Arman mengedarkan pandangannya dia menatap semua arah di dalam kamar yang sangat luas itu. Bahkan, dia melihat balkon kamarnya yang sedikit terbuka. Namun, tetap tidak melihat sosok Zulaika di sana. Perlahan dia akhirnya berjalan sambil berkacak pinggang. Menghentikan langkah tepat di tengah ruangan. Terus mengamati dengan pandangan tajam, serta dingin. Pandangan yang menjadi sangat angker. Pikirannya menyeruak ke mana-mana."Aku sudah mengatakan kepadamu. Dia tidak ada di ruanganmu, karena aku melihat dia keluar masuk ke dalam perpustakaan dan menemui Tuan Muda Ardian," ucap Melia di belakang tubuh Arman yang masih berdiri tegak, tidak merubah ekspresinya yang sangat berbahaya itu. Kemarahan seketika perlahan menyelimuti tubuhnya. Kulitnya yang putih itu, berubah menjadi kemerahan. Ingin meluapkan lahar panas yang berada di ubun-ubun kepalanya."Kau sudah menggangguku malam-malam seperti ini, Melia." Suara itu akhirnya keluar dari mulut Arman sambil menatapnya Melia yang masih saja s
"Kau meninggalkan aku di sini? Hmm, seorang diri di dalam kamarmu yang sangat luas ini? Kau mau ke mana?" Zulaika menatap Arman. Melihat sang suami dengan salah satu alis yang terangkat. Sementara si Arman terkekeh, dia mendekati Zulaika. Lalu menyeka keringat di dahi sang istri dengan tangan.Zulaika menatapnya dengan waspada. Kekhawatirannya tentang ekspresi Arman yang seperti itu, membuat dia sangat sedikit bergemetar. Namun, dia dengan sangat pandai menyembunyikan hal itu. Wajahnya terus tersirat senyuman. Sebuah senyuman yang selalu dia paksakan."Kau besok akan menemaniku di kantor. Aku selalu bosan berada di sana. Jika aku menuju ke ruanganku dan melihat wanita cantik di sana, aku bisa melampiaskan hasrat itu ... dan aku tidak akan bosan lagi.""Tentu saja semua wanita yang hanya kau pikirkan untuk hasratmu itu. Hmm, tapi baiklah. Aku akan pergi ke sana. Tentu saja mengamatimu dan menjagamu dari wanita lainnya. Bukankah selama ini kau selalu melakukannya dengan beberapa sekreta
Kedatangan Arman tiba-tiba, membuat Bagus terdiam. Zulaika menatap Bagus, masih dengan senyuman tipis. Jantung lelaki itu semakin berdetak. Arman berjalan mendekatinya. Mengernyit, melihat tangan Bagus yang berada di atas.Ini sangat tidak baik. Bagus akan benar-benar celaka. Saat itu, Bagus tidak segera menuju ruangan rapat. Namun, dia malah mengikuti Zulaika dan berencana akan mengancamnya. Kesempatan emas dia dapatkan saat melihat Zulaika seorang diri di dalam ruangan Arman.Arman sangat marah di ruangan rapat. Dia tidak melihat Bagus di sana. Apalagi dalam pikiran Arman, berkelit membayangkan semua mata tidak berkedip saat Zulaika memasuki kantornya. Dia benar-benar tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Walaupun sebenarnya dia menyembunyikan perasaan itu. Rasa cemburu itu perlahan sudah membuatnya buta!Arman beranjak dari duduknya. Keluar dari ruangan rapat begitu saja. Entah kenapa hatinya ingin bertemu Zulaika. Apalagi sang kepala pengawal mengatakan Ardian sudah memasuki kant
Arman mencondongkan tubuh, tatapannya yang tajam membuat Bagus diam tidak bergerak, hanya denyut nadi di lehernya yang berdenyut."Apa yang kau lakukan!" teriak Arman sangat keras. Semua pegawai berhamburan keluar. Keributan pertama kalinya terjadi di dalam kantor antara dirinya dengan Bagus. Orang yang paling berkuasa di perusahaan setelah Arman. Semua terpaku melihat Arman hampir saja mencekik Bagus. Apalagi Zulaika masih saja meringkuk di bawah dengan lengan dipenuhi darah."Zulaika. Panggilkan dokter!" teriak Ardian. Spontan dia menarik Zulaika. Arman menampisnya."Aku tidak akan pernah memaafkan siapa pun memegang istriku. Lepaskan!" Wajah Arman memanas. "Lepaskan dia!" Alis Arman terangkat tidak percaya melihat Ardian masih saja mencengkeram lengan Zulaika.Arman mendadak menggendong Zulaika. Berjalan cepat menuju ruangan kesehatan. Ardian tidak akan menyerah. Dia berlari tergesa-gesa mengikuti Arman. Tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mengetahui keadaan Zulaika.Bagus mas
Senyuman itu masih saja hadir di wajah Rose. Sangat percaya diri akan memenangkan pertandingan melawan Zulaika."Terkejut?" tanyanya sambil terkekeh meremehkan. "Anak Septian. Lelaki yang sangat dibenci Arman Maulana. Oh, aku baru ingat. Kalian keluarga yang dibantainya. Bahkan ... ibumu--"PLAK!"Ucapkan sekali lagi. Aku tidak peduli dengan Arman. Sekali saja kau menyebut nama ibuku, aku akan membunuhmu," balas Zulaika. Kedua matanya menatap tajam Rose yang masih memegang pipi kanannya akibat tamparan Zulaika."Kurang ajar! Kau pikir siapa dirimu! Melakukan itu kepadaku!""Hentikan! Jangan ... memulainya," ucap Zulaika pelan. Dia menahan tangan Rose yang akan membalasnya. "Aku ... tidak akan pernah melupakan hari ini. Satu kali kau menyebut nama ibuku. Aku tidak akan pernah melepaskanmu."Zulaika menghempaskan tangan Rose. Tubuh wanita itu hampir saja tersungkur ke lantai. Napasnya terengah-engah. Tidak percaya seorang wanita bisa mengalahkannya. "Aku akan membalasmu. Lihat saja nan
Dengan lantang, Rose berkata. Zulaika perlahan menuruni tubuh Arman. Dia merapikan kemejanya."Keluar, dan ketuk pintu itu," ucap Arman. Pandangan itu masih saja dingin. "Apa?"Rose mengkerutkan kedua alisnya sangat dalam, menatap tajam lelaki itu yang masih saja belum mengancingkan kemejanya."Tanya kepada Bagus. Apa aturan baru yang aku berikan. Yah, dia mengetahuinya," lanjutnya sambil mengusap wajahnya yang sedikit berkeringat. Arman melirik Zulaika. Dia masih saja tidak bisa menahan hasratnya. Namun, dia harus melakukannya."Arman!" Rose bekata tegas. Dia berjalan cepat, menabrak ujung meja kerja Arman. Melebarkan kedua matanya. Tidak percaya Arman akan melakukan itu. Padahal, dia membawa kabar yang sangat menarik. Kenapa Arman tidak menanggapinya?"Aku membawa kabar ini. Septian adalah lelaki yang sudah menghancurkan hubungan perusahaan ini dengan ayahku. Apa kau lupa? Keluarga itu ... menyimpan rahasia perusahaan yang selama ini tidak diketahui semua orang. Dia!" tunjuknya den
Arman semakin menekan pedal gas saat berada di ujung sungai. Dia memutar kemudi sebelah kanan dengan kuat. Mobil melaju kencang. Masuk ke dalam sungai yang cukup dalam dari jalanan atas. Goncangan sangat kuat saat mobil mulai menyentuh permukaan sungai.Arman seketika pingsan. Kepalanya terbentur kemudi dengan keras. Mobil perlahan masuk ke dasar sungai."Arman ...."Zulaika menatap Arman dengan sendu. Dia tidak segera melepaskan diri dari dalam mobil yang mulai kemasukan air."Dia pembunuh keluargaku. Jika aku membiarkanya, kemenangan akan aku dapatkan hari ini juga. Aku akan hidup tenang. Bisa menikmati kehidupanku dengan bahagia," batin Zulaika. Dia tidak peduli air sudah mulai membuatnya tenggelam.Kedua matanya masih saja terbuka di dalam air. Dalam pikirannya masih saja berkelit. Rasa perih di kedua matanya tidak dia rasakan. Bahkan, dia masih saja menahan napas. Hanya memandang Arman yang semakin lemas."Aku ... aku ... argh," batinnya berteriak. Zulaika menarik Arman. Segera m
Tidak mungkin. Arman sudah jelas mengatakan perasaannya. Dia sudah berada digenggaman Zulaika. Wanita itu menarik napas panjang. Semua berjalan dengan sempurna. Rencana untuk menaklukkan sang penguasa sudah ada di depan mata."Hmm, aku tidak percaya. Kau menyatakan perasaanmu?" Zulaika terkekeh. Dia berusaha tidak menanggapi dengan serius perkataan suaminya."Hahaha. Arman Maulana tidak akan pernah salah dalam berkata. Kau bisa lega sekarang. Hmm, apa kau kenal Septian?"Pertanyaan Arman membuat Zulaika mendadak terpaku. Dia menelan saliva, menatap Arman dengan sangat serius. Sementara, suaminya masih memandang dengan senyuman. Terlihat ekspresi yang sangat lain di sana."Bagaimana jika aku mengenalnya? Apa kau akan membunuhku?" balas Zulaika. Kini dia bergetar. Arman sangat kuat. Bisa mencekiknya kapan saja. Wajah suaminya yang semula tersenyum, mendadak dingin. Rahangnya mengeras. Kedua matanya menusuk iris hitam Zulaika."Tidurlah," balas singkat Arman. Dia berdiri, keluar dari rum
Redrich sadar. Dia harus merelakan ini semua. Zulaika hanya menatap Redrich saat semakin mendekatinya."Aku memang sudah salah. Tapi kini aku sadar. Ya, paling tidak aku berterima kasih kepada Agung yang sudah membiarkan salah satu anakku hidup. Walaupun aku tidak akan pernah tahu kapan bisa menemuinya. Berhati-hatilah, dan kembalilah dengan cucuku. Karena aku akan menunggumu selama itu. Aku meminta izin untuk menjaga Agung. Apa kau akan mengabulkan permintaanku? Kami akan menikah," ucap Redrich dengan menangis. Zulaika mengganggukan kepala kemudian memeluk sang mertua."Aku percayakan semuanya kepadamu, Ibu. Tunggulah aku saatnya tiba," ucapnya kemudian melepaskan pelukannya. Dia kembali akan memasuki mobil. Hingg dia tersenyum saat melihat Melia ternyata berada di depan pintu mobil dan membukakan untuknya."Jangan lupakan aku. Pergilah, dan bawalah kembali sang penguasa yang sangat hebat. Aku akan menunggumu," ucap Melia dengan tersenyum dan membiarkan Zulaika memeluknya."Aku akan
Zulaika mengusap air mata di wajahnya. Dia mengkerutkan alis sangat dalam. Apalagi melihat Melia tertawa kecil saat menatapnya."Apa maksud Ayah?" tanya Zulaika masih mengernyit.Agung mendekatinya dan memberikan sepucuk surat yang ditulis Ardian untuknya. Zulaika segera berdiri, menerima surat itu. Dia membuka lebar kedua matanya yang sembab, dan segera membacanya. Zulaika masih tidak percaya. Namun, hatinya merasa lega. Ternyata Ardian masih hidup."Zulaika bidadariku. Kau adalah yang terindah. Permata hatiku. Aku sangat bahagia bisa menjadi bagian dari hidupmu. Tapi aku harus pergi. Kita akan bertemu saatnya nanti. Satu hal yang aku ingin katakan, aku sangat mencintaimu. Jagalah hatimu untukku. Ardian, cintamu."Agung saat itu menemui Ardian yang selalu menjaga Zulaika saat pingsan di kamar Arman setelah tragedi makan malam.Ardian tidak hentinya menatap sendu Zulaika dan menggenggam telapak tangannya. Bahkan, tuan muda itu tak kuasa menahan air matanya. Ardian memantapkan hatinya
Lesatan peluru membuat Ardian kehilangan nyawa. Zulaika menatap tubuh Ardian dengan tegang. Wajahnya kaku. Dia menarik napas panjang sebelum menurunkan tangannya.Salah satu bos besar tersenyum. Dia bertepuk tangan, diikuti yang lainnya."Tidak aku sangka. Melihat wanita seperti dirimu. Baiklah, ternyata kau memang pantas menjadi pengganti Arman. Aku tidak yakin dia mengalami kecelakaan. Tapi," ucapnya terhenti dan berjalan mendekati Zulaika. "Aku senang jika memang ada wanita yang menghabisinya. Haha. Tidak aku sangka lelaki seperti Arman akan mati di tangan wanita sepertimu," lanjutnya kemudian menatap Ardian yang tergeletak di lantai tanpa nyawa."Yah, ditambah kau menghabisi adiknya," sela bos besar lainnya. "Kami tidak bodoh, Zulaika. Tapi ... kami senang. Akhirnya ada yang berhasil menghabisi dua penguasa kejam itu. Dan, aku tidak menyangka seorang wanita yang menghabisinya," lanjutnya kemudian kembali bertepuk tangan diikuti lainnya."Agung, selamat datang kembali. Aku lebih su
Zulaika terbangun. Dia terkejut berada di dalam kamar Arman yang kini berubah. Tanpa sadar Zulaika sudah tertidur selama 1 hari. Dia segera beranjak dari ranjang kemudian keluar dari kamar. Dia benar-benar terkejut melihat kediaman Maulana sangat berbeda. Semua perabotan, bahkan hiasan dinding yang berada di sana tidak sama dengan sebelumnya."Akhirnya kau sadar juga. Sebaiknya kau beristirahat dulu dan jangan seperti ini," ucap Melia mengejutkan Zulaika dari belakang. Dia segera menangkap tubuh Zulaika yang sangat lemah itu dan segera mengajak duduk di kursi sofa."Sudah 1 hari kau tidak sadar. Kau mengalami depresi yang sangat berat dan ternyata membuatmu seperti itu. Untung saja kau sekarang sadar. Karena aku benar-benar menunggumu," lanjut Melia kemudian memberikan minuman hangat kepada Zulaika."Bagaimana dengan Arman? Bagaimana dengan semuanya? Kejadian malam itu benar-benar sangat mengerikan dan aku sedikit tidak mengingatnya. Lalu, bagaimana dengan Ardian. Di mana Ema? Apakah
Zulaika hanya menatap Arman. Dia semakin terkejut Arman mendadak menangis. Dia tidak mengerti kenapa Arman bersikap seperti itu."Suamiku. Apa yang kau lakukan? Kenapa kau seperti itu? Apa ada masalah? Apa yang terjadi? Katakan kepadaku." Zulaika segera beranjak dari duduknya dan mendekati Arman."Kenapa wajahmu?" Zulaika terkejut. Arman mendadak pucat sekali."Kepalaku." Arman sendiri tidak mengerti kenapa dirinya seperti itu. Dia melotot melihat Zulaika yang masih saja segar bugar. Padahal dirinya sudah memberikan racun di semua makanan itu. Bahkan minuman yang berwarna biru itu adalah racun yang sangat mematikan dan bisa membuat Zulaika binasa dalam sekejap. Arman sangat membenci Zulaika. Makan malam romantis yang semula akan dia sajikan dengan indah, Arman urungkan. Dia memutuskan untuk menghabisi Zulaika dan Ardian. Hati Arman diselimuti kebencian. Arman memerintahkan pelayan wanita menaburkan racun mematikan di semua makanan Zulaika, kecuali minuman anggur kesukaannya. Arman m
Zulaika berusaha mengatasi dirinya. Dia tidak akan pernah memperlihatkan kecemasan sama sekali. Perasaannya benar-benar tidak tenang. Bahkan dia tidak melihat Melia dan Ema di sana. Namun Zulaika terus tersenyum dan mengikuti apa pun yang Arman lakukan untuknya.Arman membawanya menuju ke halaman belakang. Sebuah meja sudah tertata sangat indah di sana. Sarapan sudah disiapkan. Arman memberikan satu mawar putih kepada Zulaika yang masih saja berusaha memperlihatkan senyumannya. Dengan perlahan Zulaika menerima mawar itu dan duduk tepat di sebelah sang suami."Ini adalah makanan yang sangat aku sukai dan aku ingin kau memakannya." Arman memotong sedikit roti yang sudah diberi selai strawberry. Dia menyuapkan ke Zulaika dengan tersenyum. Kemudian mengambil satu gelas jus jeruk dan meminumkan ke bibir Zulaika."Kau pasti sangat lelah sekali. Terlihat dari wajahmu. Apa yang kau lakukan di sana? Kau sangat berkeringat," ucap Arman kemudian mengambil satu lembar tisu dan mengusap keringat y
Hati Arman benar-benar hancur. Di saat dia sangat percaya dengan istrinya, ternyata apa yang dikatakan Ema memang benar. Zulaika keluar bersama Ardian dengan sangat mesra. Mereka berpelukan sebelum akhirnya Agung akan mengantar Zulaika kembali ke kediaman Maulana.Arman masih saja berada di dalam mobil. Kedua matanya menatap sangat tajam. Arman masih belum pergi dari sana dan menahan hatinya yang sangat terluka itu. Pengkhianatan adalah salah satu hal yang sangat dibencinya. Dia tidak akan pernah memaafkan siapa pun itu. Walaupun pengkhianat itu adalah seseorang yang sangat dicintainya, atau pun ibu yang sudah melahirkannya. Arman benar-benar tidak bisa memaafkan Zulaika.Perlahan dia terus mencengkeram kemudi mobil itu, hingga telapak tangannya memerah dan sedikit berdarah. Kemudian dia menyalakan mesin mobil dan melesat sangat kencang menuju ke sungai yang masih saja terlihat sangat indah. Kelopak bunga mawar itu masih saja menghiasi permukaannya. Arman berlari dan masuk ke dalam su
Zulaika perlahan masuk ke dalam rumah lamanya. Dia disambut oleh lelaki yang sangat tampan, menggunakan kemeja putih dan celana hitam. Serta rambut yang sangat rapi dan diarahkan ke belakang. Senyuman Ardian benar-benar sangat luar biasa. Zulaika pun membalas senyuman itu. Tapi, hatinya kini berbeda. Dia seketika mengingat Arman yang sudah bisa membuat hatinya berdebar.Zulaika menarik napas panjang. Dia berusaha mengatasi hatinya. Perlahan dia mendekati Ardian dan menerima uluran tangan tuan muda kedua itu. Ardian memeluk Zulaika dengan erat. Dia sangat merindukan wanita yang sangat dicintainya itu."Aku sangat merindukanmu, Zulaika. Dan aku tidak menyangka ternyata hari ini kita benar-benar akan melakukannya. Aku juga tidak sabar kau mengandung anakku. Aku sangat bahagia kau sudah memilihku, Zulaika," bisik Ardian kemudian perlahan membuka kemeja Zulaika satu persatu.Kedua mata hitam Zulaika yang sangat indah itu tidak pernah terlepas dari wajah Ardian. Dia terus menetap lelaki itu
"Apa-apaan ini? Arman sampai segitunya menyiapkan semuanya?" Zulaika masuk dengan hati berdebar. Apakah dia akan meninggalkan Arman dengan sesuatu yang sangat manis seperti ini, atau dia tetap bersama dengan Arman dan melupakan semuanya? Lalu hidup bahagia karena lelaki itu benar-benar tulus kali ini. Terlihat dari kedua matanya. Tidak ada kebohongan di sana. Zulaika tersenyum menatap semuanya. Dia wanita biasa yang mudah terpana dengan sesuatu yang sangat romantis. Lalu bagaimana dengan semuanya? "Kau benar-benar sangat luar biasa. Apakah ini memang dirimu atau kau hanya berpura-pura. Hmm, memberikan pancingan lagi kepadaku," ucap Zulaika membuat Arman menggelengkan kepala lalu mendekatinya. Memeluknya kembali dengan sangat erat."Tidak ada kebohongan. Zulaika, kau tahu sendiri. Aku sudah melepaskan mereka semua kembali ke orang tua mereka masing-masing. Dan itu adalah sesuatu yang sudah aku lakukan dengan sangat nekat. Semua orang pasti akan membicarakanku. Semua orang pasti akan m