstarter motornya. “Ayo naik!”Sulis tidak membantah. Ia pun menaiki motor Ali dan ragu-ragu memeluk tubuh kekar di depannya dengan erat karena takut jatuh. Malam itu Ali membawanya ke rumah sakit. Ke dua insan itu langsung mendapat perawatan di instalasi gawat darurat secara bersamaan. Mereka terluka cukup serius di beberapa bagian tubuhnya.“Ali, makasih,” imbuh Sulis merasa berhutang budi pada pria itu.Ali tidak menyahut. Ia hanya menatap gadis itu dengan tatapan yang rumit. Ali tidak mengetahui perasaan apa yang dirasakannya saat ini. Entah suka atau iba.Mereka pun langsung mendapat penanganan medis malam itu. Hanya Sulis yang harus dirawat sementara itu Ali diperbolehkan pulang.Kini Sulis mendapat perawatan intensif di ruang rawat inap. Ia terluka cukup serius. Bagian betisnya terkena peluru yang nyasar dan mengakibatkannya harus dijahit dan dirawat malam itu di rumah sakit. Ali bertugas mengurus administr
Sulis mengedarkan mata indahya ke segala sudut. Ia tidak salah lihat. Rute jalan yang diambil oleh supir yang membawanya pulang bukan rute menuju kantor Mr Bon. Itu jalan lain yang menurut asumsinya, jalan menuju sebuah komplek perumahan mewah.“Ali, ini bukan jalan menuju kantor Mr Bon. Aku ‘kan sudah bilang, aku tinggal sementara di rumah Omku.”Sulis melongokan kepalanya pada jendela kaca mobil dengan terheran-heran. Kemudian ia menatap Ali dengan intens, menunggu jawaban Ali. Sebetulnya, Sulis sudah mengira jika mungkin Ali akan mengajaknya ke rumahnya untuk sekedar mampir. Mungkin Ali ingin pulang ke rumah untuk sebuah urusan, pikirnya. Apapun urusannya Sulis tidak peduli dan ia merasa keberatan.Sulis merasa malu atas perundungan itu alasannya. Ali menahan tawa melihat reaksi Sulis yang tampak panik. Untuk meredakan kepanikannya, Ali menyentuh punggung tangan Sulis dan mengusapnya perlahan.“Mama ingin bertemu. Kau telah mengecewakan Mama dengan pergi begitu saja meninggalkan
Mendengar perkataan Ali, Sulis langsung mencengkram tangan Ali dengan kencang. Ali hanya terkekeh pelan melihat kepanikan gadis itu. Sengaja, ia mengulur waktu untuk mengungkapkan niat hatinya!“Apa Ali?” beo Sulis semakin panik mobil mewah yang membawa mereka sudah berada di garasi rumah keluarga Ali. Matanya yang sembab langsung membola menatap rumah hunian mewah yang tersuguh di depan matanya.“Ayo turun!” imbuh Ali dengan santai. Ia lebih dulu keluar dari mobil, mengabaikan Sulis yang terlihat kesal padanya. Ali sedang menggoda gadis pemarah itu. Entahlah, bermain-main dengannya sangat menyenangkan. Sisi lain Ali yang jahil!Mendadak, tubuh Sulis bergetar. Wanita berambut panjang itu dilanda kegugupan yang tinggi. Ia meremat apapun untuk menenangk
“Maukah kau menjadi kekasihku?” tanya Ali terdengar serius.Sulis tertawa begitu keras. Ia lupa sedang berada di mana. Ia menertawakan pertanyaan Ali yang ia kira hanyalah sebuah gurauan semata. Bahkan gadis itu sampai memegangi perutnya yang terasa sakit akibat tawa yang terpingkal-pingkal.“Ali, kau lucu sekali!” Pundak Sulis berguncang hebat karena ulah Ali. Namun seketika tawanya berhenti saat melihat respon Ali yang terlihat kecut.Tanpa canggung Sulis memicingkan matanya menatap Ali yang hanya diam setelah beberapa saat membuat hatinya melambung tinggi mendengar ungkapan cinta dari Ali!Ingatlah, Sulis. Kau jangan bermimpi terlalu tinggi mendapatkan pria kaya raya dan tampan. Lagipula, mereka adalah musuh! Satu lagi, bukankah Ali sangat mengagumi Putri Melati?Tak lama kemudian, Sulis bertepuk tangan. “Great, Bro!!”Ali hanya mendecak sebal melihat repson Sulis atas pertanyaannya yang serius. Sungguh, gadis ini menjengkelkan. “Ali, kau akan memenangkan piala Oscar! Kau pandai s
“Sayang, kenapa kau melamun?”Aldino duduk di samping istrinya yang tengah duduk di salah satu sofa ruang tamu di kediaman Waluyo. Sedari tadi dari kejauhan Aldino terus memperhatikan gerak-geriknya yang terlihat gelisah.Sebetulnya mereka berencana akan pergi ke Jogja hari itu, namun Malati bersikukuh masih mau berada di sana. Ia tak tega harus meninggalkan Eyang Waluyo yang sedang kurang fit. Bahkan sejak kemarin malam, Eyang Waluyo hanya menghabiskan waktunya di kamar.Selain itu, sejak mendapat kabar dari Mr Bon, Malati merasa risau. Ia baru tahu kabar yang menimpa keluarga Basalamah. Kemudian ia semakin bertambah khawatir akan kabar Sulis yang menjadi korban salah satu penyerangan Abhizar pada acara pesta ulang tahun Sulaiman Basalamah.
Sulis mengerjapkan matanya saat ia baru saja terbangun dari tidurnya. Namun seketika ia terkejut karena ada seorang wanita cantik tengah menatapnya. Ia mirip sekali dengan Ali! Hanya saja, ia berambut lebih panjang dari Ali. Namun ia memakai mini dress. Sejak kapan Ali cosplay menjadi seorang wanita cantik?“Astaga!!”Sulis panik melihat Ana yang sedang berdiri dengan tubuhnya bersandar pada meja nakas. Tubuhnya yang nyaris menyamai Ali benar-benar membuatnya takjub. “Maaf, aku mengejutkanmu.”Ana berkata lalu tersenyum tipis pada Sulis. “Kata Mama, ayo turun! Kau harus makan siang.”Sulis tidak berfokus pada perkataan Ana padanya, ia masih mengumpulkan sejumput kesadarannya. Tatapannya menebar. Ia baru ingat jika dirinya sedang berada di dalam kamar yang terletak di dalam hunian mewah Basalamah.Seketika ia mengulum senyum. Mimpi apa dirinya bisa tinggal di rumah mewah? Tolong jika ini mimpi, Sulis tidak ingin bangun dulu. Ijinkan dia untuk menikmati surga dunia meski sesaat!Saat
Sulis menegakkan tubuhnya saat mendengar pertanyaan Hanum. Ia menarik nafas dalam kemudian mengembuskannya perlahan. Ia merasa bingung harus menjawab apa. Ali sungguh keterlaluan. Ibunya terlalu berharap Ali segera mendapat jodoh hingga berpikir untuk melamarnya pada ke dua orang tuanya.‘Dasar bujang lapuk!’Sulis senang sekali mengumpati Ali dalam batinnya.“Mama, kalau soal datang ke rumah Bapak. Mungkin nanti kita bisa bicara dulu dengan Ali. Ali juga masih sibuk. Apalagi insiden yang terjadi pada pesta perayaan Papa. Mungkin keluarga juga masih berduka.”Sulis berusaha menjawab dengan tenang setelah menyusun rencana di kepalanya. Ia harus berhati-hati dalam bicara. Ia tak boleh salah kata yang nanti akan membahayakan posisi dirinya di sana.Hanum tersenyum mendengar jawaban Sulis yang terdengar bijak. “Maaf, Sayang! Mama memang sudah tak sabar kepengen Ali nikah. Soalnya Ali susah banget bawa perempuan ke rumah. Nah, mumpung Ali sudah terlihat serius sama Sulis jadi Mama pikir, a
Malati merasa malu sekali saat tiba-tiba para Bude Aldino datang ke kediaman Eyang Waluyo. Para Bude itu pasti sudah memergoki mereka sedang berciuman.Rasanya Malati ingin sekali bersembunyi di suatu tempat. Wajahnya yang bersih sudah memerah mirip kepiting rebus. Berbeda dengan Aldino yang terlihat santai. Ralat, pria besar itu merasa terusik akan kedatangan para budenya. Baginya, para Bude telah mengganggu waktu berharganya.“Mau lanjutin di kamar! Gih!” goda Bude Gendhis dengan kelakar garingnya. Ia langsung mendapat cubitan di pinggangnya.“Apa sih Bude Ratna! Biarin mereka masih muda. Usia kehamilan Putri juga sudah tua. Bahkan diperbolehkan melakukan hubungan suami istri yang sekiranya nyaman buat istrinya.”Bude Gendhis berbicara panjang lebar. Namun Malati yang mendengarnya merasa aneh membahas hal-hal semacam itu. Mungkin baginya masih terdengar tabu.Sementara itu Bude Gayatri yang mendengarnya hanya memutar ke dua bola matanya jengah. Bude Gendhis memang frontal.“Kalian ma
Di tempat berbeda, kini pasangan lain pun tengah diberkati kebahagiaan yang luar biasa. Akhirnya setelah hampir setahun lamanya, Aldino kini bisa kembali berjalan. Setelah mengikuti terapi dan pengobatan hingga berbulan-bulan lamanya di Singapura, pria berwajah tampan dan bertubuh bak binaragawan itu akhirnya bisa berjalan normal kembali. Ia sangat bekerja keras selama berada di Singapura.Ia akan pulang dengan memberikan kejutan pada istri tercinta dan putra tampannya yang kini sudah berusia setahun.Hari itu, Malati tengah mengasuh Manggala bermain di ruang bermain yang dibuat khusus, di ruang keluarga kediaman Eyang Waluyo. Cicit tersayang selalu mendapat perhatian lebih dari Eyang buyutnya. Malati dan putra tampannya mendapatkan privilege luar biasa dari Eyang Waluyo hingga keluarga besar lainnya.“Gala! Sini Nak!”Kakek tua yang masih berdiri tegap itu memanggil cicitnya. Meskipun Manggala baru berusia setahun namun anak itu sangat cerdas. Ia sudah bisa berjalan dengan baik dan bi
Ali pun menarik handle pintu kamar pengàntin hingga terbuka. Sulis langsung antusias melihat untuk pertama kali kamar pengàntin yang sangat indah karena dihias sedemikian rupa. “Aa, bagus banget!” Sulis mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar berukuran presidential suit tersebut. Kamarnya didominasi warna putih dan warna-warna pastel sesuai keinginannya. Matanya berbinar mengamati setiap detail hiasan bebungaan yang berada di atas ranjang. Seketika ia tertawa melihat ada dua ekor angsa yang tergolek di atas ranjang. Angsa yang dibentuk dari selimut berwarna putih. Tangannya terulur mengusap angsa tersebut. “Lucunya! Aku mau foto dulu,”Seketika Sulis mengambil ponselnya lalu memotret ranjang pengàntin yang begitu indah itu dengan senyum yang berseri-seri.“Sini, Aa yang fotoin!” imbuh Ali dari belakang tubuh gadis itu. Sulis mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia senang mendengar usulan Ali. Sulis pun duduk dengan posisi anggun di atas ranjang. Ali pun mengambil ponsel is
Ali berusaha menormalkan perasaannya dalam menyikapi Sulis. Sulis memàng sedang sakit, penyakitnya yang dideritanya juga tidak main-main. Oleh karena itu mungkin ia mulai merasa frustasi.Sulis tidak menyadari jika calon suaminya bertopeng dingin dari luar, padahal hatinya begitu hangat. Pada adiknya saja Ali begitu mengkhawatirkannya saat ia sakit. Tak jauh berbeda pada kekasih hatinya, ia merasakan kekhawatiran yang sama. “Sulis, stop overthinking! Kita akan tetap pada rencana awal kita. Kita akan menikah! Kau juga akan ikut pengobatan.”Ali berbicara tegas. Ia tidak suka sikap Sulis yang mendadak melankolis.Sulis terdiam dengan isak yang tertahan dan menggigit bibir bawahnya, “Ali, aku takut gak bisa hamil! Aku perokok berat. Argh, Shit! Aku mungkin tak subur!”Kini Sulis berkata hal lain yang malah memperkeruh suasana. Ali semakin jengkel mendengarnya, “Terus kau mau hubungan kita berakhir begitu saja? Kita batalkan tunangan begitu?”Sulis mengangguk dengan air mata yang bercucu
Ali tertegun saat mendengar kabar dari dokter bahwa kekasihnya harus menjalani beberapa tes kesehatan di antaranya tes darah dan rontgen. Sebelum jatuh pingsan Sulis sempat muntah darah penyebabnya. Kesimpulannya ada bagian organ dalamnya yang terluka dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.Ali merasa bersalah, telah mengabaikan kekasihnya karena masalah sepele. Sederhananya, mungkin jika tidak ada drama cemburu tadi sore mungkin Sulis akan baik-baik saja. Sungguh, Ali menyesali sikapnya yang tidak dewasa. “Argh, maafkan aku Sulis. Aku kadang egois.”Ali bergumam dengan helaan nafas berat. Pria itu berjalan lesu dari ruangan dokter dan pergi menuju ruangan di mana kekasihnya dirawat malam itu. Perlahan Ali membuka pintu ruang rawat inap gadis itu. Tampak Sulis sedang tertidur pulas mungkin karena pengaruh obat. Untuk sementara ia dirawat karena kurang darah. Namun penyebab yang lebih serius belum diketahui. Ali berjalan mendekati kekasihnya. Ia berdiri di depan ranjang hidrolik s
Dua orang pemuda tampan tengah menahan kesal menunggu kekasih mereka yang sibuk memilih gaun. Sudah lebih dari dua jam lamanya mereka berusaha memanjangkan sumbu kesabaran. Rasa panas menjalari punggung mereka karena terlalu lama duduk di sofa.Meskipun pelayan butik itu melayani mereka dengan istimewa, memberikan minuman hingga camilan, tetap saja tak bisa mengusir rasa jenuh mereka. Mereka bahkan sudah memainkan ponsel masing-masing, men scroll media sosial tak jelas untuk membunuh waktu. Nihil! “Lama banget! Mereka ngapain aja sih?” ucap pemuda berhidung bangir yang tak lain Mustafa Ali Basalamah pada pemuda tampan bermata sipit yang tengah duduk di sampingnya, dr Zain. Ali beringsut berdiri lalu merenggangkan tubuhnya beberapa saat karena rasa pegal akibat duduk lumayan lama di sofa berbentuk letter U. Ia pun memutar lehernya hingga menimbulkan bunyi kretek yang membuat dr Zain meringis mendengarnya. dr Zain hanya mendesah pelan mendengar keluhan calon iparnya. Dokter muda itu
“Mala, sini Bude yang gendong Gala!”Bude Ratna menghampiri Malati yang baru saja menyusui bayi tampannya. Malati gegas mengancingkan kancing bajunya kemudian melepas apron menyusui saat Gala terlihat sudah kenyang menyusu. Biasanya bayi yang memiliki garis wajah mirip sekali ayahnya itu tertidur saat merasa perutnya penuh, namun kali ini ia terjaga seakan ingin bermain dengan neneknya.Malati pun menyerahkan Gala pada pangkuan Bude Ratna. Bayi itu tersenyum dan menatap neneknya dengan mata yang bening. Sungguh terlihat menggemaskan.Bude Ratna menyematkan senyuman yang lebar menatap cucunya itu dengan penuh haru. Bukan tanpa alasan, Gala terlahir saat ke dua orang tuanya mengalami kecelakaan yang mengerikan.Atas kehendakNya, mereka semua selamat kendati ayahnya kini harus menjalani pengobatan di luar negeri. Seminggu sudah kepergian Aldino ke Singapura. Terpaksa, Malati mengikhlaskan kepergian suaminya bersama Bude Gendhis, suaminya dan beberapa pengawal pribadi utusan Eyang Waluyo.
“Bulan depan!”Ali menjawab dengan penuh keyakinan pertanyaan ayah Sulis. Setelah acara lamaran selesai, Hendi-Ayah Sulis bertanya pada Ali tentang hubungan putrinya dan Ali sudah sampai sejauh mana. Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebab Hendi mengira jika kedatangan keluarga Basalamah itu untuk acara pertunangan. Bukan lamaran menuju pernikahan.Nyatanya, sebelum mereka benar-benar pergi dari kediaman Sulis, Ali memberanikan dirinya, secara langsung ia mengungkapkan rencananya ingin menikahi Sulis sesegera mungkin. Ali berusaha bernegosiasi dengan calon ayah mertuanya, bahwasanya meskipun hubungan mereka belum lama, namun mereka sudah bisa saling memahami karakter masing-masing sehingga ingin segera melangsungkan hubungan mereka ke arah yang serius. Terlebih usia ke duanya telah matang. Sudah sama-sama dewasa.Hendi menatap Sulis sejenak kemudian kembali menggerakan bibirnya. “Nak Ali, Bapak sebagai orang tua sangat bahagia mendengar rencana baik Nak Ali dengan melamar Sulis untuk d
“Ali, kenapa kau belum datang juga? Kenapa juga kau tidak mengangkat telepon dariku? Argh, awas kalau kabur dari acara pertunangan! Aku tak segan memberi perhitungan padamu!” gumam Sulis dengan perasaan yang teramat gelisah. Saat ini Sulis berada di rumahnya di kota Bandung.Hari itu adalah hari bersejarah baginya. Akhirnya Sulis akan dilamar oleh pria tampan dan kaya raya seperti angan-angannya selama ini. Gadis bertubuh jangkung itu berdiri mematung di taman depan rumahnya, menunggu detik-detik kehadiran Ali bersama keluarga besarnya.Ternyata Ali tidak main-main dengan hubungan yang terjalin di antara mereka. Ia serius ingin meminang Sulis. Lamaran Ali sebetulnya ialah waktu yang tepat untuk menentukan kapan waktu pernikahan mereka akan berlangsung. Sebaliknya, Sulis hanya mengira jika lamaran Ali hanyalah pengikat atau tanda keseriusan Ali atas hubungan percintaan mereka. Atau pertunangan biasa.“Sulis, diam bisa gak?” Dari dalam rumah, sang Ibu memanggil putrinya itu dengan suar
Aldino hanya menghela nafas pelan. Ia sebetulnya tak tega jika harus meninggalkan istri dan bayi tampannya yang baru lahir. Namun niatnya sudah bulat. Ia ingin segera sembuh dan tak ingin merepotkan istrinya atau siapapun. Aldino yakin pengobatan medis di luar negeri lebih baik. Oleh karena itu ia menyetujui usulan Eyang Waluyo untuk berobat di Singapura. Aldino akan mengikuti prosedur operasi di sana dan mengikuti terapi hingga kakinya sembuh seperti sedia kala.“Sayang, udah dong! Ini demi kebaikan kita semua.”Aldino mengusap-usap punggung istrinya yang tenggelam di balik dada bidangnya. Mendengar Aldino akan pergi jauh, Putri Melati terlihat murung. Bahkan ia menangis tersedu sedan.Malati bukan tidak ingin suaminya mengikuti pengobatan di rumah sakit luar negeri. Namun ia ingin ikut bersamanya ke negeri yang terkenal dengan patung Merlionnya.Malati dan baby Gala belum bisa berangkat mengingat usia bayi mereka masih belum siap untuk berpergian jauh. Begitupula dengan Malati yang