Arman segera membawa Zulaika ke kamarnya. Dia merebahkan tubuh Zulaika yang masih sangat lemas. Dia tidak hentinya memandang wajah Zulaika yang pucat membiru. Dia tidak percaya mendengar perkataan kedua pengawalnya.Saat itu, setelah Arman mendengar perkataan Melia, dia segera menemui kedua pengawal di kamar mereka. Pengawal itu menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Arman semakin terkejut. Zulaika sangat berani melakukan itu. Menyayat wajah mereka, bahkan mengebiri mereka seketika itu juga. Arman merasa bodoh, tidak menyangka Sera yang sudah diusirnya ternyata masih saja berada di dalam kediaman dan menjadi pelayan Zulaika. Apalagi Ema ikut andil dalam hal ini. Arman merasa dikhianati Zulaika dan marah!Tuan Besar memerintahkan pengawal untuk menangkap Sera. Mereka menyeretnya, dan mengikat tubuhnya sejak malam. Pagi hari, setelah Ema mengantar Zulaika, dia pun tertangkap dan disiksa. Arman ingin membuktikan kepada Zulaika, jika dia tidak terkalahkan, apalagi oleh seorang wanita. N
Pintu terbuka lebar. Arman menatap sosok wanita yang menggunakan pakaian pengantin, menutup wajahnya, berdiri di hadapannya. Tuan Besar terkekeh. Dia membenarkan dasinya, sedikit melonggarkannya."Bukankah seharusnya kau berada di sana?" tanya Redrich menatapnya.Arman menghembuskan napas. Dia dengan gagah kembali menuju altar. Menunggu calon istrinya berjalan di tengah karpet merah yang sudah terbentang dipenuhi kelopak bunga mawar merah. Dengan sangat anggun sang pengantin berjalan. Walaupun wajahnya tidak terlihat, lekukan tubuhnya terlihat sangat sempurna.Ardian yang semula sedikit lega melihat calon pengantin wanita tidak hadir, kini harus menelan rasa pahit. Menyaksikan pernikahan sang bidadari di hadapannya."Kenapa aku harus mencintai dia? Kenapa ini harus terjadi? Andaikan saja aku lelaki biasa, dan bertemu dengannya sejak awal, apakah aku bisa berdiri di altar itu? Zulaika ... kenapa kau baru saja muncul?" batin Ardian akhirnya meninggalkan ruangan pernikahan. Hatinya semak
Arman memeluk Zulaika. Dia tidak menyangka akan sebahagia sekarang. Hatinya sangat tenang. Bahkan, Arman merasakan tidak pernah setenang ini dalam hidupnya. Dia merasakan kasih sayang seorang wanita yang memang dia butuhkan. Apalagi belaian Zulaika membuatnya melayang.Kedua matanya memejam, menikmati sentuhan itu. Di dalam air, mereka masih saja berpelukan."Apa yang aku rasakan? Malam itu, aku melihat seorang wanita yang sangat membahayakan. Pertama kali aku merasakan itu. Kau ... memang kejam Zulaika. Kenapa kau menyihirku seperti ini?""Aku kedinginan. Kita akan kembali. Kau ... akan aku hangatkan di ranjang itu."Arman tersenyum. Dia menarik Zulaika menuju ke permukaan. Menutup tubuh Zulaika dengan jasnya. "Biarkan saja baju pengantin itu. Aku lebih menyukaimu seperti ini," ucapnya masih menelisik tubuh Zulaika di balik jasnya yang kedodoran. Zulaika semakin terlihat menggemaskan.Arman memakai celananya, lalu menggendong Zulaika masuk ke dalam mobilnya. Dia melesatkan mobil itu
Ardian mulai menyentuh Zulaika. Dia sudah tidak tahan lagi untuk menjamahnya. Ardian seperti orang kerasukan. "Ardian aku mohon, hentikan. Kita akan melakukannya, tapi tidak sekarang. Aku baru saja melakukannya dengan Arman dan aku sangat kelelahan.""Kau berjanji kepadaku. Setelah malam pertama kau akan melakukannya denganku, dan sekarang aku menagihnya. Jangan pernah mengingkari janjimu, Zulaika."Zulaika semakin panik. "Ah ... hah, Ardian ..."Tuan Muda mebdekap erat. Bibirnya terus menelusuri leher Zulaika. Sementara sang wanita masih saja berusaha untuk menghindar. Namun, dirinya tidak terlalu kuat. Tubuh Ardian yang kekar, membuatnya hanya bisa menerima itu."Tuan muda. Jika kau seperti, ini aku akan mengurungkan niatku. Aku tidak akan pernah memberikannya padamu. Biarkan saja Arman menghampiriku dan aku akan melahirkan anaknya. Ah ...," bisik Zulaika terus menahan hasrat Ardian yang tidak tertahankan juga. Apalagi kini miliknya sudah dijamah Ardian. Bahkan lelaki itu membelain
Arman mengedarkan pandangannya dia menatap semua arah di dalam kamar yang sangat luas itu. Bahkan, dia melihat balkon kamarnya yang sedikit terbuka. Namun, tetap tidak melihat sosok Zulaika di sana. Perlahan dia akhirnya berjalan sambil berkacak pinggang. Menghentikan langkah tepat di tengah ruangan. Terus mengamati dengan pandangan tajam, serta dingin. Pandangan yang menjadi sangat angker. Pikirannya menyeruak ke mana-mana."Aku sudah mengatakan kepadamu. Dia tidak ada di ruanganmu, karena aku melihat dia keluar masuk ke dalam perpustakaan dan menemui Tuan Muda Ardian," ucap Melia di belakang tubuh Arman yang masih berdiri tegak, tidak merubah ekspresinya yang sangat berbahaya itu. Kemarahan seketika perlahan menyelimuti tubuhnya. Kulitnya yang putih itu, berubah menjadi kemerahan. Ingin meluapkan lahar panas yang berada di ubun-ubun kepalanya."Kau sudah menggangguku malam-malam seperti ini, Melia." Suara itu akhirnya keluar dari mulut Arman sambil menatapnya Melia yang masih saja s
"Kau meninggalkan aku di sini? Hmm, seorang diri di dalam kamarmu yang sangat luas ini? Kau mau ke mana?" Zulaika menatap Arman. Melihat sang suami dengan salah satu alis yang terangkat. Sementara si Arman terkekeh, dia mendekati Zulaika. Lalu menyeka keringat di dahi sang istri dengan tangan.Zulaika menatapnya dengan waspada. Kekhawatirannya tentang ekspresi Arman yang seperti itu, membuat dia sangat sedikit bergemetar. Namun, dia dengan sangat pandai menyembunyikan hal itu. Wajahnya terus tersirat senyuman. Sebuah senyuman yang selalu dia paksakan."Kau besok akan menemaniku di kantor. Aku selalu bosan berada di sana. Jika aku menuju ke ruanganku dan melihat wanita cantik di sana, aku bisa melampiaskan hasrat itu ... dan aku tidak akan bosan lagi.""Tentu saja semua wanita yang hanya kau pikirkan untuk hasratmu itu. Hmm, tapi baiklah. Aku akan pergi ke sana. Tentu saja mengamatimu dan menjagamu dari wanita lainnya. Bukankah selama ini kau selalu melakukannya dengan beberapa sekreta
Kedatangan Arman tiba-tiba, membuat Bagus terdiam. Zulaika menatap Bagus, masih dengan senyuman tipis. Jantung lelaki itu semakin berdetak. Arman berjalan mendekatinya. Mengernyit, melihat tangan Bagus yang berada di atas.Ini sangat tidak baik. Bagus akan benar-benar celaka. Saat itu, Bagus tidak segera menuju ruangan rapat. Namun, dia malah mengikuti Zulaika dan berencana akan mengancamnya. Kesempatan emas dia dapatkan saat melihat Zulaika seorang diri di dalam ruangan Arman.Arman sangat marah di ruangan rapat. Dia tidak melihat Bagus di sana. Apalagi dalam pikiran Arman, berkelit membayangkan semua mata tidak berkedip saat Zulaika memasuki kantornya. Dia benar-benar tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Walaupun sebenarnya dia menyembunyikan perasaan itu. Rasa cemburu itu perlahan sudah membuatnya buta!Arman beranjak dari duduknya. Keluar dari ruangan rapat begitu saja. Entah kenapa hatinya ingin bertemu Zulaika. Apalagi sang kepala pengawal mengatakan Ardian sudah memasuki kant
Arman mencondongkan tubuh, tatapannya yang tajam membuat Bagus diam tidak bergerak, hanya denyut nadi di lehernya yang berdenyut."Apa yang kau lakukan!" teriak Arman sangat keras. Semua pegawai berhamburan keluar. Keributan pertama kalinya terjadi di dalam kantor antara dirinya dengan Bagus. Orang yang paling berkuasa di perusahaan setelah Arman. Semua terpaku melihat Arman hampir saja mencekik Bagus. Apalagi Zulaika masih saja meringkuk di bawah dengan lengan dipenuhi darah."Zulaika. Panggilkan dokter!" teriak Ardian. Spontan dia menarik Zulaika. Arman menampisnya."Aku tidak akan pernah memaafkan siapa pun memegang istriku. Lepaskan!" Wajah Arman memanas. "Lepaskan dia!" Alis Arman terangkat tidak percaya melihat Ardian masih saja mencengkeram lengan Zulaika.Arman mendadak menggendong Zulaika. Berjalan cepat menuju ruangan kesehatan. Ardian tidak akan menyerah. Dia berlari tergesa-gesa mengikuti Arman. Tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mengetahui keadaan Zulaika.Bagus mas