Ali sedikit tersentak saat melihat siapa gadis yang berada di belakangnya. Ternyata gadis yang dicarinya.“Hi, Ali!” sapa Sulis dengan melengkungkan senyum yang teramat manis. Karena merasa gugup, ia menyelipkan anak rambutnya pada telinga.Ali tak pernah menyangka gadis bar-bar itu bisa berpenampilan layaknya seorang gadis feminim pada umumnya. Sial, Ali terkesima dengan penampilannya.Bagaimana bisa gadis itu tampil cantik sekali malam itu? Ia begitu profesional, pikir Ali. Ali nyaris lupa dengan gaun yang dipilihkan untuknya. Sebuah midi dress berwarna putih dengan beberapa motif bunga yang anggun dan masih terlihat sopan. Namun ternyata gaun itu begitu pas di tubuh Sulis yang langsing di mana ia memiliki lingkar pinggang yang kecil. Bagaimana jika
Di sebuah tempat sunyi, gudang tak terpakai dengan pencahayaan yang minim, beberapa orang pria saat ini tengah berkumpul untuk merencanakan sesuatu yang mengerikan. Sebuah aksi kejahatan yang tak tanggung-tanggung dan kejam. Mereka akan menghabisi nyawa orang. “Bagaimana Bos? Kita sudah siap.”Seorang pria berbadan besar melapor pada bosnya dengan penuh percaya diri. Pria besar dengan tubuh yang dipenuhi rajah dan luka itu berdiri dengan tegap dalam balutan pakaian kasual serba hitam. Ia tampak seperti seorang anggota militer karena dilengkapi dengan senjata api. Pria itu adalah salah satu orang baik yang kemudian berubah menjadi sosok jahat karena sebuah kekecewaan. Ia adalah mantan salah satu petugas kepolisian yang dipecat tidak hormat akibat fitnah untuk menaikkan jabatan sang komandan. Ia menjadi kambing hitam sebuah kasus yang merugikannya.Bertemu dengan pria yang dipanggil ‘Bos’ yang mengalami luka dan masalah yang sama, membuatnya bersemangat hidup namun bukan untuk menjal
Hanum ingin mengejar Sulis, namun tak bisa mengingat ia tak bisa berjalan cepat. Di belakangnya, Ana juga terus merengek ingin pulang. Ia hanya mendesah pelan melihat Sulis pergi begitu saja.Padahal Hanum sama sekali tidak peduli soal latar belakang gadis itu. Yang terpenting baginya, gadis itu mencintai Ali. Begitulah pikiran Hanum saat ini. Setelah melihat kondisi Ana, ia akan terus mendukung keinginan anak-anaknya. Ia hanya ingin melihat anaknya bahagia.Hanum pun berusaha menenangkan putrinya terlebih dahulu. “Ana, kau pusing Nak?”Ana mengangguk pelan dan merangkul lengannya. Hanum pun menyuruh seorang perawat yang kini bertugas merawat Ana untuk membawanya pulang lebih dulu.“Sus, anterin An
Sulis tak tahan mendengar kenyataan pahit yang baru saja Queen katakan padanya. Beberapa orang menatap Sulis dengan tatapan kecewa dan benci. Bagaimana bisa calon menantu Sulaiman Basalamah seorang mantan napi.Bisik-bisik pun mulai terdengar di telinga Sulis. Tak terasa air matanya menggenang. Mungkin kini semua orang tahu jika ia bukan wanita baik-baik dan tak pantas menjadi bagian keluarga Basalamah!‘Ali, maafkan aku! Aku tak tahan lagi. Aku akan mengembalikan uangmu.’Sulis membatin dengan perasaan yang terluka. ‘Apa yang aku pikirkan? Aku memang hanya pacar sewaan. Mengapa aku harus kecewa,’Sulis pun berjalan keluar area ballroom hotel tanpa seijin Ali. Sementara itu Ali tidak tahu apa yang terjadi
Setelah aksi penyerangan dari Abhizar seluruh anggota keluarga tak terkecuali memutuskan untuk pulang ke kediaman masing-masing. Suasana menjadi genting dan diselimuti ketakutan. Beberapa anggota keluarga dilarikan ke rumah sakit.Rupanya saat kejadian, ada beberapa anggota keluarga yang terluka akibat kena tembakan anak buah Abhizar selain Queen yang mengalami luka yang cukup parah.Beruntung saat acara berlangsung tetua keluarga, Abdul Basalamah memang tidak hadir karena sedang kurang fit, apalagi usianya yang sudah renta.Situasi di TKP juga sudah terkendali. Seluruh korban penembakan langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat dan ditangani. Untuk sementara korban penembakan dinyatakan selamat meskipun beberapa anggota satuan dan pengawal keluarga mengalami kritis d
Ali tidak pernah mengkhawatirkan seorang wanita seperti ia mengkhawatirkan Sulis. Entah sejak kapan pria berhidung bangir itu mulai merasa simpatik padanya. Bahkan hingga timbul keinginan untuk melindunginya.Mungkin berawal dari intensitas pertemuan mereka. Berawal dari benci kini timbul rasa simpati.Tanpa berpikir panjang, Ali menaiki kuda besinya menembus malam yang begitu dingin hingga menusuk sumsung tulang belakang menuju hotel kembali. Satu-satunya cara agar ia bisa menemukan Sulis dan memastikan keselamatannya ialah dengan melihat rekaman CCTV yang berada di hotel.Karena sudah memiliki akses menuju ruang operasi CCTV terkait insiden penyerangan tadi, pihak hotel membolehkan Ali untuk melihat video rekaman CCTV.
Ali menurunkan tubuh Sulis di dekat tempat parkir motor. Kemudian ia menstarter motornya. “Ayo naik!”Sulis tidak membantah. Ia pun menaiki motor Ali dan ragu-ragu memeluk tubuh kekar di depannya dengan erat karena takut jatuh. Malam itu Ali membawanya ke rumah sakit. Ke dua insan itu langsung mendapat perawatan di instalasi gawat darurat secara bersamaan. Mereka terluka cukup serius di beberapa bagian tubuhnya.“Ali, makasih,” imbuh Sulis merasa berhutang budi pada pria itu.Ali tidak menyahut. Ia hanya menatap gadis itu dengan tatapan yang rumit. Ali tidak mengetahui perasaan apa yang dirasakannya saat ini. Entah suka atau iba.Mereka pun langsung mendapat penanganan medis malam itu. Hanya Sulis yang harus dirawat sementara itu Ali diperbolehkan pulang.Kini Sulis mendapat perawatan intensif di ruang rawat inap. Ia terluka cukup serius. Bagian betisnya terkena peluru yang nyasar dan mengakibatkannya harus dijahit dan dirawat malam itu di rumah sakit. Ali bertugas mengurus administr
Sulis mengedarkan mata indahya ke segala sudut. Ia tidak salah lihat. Rute jalan yang diambil oleh supir yang membawanya pulang bukan rute menuju kantor Mr Bon. Itu jalan lain yang menurut asumsinya, jalan menuju sebuah komplek perumahan mewah.“Ali, ini bukan jalan menuju kantor Mr Bon. Aku ‘kan sudah bilang, aku tinggal sementara di rumah Omku.”Sulis melongokan kepalanya pada jendela kaca mobil dengan terheran-heran. Kemudian ia menatap Ali dengan intens, menunggu jawaban Ali. Sebetulnya, Sulis sudah mengira jika mungkin Ali akan mengajaknya ke rumahnya untuk sekedar mampir. Mungkin Ali ingin pulang ke rumah untuk sebuah urusan, pikirnya. Apapun urusannya Sulis tidak peduli dan ia merasa keberatan.Sulis merasa malu atas perundungan itu alasannya. Ali menahan tawa melihat reaksi Sulis yang tampak panik. Untuk meredakan kepanikannya, Ali menyentuh punggung tangan Sulis dan mengusapnya perlahan.“Mama ingin bertemu. Kau telah mengecewakan Mama dengan pergi begitu saja meninggalkan
Di tempat berbeda, kini pasangan lain pun tengah diberkati kebahagiaan yang luar biasa. Akhirnya setelah hampir setahun lamanya, Aldino kini bisa kembali berjalan. Setelah mengikuti terapi dan pengobatan hingga berbulan-bulan lamanya di Singapura, pria berwajah tampan dan bertubuh bak binaragawan itu akhirnya bisa berjalan normal kembali. Ia sangat bekerja keras selama berada di Singapura.Ia akan pulang dengan memberikan kejutan pada istri tercinta dan putra tampannya yang kini sudah berusia setahun.Hari itu, Malati tengah mengasuh Manggala bermain di ruang bermain yang dibuat khusus, di ruang keluarga kediaman Eyang Waluyo. Cicit tersayang selalu mendapat perhatian lebih dari Eyang buyutnya. Malati dan putra tampannya mendapatkan privilege luar biasa dari Eyang Waluyo hingga keluarga besar lainnya.“Gala! Sini Nak!”Kakek tua yang masih berdiri tegap itu memanggil cicitnya. Meskipun Manggala baru berusia setahun namun anak itu sangat cerdas. Ia sudah bisa berjalan dengan baik dan bi
Ali pun menarik handle pintu kamar pengàntin hingga terbuka. Sulis langsung antusias melihat untuk pertama kali kamar pengàntin yang sangat indah karena dihias sedemikian rupa. “Aa, bagus banget!” Sulis mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar berukuran presidential suit tersebut. Kamarnya didominasi warna putih dan warna-warna pastel sesuai keinginannya. Matanya berbinar mengamati setiap detail hiasan bebungaan yang berada di atas ranjang. Seketika ia tertawa melihat ada dua ekor angsa yang tergolek di atas ranjang. Angsa yang dibentuk dari selimut berwarna putih. Tangannya terulur mengusap angsa tersebut. “Lucunya! Aku mau foto dulu,”Seketika Sulis mengambil ponselnya lalu memotret ranjang pengàntin yang begitu indah itu dengan senyum yang berseri-seri.“Sini, Aa yang fotoin!” imbuh Ali dari belakang tubuh gadis itu. Sulis mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia senang mendengar usulan Ali. Sulis pun duduk dengan posisi anggun di atas ranjang. Ali pun mengambil ponsel is
Ali berusaha menormalkan perasaannya dalam menyikapi Sulis. Sulis memàng sedang sakit, penyakitnya yang dideritanya juga tidak main-main. Oleh karena itu mungkin ia mulai merasa frustasi.Sulis tidak menyadari jika calon suaminya bertopeng dingin dari luar, padahal hatinya begitu hangat. Pada adiknya saja Ali begitu mengkhawatirkannya saat ia sakit. Tak jauh berbeda pada kekasih hatinya, ia merasakan kekhawatiran yang sama. “Sulis, stop overthinking! Kita akan tetap pada rencana awal kita. Kita akan menikah! Kau juga akan ikut pengobatan.”Ali berbicara tegas. Ia tidak suka sikap Sulis yang mendadak melankolis.Sulis terdiam dengan isak yang tertahan dan menggigit bibir bawahnya, “Ali, aku takut gak bisa hamil! Aku perokok berat. Argh, Shit! Aku mungkin tak subur!”Kini Sulis berkata hal lain yang malah memperkeruh suasana. Ali semakin jengkel mendengarnya, “Terus kau mau hubungan kita berakhir begitu saja? Kita batalkan tunangan begitu?”Sulis mengangguk dengan air mata yang bercucu
Ali tertegun saat mendengar kabar dari dokter bahwa kekasihnya harus menjalani beberapa tes kesehatan di antaranya tes darah dan rontgen. Sebelum jatuh pingsan Sulis sempat muntah darah penyebabnya. Kesimpulannya ada bagian organ dalamnya yang terluka dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.Ali merasa bersalah, telah mengabaikan kekasihnya karena masalah sepele. Sederhananya, mungkin jika tidak ada drama cemburu tadi sore mungkin Sulis akan baik-baik saja. Sungguh, Ali menyesali sikapnya yang tidak dewasa. “Argh, maafkan aku Sulis. Aku kadang egois.”Ali bergumam dengan helaan nafas berat. Pria itu berjalan lesu dari ruangan dokter dan pergi menuju ruangan di mana kekasihnya dirawat malam itu. Perlahan Ali membuka pintu ruang rawat inap gadis itu. Tampak Sulis sedang tertidur pulas mungkin karena pengaruh obat. Untuk sementara ia dirawat karena kurang darah. Namun penyebab yang lebih serius belum diketahui. Ali berjalan mendekati kekasihnya. Ia berdiri di depan ranjang hidrolik s
Dua orang pemuda tampan tengah menahan kesal menunggu kekasih mereka yang sibuk memilih gaun. Sudah lebih dari dua jam lamanya mereka berusaha memanjangkan sumbu kesabaran. Rasa panas menjalari punggung mereka karena terlalu lama duduk di sofa.Meskipun pelayan butik itu melayani mereka dengan istimewa, memberikan minuman hingga camilan, tetap saja tak bisa mengusir rasa jenuh mereka. Mereka bahkan sudah memainkan ponsel masing-masing, men scroll media sosial tak jelas untuk membunuh waktu. Nihil! “Lama banget! Mereka ngapain aja sih?” ucap pemuda berhidung bangir yang tak lain Mustafa Ali Basalamah pada pemuda tampan bermata sipit yang tengah duduk di sampingnya, dr Zain. Ali beringsut berdiri lalu merenggangkan tubuhnya beberapa saat karena rasa pegal akibat duduk lumayan lama di sofa berbentuk letter U. Ia pun memutar lehernya hingga menimbulkan bunyi kretek yang membuat dr Zain meringis mendengarnya. dr Zain hanya mendesah pelan mendengar keluhan calon iparnya. Dokter muda itu
“Mala, sini Bude yang gendong Gala!”Bude Ratna menghampiri Malati yang baru saja menyusui bayi tampannya. Malati gegas mengancingkan kancing bajunya kemudian melepas apron menyusui saat Gala terlihat sudah kenyang menyusu. Biasanya bayi yang memiliki garis wajah mirip sekali ayahnya itu tertidur saat merasa perutnya penuh, namun kali ini ia terjaga seakan ingin bermain dengan neneknya.Malati pun menyerahkan Gala pada pangkuan Bude Ratna. Bayi itu tersenyum dan menatap neneknya dengan mata yang bening. Sungguh terlihat menggemaskan.Bude Ratna menyematkan senyuman yang lebar menatap cucunya itu dengan penuh haru. Bukan tanpa alasan, Gala terlahir saat ke dua orang tuanya mengalami kecelakaan yang mengerikan.Atas kehendakNya, mereka semua selamat kendati ayahnya kini harus menjalani pengobatan di luar negeri. Seminggu sudah kepergian Aldino ke Singapura. Terpaksa, Malati mengikhlaskan kepergian suaminya bersama Bude Gendhis, suaminya dan beberapa pengawal pribadi utusan Eyang Waluyo.
“Bulan depan!”Ali menjawab dengan penuh keyakinan pertanyaan ayah Sulis. Setelah acara lamaran selesai, Hendi-Ayah Sulis bertanya pada Ali tentang hubungan putrinya dan Ali sudah sampai sejauh mana. Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebab Hendi mengira jika kedatangan keluarga Basalamah itu untuk acara pertunangan. Bukan lamaran menuju pernikahan.Nyatanya, sebelum mereka benar-benar pergi dari kediaman Sulis, Ali memberanikan dirinya, secara langsung ia mengungkapkan rencananya ingin menikahi Sulis sesegera mungkin. Ali berusaha bernegosiasi dengan calon ayah mertuanya, bahwasanya meskipun hubungan mereka belum lama, namun mereka sudah bisa saling memahami karakter masing-masing sehingga ingin segera melangsungkan hubungan mereka ke arah yang serius. Terlebih usia ke duanya telah matang. Sudah sama-sama dewasa.Hendi menatap Sulis sejenak kemudian kembali menggerakan bibirnya. “Nak Ali, Bapak sebagai orang tua sangat bahagia mendengar rencana baik Nak Ali dengan melamar Sulis untuk d
“Ali, kenapa kau belum datang juga? Kenapa juga kau tidak mengangkat telepon dariku? Argh, awas kalau kabur dari acara pertunangan! Aku tak segan memberi perhitungan padamu!” gumam Sulis dengan perasaan yang teramat gelisah. Saat ini Sulis berada di rumahnya di kota Bandung.Hari itu adalah hari bersejarah baginya. Akhirnya Sulis akan dilamar oleh pria tampan dan kaya raya seperti angan-angannya selama ini. Gadis bertubuh jangkung itu berdiri mematung di taman depan rumahnya, menunggu detik-detik kehadiran Ali bersama keluarga besarnya.Ternyata Ali tidak main-main dengan hubungan yang terjalin di antara mereka. Ia serius ingin meminang Sulis. Lamaran Ali sebetulnya ialah waktu yang tepat untuk menentukan kapan waktu pernikahan mereka akan berlangsung. Sebaliknya, Sulis hanya mengira jika lamaran Ali hanyalah pengikat atau tanda keseriusan Ali atas hubungan percintaan mereka. Atau pertunangan biasa.“Sulis, diam bisa gak?” Dari dalam rumah, sang Ibu memanggil putrinya itu dengan suar
Aldino hanya menghela nafas pelan. Ia sebetulnya tak tega jika harus meninggalkan istri dan bayi tampannya yang baru lahir. Namun niatnya sudah bulat. Ia ingin segera sembuh dan tak ingin merepotkan istrinya atau siapapun. Aldino yakin pengobatan medis di luar negeri lebih baik. Oleh karena itu ia menyetujui usulan Eyang Waluyo untuk berobat di Singapura. Aldino akan mengikuti prosedur operasi di sana dan mengikuti terapi hingga kakinya sembuh seperti sedia kala.“Sayang, udah dong! Ini demi kebaikan kita semua.”Aldino mengusap-usap punggung istrinya yang tenggelam di balik dada bidangnya. Mendengar Aldino akan pergi jauh, Putri Melati terlihat murung. Bahkan ia menangis tersedu sedan.Malati bukan tidak ingin suaminya mengikuti pengobatan di rumah sakit luar negeri. Namun ia ingin ikut bersamanya ke negeri yang terkenal dengan patung Merlionnya.Malati dan baby Gala belum bisa berangkat mengingat usia bayi mereka masih belum siap untuk berpergian jauh. Begitupula dengan Malati yang