"Masuk!" perintah Jonathan.Orang yang ada di depan pintu itu pun segera masuk ke ruangan Bella.Kriieett!Suara pintu terbuka sudah terdengar, Jonathan, Juwita, dan Bella terperangah ketika melihat Daffa yang ada di depan pintu tersebut."Daffa," gumam Bella.Jonathan langsung berdiri dari tempat duduknya ketika ia melihat Daffa. "Apa yang kamu lakukan di sini?" ujar Jonathan dengan suara tegasnya."Maafkan saya. Saya sangat khawatir dengan kondisi Bella, setelah mendengar bila Bella mengalami kecelakaan. Saya hanya ingin menemui dan melihat keadaan dia." Daffa berucap dengan suara lirihnya."Tapi kami tidak ingin melihatmu!" ucap Juwita dengan nada yang emosi."Saya mengerti perasaan kalian berdua. Tapi saya mencintai Bella dan ingin selalu ada di sampingnya. Saya ingin membuktikan bahwa saya bisa merawat dan menjaganya dengan baik.""Pa, Ma, tolong dengarkan Bella. Bella tahu kalian khawatir tentang hubungan kami. Tetapi, Bella tidak ingin kehilangan Daffa. Bisakah kalian memberiny
Setelah pintu lift terbuka, Rey melihat Delisha yang sedang duduk di meja kerjanya. Senyumnya terukir indah, ketika ia melihat istrinya yang begitu cantik hari ini."Abbas," gumam Rey pelan."Kenapa?" tanya Abbas yang heran."Panggil Delisha untuk segera ke ruanganku."Abbas melebarkan kedua bola matanya, ia menunjuk kepada dirinya sendiri. "Aku?" katanya.Namun, Rey tak menjawabnya, ia malah memasukan tangannya ke dalam saku celana dan berjalan ke ruangan kerjanya."Hhh, dasar!" Abbas bergumam kesal, ia pun terpaksa menuju tempat Delisha."Ekhhmm …" Setelah Abbas berada di tempat Delisha, lelaki itu pun berdehem.Delisha yang sedang fokus dengan pekerjaannya, ia langsung menoleh ke arah Abbas dengan kening yang mengkerut. "Kenapa?" tanyanya."Hmm … Rey menyuruh kamu untuk segera ke ruangannya.""Oh, baiklah, tapi sebentar lagi, ya. Pekerjaan aku masih belum selesai," kata Delisha.Abbas hanya mengangguk patuh. "Baiklah, tapi Rey terlihat cukup serius. Mungkin lebih baik jika kamu pe
Namun, ketika ia mendekatkan wajahnya ke cermin, ia begitu sangat terkejut ketika kedua pipinya dipenuhi oleh bekas kecupan dari Delisha."Astaga!"Rey langsung mengambil tisu dari atas meja, kemudian ia mengelap wajahnya dari bekas lipstik Delisha, beberapa saat kemudian wajahnya sudah bersih kembali."Aku lupa belum menyuruh Hana dan Tiara minta maaf kepada Delisha, ya, walau mereka berdua sudah mendapat sanksi atas perbuatan mereka, mereka harus perlu minta maaf kepada Delisha. Awas saja bila mereka berdua masih kurang ajar, aku tidak akan membiarkan mereka hidup!" umpat Rey kesal.Meskipun Tiara dan Hana sudah mendapat sanksi atas kesalahan mereka yang sudah membuat Delisha masuk ke rumah sakit. Akan tetapi, mereka perlu meminta maaf, meskipun mereka bilang bila mereka telah berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Rey harus waspada terhadap dua wanita ular itu. Ia tidak akan membiarkan mereka berdua menyakiti Delisha kembali, apalagi sampai Delisha masuk ke rumah sakit seperti sed
Rey menatap tajam Hana dan Tiara, matanya penuh dengan pertanyaan yang memerlukan jawaban. "Sekarang katakan kepadaku, siapa yang menyuruh kalian untuk menyakiti Delisha?" tanya Rey dengan suara tegas, memaksa mereka untuk memberikan jawaban yang jujur.Deg!Detak jantung Hana dan Tiara berpacu begitu sangat cepat, mereka merasakan beban yang semakin berat di dadanya. Mereka tahu bahwa mereka tidak bisa menyembunyikan kebenaran lebih lama lagi. Wajah mereka pucat, dan mata mereka saling bertatapan dalam kepanikan.Akhirnya, dengan suara serak, Hana mengangkat kepalanya dan menjawab, "Tidak ada yang menyuruh kami, Tuan Rey. Kami bertindak atas keputusan kami sendiri, tanpa pengaruh dari pihak manapun."Tiara mengangguk tegas setuju dengan penjelasan Hana. "Kami sungguh-sungguh minta maaf, Tuan Rey. Kami sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan kami."Rey mengamat-amati kedua wanita itu, mencermati ekspresi wajah dan nada suara mereka. Dia bisa merasakan ada hal yang ganjal dari penje
Rey dan Delisha sedang berada di perjalanan untuk menuju Mansion Maduswara, sedari tadi Delisha begitu gugup, jantungnya berdebar begitu cepat di dalam sana, ini kali pertamanya ia akan bertemu dengan mertuanya di Mansion Maduswara, setelah apa yang terjadi sebelumnya. Mobil yang ditumpangi Rey dan Delisha melaju perlahan di sepanjang jalan menuju Mansion Maduswara. Delisha bisa merasakan getaran jantungnya yang cepat, kegugupan melanda dirinya sejak mereka meninggalkan kantor.Sesekali, matanya memandang keluar jendela, mencoba menenangkan diri dengan pemandangan sekitar. Namun pikirannya tetap melayang-layang membayangkan pertemuan mendebarkan dengan mertuanya nanti, yang tak terelakkan setelah apa yang terjadi sebelumnya.Delisha bertanya-tanya dalam hatinya mengapa mertuanya, akhirnya menerima dirinya sebagai menantu di Mansion Maduswara. Apakah hal ini terjadi karena anak yang dikandungnya? Rasa penasaran dan kekhawatiran merayapi pikirannya.Rey melihat ke arah Delisha yang ada
Mata Delisha tak henti memandang jalan. Matanya berbinar-binar. Pikirannya masih bercabang ke mana-mana, ia memikirkan tentang apa keputusan dari mertuanya, Emran, yang akan memberi tahu kepada setiap orang tentang siapa dirinya.Tak terbayangkan baginya bahwa mertuanya, Emran, akan mengubah pendiriannya begitu cepat. Kini, ia dapat bernapas lega karena Emran dan Arumi telah menerimanya sepenuh hati.Delisha begitu bahagia mendengar semua itu, ia tak menyangka bila mertuanya itu akan berubah secepat itu, wanita yang berambut panjang sebahu itu begitu bersyukur, akhirnya, mertuanya, Emran dan Arumi sudah mau menerimanya.Lamunan Delisha terhenti, ketika Rey menyentuh tangannya. Delisha terkesiap seketika. Wanita itu membalas tatapan Rey dengan senyuman yang begitu manis terukir di wajahnya."Kamu kenapa? Dari tadi melamun terus?" tanya Rey seraya menyelipkan anak rambut ke belakang daun telinga Delisha."Aku masih kepikiran tentang perkataan Papa, Rey.""Kamu jangan terlalu banyak berp
"Siapa, Bi?" tanya Jonathan, mengangkat alisnya dengan rasa ingin tahu."Ada den Daffa, Tuan," ujar Asisten tersebut dengan ramah."Selamat sore, Tante, Om," sapa Daffa dengan senyuman hangat yang sudah terukir di wajahnya.Semua orang di ruangan itu memutar kepala mereka ke arah datangnya Daffa, termasuk Rey dan Delisha. Seketika kedua bola mata Rey melebar, ia terperangah melihat sosok lelaki tersebut. Ia benar-benar shock, ketika ia mengetahui siapa yang ada di hadapannya kini.Namun, tidak dengan Bella, wanita itu tersenyum melihat Daffa dan begitu sangat bahagia ketika melihat kekasihnya itu yang datang."Daffa," gumam Bella.Daffa tersenyum, mata dan senyumnya penuh dengan kehangatan ketika melihat ke arah yang lainnya. Namun, ketika ia baru menyadari ada Rey juga di sana, seketika jantungnya berhenti berdetak. Napasnya terasa sesak, dan ia merasa sulit menelan air liurnya. Lelaki itu tak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan Rey di sini.Rey, yang melihat Daffa, merasa amarahn
"Kenapa kamu diam saja?" Bella menarik erat kerah baju Daffa dengan tangan yang sudah bergetar. Matanya memancarkan rasa putus asa. "Ayo katakan! Semua yang dikatakan Rey itu tidak benar, kan? Ayo jawab?!" desak Bella dengan nada yang memaksa, mencoba untuk mendapatkan jawaban dari Daffa yang terdiam. Ia ingin mendengar klarifikasi dari kekasihnya, berharap bahwa semua tuduhan itu hanyalah kesalahpahaman saja.Daffa menundukan pandangannya, tak mampu memandang mata Bella. "Maafkan aku," ucap Daffa dengan suara terdengar serak. Lelaki itu merasa sangat malu dan menyesal. Ia tidak mampu memandang mata Bella, karena ia merasa sangat bersalah atas apa yang terjadi.Kata-kata itu terlontar dari bibirnya dengan penuh penyesalan yang mendalam atas perbuatannya. Ia menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan besar dan merasa sangat menyesalinya."Kenapa kamu minta maaf?" Bella bertanya dengan suara penuh kecewa, tatapannya memancarkan rasa sakit dan kekecewaan yang mendalam."Semua yang dik