Para pemegang saham lain menatap Aiden dengan tatapan kritis.“Ibu, Tuan Garry sudah membuat banyak kerugian pada perusahaan dan banyak dana perusahaan dikorupsi. Tidak hanya itu, dia melakukan pelecehan pada karyawan wanita yang membuat masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada perusahaan kita. Sudah seharusnya kita menyingkirkannya dan mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat pada perusahaan,” balas Aiden dengan ekspresi tegas memandang para pemegang saham lain.“Ini tidak akan terjadi jika kamu tidak melaporkan Garry dan membuat perusahaan kita menjadi sorotan publik!” balas seorang pria tua setengah baya, Edward Cole, salah satu kerabat Aiden yang tidak memiliki nama keluarga Ridley. Aiden mengenalinya sebagai salah satu orang yang menjilat Esme. “Paman, jika aku tidak menangani lebih cepat, para karyawan akan mengajukan petisi dan itu akan menjadi skandal bagi perusahaan. Ini akan menjadi buruk bagi citra perusahaan di mata masyarakat. Aku sudah berusaha menangani kasus T
“Seseorang yang seharusnya tidak memiliki hak suara di sini, tidak berhak mempertanyakan Presdir Ridley yang berusaha keras untuk perusahaan ini. Paman, siapa yang mengizinkanmu hadir di pertemuan ini?”Wajah Edward memerah marah karena merasa dipermalukan dan ingin memarahi keponakannya karena kurang ajar.“Baiklah, mari kita hentikan diskusi ini.” Esme memotong sebelum Edward mengatakan sesuatu yang membuat keributan dalam rapat. Dia menatap semua pemegang saham sebelum melanjutkan kalimatnya. “Semua orang sudah mendengar penjelasan Aiden. Kami akan berhenti membahas kasus Tuan Garry dan membiarkan pihak berwenang menangani kasus ini. Untuk saat ini kita harus berhati-hati agar tidak ada kasus lagi yang serupa terjadi di perusahaan.”Dia mengalihkan pandangannya dengan tegas pada Aiden. “Aiden, ini akan menjadi tugasmu untuk peringatkan para direktur setiap departemen agar berhati-hati pada pekerjaan mereka dan jangan membuat masalah seperti Tuan Garry.”Bibir Aiden berkedut menatap
Meski Aiden tidak memiliki perasaan padanya, dia tidak akan bisa menghadapi tekanan para kerabat sekaligus pemegang saham untuk menikahkannya dengan Felicia. Hati Felicia berbunga-bunga mendengar rencana pernikahan ini dengan penuh antisipasi dari setiap ucapan Esme.“Selama bertahun-tahun Aiden dan Felicia menjadi pasangan yang diharapkan oleh semua orang jika saja mantan istri Aiden tidak muncul di tengah mereka. Felicia akan menjadi calon istri yang sempurna untuk Aiden. Bagaimana menurut kalian, Tuan-tuan?” Esme menatap semua orang di meja untuk meminta pendapat mereka.Beberapa orang terlihat berpikir dan beberapa mengangguk setuju dengan ucapan Esme.Aiden tetap tidak mengatakan apa pun dan terlihat tenang.“Aiden, bagaimana menurutmu? Kamu lah yang akan menikah, kamu harus memberikan pendapat. Tetapi, jangan memberi kami kandidat lain seperti mantan istrimu,” kata Esme mengalihkan pandangannya pada Aiden.Aiden tidak mengatakan apa pun, tetapi pria di sebelahnya, Calvin yang b
“Sudah diputuskan. Aiden, jika kamu bisa rujuk dengan mantan istrimu, kami tidak akan membahas pernikahan keduamu.” Salah satu pemegang saham yang netral berkata dengan bijak. “Jika kamu tidak berhasil rujuk dengan mantan istrimu, kamu harus mencari wanita yang cocok untuk citra perusahaan,” tambahnya kemudian.Wajah Felicia memucat dan sedih. Namun, dia tidak memiliki hak suara dalam rapat. Dia benci Esme karena tidak berguna untuk membantah, tetapi dia lebih membenci Iris karena muncul dengan status barunya, membuatnya tersingkirkan sebagai calon istri Aiden.Sementara Esme menggertakkan gigi tidak menemukan sepatah kata pun untuk membantah.Aiden mengangguk tenang dan berdiri.“Aku akan memikirkannya. Rapat berakhir di sini.”.....“Terima kasih atas bantuanmu,” kata Aiden begitu keluar dari ruang rapat bersama Calvin.“Jika kamu tidak memberiku informasi WLT Group, aku tidak akan mengungkit mantan istrimu dalam rapat ini. Tapi Aiden, apa kamu sudah menduga Esme akan membahas perni
Iris sontak berdiri menghadap pria itu. “Aiden, apa yang kamu lakukan di sini?”Aiden mendekati Iris, langkahnya cepat dan marah. Tangannya meraih pundak Iris kasar membuat wanita itu meringis kesakitan.“Akh, apa yang kamu lakukan, sakit tahu,” desis Iris mencoba melepaskan cengkeraman Aiden.Apa yang membuat pria itu menggila?Aiden menatapnya dengan mata memerah penuh amarah. “Iris Jessen, beraninya kamu menyembunyikan—““Paman Tinggi!” seru Dimitri tiba-tiba menghentikan ucapan Aiden. Aiden tersentak dan menoleh ke belakang Iris. Dia melihat sosok Dimitri melambaikan tangannya yang tidak diperban.“Paman Tinggi, mengapa Paman ada di sini? Apa Paman menjenguk aku?” mata besarnya menatap Aiden dengan ingin tahu dan berbinar.Ekspresi Aiden melunak. Dia baru menyadari Dimitri sudah sadar setelah operasinya tiga hari yang lalu dan terlihat baik-baik saja. Dia melepaskan cengkeramannya dari pundak Iris dan beringsut mendekati tempat tidur anak itu.“Dimi, bagaimana lukamu, Nak? Apa Di
Aiden menatap mantan istrinya sangat marah.Iris menatap tanpa ekspresi dokumen hasil tes DNA di depannya. Tidak bertanya bagaimana pria itu bisa membuat kesimpulan begitu cepat dan mengambil sampel Dimitri untuk tes DNA.“Benar, Dimitri adalah anakmu. Lalu apa? Kamu ingin mengambilnya dariku?”“Aku Ayah Dimitri, aku berhak menginginkan anakku,” balas Aiden menatap Iris tajam.Iris tiba-tiba tertawa. “Atas dasar apa kamu menginginkan anakku? Apa kamu yang melahirkannya? Membesarkan Dimitri dan merawatnya?”“Jika kamu tidak menyembunyikan Dimitri dariku, aku akan membesarkan dan merawat putraku! Mengapa kamu tidak memberitahuku saat kamu mengandung Dimitri?!” Suara Aiden meninggi.Iris membalasnya dengan suara tak kalah tinggi dan marah. Semua kebencian dan sakit hatinya membuncah saat dia berseru pada pria itu, “Mengapa aku harus memberitahumu? Kamu bahkan tidak mencariku saat aku pergi!”“Saat itu kamu meninggalkan surat cerai dan pergi dengan selingkuhanmu! Mengapa aku harus mencari
Dia hanya anak kecil berusia lima tahun yang dimanjakan dan terlindung dalam perlindungan kasih sayang ibu dan neneknya. Ini pertama kalinya dia melihat orang dewasa bertengkar.Meskipun dia tidak mengerti kata-kata orang yang diucapkan oleh orang tuanya, suara mereka yang keras dan galak membuatnya takut.Suara pertengkaran dua orang dewasa itu tentu menakuti anak kecil itu.Ekspresi Iris melunak dan merasa bersalah pada putranya. Dia melupakan kemarahannya pada Aiden dan berlutut di depan Dimitri.“Maafkan mommy, Sayang ... sstt, jangan menangis. Maaf, mommy tidak akan melakukannya lagi, jangan menangis, Sayangku.” Iris membujuk Dimitri dan menghapus air mata di wajah mungilnya.Aiden tidak tahu bagaimana menghibur seorang anak, jadi dia hanya diam dan menatap penuh arti pada Iris. Dimitri masih sesenggukan, tetapi perlahan-lahan mulai berhenti menangis.“Mommy, Paman itu benar-benar Daddy?” Dia menunjuk Aiden dengan tatapan ingin tahu dan penuh harap.Iris terdiam dan menggigit bi
Aiden menghela napas, mengerti mengapa Iris membuat alasan pada Dimitri atas ketidakhadirannya selama bertahun-tahun dari sisinya sebagai sosok ayah.Dia memeluk Dimitri lembut. Dia melepaskan pelukan Dimitri, menatap wajah mungil putranya. Wajah cemberut Dimitri terlihat sedih.“Maaf, daddy memang sibuk bekerja bukan karena daddy sudah tidak menginginkan Dimitri.” 'Tapi karena ibumu menyembunyikanmu dariku,' lanjut Aiden dalam hati.“Daddy, tidak akan pergi lagi, 'kan?” tanya Dimitri menatap Aiden penuh harap.“Tidak akan lagi. Daddy akan selalu berada di sisi Dimitri,” balas Aiden mengusap rambut hitam Dimitri lembut. Semakin dia menatap wajah anak itu, dia benar-benar melihat Dimitri sangat mirip dengannya. Rambut hitam, mata hitam dan fitur wajahnya benar-benar jiplakan dirinya.Mengapa dia tidak menyadarinya saat pertama kali bertemu di toilet di Negara S? Jika dia tahu saat itu, dia akan membawa putranya.“Sungguh? Daddy tidak bohong?”“Tidak, daddy tidak akan bohong. Bagaiman
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug