Bab: 29 Jantung Laura berpacu dengan cepat setelah mendengar sebuah kalimat dari Alvaro, bukan kata talak yang keluar dari bibirnya, melainkan kata aku mencintaimu istriku yang disertai dengan kecupan lembut dari Alvaro. Tidak berhenti disitu, Alvaro juga memperdalam ciumannya, membuat jantung Laura seakan berhenti, ia tidak tahu harus bagaimana meresponnya, semuanya terlalu mendadak bagi Laura, bahkan ia tidak menyangka jika Alvaro sudah mencintainya. Hosh hosh hosh, nafas Laura tampak memburu dan ngos-ngosan karena tidak cukup meraup udara di sekitarnya. Nafas keduanya saling memburu, melihat Laura yang kesusahan bernafas membuat Alvaro menghentikan aksinya, Alvaro menatap dalam Laura dengan perasaan penuh cinta, ditatap seperti itu membuat pipi Laura semakin memerah. "Kak, aku malu, ada yang ngeliatin nantinya," ujar Laura. "Gak akan ada yang ngeliatin kita sayang, aku sudah memboking tempat ini khusus untuk kita berdua, mau ngapain disini juga bebas," ujar Alvaro y
Bab: 30 Keesokan harinya, Raka tampak tersenyum senang, ia sudah berpakaian rapi, tidak lupa menyomprotkan sedikit parfum ke pakaiannya. Hari ini ia akan menemui Laura kerumah orangtuanya seperti yang dulunya. "Ma..." panggil Raka. Eli segera menghampiri sang putra, "Waw, sudah tampan putranya mama, pasti mau ketemu dengan Laura, ohiya jangan lupa bahas tentang pernikahan ya, nanti mama dan papa akan segera menyusul dan membawa mahar untuknya," Celetuk Eli tampak antusias. "Siap ma," ucap Raka yang mengacungkan jari jempolnya. Raka langsung saja pamit pergi dari hadapan mamanya untuk bertemu dengan Laura, sebelum menemui Laura, Raka berhenti di toko bunga, ia akan membeli bunga yang cantik untuk Laura. Raka bukanlah tipe pria yang romantis yang suka memberi bunga, coklat maupun boneka, namun ia masih teringat permintaan Laura sebelum ke pergiannya ke luar negeri. *Flashback on "Mas, selama delapan tahun ini kamu belum pernah memberikan aku bunga, coklat maupun bone
Bab: 31 Butuh tiga puluh lima menit berkendara, akhirnya Raka tiba juga ke alamat Laura, Raka memperhatikan jika alamat yang yang tertulis di kertas benar adanya dengan alamat yang didatangi sekarang. "Rumah siapa ini? besar sekali," batin Raka menatap rumah tersebut. "Bismillah, aku harus menemui Laura," gumam Raka yang kemudian turun dari mobil. Raka berjalan menuju rumah tersebut, dan ia telah berdiri didepan pintu, Raka menekan bel rumah tersebut namun belum ada jawaban, sehingga Raka menekan bel rumah untuk ketiga kalinya. Pintu rumah terbuka, dan muncullah Kiki yang membuka rumah tersebut. "Cari siapa ya mas ganteng?" tanya Kiki. "Lauranya ada?" "Ada mas ganteng, ini dengan siapanya Bu bos Laura ya? saudara? teman? atau siapa? biar Kiki yang ngabari Bu bos Laura," ucap Kiki. Raka terdiam sebentar, "Bu bos? Laura kerjanya dimana? apakah Laura sudah berhasil membuka usahanya?" batin Raka bertanya-tanya. "Halo mas ganteng, kok bengong sih, pasti salah tingka
Bab: 32 "Arghhhhh," Raka berteriak dan menendang udara di tempat yang sepi, hatinya berkecamuk dan terluka bagaikan tersayat-sayat dan tertikam oleh ribuan belati. Perjuangan delapan tahun yang berakhir sia-sia, dan ternyata selama ini ia hanya menjaga jodoh orang lain. "Kenapa takdir sekejam ini.." teriak Raka di hamparan laut kosong, ia menatap laut dengan ombak yang cukup berisik. Berisik ombak laut jauh lebih menenangkan dari pada gemuruh hatinya yang cukup berantakan dan teracak-acak akibat luka yang ditorehkan oleh kenyataan. "Andai waktu bisa ku putar kembali Laura, aku tidak akan merantau keluar negeri, aku akan mendengarkan apa katamu, ketika menikah maka pintu rezeki akan terbuka dan datang dari mana saja, jika aku tau seperti ini, aku tidak akan mendengarkan kata orangtuaku untuk merantau ke luar negeri. Tapi semua ini hanya dapat aku sesali." "Semua ini, seperti mimpi. Jika aku sedang mimpi, aku harap ada seseorang yang membangunkan aku dari mimpi buruk ini,"
Bab: 33 "Raka, nak.. kamu kenapa? apa yang terjadi kepada mu?" tanya Eli. "Ma, aku merasa hancur.." ucap Raka berjalan sempoyongan menuju kamar, bukan karena dia mabuk melainkan dia sudah lemas seperti seseorang yang tidak punya tenaga saat ini. "Ceritakan kepada mama, apa yang sebenarnya terjadi Raka!" tegas Eli. Eli mengikuti Raka hingga menuju kamarnya, "Apa yang terjadi? apakah kamu menemukan Laura?" Raka mengangguk, "Aku menemukan Laura tapi dia tidak menjadi milikku lagi, Ma." "Apa maksudmu? katakan dengan jelas!" "Dia telah menjadi istri orang lain, Ma. Dia sudah menikah dengan orang lain," ucap Raka lemah. Eli membekap mulutnya tak percaya, ia terlihat syok apa yang ia dengarkan sekarang, ternyata apa yang dikhawatirkan oleh Eli selama ini benar-benar terjadi pada sang putra. "Ma, aku menyesal bekerja ke luar negeri, Niat hati ingin mencari mahar untuknya, sekaligus untuk biaya pernikahan kami, aku juga ingin mengumpulkan uang untuk membuka usaha di nege
Bab: 34 "Sayang, gimana kabar kamu, Nak?" tanya Melisa penuh dengan kelembutan. "Ma, aku baik-baik saja," ucap Laura tidak kalah lembutnya. "Mama bisa melihat dari tatapan kamu yang sedang banyak masalah, ceritakanlah nak! anggap saja mama mu ini sebagai mama kandung kamu sendiri, kamu bebas mengatakan apapun kepada mama," Ucap Melisa. "Aku... Baik-baik saja kok, Ma." "Baiklah, jika kamu tidak ingin bercerita, mama tidak memaksa, mungkin kamu butuh Waktu untuk ini semua." "Tapi, kamu harus janji ya sama mama, jaga kesehatan kamu, sekarang tidak hanya kamu sendiri, tapi sudah ada calon baby didalam sana," lanjut Melisa sambil mengusap perut Laura yang masih terlihat datar. "Bumil tidak boleh stres, jika stres dan merasa tertekan, maka akan berdampak kepada baby-nya," kata Melisa yang membuat perasaan Laura menghangat, Melisa menyayangi Laura seperti putrinya sendiri, sedangkan Laura mendapatkan peran seorang ibu yang sesungguhnya dari Melisa. Yoga yang tidak lama m
Bab: 35 Keesokan harinya, mereka berempat berangkat ke rumah sakit, dan mengecek kondisi kandungan Laura ke dokter obygn. "Usia kandungan ibu Laura sudah memasuki dua bulan, apakah ibu Laura masih mempunyai keluhan seperti mual-mual atau mengalami morning sicknes di pagi hari?" tanya sang dokter. Laura mengangguk, "Masih dok," "Baiklah, nanti saya akan meresepkan beberapa obat dan juga vitamin untuk ibu Laura, ibu hamil jangan terlalu melakukan pekerjaan berat di usia muda kehamilannya," ujar sang dokter. "Baik dokter, saya mengerti." Alvaro menatap layar monitor itu dengan senyuman yang mengembang, sementara Melisa dan Yoga hanya menunggu diluar ruangan pemeriksaan. "Apakah di usia sekarang, sudah bisa mengetahui jenis kelamin anak saya dok?" tanya Alvaro penasaran, sekaligus terharu melihat janin yang berada di perut sang istri. Dokter itu tersenyum, "Jika bapak ingin mengetahui jenis kelamin si bayi, bapak bisa kembali lagi di usia kandungan sekitar enam bulan,
Bab: 36 Setibanya dirumah, Alvaro merangkul istrinya yang tampak lesu sedari tadi ketika dalam perjalanan pulang, tidak hanya Alvaro yang menyadarinya, tetapi kedua mertuanya itu menyadari tampak perubahan di wajah Laura sejak keluar dari toilet mall. "Kamu kelelahan sayang?" tanya Alvaro lembut. Laura menggeleng pelan, "Tidak mas," katanya sambil tersenyum tipis. "Kalau ada apa-apa katakan saja, jangan di pendam sendirian." "Apa yang suami kamu katakan, ada benarnya nak," Timpal Prayoga. "Iya pa, mungkin aku hanya sedikit kelelahan dalam berkeliling," kata Laura yang merasa tidak enak untuk mengatakan yang sebenarnya, semenjak kehadiran Bella tadi mampu mengusik pikiran Laura tentang perubahan sikap Bella yang mendadak seperti itu. "Baiklah, aku akan mengantarkan mu ke kamar, istirahat ya sayang," kata Alvaro yang mengantarkan Laura untuk beristirahat ke kamar. Sementara kedua orangtuanya akan kembali kerumahnya masing-masing. "Aku tau ada hal yang menggangu piki
Bab: 51 "Mah.." panggil Jordan sambil memeluk sang ibu, ia begitu rindu dengan sang ibu setelah sekian lama mereka tidak pernah bertemu dengan ibunya. Sofiya menoleh ke arah sang putra, ia menyentuh wajah putra kecilnya yang sekarang sudah tumbuh menjadi sosok dewasa dan juga berperan sebagai seorang ayah sekaligus seorang suami. Jordan menikmati sentuhan lembut dari tangan sang ibu yang mulai muncul keriput halus ditangannya. "Putra mama susah sangat dewasa," ujar Sofiya. "Maafkan aku yang selama ini belum bisa menjadi seorang anak yang baik, Ma. Maafkan aku yang selama ini tidak pernah mengetahui keberadaan mama di hidup kami, selama ini kami berada dalam pengaruh orang jahat itu," ucap Jordan pelan dan sengaja tidak menyebut nama Sintiya di depan sang mama, agar mamanya itu tidak kambuh lagi. "Mama selalu merindukan kalian anak-anak ku, maafkan mama yang tidak ikut mengambil peran dalam membesarkan kalian," ujarnya dengan suara tercekat. "Mama tidak perlu meminta m
Bab: 50 Siang harinya, Eliza akan berkunjung ketempat sang kakak Sintiya, ia akan mengajak sang putri untuk menemaninya. "Bella, temani mama ya sayang," ajak Eliza. "Mau kemana, Ma?" tanya Bella dengan tatapan penuh selidik terhadap sang mama. "Tentu saja ingin mengunjungi Sintiya," jawab Eliza enteng. Bella tampak berpikir, dan menimbang-nimbang ajakan sang mama, ia tersenyum smirk, "Baiklah, Ma. Sepertinya ajakan mama juga tidak terlalu buruk," ucap Bella yang mempunyai maksud tertentu. "Terimakasih putri cantiknya mama, kamu memang dapat diandalkan," kata Eliza tampak bangga, sedangkan Bella hanya berekspresi biasa saja. Setelah menyiapkan masakannya untuk dibawa ke lapas, Eliza langsung bersiap-siap untuk berangkat mengunjungi sang kakak disana. "Mbak Sintiya pasti akan senang jika aku mengunjunginya dan membawa makanan kesukaannya, hitung-hitung lumayanlah untuk makanannya disana," batinnya tersenyum. "Ma, ayo," ajak Bella sedikit buru-buru. "Iya saba
Bab: 49 Waktu terus berputar tanpa henti, Namun di negara yang berbeda masih ada seseorang yang sedang terlarut dalam rindu yang begitu dalam tanpa tahu harus mengungkapkannya kepada siapa, sekuat tenaga ia melupakannya, semakin kuat sosok wanita cantik itu muncul di bayangan kepalanya seolah menari-nari di pelupuk matanya. Ia semakin menggulirkan butiran tasbih dan berusaha untuk menenangkan dirinya dengan berzikir dan mengingat kepada Allah. Semakin kuat ia menepisnya semakin terlihat sosok yang begitu ia cintai meskipun berada di negara yang berbeda. Air matanya mulai menetes, sekuat tenaga ia mulai menepis ingatan dan kenangan indah tentang seseorang yang dicintainya, yang kini telah dimiliki oleh orang lain. "Ilahi, hamba tidak kuasa untuk menahan rindu yang begitu sulit untuk terobati, ilahi tolong engkau ambil rasa rindu ini di hatiku, hamba tidak ingin mencintai milik orang lain, meskipun ia pernah menjadi bagian terpenting dalam hidup hamba," pinta Raka dalam do'an
Bab: 48 Deg! "Sayang, jangan pergi.. mas nggak tau, kalau kamu kesini, maaf ya," ucap Alvaro dengan penuh rasa bersalah karena telah membuat istrinya bersedih. Laura langsung berbalik dan menatap wajah suaminya itu, "Biarkan aku pergi mas, katanya kamu lagi sibuk." "Tidak ada istilah sibuk untuk kamu, karena kamu adalah prioritasku. Jangan ngambek ya sayang, mas cinta banget sama kamu." "Ta-tapi aku mau pergi saja mas," kata Laura yang merasa tidak lagi mood untuk mengantarkan makanan siang untuk suaminya. "Sayang, aku minta maaf ya. Aku pikir orang lain yang datang, dan aku tidak punya schedule pertemuan hari ini, eh tau-taunya istri mas yang cantik ini datang." "Sekarang, ikut mas ya," ucap Alvaro yang kemudian melihat rantang yang dibawa istrinya itu. Alvaro mengambilnya, "Pasti istri mas, sudah bersusah payah memasaknya, ayo kita makan sayang," bujuk Alvaro. "Pasti masakannya enak banget, karna yang bikinnya penuh cinta dan kasih sayang untuk suaminya." Laura m
Bab: 47 Beberapa hari telah berlalu, selama itu Sofiya semakin menunjukkan perkembangan dan kemajuan yang lebih baik, sehingga saat ini Sofiya sudah bisa tersenyum dan bersikap seperti pada umumnya, hanya saja ia akan histeris jika mengingat masa lalu yang begitu kelam baginya, ia akan histeris saat bayangan itu mulai menghampirinya, dan Laura akan menenangkannya kembali. "Ma," panggil Laura yang menghampiri ibunya. "Iya nak," jawab Sofiya dengan lembutnya. "Laura izin pergi sebentar ya, mama baik-baik disini ya, aku hanya ingin ke kantor mas Al sebentar, mau anterin makanan." "Iya sayang, pergilah temui suami kamu, mama tidak apa-apa disini." "Iya ma, aku sudah meminta Kiki untuk menemani mama," ucap Laura yang kemudian langsung mencium wajah cantik sang ibu. "Kiki, kalau ada apa-apa tolong kabari aku ya," kata Laura. "Siap Bu bos, Kiki akan menjaga ibu Sofiya dengan segenap jiwa dan raga Kiki untuk Bu bos," kata Kiki yang langsung cengengesan. "Baik Ki, aku pe
Bab: 46 Hari ini Laura dan Melisa akan pergi kerumah sakit jiwa, tempat ibunya Laura dirawat, kali ini Laura bertekad akan mengeluarkan sang ibu dari rumah sakit jiwa dan akan merawatnya sendiri hingga kondisi ibunya menjadi lebih baik. Sofiya tidak gila hanya saja mungkin ia merasa stres dan terbebani atas apa yang menimpanya di masa lalu, apalagi Sintiya membawanya kerumah sakit jiwa agar membuat Sofiya semakin gila. "Bismillah," gumam Laura yang memasuki rumah sakit jiwa tersebut yang di dampingi oleh Melisa. Melisa senantiasa selalu berada di sisi Laura, ia akan menghibur menantunya disaat Laura merasa sedih, apalagi jika Alvaro sedang tidak berada di sisinya karena mengurus pekerjaan, maka Melisa lah yang akan menjadi sosok ternyaman bagi Laura. "Ayo sayang," ajak Melisa yang memasuki ruangan Sofiya dirawat. Laura mengangguk, lalu ia membuka pintu ruangan tersebut, tampak ibunya sedang menggendong dua boneka di sisi kiri dan kanannya, membuat hati Laura semakin menc
Bab: 45 Pagi harinya sebelum berangkat ke kantor, Alvaro mengecek kondisi sang istri terlebih dahulu dan memastikan jika keadaan Laura sudah mulai membaik, Alvaro ingin mengambil cuti lagi, namun kali ini ada rapat dadakan yang harus dihadiri oleh dirinya. "Mas," panggil Laura yang terbangun setelah merasakan sentuhan hangat dari tangan suaminya itu. "Iya sayang, kamu sudah baikan?" tanya Alvaro. Laura tersenyum, "Sudah mas, aku sudah merasakan lebih baik dari pada sebelumnya, terimakasih ya mas, karena sudah berada di sisiku di saat aku membutuhkan sandaran." "Kamu tidak perlu berterimakasih, sudah tugas dan kewajibanku sebagai seorang suami untuk mendampingi mu," Kata Alvaro sambil mengusap lembut kepala Laura. Tangan Laura terulur begitu saja untuk memperbaiki dasi sang suami, "Aku sudah tidak apa-apa mas, semangat ya kerjanya." "Maaf, untuk hari ini mas harus ke kantor karena ada rapat dadakan, kamu mas tinggali dirumah sama mama gapapa kan?" tanya Alvaro. "Ga a
Bab: 44 Setibanya di rumah sakit, Laura langsung ditangani oleh dokter dan mulai memeriksa kondisi Laura. "Bagaimana keadaan istri saya dok?" tanya Alvaro dengan khawatir." "Istri anda baik-baik saja pak, ibu Laura hanya pingsan karena merasa kelelahan, selain itu ibu Laura juga merasa stres belakangan ini." "Untuk ibu hamil hindari stres dan jaga pola makan teratur, jangan terlalu memikirkan sesuatu secara berlebihan," ujar sang dokter. "Baik dok, apakah istri saya sudah diperbolehkan untuk pulang?" "Silahkan pak, istri bapak sudah diperbolehkan untuk pulang." "Alhamdulillah." Jordan menghela nafas lega mendengar jika adiknya baik-baik saja. Alvaro dan Jordan segera masuk keruang rawat Laura. "Sayang," panggil Alvaro. Laura dengan tatapan yang lemah menatap suaminya dan juga sang Abang, wajahnya tampak pucat dan ia merasa sedang tidak memiliki tenaga. "M-mas," lirih Laura. Alvaro menggenggam tangan istrinya, "Semua baik-baik saja, kamu yang tenang ya sayang.
Bab: 43 "Baik pak, laporan sudah kami terima dan segera kami proses secepatnya." "Baik pak, segera ditindak lanjuti proses penangkapan ibu Sintiya," kata Alvaro mantap. Setelah melaporkan dan menyerahkan bukti tentang kejahatan Sintiya, Alvaro segera meninggalkan tempat tersebut. "Gimana mas? sudah dilaporkan?" tanya Laura yang menunggu suaminya di dalam mobil, Laura sudah tidak punya tenaga lagi untuk berjalan setelah melihat kondisi ibu kandungnya, ia masih merasa shock. "Sudah, kamu tenang ya sayang. Kita akan kerumah mama tiri kamu,untuk memberi sedikit kejutan untuknya." Laura mengangguk setuju, "Baik mas, kita akan kesana. Bang Jordan juga akan menyusul." Alvaro kembali menyetir mobilnya, kali ini tujuannya ke rumah Sintiya, di sepanjang perjalanan Laura terus saja termenung, tidak ada satu patah katapun yang keluar dari bibirnya. Sesekali Alvaro melirik sekilas pada istrinya, ia tahu betul suasana hati sang istri sedang tidak baik-baik saja saat ini. Alvaro me