"Ini jam berapa?" tanya Abrisam. Bagas melirik jam tangannya sejenak. "Jam tiga sore. Kenapa?" "Mau pulang." Alis Bagas mengkerut menatap Abrisam dengan heran. Belum lagi pria itu lebih memilih menggigit jempolnya. "Kok tumben? Kan masih ada … dua jam." "Pengen nonton." "Gak bisa lihat." ralat Bagas. Memang secara tidak langsung Abrisam tidak bisa melihat. Tapi kan Abrisam punya telinga, punya Rania yang siap selalu menceritakan apa yang terjadi dan film apa yang sedang diputar. Selama ini Abrisam kesulitan untuk memahami apa yang ingin dia tahu, tapi setelah Rania datang semuanya berubah. Dia tahu segalanya meskipun dia tidak bisa melihat, dan menjadikan dunianya kembali berwarna. Lalu kenapa juga Abrisam ragu? "Warna apa? Pelangi?" "Si– gak boleh mengumpat!! Ayo pulang, ketemu istri!!" ucap Bagas. Abrisam terkekeh, dia pun meminta Bagas untuk membereskan semua berkas yang ada. Sebelum pulang, Abrisam juga meminta Bagas untuk mengantarkan dirinya membeli kue. Malam ini, maka
Rania melepas penutup matanya ketika tidak mendengar apapun. Wanita itu cukup terkejut dengan langit hitam yang banyak sekali taburan bunga. Belum lagi lilin yang menyala membentuk hati, dan juga taburan bunga di dalamnya. Rania tersenyum,m sore tadi Abrisam menang menelpon Rania untuk menerima bingkisan yang dia kirimkan. Bahkan Abrisam juga meminta Rania untuk menggunakan hadiah yang dia berikan malam ini. Belum lagi dipadukan dengan dompet yang dibelikan oleh Selena. Wanita itu menutup mulutnya ketika suara musik terdengar. Rania menatap ke arah tangga, yang dimana ada banyak sekali lilin dan juga karpet merah. "Apa saya harus kesana?" tanya Rania memastikan. Pelayanan itu mengangguk. "Ya Nona. Tuan Abri menunggu anda di atas." Rania semakin penasaran apa yang akan dilakukan Abrisam dengan dirinya. Sedangkan sore tadi, pria itu hanya mengatakan jika dia akan mengajak Rania untuk menonton sebuah film. Awalnya Rania mengajak Gaby yang katanya ingin nonton film dengan Rania juga.
"Bintangnya banyak ya Mas." ucap Rania untuk mengusir keheningan diantara mereka. "Iya kali Ran. Aku kan juga nggak tau." Rania menatap Abrisam dengan nanar, senyum sendunya tercetak jelas di wajahnya. Entah harus bahagia atau sedih dengan jalan hidup seperti ini. Tapi Rania bersyukur jikaAbrisam tidak bisa melihatnya, doa tidak tahu antara Rania dan juga Rana yang sesungguhnya memiliki perbedaan yang signitif. Jika saja nanti Tuhan membongkar ini semua, Rania berharap nanti jika dia benar-benar sudah lelah. Jangan sekarang, sungguh, Rania masih menginginkan Abrisam dalam hidupnya."Kalau dilihat-lihat … " Rania menggantung ucapannya meneliti penampilan Abrisam dari rambut, baju, hingga warna sepatu yang serasi sekali pria itu kenakan. "Mas Abri ganteng juga malam ini." ujarnya dengan rasa malu. Abrisam menunduk menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ini pujian, dulu dia sering mendapat pujian seperti ini. Tapi kenapa dengan Rania rasanya berbeda?Melihat reaksi Abrisam. Rania p
Brak … Selena memukul meja yang ada di hadapannya dengan kencang. Tatapannya memerah menatap sebuah vas bunga yang ada di hadapannya juga. Tangan wanita itu mengepal dengan sempurna. Dalam bayangan Bagas kedua tangan itu sudah terbalut dengan indah sarung tangan, yang siap kapanpun dan dimanapun untuk menghantam dan juga memukul orang-orang yang ada di sekitarnya."Apa kamu bilang!!" “A-apa?” Bagas masih menunjukkan wajah polosnya, seolah dia melupakan apa yang dia katakan beberapa menit yang lalu“Masih bisa bilang apa!! Kamu pengen leher kamu hilang atau gimana!!” teriak selena kembali.Bagas menelan salivanya kasar, dia pun menggeser duduknya untuk menjauh dari Selena. Sejujurnya dia juga terpaksa untuk melakukan hal ini, tapi karena dia tidak percaya dengan apa yang dokter itu katakan, makanya dia memberitahu Selena jika kekasih Abrisam dulu pernah mengandung pewaris keluarga ini. Kalau mereka tidak ingat, perlu Bagas ingatkan dulu Abrisam pernah mengatakan jika dia ingin menika
Paginya, Rania bangun lebih awal. Dia pun langsung memunguti semua baju miliknya dan juga baju milik Abrisam dan menyimpannya di sofa hotel. Barulah, wanita itu memilih membersihkan diri lebih dulu dan barulah membantu Abrisam mandi. Membantu Abrisam mandi? Membayangkan saja membuat kedua pipi Rania merah padam.Semalam, Rania dan juga Abrisam menghabiskan waktu untuk menonton film, banyak sekali yang Rania ceritakan dalam hal ini, sehingga membuat hubungan mereka semakin dekat dan erat. Abrisam juga banyak tertawa mendengar cerita lucu Rania waktu sekolah, dimana ada satu pria yang meminta Rania menunggu dia kembali dan akan menikahinya. Sayangnya Rania tidak mau, dia tidak memiliki kekasih bukan berarti dia menunggu pria itu. hanya saja memang Rania saja yang tidak mau, dia tidak suka menunggu hingga dia dipertemukan dengan Rana. Jika sudah memiliki ketertarikan kenapa harus menunggu lama?Ketika Abrisam bertanya hal yang sama, jawaban Rania pun juga masih sama. Dia yang sudah tert
Dada Rania sesak mendengar hal itu. Dia terus menundukkan dan tak berani mengangkat wajahnya hanya sekedar melihat Selena, atau mungkin melihat ekspresi wajah Abrisam. Jika saja bisa memilih, mungkin kali ini Rania tidak ingin satu mobil dengan mereka. "Abrisam jawab Mami!!" sentak Selena. "Ya!!" hanya kata itu yang mampu Abrisam katakan. Tanpa ditanyakan darimana Selena tahu, tentu saja Bagas yang memberitahu. Entah Bagas kelepasan ketika berbicara dengan Selena, dan membuat Bagas menceritakan semuanya karena paksaan Selena. Selena menutup matanya, bersamaan dengan itu air mata Rania pun jatuh dengan perlahan. Sesak di dadanya menjadi, bagaimana bisa hal ini terjadi pada dirinya? Meskipun itu hanya masa lalu, tapi tetap saja mampu membuat Rania tidak terima. Sekarang Rania tahu kenapa setiap kali Rania bertanya tentang masa lalu pria itu, Abrisam memilih diam dan tidak mengatakan apapun. Bahkan pria itu akan mengajak Rania untuk membahas hal lain tentang Rania. Entah tidak ingin
Setelah membantu Abrisam mandi, Rania memutuskan untuk turun. Dia membuat dia teh hangat untuk dirinya dan juga Abrisam. Tak lupa juga membawa satu piring biskuit yang sangat pas dan serasi ketika dinikmati dengan secangkir teh. "Rana … " panggilan itu membuat Rania menoleh. Dia menatap Selena yang baru saja masuk ke dalam dapur dengan wajah di Teluk. "Mami minta maaf." ujarnya. Helaan nafas keluar dari bibir Rania, dia pun menatap Selena dengan berat hati. "Ini Mami kenapa minta maaf sama Rana? Kan Mami lagi nggak melakukan kesalahan apapun sama Rana." Menurut Rania memang begitu, beda cerita dengan perasaan Selena yang mendadak lupa kalau Abrisam sudah menikah dan malah membahas tentang Claudia. Apalagi Selena yang kaget dan membutuhkan penjelasan dari Abrisam tentang kehamilan Claudia mantan kekasih Abrisam. Selena tahu perasaan Rania waktu di mobil, wanita itu mendadak diam dan murung. Belum lagi tatapan Rania yang kosong, dengan mata berkaca-kaca, seperti seseorang yang ingin
"Ya, aku tau kalau itu Mas. Bedanya kamu melakukan itu dengan dia atas dasar cinta. Sedangkan denganku, atas keinginan ibumu yang ingin punya cucu cepat." "Demi Tuhan Rana aku menyentuhmu bukan karena itu. Bahkan kalau Mami nggak minta cucu pun aku juga akan menyentuhmu. Kamu istriku, dan aku berhak meminta hakku sebagai suami sama kamu!!" "Aku tau Mas, kita terpaksa bersama juga karena perjodohan. Aku pikir selama kita bersama, aku susah mengetahui semua tentang dirimu. Taunya aku salah, aku hanya mengetahui sebatas nama tanpa kisahmu." Abrisam mengacak rambutnya, dia pun menahan tangan Rania agar tidak pergi dari sampingnya. "Ran itu hanya masa lalu, aku salah aku tidak memberitahumu apapun tentang aku. Tapi bukan berarti kamu harus menghukumku dengan cara begini kan? Aku nggak suka, aku gak bisa, dan aku nggak tahan!!" Tidak perlu khawatir akan hal itu, lagian Rania tidak akan marah pada Abrisam. Dia hanya memaklumi dan menghargai privasi Abrisam selama ini. Bahkan Rania malah
"Jadi ditolak atau diterima?" ucap Abrisam. "Apanya?" Kali ini mereka berada di ruang tengah. Rania yang duduk gugup di samping Abrisam, sedangkan pria itu yang hanya diam saja tanpa melakukan apapun. Abrisam sempat mendengar ucapan Leon, yang dimana pria itu menyatakan cintanya pada Rania, istrinya. Dan Abrisam juga sudah mendengar penolakan Rania dengan tegas. Jika dia tetap ingin bersama dengan Abrisam bukan dengan Leon. "Susah ya kalau punya istri cantik, banyak yang suka jadi rebutan lagi." sindiran Abrisam. Rania menyiku Abrisam dengan gemas. sehingga membuat pria itu meringis. "Ngomong apa sih, nggak nyambung belas." "Aku gak tuli, sayang!!" Rania menggulung bibirnya untuk tidak berteriak, tertawa atau bahkan jingkrak-jingkrak layaknya sapi kepanasan. Dia harus tetap tenang, kalem dan juga jaga image. Setidaknya begini, meskipun wanita itu cerewet dan juga banyak tingkah, asalkan Rania tetap terdengar anggun di telin
Selena tersentak mendengar teriakan itu, dia pun menempelkan telinganya di pintu kamar Abrisam. Memastikan jika suara itu berasal dari kamar itu bukan yang lain."Rana … kamu gak papa kan?" tanya Selena memastikan. "Aku–" "Nggak papa Mi." Itu suara Abrisam dan juga Selena yang saling bersautan satu sama lain. Selena yang mendengar hal itu langsung cekikikan, wanita itu memutuskan untuk turun ke bawah. Disana sudah ada banyak orang yang menunggu, dan Selena tidak ingin menunggu terlalu lama. "Kita makan duluan aja ya." ucap Selena. "Nunggu Rana sama Abrisam dulu, Mi." jawab Alfa. Selena menggeleng, "Abrisam sudah makan makanan pembukanya. Mungkin dia akan menyusul nanti setelah makanan pembuka sudah habis." Alfa dan Bagas yang satu meja dengan Selena pun bingung. Makanan pembuka apa yang dimaksud Selena? Biasanya mereka suka makan bersama, jika salah satu diantara mereka belum ada yang turun, tidak ada sa
Mencoba itu bukan hal yang mudah untuk Abrisam. Bagas pasti tau itu, dia tidak suka mencoba dan tidak ingin mencoba hal yang sama sekali tidak ingin dia coba. Tapi kali ini … Abrisam mendesah kesal. Dia pun langsung masuk kedalam kamarnya dengan cepat dan berniat untuk membersihkan diri. Tapi yang ada dia malah menabrak sesuatu yang langsung membuat kakinya terluka. "Aduh … " teriak pria itu. Rania yang baru saja keluar dari tempat ini langsung menghampiri Abrisam. Melihat kaki Abrisam yang terluka. "Hati-hati dong Mas. Kamu itu gimana sih." "Gak kelihatan Rania." "Yaudah duduk dulu Mas, aku obatin." Abrisam mengangguk, dia pun mencari kursi yang ada di samping kiri atau kanan. Hingga dia menemukan kursi yang mungkin dia tabrak nanti, sehingga membuat kakinya sakit. Rania juga langsung mengambil kotak obat di kamar ini dan mengobatinya dengan pelan. Sesekali meniup luka itu agar Abrisam tidak merasa sakit atau perih. Menahan luka itu tidak gampang, Abrisam pernah tergores cuku
Karena Abrisam mengaduh lapar, akhirnya Rania memutuskan untuk meminta Bagas untuk membelokkan mobilnya ke sebuah tempat makan terdekat. Dia tidak tega jika harus melihat Abrisam kelaparan setelah mengantarkan dirinya jalan-jalan seharian ini. "Mas Abri mau pesen apa? Menunya banyak banget, seafood kesukaan Mas juga ada." ucap Rania. Satu persatu wanita itu membaca menu yang ada di depannya dengan seksama. Dia juga menyebutkan banyak sekali masakan, sayangnya ada masakan yang sulit sekali disebut. Lidahnya begitu kaku untuk membaca tulisan itu yang menurut Rania aneh. Yang ada Rania hanya menunjuk tulisan itu dan memberitahu pelayanan, jika dia memesan itu dia porsi untuk dirinya dan juga Abrisam. Tak hanya itu, Rania juga langsung memberikan daftar menu yang ada di tangannya pada Bagas. Meminta Bagas untuk memilih makanan yang dia ingin makan malam ini. "Oh ya, habis ini kita ngapain?" tanya Bagas akhirnya. "Pulang. Tau capek nggak?" ucap Abr
Meskipun tidak piknik atau apapun itu, hari ini Abrisam mengajak Rania untuk jalan-jalan sebentar. Dia meminta apapun yang Rania inginkan, akan Abrisam belikan. Hanya saja istrinya ini begitu lucu, dia hanya meminta dua cup teh dan terus mengajak Abrisam jalan-jalan di salah satu pusat perbelanjaan ini. Keliling-keliling nyaris satu jam dan tidak membeli apapun, membuat kaki Abrisam pegal.“Ini kamu yakin nggak mau beli apapun?” tanya Abrisam memastikan. Jika tidak ingin beli apapun lebih baik mereka pulang saja. Kalau jalan terus menerus tentu saja Abrisam yang lelah, tau kan wanita itu kalau di suruh keliling pusat perbelanjaan ini mau lima puluh kali pun tidak akan membuat dia lelah. Beda cerita kalau itu pria, bahkan baru saja masuk sudah merasa kesal.“Boleh minta cincin?” “Boleh, tadi kan aku sudah bilang kamu pengen apa aku beliin.”Rania mengangguk, dia pun langsung menarik tangan Abrisam pelan untuk masuk ke salah satu toko perhiasan. Rania mengamati satu persatu cincin yang
Abrisam akhirnya turun ke bawah, dia sudah mengenakan baju lengkap. Begitu juga dengan Rania yang sudah mengenakan baju lengkap juga, tidak seperti pagi tadi yang hanya menggunakan bathrobe saja. Sungguh, dia begitu malu melihat ibu mertua dan juga keluarganya yang tiba-tiba saja datang ke rumah, sedangkan dia datang juga tidak menelpon atau memberi kabar lebih dulu. Untung saja Rania bangun lebih awal, dia sudah mandi dan juga membereskan rumah yang sempat berantakan karena ulah Abrisam. Coba saja jika belum, sudah dipastikan ibu mertuanya itu pasti akan memiliki pemikiran yang luar biasa untuk Rania dan juga Abrisam. "Kemarin perasaan bilangnya dua hari, ini kenapa baru sehari sudah pulang?" ucap Abrisam. Rania yang duduk di depannya pun langsung mengkerut kan keningnya heran. "Haa? Masa sih? Mereka pergi kemana?" Tentu saja Abrisam tidak akan memberitahu Rania mereka pergi kemana. Itu rahasia publik, dan hanya Abrisam saja yang tahu. Rania tidak dipe
"Hari ini kita … pulang ke rumah Abrisam." ucap Selena.Semua orang menatap Selena heran, dia pun langsung menatap satu persatu barang yang sempat mereka bawa ketika meninggalkan rumah Abrisam. Dan pagi ini, dengan semangat mereka pun kembali ke rumah Abrisam. "Mau menginap lagi di rumah kita?" tanya Alfa memastikan. Selena menggeleng, "Kita balik aja kesana, sampai Mami punya cucu baru pulang." Alfa memutar bola matanya malas, padahal Selena tahu sendiri jika dia tidak akan mendapatkan apapun dari hasil yang dia perbuat saat ini. Tapi tetap saja wanita itu masih ngeyel dan berharap jika dia akan menerima cucu suatu saat nanti. Dan pagi ini, Selena sengaja ingin kembali ke rumah itu pagi-pagi, karena tahu Abrisam maupun Rania belum juga bangun tidur. Biasanya mereka akan bangun terlambat, apalagi malam itu malam yang panjang untuk mereka. Tidak mungkin kan kalau mereka tidak melakukan apapun jika berdua saja? Selena juga memastikan semua cctv rumah untuk tidak melihat apa yang mere
Makan malam yang seharusnya masih hangat menjadi dingin karena ulah Abrisam. Pria itu tiba-tiba saja mengurung Rania di dalam kamar selama dua jam, sehingga masakan Rania menjadi dingin dan tidak enak kembali. Belum lagi, ketika mereka turun dan menikmati makanan mereka. Abrisam malah menolak masakannya untuk dipanasi. Sungguh, dia tidak ingin Abrisam sakit perut hanya karena makanan dingin. Rania juga sudah membuatkan teh hangat untuk Abrisam dan juga dirinya. Setelah ini mereka akan tidur nyenyak, Rania sudah capek dan lelah. Badannya sangat lelah dan remuk akibat ulah Abrisam. Untung saja rumah ini benar-benar sepi coba saja jika tidak? Akan ada banyak orang yang mendengar suara Rania yang mendadak menggelegar akibat ulah Abrisam.Selesai makan, akhirnya Rania pun langsung membersihkan meja makan ini dengan cepat agar terlihat rapi dan bersih. Dia juga meminta Abrisam untuk menunggunya di ruang tengah, mungkin pria itu ingin mendengarkan suara televis
Merasakan sebuah pelukan, Rania pun teringat kaget akan hal itu. Tak biasanya Abrisam memeluknya dari arah belakang ketika dirinya tengah masak. Biasanya pria itu akan memanggil namanya jika memang dia membutuhkan sesuatu. Tapi kali ini … "Kenapa Mas?" pertanyaan itu lolos dari bibir Rania. Dia yang sempat menghentikan potongan wortel nya, kembali memotong dadi wortel itu sebagai isian. "Jangan marah." Memangnya wanita mana yang tidak marah setelah melihat suaminya memangku wanita lain? Sedangkan selama ini Rania saja tidak pernah duduk di atas pangkuan Abrisam. "Nggak." hanya jawaban itu yang bisa Rania berikan pada Abrisam. Dia tidak tahu antara marah atau cemburu melihat suaminya seperti itu. Tapi sebisa mungkin, Rania menahan perasaannya untuk tidak menciptakan jarak diantara mereka. Jika saja nanti, suaminya memang masih memiliki perasaan itu pada Claudia, Rania bahkan siap untuk melepaskan suaminya untuk bahagia dengan wanita yang dia cintai "Aku tau kamu marah." Tersenyu