“Apa?! Dia menghina wanita muda itu karena mantan pelayan bar, tapi dia sendiri dulunya ‘wanita panggilan’ ““Benarkah Nyonya Ridley dulu ‘wanita panggilan’ dan simpanan?”“Aku tidak menyangka Presdir Ridley memiliki ibu tiri mantan ‘wanita panggilan’“Wajah Esme memucat mendengar bisik-bisik yang tertuju padanya. Dia memelototi Iris penuh amarah.Bagaimana wanita itu bisa tahu tentang masa lalunya yang mati-matian ditutupinya?“Kamu—beraninya kamu memfitnahku!” Dia mengangkat tangannya untuk menampar Iris.Iris menangkap tangan yang melayang di udara sebelum Esme bisa menamparnya dan menatap dingin wanita tua itu. “Sekarang kamu tahu bagaimana rasanya direndahkan? Jika kamu tidak ingin orang lain mengungkap masa lalumu, lebih baik tutup mulutmu dan sadari sendiri posisimu,” desis Iris melempar tangan Esme.Tubuh Esme bergetar menahan amarah.“Iris, kamu sudah keterlaluan! Bagaimana pun Bibi adalah ibu Aiden dan mantan mertuamu. Beraninya kamu menghina Bibi! Apa kamu tidak takut Aiden
“Silakan ikuti saya, Nona.”Iris melirik Felicia dan Esme untuk terakhir kalinya sebelum menyusul staf toko ke kasir. Iris menghela napas lega karena Esme dan Felicia tidak melihat Dimitri. Dia segera mencari putranya.Orang-orang di sekitar yang menonton juga mulai bubar. “Apa-apaan perempuan murahan itu!” Esme sangat marah.Dia menoleh memelototi Felicia. “Apa maksud kata-kata Iris? Kerja sama apa yang dia maksud?!”Felicia terlihat meringis dan berkata dengan hati-hati, “Bibi, aku lupa memberitahumu. Iris adalah Direktur Utama WLT Group. Baru-baru ini RDY Group dan WLT Group bekerja sama untuk proyek taman bermain Big Island.”Wajah Esme terkejut dan memucat.“Apa kamu bilang?! Dia Direktur Utama WLT Group? Bagaimana wanita murahan itu bisa jadi Direktur?!” desisnya tidak percaya.“Aku juga tidak ingin percaya. Siapa yang menyangka mantan pelayan bar bisa menjadi direktur utama. Mungkin dia menjual tubuhnya atau menjadi wanita simpanan pria dari keluarga Wallington? Wanita pemanja
Setelah meninggalkan mal, Felicia gelisah di kamarnya. Dia terus memikirkan anak yang bersama Iris di mal. Wajah anak itu mirip dengan Aiden. Dia tidak yakin Iris sudah menikah lagi setelah bercerai dengan Aiden. Felicia harus memastikan sendiri apa anak itu adalah anak Aiden atau pria lain, dan harus menyingkirkan anak itu lebih cepat sebelum menimbulkan masalah untuknya di masa depan. Felicia berhenti berpikir dan mengambil tasnya lalu keluar dari kamar, pergi ke suatu tempat untuk menemui seseorang. Felicia mengendarai mobilnya selama satu jam sebelum berhenti di sebuah pub terpencil. Dia harus menyewa seseorang untuk menyelidiki Iris dan mengawasi anak itu. Dia harus menyingkirkan anak itu tak peduli siapa ayahnya. Firasatnya mengatakan anak itu akan membawa bencana pada rencananya dan Aiden. .... “Mommy, kita mau ke mana?” Dimitri menarik tangan Iris dengan wajah mengantuk saat Iris membawanya berjalan kaki menuju ke suatu tempat. Iris tersenyum menatap wajah kecil Dimitri y
Senyum di wajah Dimitri menghilang dan dia menatap ibunya tanpa berkedip. Meskipun dia anak berusia lima tahun, dia mengerti apa kata ‘pergi ke awan’ karena orang-orang dewasa selalu menggunakan alasan tersebut ketika menyebutkan orang yang sudah meninggal. “Dimi mengerti. Kakek Philip juga pergi ke awan. Dimi juga tidak bisa bertemu Kakek Philip lagi,” ujarnya dengan suara kekanakannya. Iris tersenyum sedih mengusap rambut Dimitri. “Tapi, kita masih bisa mengunjungi kakak Zein, Dimi mau ikut, ‘kan?” Dimitri mengangguk. Wajah mengantuknya sudah menghilang setelah mengetahui tentang saudara laki-lakinya. “Kalau begitu mari kita pergi beli bunga sebelum mengunjungi Kakak Zein,” ajak Iris berdiri dan meraih tangan mungil Dimitri. Iris membawa Dimitri ke salah satu toko bunga dekat area pemakaman. Toko bunga itu buka meskipun masih pagi. Setelah memilih bunga anyelir berwarna merah muda, Iris membawa Dimitri untuk membayar bunga tersebut. “Anda datang pagi-pagi, siapa yang ingin Anda
“Dimitri, ayo beri salam pada kakakmu,” pintanya lembut mengulurkan tangannya pada Dimitri agar mendekat ke pusara Zein. Dimitri patuh mendekat dengan kaki kecilnya berdiri di samping makan Zein dan memberi salam ke pusara Zein. Dia berjongkok mengusap batu nisan Zein. “Halo, Kakak, namaku Dimitri. Aku adalah adikmu. Meskipun kita tidak pernah bertemu, aku senang memiliki Kakak.” Mata Iris memerah mendengar kata-kata Dimitri. Dia merangkul putranya dan memandang pusara Zein. “Sayangku, Zein putra mommy, maaf mommy baru datang berkunjung. Apa kamu baik-baik saja di sana? Kamu bersama Kakek dan Nenek?” bisik Iris penuh kerinduan. Tidak ada yang menanggapi ucapannya. Anak yang terbaring di bawah sana tidak akan bangun dan tak peduli berapa banyak Iris merindukannya. Mata Iris terpejam membiarkan air matanya mengalir di pipinya. ‘Sayang, mommy berjanji akan membalas orang-orang yang membunuhmu,’ bisiknya lirih dalam hati. “Mommy ....” Sebuah tangan kecil mengusap pipi Iris membuatny
Iris selalu peduli dengan gizi putranya, namun kali ini ia berpikir tidak ada salahnya membelikan cumi-cumi bakar sesekali pada Dimitri. Dia sudah sering memakannya sejak kecil dan tidak berpengaruh pada kesehatannya. Iris tersenyum dan mengangguk. “Asal Dimi merahasiakan ini dari nenek Lilian, janji?” dia membungkuk mengulurkan jari kelingkingnya pada Dimitri. Mata Dimitri berbinar. “Yeay, Dimi janji tidak akan kasih tahu Nenek!” serunya gembira menjalin jari kelingking mungilnya pada jari kelingking Iris. Iris tersenyum menggenggam tangan Dimitri dan membawanya ke stand makanan jajanan cumi-cumi bakar. Akan tetapi, sayangnya stand itu cukup ramai pembeli yang berkerumun. Jika dia menunggu para pembeli yang lain selesai, itu akan memakan waktu lama. Belum lagi pembeli selalu berdatangan. Stand jajanan itu tampaknya sangat disukai dan laris oleh pembeli. “Mommy, kapan belinya? Aku lapar ....” Dimitri mengeluh setelah menunggu selama hampir sepuluh menit. “Sebentar sayang tunggu m
“Tolong telepon ambulans! Anak itu berdarah!” “Dimitri! anakku!” tangis Iris histeris menerobos kerumunan, mencoba melihat keadaan putranya.“Tolong minggir, aku ibunya!” Iris menangis tidak bisa menerobos kerumunan orang di sekitar lokasi.Orang-orang mendengar tangisan Iris dan memberinya jalan.“Dimi! Anakku!” Iris jatuh berlutut menutup mulutnya dan menangis melihat putranya berdarah di pelukan seorang pria. “Dimi, sayangku ....” Dia tidak memperhatikan Aiden dan menangis ingin mengambil Dimitri ke pelukannya.Tangisan Iris menarik perhatian Aiden. Aiden menoleh menatapnya dengan tatapan heran dan terkejut. “Dia anakmu?”Iris mendongak menatap Aiden. Matanya melebar terkejut dan tergagap.“A-Aiden ....”Mata Aiden menyipit menatapnya curiga. Namun, seorang pria memberitahu mereka dan memutuskan tatapan Aiden dan Iris.“Tuan, kami sudah menelepon ambulans. Tolong jangan gerakan anak itu. Takut anak itu mengalami luka parah.”Aiden mengalihkan pandangannya pada anak di p
Iris paling takut Aiden dan Dimitri akan saling mengenali satu sama lain sebagai ayah dan anak. Bagaimanapun darah lebih kental daripada air.Bunyi alat monitor medis menarik Iris dari pikiran gelisahnya. Dia mengalihkan pandangannya dengan cemas pada petugas ambulans.“Apa putraku akan baik-baik saja?”“Pasien kehilangan banyak darah dan lengan kanannya patah. Anak ini harus segera dioperasi. Tolong sebutkan identitas dan golongan darah anak ini.”Mata Iris memerah dan air matanya mengalir menatap wajah berdarah putranya. Bagaimana putra kecilnya bisa menahan luka separah ini? Dia bahkan tidak pernah terjatuh.Iris mengabaikan keberadaan Aiden dan memberitahu identitas Dimitri beserta golongan darahnya.Setelah petugas selesai mencatat, Iris meraih tangan mungil Dimitri. Dia mencium tangannya dengan penuh sayang dan penyesalan. Seandainya dia tidak melepaskan tangan Dimitri, putranya tidak akan lepas dari pengawasannya dan mengalami kecelakaan.“Maafkan mommy, Sayang ... mommy