"Ke mana mas Hamish, mbak?" tanya Mutia pada Aisyah yang menggeleng ke arahnya. Pikiran Aisyah penuh sekarang, ia memikirkan bagaimana ia akan hidup dengan Hamish setelah Hamish tahu bahwa Mufti bukan anaknya. Apakah Hamish akan bisa menerima Mufti?Aisyah meragu. Tapi, ia juga tak tahu harus kepada siapa ia berlabuh saat ini? Kepada Hans? Mungkinkah ia bisa merebut Hans dari Mirna, istrinya?Apakah aku bisa melakukannya?Aisyah bingung harus bagaimana sekarang. Ia sebatang kara. Sebenarnya ia masih memiliki saudara jauh dari ibunya, tapi entah dimana mereka berada sekarang, sudah puluhan tahun ia tak berkomunikasi dengan keluarga ibunya itu."Mbak? Kok melamun? Dari pada melamun, kenapa gak packing aja? Kita harus keluar dari rumah ini loh," kata Mutia mengingatkan Aisyah yang makin kalut dan bingung saja."Iya," jawab Aisyah sembari berdiri. Mufti telah terlelap dalam pelukannya dan ia masuk ke dalam kamarnya lalu meletakkan Mufti secara hati-hati di box bayi agar anaknya tak terban
Mobil yang dikendarai oleh sopir Mirna terus mengikuti mobil Hans yang ada di depannya. Baik Mirna dan Hamish masih bingung bagaimana Aisyah bisa tahu kalau Hans ada di hotel itu sedangkan ponsel Aisyah dia yang membawanya.Mirna bersumpah bahwa ia tak akan menolerir lagi perselingkuhan Hans kali ini, apalagi ucapan Hamish yang mengatakan kalau anaknya sangat mirip anak Mirna itu benar-benar mengganggu Mirna sekali. "Dari mana istrimu bisa tahu kalau Hans ada di hotel itu? Tapi baguslah, kita bisa tangkap mereka saat bersama kayak gini," kata Mirna pada Hamish. Hamish hanya diam, ia menahan amarah di dadanya karena rasa kesal dan cemburu bahwa Aisyah memilih Hans saat ini, saat ia sudah bisa menerima perlakuan Aisyah yang kelewatan."Jangan sampai kehilangan jejak, pak," perintah Mirna ke sopirnya. "Baik, bu," jawab sang sopir sopan pada Mirna. Sementara itu Aisyah dan Hans tak tahu kalau mereka sedang diikuti oleh Hamish dan Mirna. "Kita mau ke mana, mas?" tanya Aisyah. "Kit
"Mas ...." Aisyah merasa risih karena sikap Hans yang menginginkannya, sedangkan dirinya merasa tak tenang dan nyaman sama sekali hari ini. Aisyah kepikiran Hamish, bertanya-tanya dimana ia sekarang dan apa yang terjadi padanya saat Hamish tahu bahwa Hans sudah tak ada di hotel tempat mereka janjian bertemu. Hans tak peduli dengan penolakan halus dari Aisyah, hasratnya sudah tinggi dan ia tak bisa membendungnya lagi. Anehnya, kepada Mirna yang cantik dan masih memiliki tubuh indah, Hans tak seperti ini, apakah ini namanya menikmati hubungan haram, membuat manusia terlena hingga mengulanginya lagi dan lagi?"Mas, tunggu, bagaimana ..." Aisyah hendak menolak Hans kala Hans berusaha melucuti pakaiannya tapi Hans tak peduli, ia terus melancarkan aksinya dan mulai melepaskan pakaian Aisyah satu persatu sembari terus mencumbunya dan membuat Aisyah akhirnya tak berkutik dengan permintaan Hans tersebut.Mata Hans makin berkilat penuh nafsu kala ia melihat tubuh polos Aisyah di hadapannya. Ia
Hamish pulang bersama Mirna ke rumah Mirna lebih dulu baru ia pulang ke rumahnya dengan naik motor.“Kamu gak mau masuk buat obatin luka di tanganmu?” tawar Mirna dan Hamish menggeleng ke arahnya. Sepanjang perjalanan tadi ia terus melamun, membayangkan adegan dimana ia harus melihat istrinya sendiri bercumbu dengan pria lain, itu sangat memalukan buatnya.Mirna menatap kepergian Hamish dengan hati yang juga hancur, pasalnya setelah hari ini, ia tahu bahwa ia akan menjadi single mom untuk anak-anaknya. Mirna masuk rumah dan sebelum masuk ia berpesan pada satpam rumah.“Jangan biarkan bapak masuk rumah malam ini, apapun yang terjadi. Kunci semua pintu rumah,” kata Mirna yang membuat satpam rumahnya kaget dan bingung. “Kamu dengar perintah saya, kan?” tanya Mirna dan satpam rumahnya mengangguk ke arahnya meski bingung. Selepas kepergian sang tuan rumah, barulah satpam rumah bertanya kepada pak sopri, apa yang sudah terjadi sehelumnya.“Bapak selingkuh, ibu dapatin bapak lagi di kamar b
Jacob memeluk Najwa dari arah belakang ketika Najwa sedang asyik menikmati panorama keindahan alam dari balkon kamar hotelnya. Najwa menoleh dan tersenyum manis ke arah Jacob yang langsung mengecup bibirnya singkat. Lalu keduanya kini kembali menikmati pemandangan luar yang indah sekali. “Kita sarapan?” tanya Jacob dan Najwa mengangguk. Jacob menggandeng tangan Najwa keluar kamar dan langsung mengajaknya turun untuk makan sarapan di lobi hotel. Kemesraan keduanya terlihat jelas dari wajah mereka masing-masing. Sembari menikmati roti bakar serta buah-buahan segar, mereka berbicara tentang rencana bulan madu mereka di kota itu. Sesekali mereka mengambil foto berdua lalu mempostingnya di media sosial mereka masing-masing.Malam hari setelah lelah berkeliling kota dan menikmati destinasi wisata dimana-mana, mereka akan kembali saling menjamah berkali-kali sampai kelelahan dan tertidur hingga keesokan paginya.***Setelah melihat story Najwa yang bahagia di luar negeri saat menikmati bul
"Astaghfirulloh, ""Astaghfirulloh,""Astaghfirulloh,""Kring ... Kring ..." Najwa terus berdoa, menuntaskan dzikir sepertiga malamnya ketika suara telepon berbunyi. Kurang satu putaran lagi jarinya menapaki tasbih di tangannya, tapi telepon itu tidak mau berhenti berdering, membuat konsentrasi Najwa terus terganggu.Alhamdulillah.Tepat setelah dzikirnya selesai, telepon yang terus berdering itu sudah tak berbunyi kembali. Hanya ada dua hal yang menyebabkan telepon itu telah berhenti berdering, asisten rumah tangganya terpaksa bangun dan mengangkat telepon berdering itu atau si penelepon sudah menyerah.Perasaan Najwa jauh lebih baik saat ini setelah salat malam dan berdzikir, ia melepas mukenahnya dan melipat sajadahnya lalu tak berselang lama pintu kamarnya diketuk."Masuk," kata Najwa cukup keras. Pintu kamarnya terbuka sejenak dan ada sosok perempuan paruh baya yang ada di balik pintu berdiri setengah bungkuk dan tersenyum kecil ke Najwa."Maaf mengganggu, bu, ada telepon dari po
“Siapa dia, mas?” tanya Najwa saat ia baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Rambut basah Najwa masih terbalut oleh handuk. Ia mendekati Hamish yang buru-buru meletakkan foto seorang wanita pada dalam kardus yang berisi barang-barang bekas di rumahnya.“Bukan siapa-siapa,” jawab Hamish datar.“Pasti dia Aisyah Rahmah yang selalu kamu ceritakan padaku itu, kan?” tebak Najwa. Hamish memandang wajah istrinya yang bersih tanpa make up, mata lentik Najwa selalu bisa membuat Hamish bertekuk lutut. Hamish menarik pinggang Najwa dan memandangnya dengan seksama.“Tidak penting Aisyah sekarang, yang terpenting adalah kamu di hidupku,” kata Hamish padanya. Hamish langsung mencumbu bibir istrinya.“Aku baru selesai mandi, mas,” kata Najwa melepaskan ciuman suaminya. Semalam mereka telah melakukan hubungan istri yang panas dan itu berkali-kali hingga membuat Najwa merasa sedikit lelah.“Aku selalu bergairah saat bersamamu, sayang,” kata Hamish pada istrinya. Najwa tertawa.“Lalu kapan kita bersi
Hari itu, Najwa memutuskan tidak kembali ke rumah sakit dan menyerahkan mas Hamish sepenuhnya kepada ibu. Tidak enak badan, itu adalah alasannya pada ibu dan bi Surti. Akhirnya, asisten rumah tangga di rumah itu yang bergantian menjaga Hamish dan Aisyah. Ibu dan Bi Surti kembali ke rumah pukul tujuh malam. Saat beliau kembali, Najwa sedang membuat kue, menyibukkan diri dengan hobi yang beberapa tahun lalu menjadi satu-satunya sumber penghasilannya hingga ia memiliki rumah yang ia tinggali bersama suami dan ibu mertuanya. serta toku kue di sebelah rumah. Sayangnya, tiga tahun belakangan, omsetnya terus menurun dan ia terpaksa memecat beberapa pegawainya di sana. Yang tadinya ada lima belas orang yang membantu Najwa di dapur, dan empat orang yang berjaga di toko, kini hanya tersisa empat orang di dapur dan dua orang di toko. Najwa tak sanggup membayar banyak orang saat ini. Sekarang toko kue dan roti ada di mana-mana, beberapa pelanggannya masih ada yang setia beli kue dan memesan padan