Arsaka terdiam selama beberapa saat. Sempat ia pejamkan kedua kelopak matanya untuk menenangkan diri. Berharap dengan apa yang ia lakukan dapat menemukan jawaban tepat.
Drama, memang!
Pria itu kini menatap lekat-lekat wajah pucat Aleta di sampingnya.
Perlahan namun pasti ia menepis sentuhan yang wanita itu lakukan padanya. Aleta seolah merasakan dirinya adalah sekawanan kuman yang menjangkit manusia dan menyebarkan virus setelah diperlakukan Arsaka seperti barusan.
Harga dirinya seolah diinjak-injak dengan sengaja oleh Arsaka. Aleta mengesampingkan perasaan itu. Yang pasti Arsaka harus berada di sini, bersamanya. Harus!
Salahkah?
"Saka, kenapa kamu berubah? Di mana Arsaka yang dulu begitu mencintaiku? Aku benar-benar butuh kamu ada di sini bersamaku, Saka…" lirih Aleta yang tak lelah mengharapkan Arsaka agar tetap tinggal.
Arsaka menghirup napas dalam-dalam. Ia benar-benar dibuat bimban
Meninggalkan rasa yang berkecamuk di dalam diri Arsaka, kini berpindah pada Tantri yang memulai hari pertama kerjanya dengan penuh keceriaan. Senyum tak henti-hentinya terukir jelas dari lengkungan kedua sudut bibirnya.Gadis cantik yang sebentar lagi bertambah usia itu sibuk mengerjakan tugasnya sejak pagi tadi. Ia membaca rentetan tugas satu per satu dengan penuh kesabaran dan ketelitian.Pekerjaan Tantri di butik ini adalah sebagai Quality Control. Ia tersenyum tipis melihat beberapa hal yang sudah ia check list. Setidaknya beberapa hal sudah ia kerjakan dengan penuh tanggung jawab. Setidaknya itu yang selalu ia pegang teguh di tempat mana pun ia mengabdikan diri."Tantri!" panggil Arjuna yang tampak mengejutkan gadis cantik itu.Tantri yang tak sadar jika sedari tadi memainkan ujung pensilnya di area bibir menjadi objek pengamatan atasannya tersebut kini tersenyum kikuk."Pak Arjuna, ada apa memanggil saya, ya?" ta
Tantri memilih diam dan memperhatikan gerak-gerik lawan bicaranya dengan perasaan yang terus menerka.Sandra terkekeh geli."Ah kamu nih, nggak lucu, ah!" ledek Sandra pada Tantri.Tantri mendadak bingung dengan maksud ucapan Sandra.Lucu apanya?Apakah mukanya terlihat lucu di depan Sandra?Ck!"Ada apa, sih, Mbak? Kalau mbak cuma mau ngeledekin saya, lebih baik saya ngerjain job desk yang lain aja, deh!" ujar Tantri berpura-pura merajuk.Sandra semakin terkekeh. Ia menepuk pundak Tantri lumayan kencang hingga membuat gadis itu tampak kebingungan dan sedikit terhuyung ke depan.Ada apa sih ini?Tantri masih diliputi kebimbangan gara-gara Sandra."Mbak Sandra baik-baik aja, kan? Maksud saya, sehat-sehat aja, kan?" tanya Tantri serius.Sandra yang mendengarnya lantas mengerucutkan bibir."Kamu kira aku gila?" timpal S
"Tolong bawa map dokumen penting ini ke ruangan pak Arjuna! Beliau minta dokumen ini dibawa ke ruangannya sekarang juga!" titahnya begitu mendominasi.Tantri terpaksa meletakkan buku miliknya ke atas meja dan meraih map berisi dokumen penting itu untuk diserahkan pada Arjuna sesuai instruksi rekan kerjanya. Ralat, sang senior."Baik, Mbak!" jawab Tantri patuh dan tetap berusaha sopan pada seniornya."Anak baru mendingan jangan banyak gaya, deh! Masih baru tapi udah dikasih tugas sepenting ini buat dibawa ke ruangannya, aneh!" sindir wanita yang berprofesi sama seperti Tantri di butik itu.Tantri tak menanggapi ucapan wanita tersebut. Hal itu hanya akan merugikan dirinya sendiri jika ia membalas kata-kata penuh iri dengki tersebut.Ia sadar diri bahwasannya ia masih anak baru. Sudah biasa anak baru diperlakukan seperti ini oleh para senior di hampir semua tempat kerja. Maklum, para senior merasa keberadaannya akan teran
"Kenapa sepertinya kamu takut dekat-dekat sama aku? Ada apa memangnya kalau kamu di dekatku?" tanya Arjuna penuh selidik.Tantri spontan menggeleng cepat."Bukan begitu, Pak!" elak Tantri."Lalu kenapa? Kok sepertinya kamu rada aneh hari ini? Apa ada yang lagi kamu sembunyikan dari aku?" tebak Arjuna yang tak juga menghentikan keingintahuannya.Tantri refleks mengibaskan kedua tangan bermaksud menyanggah dugaan tak beralasan atasannya tersebut.Tiba-tiba, pria itu terkekeh geli.Tantri mengernyitkan keningnya.Aneh!"Aku cuma bercanda, kok. Jangan tegang gitu, ah! Oh iya, gimana udah mendingan belum sikutmu sekarang? Apa masih sakit?" ungkap Arjuna dengan santainya.Pria itu tak tahu bagaimana gugupnya Tantri saat ini.Seenaknya saja pria itu membuat dirinya kalang kabut seperti ini! Menyebalkan!Tantri tersenyum aneh. Ya aneh, karena hanya d
"Ada apa, Tantri? Katakan aja terus terang! Kamu ini kayak lagi menyembunyikan sesuatu yang mengancam nyawa aja! Hehehe," ledek Arjuna enteng."Bukan begitu, Pak. Saya cuma nggak mau orang-orang berpikir yang bukan-bukan, karena saya bolak-balik masuk ke ruangan bapak pada hari pertama saya kerja di sini.Saya cuma anak baru, Pak. Saya nggak mau dikira yang bukan-bukan sama karyawan lain di butik ini, Pak," ungkap Tantri pada akhirnya meski tak semua ia ceritakan pada Arjuna.Gadis itu memilih cara aman dan tak berbicara banyak mengenai beberapa karyawan lain pada dirinya yang nantinya hanya akan membuat Arjuna semakin menyudutkannya."Memangnya siapa yang mau menuduh kita? Dan apa salahnya coba, kamu single begitu juga aku, kalau seandainya kita memang dekat dan ada hubungan spesial, memangnya kenapa? Tidak ada yang berhak marah, kan?" balas Arjuna teramat santai yang seketika membuat kedua netra bening gadis itu nyaris mencuat da
Baru saja hendak berpikir keras, Arjuna terkekeh geli. Entah hal apa yang membuat pria itu tertawa aneh di depan Tantri. Hanya dia dan Tuhan yang tahu."Tantri, Tantri, kamu jadi orang kenapa gampang panik dan tegang seperti itu, sih? Please dong, jangan mudah percaya sama omongan orang!Aku cuma bercanda dan satu lagi, nggak usah dengerin omongan orang yang hanya akan buat kamu down. Kamu masih muda dan enerjik, sayang aja kalau mental kamu lemah, yang ada kamu mudah diombang-ambingkan oleh orang-orang di sekitarmu. Aduh, aku sih ngomong apaan coba?Ya udah Tantri, kamu boleh lanjutin lagi kerjaan kamu. Oh iya, cuek aja kalau ada yang ngomongin kamu, belum tentu mereka benar! Oke?" ujar Arjuna panjang lebar.Tantri menghela napas lega. Jantungnya hampir copot. Rasanya tak karuan.Menyebalkan sekali, wajah Arjuna yang begitu serius membuat Tantri amat panik dan juga ketakutan.Jemari lentik Tantri sudah mencapai
"Dokter, bagaimana kondisi ibu saya?" kejar Arsaka begitu sang dokter keluar dari ruang pemeriksaan. Ia tak sabaran mengenai bagaimana keadaan ibunya yang telah ditangani oleh wanita matang di hadapannya.Dokter itulah yang dulu menangani Mona usai mengalami kecelakaan bersama Yadi beberapa waktu lalu. Sungguh suatu kebetulan yang ajaib mendapat dokter itu lagi. Dokter Miley, namanya.Sang dokter yang baru saja memasukkan stetoskop ke dalam saku jas putihnya menatap dalam ke arah putra dari pasiennya."Pasien mengalami syok dan stres yang berkepanjangan. Saya sudah melakukan serangkaian pemeriksaan seperti Endoskopi dan Biopsi tapi saya tidak menemukan gejala infeksi, peradangan atau pun kanker.Saat ini pasien diberikan infus cairan untuk mengembalikan cairan yang hilang akibat pendarahan dan mengatasi timbulnya syok. Kami juga masih memantau kondisi beliau, jika pasien kembali mengalami pendarahan dan jumlahnya sangat banyak, mak
Arsaka tampak gelisah memasuki kendaraan roda empatnya. Ia seperti meragu dengan tujuannya. Dilihatnya Yadi yang penasaran dengan gerak-gerik aneh tuan mudanya."Den Saka baik-baik saja, kan? Bagaimana, Den Saka? Apakah kita jadi pergi ke sana?" tanya Yadi meminta kepastian.Pergi ke sana? Memangnya mau ke mana?Arsaka bertanya dalam hati. Ia sibuk memutar otak mencari maksud pertanyaan yang diajukan Yadi padanya.Astaga!Pria itu teringat sesuatu."Oh maaf pak Yadi, aku kehilangan konsentrasi. Oke, kita ke sana sekarang!""Baik, Den Saka!" sahut Yadi mantap.***Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, Tantri mulai merapikan pekerjaannya dan berkali-kali mengintip ke arah luar dari dinding kaca di sampingnya. Di mana saat ini seseorang yang ia tunggu belum berada di sana."Ah!" desah Tantri kecewa dengan telapak tangan bersandar pada dinding kaca. Ia tampak g
Kedua mata Tantri terbuka lebar. Ia menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arah pria muda yang pernah singgah di hatinya selama bertahun-tahun lamanya. Tantri menahan tangis dan amarah di saat bersamaan. Ia terlanjur kecewa dan terluka. Baik Tantri dan Banyu, mereka sama-sama terluka. Namun luka yang dialami Tantri kali ini bertambah dengan ucapan Banyu barusan. Perempuan itu menghela napas berat sebelum akhirnya memberanikan diri kembali mendekati Banyu."Mas…"Banyu menatap dalam kedua mata Tantri dengan hati yang terluka sekaligus penuh harap akan perpisahan perempuan itu yang baru saja menikah dengan Arsaka. "Bagaimana bisa kamu mendoakan aku untuk berpisah dengan laki-laki yang baru beberapa hari menikahiku? Apakah itu adalah doa terbaik darimu atau kutukan darimu? Aku tahu Mas Banyu bukan laki-laki pendendam yang sanggup mengatakan hal-hal semacam itu. Mas, ingat kata-kata itu termasuk doa. Jaga lisan kamu, Mas! Aku tahu kamu itu orang baik. Jangan pernah mengatakan hal
"Saya nggak keberatan kalau kamu mau menyelesaikan urusan kamu dengan dia. Saya akan menunggu kamu di mobil." Arsaka mengatakan hal itu dengan tenang sebelum akhirnya mantap melangkahkan kaki menuju ke dalam kendaraan roda empatnya yang terparkir di halaman Rumah Sakit.Tantri mengangguk pelan menanggapi pemberian izin suaminya. Ia terus mengarahkan pandangannya pada laki-laki yang semula ia benci dan kini telah menjadi suami sahnya hingga tak lagi terjangkau sepasang mata indahnya.Sepeninggal Arsaka, Banyu menatap wajah ayu Tantri yang kini tampak bersalah kepadanya. Suasana mendadak sendu. Rasa kecewa dan terluka bercampur aduk di sekitar mereka berdua."Bagaimana kabarmu setelah melakukan ini padaku, Tantri?" tanya Banyu dengan ekspresi terluka yang begitu kentara."Mas Banyu, aku minta maaf," ucap Tantri seraya menundukkan kepalanya."Minta maaf dalam hal apa, Tantri? Minta maaf karena kamu menikah secara tiba-tiba dengan mantan atasan kita tanpa sepengetahuanku atau karena meny
Yusti tersenyum teduh pada lelaki yang pernah menjadi cinta pertamanya saat duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ia pun memantapkan hati dan pikirannya mengenai keputusan yang sesaat lagi harus ia ungkapkan di depan orang-orang ini. "Bu Mona, saya tidak mau jadi orang munafik," kata Yusti sembari tersenyum malu beberapa detik kemudian."Maksudnya?" "Saya bersedia menghabiskan sisa hidup saya bersama laki-laki ini," ucap Yusti kemudian sambil meruncingkan jari telunjuknya ke arah Yadi. Yadi masih tak menyangka akan mendapat durian runtuh seperti ini. Ia masih mengira semua ini adalah halusinasi yang ditimbulkan olehnya efek bius yang sempat bertengger di tubuhnya. Nyatanya, senyum manis mengembang sempurna di wajah ayu Yusti yang tak lagi muda. "Kamu serius mau menikahi laki-laki seperti aku, Yusti?" Yadi bertanya dengan tatapan yang semakin lama semakin blur. Rupanya air matanya menggenang di sana membuat penglihatannya sedikit terganggu."Kenapa nggak, Yadi? Semula aku selal
Empat orang berkumpul di kamar inap Yadi. Semua orang memiliki buah pemikiran mereka sendiri. Arsaka diam-diam mencuri pandang pada istri kecilnya lalu perlahan-lahan melarikan pandangan pada Yusti yang sedang menunggu penjelasan baik darinya ataupun Tantri. "Sebenarnya tadi itu saya sudah mengetuk pintu. Tapi tidak ada jawaban. Melihat Bi Yusti dan Pak Yadi masih sama-sama terlelap, saya tidak berani membangunkan kalian. Jadi, saya memutuskan meletakkan makanan di atas meja. Setelah itu saya juga ingin meminta maaf karena kami diam-diam mencuri dengar apa yang tadi kalian bicarakan. Untuk yang terakhir ini memang kami akui kami sudah kelewat batas. Tolong maafkan kami, Bi Yusti." Arsaka membela sang istri di garda depan agar tak mendapat amukan Yusti yang sedari tadi memberengut kesal. "Tapi kan kalian ini sudah sama-sama dewasa, masa iya ada orang tua lagi bicara serius eh malah kalian nguping? Malu ah sama umur," Yusti masih terlihat merajuk.Yadi yang ada di sebelahnya tertawa
Kedua mata Arsaka membola. Ia sudah membayangkan yang tidak-tidak. Ia begitu khawatir dan juga panik kalau sampai aksinya saat ini tertangkap basah oleh pasangan paruh baya di sekelilingnya. Eh tunggu dulu? Memangnya mereka adalah pasangan kekasih? Astaga! 'Fokus, Saka! Fokus! Nggak usah mikirin hal lain. Lebih baik kamu berdoa supaya bisa tetap aman dan bisa cepat kabur dari sini. Bi Yusti, aku mohon tolong jangan bangun dulu,' ucap Arsaka dalam hati seraya menyemangati diri sendiri supaya situasi tetap aman terkendali.Entah semesta merestui niat baiknya atau tidak. Bukan Yusti yang membuka mata atau menangkap basah dirinya di ruangan itu, melainkan pasien yang terbaring lemah bernama Yadi yang kini membuka mata. Pandangan Yadi sepertinya masih blur dan pria itu sedang berusaha sekuat tenaga beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Hal itu dimanfaatkan oleh Arsaka untuk berjongkok dan berjalan mengendap-endap hingga pintu keluar. Sumpah demi apa pun, Arsaka tidak pernah melakuka
Selang infus masih terpasang di punggung tangan Yadi. Yusti menatap iba pada lelaki yang seringkali ia maki jika mereka berjumpa. Dan sekarang ia merasakan kesepian sepertinya ada yang kurang di dalam hatinya.Bukan ini yang Yusti inginkan. Ia ingin melihat Yadi dalam keadaan baik-baik saja. Walau kata dokter barusan Yadi akan baik-baik saja usai mendapatkan penanganan, hal itu tidak lantas membuat kecemasannya mereda. Ia masih tetap merasakan hal itu mengganggu ketenangan jiwanya. "Yadi, ayo bangun! Kamu nggak kangen berantem sama aku? Kalau kamu berani sama aku, ayo ladeni kata-kataku! Jangan cuma tidur terus! Payah ah kamu, masa begitu saja kamu belum bangun juga. Ayo bangun! Kita lanjutkan perseteruan kita lagi dan lagi," tantang Yusti sambil menahan tangis. Air matanya kembali tumpah membasahi pipi. Ia kesal sekali. Menurutnya, ia bukan tipikal wanita yang cengeng. Tapi kenapa ia malah menangis hanya karena ini? "Ayo bangun, Yadi! Katanya kamu mau nikah sama aku? Jadi apa ngga
Arsaka diam. Pria itu bergeming di posisinya. Ia melirik sekilas ke arah Yadi. Tak lama kemudian Arsaka menghela napas panjang sebelum berucap pada sang mantan. "Silakan lakukan apa pun yang kamu mau. Aku nggak akan menghentikan atau melarang kamu untuk menyakiti dirimu sendiri. Kalau kamu sakit, yang rugi itu bukan aku. Melainkan kamu. Sekarang kamu mau melakukan apa pun, semuanya juga akan kembali ke kamu. Kamu sudah dewasa dan bisa berpikir jernih. Kalau kamu merasa menyakiti diri sendiri akan menjadi jalan terbaik untuk kamu, ya itu hak kamu. Kamu dan aku sudah tidak seperti dulu. Kamu adalah kamu. Dan aku adalah aku dengan seseorang yang telah menjadi masa depanku. Sekarang yang bisa aku katakan ke kamu adalah berhentilah bersandiwara! Kamu adalah seorang artis dan model. Tidak bersamaku tidak akan membuat kamu menderita atau merugi. Seharusnya kamu bersyukur karena sudah tidak lagi berhubungan dengan aku. Kamu bisa mencari atau menemukan seseorang yang jauh lebih tepat darip
Tepat sebulan setelah kejadian di mana Tantri dilamar secara pribadi dan mendadak oleh Arsaka, saat ini kedua insan manusia yang sempat dijodohkan oleh Mona beberapa bulan lalu duduk bersisian di hadapan sang penghulu."Nak Arsaka sudah siap?" tanya sang penghulu sebelum memulai prosesi ijab kabul."Saya siap, Pak," tegas Arsaka tanpa ragu."Wah pengantin laki-lakinya sudah nggak sabaran rupanya menjadi suami sah dari Mbak Tantri! Kalau begitu tanpa mengulur waktu lagi, mari kita mulai prosesi pengucapan janji suci antara Mas Saka dan Mbak Tantri!" ajak sang penghulu yang berusaha mencairkan suasana yang sempat terasa kaku di sekelilingnya.Dan dimulailah pengucapan ijab kabul…Arsaka mengucap janji suci pernikahan dengan tegas, lantang dan "Bagaimana saksi? Sah?" tanya bapak penghulu pada para saksi yang duduk mendampingi sepasang pengantin tersebut. "Sah!" pekik para saksi dengan penuh semangat. Arsaka melirik Tantri yang ada di sampingnya yang kini tersipu malu usai mendengar pe
"Lepaskan ibuku!" teriak Arsaka sambil mendorong tubuh Debora hingga terjatuh di paving block. BruggSuara tubuh wanita itu "Aaaakkh, sakit!" Debora meringis kesakitan. Ia mengangkat tangannya meminta pertolongan suaminya. "Papa, tolong!" Guntur yang merasa bersalah usai mendengar pengakuan Mona hanya bisa diam dan perlahan-lahan membantu istrinya untuk bangun dari posisi memalukan itu."Papa, jangan tinggal diam! Mereka berdua sudah melakukan kejahatan sama Mama. Ayo buruan lapor polisi, Papa!" Debora mengemis iba pada Guntur. Ia mencoba mengompori sang suami agar mau menuruti permintaannya. Bukan ekspresi marah yang kini terlihat di wajah Guntur. Wajahnya masih menunjukkan perasaan bersalah pada semua orang yang ada di sekelilingnya terutama pada gadis cantik yang diakui Mona sebagai calon menantu."Apakah benar kamu adalah anaknya Sekar?" tanya Guntur usai membantu sang istri berdiri di sampingnya dengan lebih baik. Ia melepaskan gelayutan tangan Debora dan mendekati Tantri. "