Bab: 19 Situasi yang ramai, kini hanya tersisa tiga orang saja, moment yang dinanti penuh kebahagiaan, hanya tertinggal kesedihan dan luka yang mendalam, Bella terisak tangis dan tidak berniat untuk diam, hatinya terlanjur luka dan sakit akibat perlakuan Andy. Andy dengan teganya membatalkan hari pertunangan mereka tepat di hari acaranya, Andi mendatangi Bella sambil menggandeng tangan seorang wanita cantik, yang ia akui sebagai calon istrinya. Hari seharusnya bella bahagia, kini hari tersebut menjadi hari terburuk bagi Bella, selain merasa sakit dikhianati, bella juga merasa sakit hati atas cemoohan para warga sekitar. "Tidak perlu kau tangisi seperti itu Bella! dia lelaki yang tidak pantas untuk kamu tangisi!" ucap Sintiya merasa emosi dengan Andy yang memperlakukan keponakannya Setega itu. "Sekarang kamu percaya bukan? apa yang ibu katakan! jika andy hanya ingin mempermainkan kamu saja! andai saja di hari pernikahan itu, kamu tidak membatalkan pernikahan mu dengan Alvaro,
Bab: 20 Satu bulan telah berlalu, kabar kehilangan Laura mulai tersebar dimana-mana, Jordan yang mengetahui sang adik hilang membuat dirinya semakin marah, ia tidak habis pikir dengan Alvaro yang membiarkan sang adik pergi dari mereka, Sintiya mulai khawatir kehilangan Laura, jika biasanya Laura sering memberikan uang hasil jualannya, kini Sintiya tidak pernah menerima uang lagi dari Laura. Jordan yang baru mengetahui fakta kebenaran jika Laura pergi menghilang juga ada sangkut pautnya dengan Sintiya, membuat darah Jordan semakin mendidih mengetahui fakta tersebut yang seakan menghantam dirinya kepermukaan jurang terdalam. Alvaro memberitahu kebenarannya kepada Jordan apa yang telah ia dengarkan olehnya saat itu, Jordan menatap Alvaro dengan raut emosi, Jordan langsung menarik kerah kemeja Alvaro dan melayangkan satu pukulan di rahangnya. Bugh! Namun Alvaro tidak membalasnya sama sekali, bukan Alvaro tidak bisa membalas pukulan tersebut, bagaimanapun Alvaro sadar, jika k
Bab: 2 Meskipun tidak kuat lagi untuk berdiri, Laura melangkah pelan menuju kamarnya yang hanya beralaskan tikar saja, Laura tampak berbaring disana untuk mengistirahatkan dirinya sebentar. "Aku tidak bisa begini terus, aku harus mendapatkan kerja, uangku sudah semakin menipis," gumam Laura. ** "Ma, aku sudah mencari Laura kemana-mana, namun aku belum menemukan juga," ucap Alvaro mulai frustasi. "Apa kamu sudah mulai menyebarkan foto Laura, Al?" tanya Melisa menatap serius Putra tampannya itu. "Sudah, Ma. Bahkan aku sudah mengumumkan kepada mereka, siapa yang menemukan Laura dan langsung menghubungiku saat itu, aku akan memberikan imbalan satu miliar untuk mereka," jelas Alvaro. "Baiklah, kalau seperti itu kita tinggal tunggu saja, namun menunggu juga bukan solusi yang tepat, tapi kamu harus tetap mencarinya juga." "Apakah kamu sudah mencarinya di tempat pendesaan? seperti tempat-tempat terpencil, atau daerah yang jauh dari kota," lanjut Melisa memberikan solusi. "
Bab: 22 Pagi harinya, matahari pagi mulai menyinari bumi dengan sinar keemasannya yang masih remang-remang setelah hujan melanda di malam hari. Eughhh... Laura menggeliat dari tidurnya, ia mulai menyesuaikan indera penglihatannya dengan sinar matahari yang masuk di sela-sela genteng yang bocor. Laura segera beranjak bangun dari tidurnya, badannya begitu pegal, bajunya basah kuyup akibat genteng yang bocor semalam. Laura segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, hari ini Laura akan mencari pekerjaan, tidak peduli jika dirinya masih kurang sehat. Selesai mandi dan berpakaian, Laura menggigit sepotong roti untuk memulai sarapan di pagi hari, tidak lupa ia membawa botol air yang telah di isi minuman didalamnya, karena cuaca yang panas, Laura akan berkeliling sambil mencari pekerjaan yang mau menerimanya, ia yakin pasti ia akan kehausan saat berjalan kaki. "Bismillah, semoga di permudahkan," ucapnya dengan senyuman tipis. Laura mulai berkeliling mencari w
Bab: 23 "Laura..." panggil Alvaro dengan penuh kekhawatiran. Alvaro langsung saja melompat dan menghampiri Laura, ia menepuk pelan pipi Laura berharap Laura terbangun dan tidak kenapa-kenapa. "Laura, sayang.. bangun ya, jangan buat aku khawatir," ucap Alvaro tanpa sadar mengubah nama panggilannya. Alvaro membawa Laura atas pangkuannya, ia peluk erat, seolah enggan untuk melepasnya, tidak peduli jika orang-orang sedang memperhatikan dirinya, "Kita akan kerumah sakit ya, bertahanlah sayang," ucap Alvaro yang kemudian menggendong Laura istrinya itu. "Bapak-bapak, ibu-ibu terimakasih sudah menolong istri saya, saya akan membawanya kerumah sakit," ujar Alvaro cemas. "Sama-sama nak," jawab salah satu perwakilan warga tersebut. Setelah itu, Alvaro membawa Laura ke dalam mobil, dan memastikan jika Laura merasa nyaman bersandar di mobilnya dengan Keadaan masih pingsan. Alvaro langsung saja melajukan mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi, berharap agar ia tiba dirumah s
Bab: 24 Setelah mendapat kabar dari sang putra, Melisa dan Yoga segera saja menemui Laura, rasanya Melisa sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengan menantu kesayangannya itu. "Cepetan dong pa," ucap Melisa yang ingin secepatnya tiba di kediaman sang putra dan sang menantunya. "Sabar, Ma. Sebentar lagi juga udah sampai kok," kata Yoga pada akhirnya. Tidak lama kemudian, mereka telah tiba, satpam segera membuka gerbang untuk Melisa dan Yoga, tentu saja satpam sudah mengenali keluarga dari Alvaro, tanpa perlu tanya lagi, ia langsung membuka kedua gerbang rumah besar itu. Gerbang di buka, mobil pun memasuki perkarangan rumah yang dihadiahkan sebagai mahar untuk Laura, Kiki dengan antusias menyambut kedatangan orangtua dari majikannya itu. "Silahkan masuk nyonya, tuan. Bu bos Laura sedang beristirahat dikamar, sepertinya Bu bos Laura sedang tidak baik-baik saja nyonya, bahkan sedari awal pak bos membawanya kemari, bu bos dalam keadaan tidak sadarkan diri, dengan wajah yan
Bab: 25 "Tolong jelaskan kondisi menantu saya dok! Apakah menantu saya baik-baik saja?" tanya Melisa yang tak sabaran menunggu sang dokter menjelaskan. "Ibu Laura tidak kenapa-kenapa Bu, pak. Ibu Laura hanya lemah karena pola makan yang tidak teratur, juga gampang stres dalam satu bulan ini, tapi saya sudah meresepkan beberapa obat dan juga vitamin untuk Bu Laura, silahkan ditebus di apotik," ucap dokter Hera mencari alasan lain. Laura yang mendengar alasan dari dokter tersebut menghela nafas lega, akhirnya dokter Hera tidak memberitahu tentang kondisi kehamilannya kepada mereka. "Baik Dok, terimakasih," Ucap Yoga akhirnya. "Kalau seperti itu saya permisi pak, bu," ucap dokter tersebut. "Mari dok," Melisa mengantarkan dokter Hera sampai di depan Halaman rumahnya. Alvaro segera menyusul Laura yang berada di kamar, ia menghampiri Laura yang membuang pandangannya ke arah lain. Melihat itu Alvaro langsung berjongkok di depan Laura, ia memegang telapak tangan Laura yang b
Bab: 26 Laura tampak berusaha berjalan, tubuhnya yang lemas kini tampak sedikit lebih baik dari sebelumnya. Laura ingin melangkah keluar kamar, namun tiba-tiba saja gejolak mual mulai menghampirinya, ia membekap mulutnya dan langsung berjalan ke kamar mandi dengan langkah yang sempoyongan. Hoek hoek hoek Lagi-lagi Laura mengeluarkan isi perutnya, ia tampak lemas, tangannya dengan kuat Menggenggam erat wastafel itu. Hoek hoek hoek Laura mengeluarkan cairan bening, Namun tubuhnya tampak lemas, ia terus terusan muntah dan bersandarkan diri di dinding kamar mandi. Alvaro yang mendengar suara seperti orang yang muntah-muntah, segera melangkah ke kamarnya dengan langkah tergesa-gesa, ia takut jika terjadi sesuatu kepada Laura. "Laura," panggil Alvaro yang tidak mendapati Laura di kamar, namun ia menangkap suara Laura yang sedang muntah-muntah di kamar mandi. Alvaro yang panik dan takut Laura kenapa-kenapa langsung saja menghampirinya. "Laura," panggil Alvaro yang langs
Bab: 50 Siang harinya, Eliza akan berkunjung ketempat sang kakak Sintiya, ia akan mengajak sang putri untuk menemaninya. "Bella, temani mama ya sayang," ajak Eliza. "Mau kemana, Ma?" tanya Bella dengan tatapan penuh selidik terhadap sang mama. "Tentu saja ingin mengunjungi Sintiya," jawab Eliza enteng. Bella tampak berpikir, dan menimbang-nimbang ajakan sang mama, ia tersenyum smirk, "Baiklah, Ma. Sepertinya ajakan mama juga tidak terlalu buruk," ucap Bella yang mempunyai maksud tertentu. "Terimakasih putri cantiknya mama, kamu memang dapat diandalkan," kata Eliza tampak bangga, sedangkan Bella hanya berekspresi biasa saja. Setelah menyiapkan masakannya untuk dibawa ke lapas, Eliza langsung bersiap-siap untuk berangkat mengunjungi sang kakak disana. "Mbak Sintiya pasti akan senang jika aku mengunjunginya dan membawa makanan kesukaannya, hitung-hitung lumayanlah untuk makanannya disana," batinnya tersenyum. "Ma, ayo," ajak Bella sedikit buru-buru. "Iya saba
Bab: 49 Waktu terus berputar tanpa henti, Namun di negara yang berbeda masih ada seseorang yang sedang terlarut dalam rindu yang begitu dalam tanpa tahu harus mengungkapkannya kepada siapa, sekuat tenaga ia melupakannya, semakin kuat sosok wanita cantik itu muncul di bayangan kepalanya seolah menari-nari di pelupuk matanya. Ia semakin menggulirkan butiran tasbih dan berusaha untuk menenangkan dirinya dengan berzikir dan mengingat kepada Allah. Semakin kuat ia menepisnya semakin terlihat sosok yang begitu ia cintai meskipun berada di negara yang berbeda. Air matanya mulai menetes, sekuat tenaga ia mulai menepis ingatan dan kenangan indah tentang seseorang yang dicintainya, yang kini telah dimiliki oleh orang lain. "Ilahi, hamba tidak kuasa untuk menahan rindu yang begitu sulit untuk terobati, ilahi tolong engkau ambil rasa rindu ini di hatiku, hamba tidak ingin mencintai milik orang lain, meskipun ia pernah menjadi bagian terpenting dalam hidup hamba," pinta Raka dalam do'an
Bab: 48 Deg! "Sayang, jangan pergi.. mas nggak tau, kalau kamu kesini, maaf ya," ucap Alvaro dengan penuh rasa bersalah karena telah membuat istrinya bersedih. Laura langsung berbalik dan menatap wajah suaminya itu, "Biarkan aku pergi mas, katanya kamu lagi sibuk." "Tidak ada istilah sibuk untuk kamu, karena kamu adalah prioritasku. Jangan ngambek ya sayang, mas cinta banget sama kamu." "Ta-tapi aku mau pergi saja mas," kata Laura yang merasa tidak lagi mood untuk mengantarkan makanan siang untuk suaminya. "Sayang, aku minta maaf ya. Aku pikir orang lain yang datang, dan aku tidak punya schedule pertemuan hari ini, eh tau-taunya istri mas yang cantik ini datang." "Sekarang, ikut mas ya," ucap Alvaro yang kemudian melihat rantang yang dibawa istrinya itu. Alvaro mengambilnya, "Pasti istri mas, sudah bersusah payah memasaknya, ayo kita makan sayang," bujuk Alvaro. "Pasti masakannya enak banget, karna yang bikinnya penuh cinta dan kasih sayang untuk suaminya." Laura m
Bab: 47 Beberapa hari telah berlalu, selama itu Sofiya semakin menunjukkan perkembangan dan kemajuan yang lebih baik, sehingga saat ini Sofiya sudah bisa tersenyum dan bersikap seperti pada umumnya, hanya saja ia akan histeris jika mengingat masa lalu yang begitu kelam baginya, ia akan histeris saat bayangan itu mulai menghampirinya, dan Laura akan menenangkannya kembali. "Ma," panggil Laura yang menghampiri ibunya. "Iya nak," jawab Sofiya dengan lembutnya. "Laura izin pergi sebentar ya, mama baik-baik disini ya, aku hanya ingin ke kantor mas Al sebentar, mau anterin makanan." "Iya sayang, pergilah temui suami kamu, mama tidak apa-apa disini." "Iya ma, aku sudah meminta Kiki untuk menemani mama," ucap Laura yang kemudian langsung mencium wajah cantik sang ibu. "Kiki, kalau ada apa-apa tolong kabari aku ya," kata Laura. "Siap Bu bos, Kiki akan menjaga ibu Sofiya dengan segenap jiwa dan raga Kiki untuk Bu bos," kata Kiki yang langsung cengengesan. "Baik Ki, aku pe
Bab: 46 Hari ini Laura dan Melisa akan pergi kerumah sakit jiwa, tempat ibunya Laura dirawat, kali ini Laura bertekad akan mengeluarkan sang ibu dari rumah sakit jiwa dan akan merawatnya sendiri hingga kondisi ibunya menjadi lebih baik. Sofiya tidak gila hanya saja mungkin ia merasa stres dan terbebani atas apa yang menimpanya di masa lalu, apalagi Sintiya membawanya kerumah sakit jiwa agar membuat Sofiya semakin gila. "Bismillah," gumam Laura yang memasuki rumah sakit jiwa tersebut yang di dampingi oleh Melisa. Melisa senantiasa selalu berada di sisi Laura, ia akan menghibur menantunya disaat Laura merasa sedih, apalagi jika Alvaro sedang tidak berada di sisinya karena mengurus pekerjaan, maka Melisa lah yang akan menjadi sosok ternyaman bagi Laura. "Ayo sayang," ajak Melisa yang memasuki ruangan Sofiya dirawat. Laura mengangguk, lalu ia membuka pintu ruangan tersebut, tampak ibunya sedang menggendong dua boneka di sisi kiri dan kanannya, membuat hati Laura semakin menc
Bab: 45 Pagi harinya sebelum berangkat ke kantor, Alvaro mengecek kondisi sang istri terlebih dahulu dan memastikan jika keadaan Laura sudah mulai membaik, Alvaro ingin mengambil cuti lagi, namun kali ini ada rapat dadakan yang harus dihadiri oleh dirinya. "Mas," panggil Laura yang terbangun setelah merasakan sentuhan hangat dari tangan suaminya itu. "Iya sayang, kamu sudah baikan?" tanya Alvaro. Laura tersenyum, "Sudah mas, aku sudah merasakan lebih baik dari pada sebelumnya, terimakasih ya mas, karena sudah berada di sisiku di saat aku membutuhkan sandaran." "Kamu tidak perlu berterimakasih, sudah tugas dan kewajibanku sebagai seorang suami untuk mendampingi mu," Kata Alvaro sambil mengusap lembut kepala Laura. Tangan Laura terulur begitu saja untuk memperbaiki dasi sang suami, "Aku sudah tidak apa-apa mas, semangat ya kerjanya." "Maaf, untuk hari ini mas harus ke kantor karena ada rapat dadakan, kamu mas tinggali dirumah sama mama gapapa kan?" tanya Alvaro. "Ga a
Bab: 44 Setibanya di rumah sakit, Laura langsung ditangani oleh dokter dan mulai memeriksa kondisi Laura. "Bagaimana keadaan istri saya dok?" tanya Alvaro dengan khawatir." "Istri anda baik-baik saja pak, ibu Laura hanya pingsan karena merasa kelelahan, selain itu ibu Laura juga merasa stres belakangan ini." "Untuk ibu hamil hindari stres dan jaga pola makan teratur, jangan terlalu memikirkan sesuatu secara berlebihan," ujar sang dokter. "Baik dok, apakah istri saya sudah diperbolehkan untuk pulang?" "Silahkan pak, istri bapak sudah diperbolehkan untuk pulang." "Alhamdulillah." Jordan menghela nafas lega mendengar jika adiknya baik-baik saja. Alvaro dan Jordan segera masuk keruang rawat Laura. "Sayang," panggil Alvaro. Laura dengan tatapan yang lemah menatap suaminya dan juga sang Abang, wajahnya tampak pucat dan ia merasa sedang tidak memiliki tenaga. "M-mas," lirih Laura. Alvaro menggenggam tangan istrinya, "Semua baik-baik saja, kamu yang tenang ya sayang.
Bab: 43 "Baik pak, laporan sudah kami terima dan segera kami proses secepatnya." "Baik pak, segera ditindak lanjuti proses penangkapan ibu Sintiya," kata Alvaro mantap. Setelah melaporkan dan menyerahkan bukti tentang kejahatan Sintiya, Alvaro segera meninggalkan tempat tersebut. "Gimana mas? sudah dilaporkan?" tanya Laura yang menunggu suaminya di dalam mobil, Laura sudah tidak punya tenaga lagi untuk berjalan setelah melihat kondisi ibu kandungnya, ia masih merasa shock. "Sudah, kamu tenang ya sayang. Kita akan kerumah mama tiri kamu,untuk memberi sedikit kejutan untuknya." Laura mengangguk setuju, "Baik mas, kita akan kesana. Bang Jordan juga akan menyusul." Alvaro kembali menyetir mobilnya, kali ini tujuannya ke rumah Sintiya, di sepanjang perjalanan Laura terus saja termenung, tidak ada satu patah katapun yang keluar dari bibirnya. Sesekali Alvaro melirik sekilas pada istrinya, ia tahu betul suasana hati sang istri sedang tidak baik-baik saja saat ini. Alvaro me
Bab: 42 Keesokan harinya, Laura tampak terburu-buru, begitu pula dengan Alvaro, mereka akan pergi kerumah sakit jiwa, Laura tampak tidak sabaran ingin bertemu dengan sang ibu, sedangkan di depan rumah, Jordan sudah menunggu kedatangan mereka berdua. "Sayang, hati-hati jalannya, jangan lari-lari," Tegur Alvaro. "Mas, aku udah gak sabaran pengen ketemu mama, kata mas Raka mama dalam keadaan tidak baik-baik saja." "Tenang ya sayang, kita akan segera kesana, jangan terlalu stres karena itu tidak baik bagi kandungan kamu." "Iya, Mas," jawab Laura. Alvaro dan Laura segera pergi dengan satu mobil yang sama, sedangkan Jordan mengikuti mobil Alvaro dari belakang, Tidak dapat di pungkiri jika Jordan sangat emosional setelah mengetahui kejadian yang sebenarnya, bahwa dalang dibalik semua ini adalah mama Sintiya, sosok wanita yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri selama ini, orang yang disayanginya, meskipun mereka tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari Sintiya, namun Sint