Dimitri enggan melepaskan tangannya dari leher Aiden dan berbaring di tempat tidur. tapi tangannya mencengkeram ujung kemeja Aiden.“Ada apa?” Aiden memandang wajah kecilnya dengan penuh perhatian.“Daddy, apa daddy bisa antar aku ke sekolah besok?” Dia memandang Aiden dengan pandangan memohon.Aiden mengangguk sambil mengacak-acak rambutnya. “Iya. Daddy akan antar Dimitri ke sekolah. sekarang tidur.”Dimitri tersenyum lebar sebelum memejamkan matanya.Aiden mencium keningnya dan menarik selimut untuk menutupi tubuh kecilnya sebelum berdiri meninggalkan kamar itu. Dia menutup pintu kamar Dimitri di belakang punggungnya dan tiba-tiba merasa tidak tahu harus melakukan apa.Aiden melirik pintu kamar di sebelah kamar Dimitri, kamar Iris dan dirinya. Dia memikirkan ucapan Dimitri dan berjalan menuju kamar itu. Dia membuka pintu kamar itu dan menemukan bahwa pintu tidar terkunci.Aiden ragu-ragu sejenak sebelum membuka pintu kamar dan masuk. Kamar itu tampak remang-remang dengan cahaya mini
Iris tidur lebih awal karena kehamilannya hingga dia terbangun di tengah malam. Biasa Iris akan bangun karena haus, tapi kehangatan tempat tidur membuatnya enggan keluar dari kehangatan kasur. Dia membenamkan wajahnya di bantal dan meringkuk pada sumber kehangatan di punggungnya. Napas hangat menerpa lehernya membuatnya geli.Iris membuka matanya mengantuk merasakan tangan memeluk perutnya dan menarik tubuhnya ke kehangatan di belakang punggung. Iris sekejap membuka mata dengan kaku dan melirik ke belakang.“Aiden ....” Dia bergumam dengan mata menyipit melihat wajah tampan Aiden bersandar di lehernya dengan mata terpenjam.Kapan pria itu tidur di tempat tidurnya?Tubuh mereka saling menempel di bawah selimut dan hanya dipisah pakaian tipis di tubuh mereka. Iris bergerak ingin berbalik tapi pantatnya menggeser sesuatu yang keras di bawah sana.“Uhmm ....” Suara erangan Aiden terdengar seksi di telinganya. Hidung pria itu mengendus dan mengecup lehernya.“Ah ....” Iris tidak bisa berka
Kamar itu panas, suara erangan pria dan wanita bercampur bergema dalam kamar. Bunyi decitan ranjang semakin lama semakin keras mengikuti gerakan pinggul kuat pria itu.Iris pusing dan kewalahan. Bibir mungilnya tidak berhenti mendesah. Mereka bercinta dengan berbagai macam posisi dan berpindah tempat membuatnya lelah.“Tolong ... tidak lagi ....” keluh Iris saat tubuhnya tersentak-sentak saat gerakan pria di belakangnya semakin beringas.“Shhh ... kamu yang menggodaku wanita nakal,” geram Aiden membenamkan wajahnya di leher wanita itu meredam suara erangannya. Tangannya mencengkeram pinggang Iris dan menggerakkan pinggulnya maju-mundur dengan keras dan cepat. “Ku—mohon ... cukup! Ah!” Tangisan Iris terdengan sensual membuat pria di belakangnya semakin bersemangat.Aiden menarik dagu Iris dan melumat bibirnya dalam ciuman panas semantara pinggulnya bergerak tanpa henti dan keras merasakan pelepasannya akan datang.Beberapa saat kemudian, bibir keduanya terpisah dan melenguh dalam ken
“Apa kamu baru saja memarahi Peter?”Aiden hanya mendengus acuh tak acuh tidak menanggapi pertanyaan wanita itu dan membolak-balik laporan keuangan di atas mejanya.“Apa yang membuatmu kemari?”Felicia tersenyum. “Tidak ada yang penting sih. Aku hanya ingin tanya apa kamu ada waktu ikut acara reuni SMA kita?”“Aku tidak akan datang.”“Ayolah. Kamu harus datang kali ini. Kamu menjadi semakin jauh sejak kamu menikah. Teman-teman kita berkomentar setiap kali kamu absen dari acara reuni. Mereka membicarakanmu di belakang bahwa hidupmu dikendalikan istrimu,” kata Felicia menggoda.Aiden mengernyit dan mendongak menatap Felicia senang. “Omong kosong. Aku hanya sibuk.”Felicia tertawa. “Kamu harus mengonfirmasi itu sendiri. Tidak ada yang akan percaya apa yang kukatakan bahwa kamu sibuk. Lagi pula kamu berhenti ikut acara reuni sejak kamu menikah. Mereka mengolok-olokmu karena terpincut dengan mantan pelayan bar dan melupakan Letizia—“ Felicia tersentak saat Aiden memukul meja kerjanya.Aid
“Aku tidak tahu jelasnya bagaimana kalian bisa bersama. tapi ketika Iris kembali ke York City, dia membawa seorang anak yang mirip denganmu. Mungkin karena Dimitri membutuhkan sosok ayahnya, kalian akhirnya rujuk,” jelas Felicia tanpa berusaha menjelek-jelek Iris di depan Aiden.Aiden tidak menanggapi selama beberapa saat.“Lalu bagaimana dengan pria itu?”Felicia tersenyum. “Jangan khawatir, aku dengar Hugo Wallington hanya sepupu Iris dan dia juga yang membesarkan Dimitri bersama Iris selama enam tahu di Negara S. Tapi kamu ... kamu terlihat tidak menyukai Hugo Wallington itu.”Aiden mendongak memandangnya dengan wajah tanpa ekspresi.“Mengapa aku tidak menyukai Hugo?”“Hm ... kamu sendiri yang lebih baik daripada aku,” kata Felicia. “Pikirkan perasaanmu seperti apa melihat Hugo Wallington yang menjemput Iris enam tahun yang lalu saat dia meninggalkan rumah. Selama enam tahun mereka hidup bersama dan membesarkan Dimitri, menurutmu bagaimana perasaanmu saat pria lain membesarkan anak
“Nyonya—“ Royid berdiri hendak menyapa Iris ketika melihatnya keluar dari kantor Aiden. tapi itu melewatinya dengan cepat sambil menundukkan kepalanya. “Apa terjadi?” gumam Royid sambil menggaruk belakang lehernya bingung.Belum lima menit Iris masuk ke kantor Presdir, dia sudah keluar dengan ekspresi sedih seolah diusir.Tak lama kemudian Peter dan Felicia keluar dari kantor Aiden. Peter melewati meja kerjanya dan keluar dari kantor itu tergesa-gesa seolah sedang kebelet. Sementara Felicia berhenti di depan meja kerja Royid sambil menyilangkan tangannya di depan dada dan menatap pria itu tajam.“Royid, apa kamu mau dipecat?!” Royid membelalak bingung dan cemas. “Apa aku membuat kesalahan?”“Tentu saja kamu membuat kesalahan! Beraninya kamu membiarkan sembarangan orang masuk di kantor dan mengganggu pertemuan Aiden!”“Maksud kamu Nyonya Iris? Tapi Nyonya Iris adalah istri Presdir.“ Royid berkata dengan bingung.Felicia berdecak kesal mendengar menyebutan Iris sebagai istri A
“Cepatlah, kulit kepalaku sakit!” keluh Iris mencoba melepaskan rambutnya yang tersangkut.“Maaf ....” Peter juga panik dan berdebar. Posisi mereka terlalu dekat. Jika orang lain melihat, akan muncul rumor yang tidak menyenangkan antara dia dan istri bos.“Awww, sakit sekali! Cepat lepaskan.” Iris mengerang mencoba menarik kepalanya karena dia tidak bisa melihat rambutnya yang tersangkut. “Nyonya tolong jangan bergerak! Aku hampir melepaskan—““Apa yang sedang kalian lakukan!”Terdengar sebuah suara dingin membentak mereka. Kedua orang itu langsung menoleh dan membelalak melihat sosok Aiden berdiri tak jauh sebelum mendekati mereka dengan ekspresi gelap di wajahnya. Felicia menyusulnya di belakang.Felicia tersenyum tampak senang dengan pemandangan di pemandangan di depannya.“Ya, ampun. Aku tahu kalau kalian sangat dekat, tapi apa kalian harus menunjukkan kedekatan kalian di sini, di mana siapa saja bisa melihat dan salah paham. Apa kalian sadar sedang berada di mana? Bag
Felicia menatap Iris sambil menahan senyum sebelum mengubah wajahnya menjadi sedih dan berbalik menghadap Aiden. Dia menundukkan kepalanya masuk ke dalam lift.“Maafkan aku Aiden,” bisiknya lirih memegang pipinya.Aiden tidak berkomentar dan memandang lurus wanita yang berdiri diam di depan.Iris tidak bergerak di tempat sampai pintu lift tertutup. Begitu sosok Aiden menghilang di balik lift. Air mata mengalir di pipinya. Dia bahkan tidak memakan bekal yang dibuatnya.“Nyonya, kamu tidak apa-apa?” Peter bertanya dengan hati-hati. “Maafkan aku, Presdir menjadi marah padamu karena aku— Nyonya!” Peter buru-buru menahan tubuh Iris yang terlihat lunglai.Iris mencengkeram lengan Peter dan mencoba berdiri tegak. Tangannya mencengkeram perutnya. “Aku baik-baik saja. Perutku hanya sakit,” bisik Iris lemah.Wajah Peter berubah panik. Dia baru ingat Iris sedang hamil. “Janinmu Nyonya! Aku akan menghubungi Presdir dan membawamu ke rumah sakit!” dia buru-buru mengeluarkan ponselnya, tapi