Setelah acara pertemuanku dan Dimas, aku memutuskan untuk bergegas pergi. Tapi suara pesan masuk membuatku terpaksa merogoh phonsel di dalam tas dengan susah payah. Pasalnya Jovan tertidur dalam gendongan.
Geandra Michaella
Kay, aku sudah sampai di Jakarta nih, kamu ke sini yah. Ke apartemenku saja. Aku tunggu! Awas kalau tidak datang.
Aku tersenyum membaca chat Gea. Bergegas aku bangkit, setelah lebih dulu menyuruh pak Amin, sopir pribadi ku. Untuk membawakan barang-barang belanjaan.
Mobil melaju menembus kemacetan jalan untuk menuju ke kawasan elit Mega Kuningan.
Aku memasuki apartemen mewah berlantai Empat puluh. Lebih dulu aku melapor pada loby. Sistem keamanan di apartemen ini sangat ketat. Untuk bertamu pun tak bisa sembarang orang.
"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya seorang scurity.
"Ah, saya ingin bertemu Ibu
Kamu adalah bagian dari kesabaranku. Yang ingin kusegerakan dalam setiap kesemogaan.*******Aku memasuki kediamanku dengan rasa lelah yang mendera. Selain lelah hati aku juga lelah pikiran. Kenapa pemikiran laki-laki itu susah sekali ditebak. Dia pikir aku ini punya hati sekuat apa? Benar-benar keterlaluan. Terserah dia ingin mendiamkan aku sampai kapan. Aku tak peduli.Setelah menyerahkan Jovan pada Yani, aku memutuskan menjatuhkan diri di atas tempat tidur. Kutarik napas panjang. Rasanya tak ada yang lebih menyenangkan dari ini. Lama-lama mata terasa semakin berat, hingga kesadaran benar-benar membawaku ke alam mimpi.Bias cahaya putih terasa menyilaukan mata. Aku merasa seperti dibawa menembus dimensi lain. Tiba-tiba aku telah berada disebuah tempat dengan hamparan danau di, dan rumput hijau yang membentang, dengan pohon-pohon pi
Kucoba mencari sisa-sisa ketegaran, yang berserakan di dalam puing-puing kesabaran. Berharap suatu hari Allah akan menggantinya dengan kebahagiaan. ********** Aku yang merasa tersisih memutuskan memutar tubuh menuju ke dapur. Tapi tak berapa lama Umi mendekat, dan mengatakan hal yang membuat dadaku semakin perih. "Kamu sebenarnya dari mana seharian ini? Kamu seharusnya sadar, kamu itu sudah bersuami. Nggak baik pergi tanpa izin dari Adit," ujar Umi dengan nada sinis. Kupejamkan mata, dan menarik napas panjang. Lalu kutatap wanita paruh baya di depanku. Mencoba sekuat hati menahan emosi agar tak keluar saat ini juga, sungguh berat rasanya. "Kay hanya pergi dengan sahabat Kay, Umi." Aku menjawab dengan
Sering kali pikiran dan hati selalu tak sejalan. Ketika cemburu dan curiga menguasai. ************ Semenjak hari dimana Dimas datang ke rumah Ayah, perasaanku pada Kayla semakin gamang. Ada rasa bersalah, saat mantan kekasih istriku itu mengingatkan tentang perasaan Kayla padaku.Dia benar, mungkin aku yang terlalu berharap jika Kayla pasti mencintaiku. Seharusnya aku sadar, selama ini hanya luka yang selalu kuberikan padanya. Padahal dengan baik hati dia mau mengurus anakku, dan meninggalkan kariernya.Rasa sesal itu lah yang membuatku beberapa hari ini mendiamkannya. Tidak, aku sama sekali tak berniat menyakitinya lagi. Hanya bermaksud menelaah perasaan sendiri yang membuatku bingung. Aku tak bisa membayangkan Kayla pergi dari sisiku, karena aku tak mau itu terjadi. Berada di
Tuhan telah menyatukan kita di bawah langitnya. Masihkah kita terus mengelak. Sementara takdir kita telah terikat jauh sebelum kau dan aku bertemu.********Hari ini aku memutuskan pulang lebih cepat, bekerja pun percuma. Jika yang ada dalam pikiran hanya Kayla dan sikapku yang keterlaluan padanya. Aku ingin cepat-cepat bertemu dia dan meminta penjelasan tentang Dimas. Agar aku tak dihantui pikiran buruk.Aku melihat mobil Umi ada di halaman depan. Buru-buru kulangkahkan kaki memasuki rumah. Saat sampai di ruang tengah, aku melihat Umi, Adiba dan Yani yang sedang bersama Jovan. Lalu dimana istriku?"Assalamualaikum.""Waalaikumsalam," jawab mereka bersamaan."Kamu tumben, Dit. Sudah
Penentu kesuksesan hidup seorang laki-laki, di lihat dari caranya memperlakukan istri. ******** Aku dan beberapa karyawan baru saja selesai mengadakan rapat dengan investor asal Dubai. Rasanya perjuanganku selalu berangkat pagi dan pulang malam tak sia-sia, karena para investor itu, akhirnya menyetujui kontrak kerja sama yang kami tawarkan. Perusahaan migas asal Dubai ini, bergerak dalam eksplorasi ladang minyak dan gas bumi, produksi, pengolahan, dan pengangkutan minyak, gas dan gas kondensat. pemasaran produk minyak bumi dan petrokimia di pasar domestik dan internasional. Perusahaan ini juga memasok gas alam ke industri dan publik, serta beroperasi di beberapa negara strategis di wilayah Eropa, seperti Azerbaijan, Georgia, Turki, Rumania, Ukraina dan Malta yang juga bergerak di i
Belajarlah mengerti arti keberadaan. Sebelum kamu tahu arti kehilangan.**********Sudah satu minggu semenjak aku pergi dari rumah. Setiap hari pula aku selalu dihantui rasa gelisah. Pasalnya, selama ini juga aku tak pernah menghubungi Mas Adit. Belum lagi kepergianku sama sekali tanpa izin darinya. Sekarang bagaimana keadaannya? Apa dia makan teratur? Apa masih suka begadang? Itu yang sering kukhawatirkan.Sebenarnya aku ingin sekali mengabarinya. Jujur, jauh di dalam hati aku sangat merindukan dia. Tapi masalahnya, Abi tak mengizinkanku mengabari. Beliau bilang, agar Mas Adit bisa belajar mengerti arti keberadaan. Sebelum rasa kehilangan itu benar-benar terjadi.Abi juga ingin Mas Adit tahu, dan menyadari sendiri perasaan apa yang dia miliki untukku. Supaya laki-laki itu tak mengulangi kesalahan yang sama. Tapi tetap saja aku selal
Aku mencintaimu bukan karena kamu pintar memasak atau tidak, tapi karena kebaikan hatimu. Bagiku, kau adalah malaikat tak bersayap yang Tuhan kirimkan untukku. aku menyesal, telah mengabaikan keberadaanmu.**********Aku sampai di depan rumah sekitar pukul sepuluh pagi. Setelah terjebak macet sekitar satu jam dikarenakan ada proyek pembangunan MRT. Tadinya aku ingin lebih dulu ke rumah Abi untuk menjemput Jovan. Tapi jarak rumah Abi lebih jauh. Sementara aku benar-benar menghawatirkan kondisi Mas Adit.Pertama kali melangkahkan kaki, aku langsung mencium bau tak sedap. Kucoba mengecek dan melihatkondisi rumah yang sangat berantakan. Sepertinya, Umi pun jarang menyuruh Bi Inah ke sini untuk membersihkan rumah. Beruntung aku membawa kunci cadangan.Banyak sekali sampah berserakan. Ada bekas minuman bersoda. Juga puntung rokok dan
Mana mungkin aku bisa menolak kehadiranmu. Jika namamu telah tertulis di Lauhul Mahfuzku**********Sudah dua minggu setelah Kayla pulang, selama itu pula hubunganku dan dia menjadi lebih baik. Kami mulai terbuka satu sama lain.Pagi ini seperti biasa, setiap terbangun jam tiga pagi, aku tak pernah mendapati Kayla berada di kamar.Kadang aku bertanya-tanya sebenarnya dia sedang apa di kamar Jovan dini hari begini. Aku memutuskan bangkit dan mengambil wudu untuk melaksanakan salat tahajud. Setelah itu beranjak menuju ke ruang kerja.Merasa penasaran dengan yang sedang Kayla lakukan, aku memutuskan menuju ke kamar Jovan. Kubuka pintu secara perlahan agar tak menimbulkan suara. Tapi kuurung kan masuk begitu melihat di dalam sana, Kayla sedang melaksanakan salat. Aku tertegun dan menatapnya dengan senyum samar.Ini kah sosok
Dimas memacu mobilnya menuju perumahan elit daerah Kemayoran. Di sampingnya Adiba duduk dengan tenang tanpa terusik sama sekali. Setelah acara makan siang mereka terganggu dengan kehadiran Aqifa, Dimas mengantar Adiba pulang ke rumah tantenya. "Apa Aqifa itu kekasihmu?" Adiba penasaran dengan hubungan dua polisi itu. Pasalnya semenjak awal Adiba datang ke kantor Dimas, Aqifa selalu memasang wajah judes di depannya. Belum lagi tatapan mata wanita itu pada Dimas yang terlihat jelas menyimpan rasa. Hanya orang bodoh yang tak bisa menyadari itu. Hal itu diperkuat dengan kejadian tadi saat mereka makan. Aqifa bahkan bersikap seolah ia tahu segalanya soal Dimas. Seakan secara tak langsung ingin memberi tahu Adiba jika ia lebih mengenal laki-laki itu. Sebagai sesama wanita, Adiba jelas tahu gelagat seperti itu. Aqifa tengah merasa terancam dengan kehadirannya.“Dari diamnya kamu, aku sudah tahu jawabannya. Dia benar kekasihmu, kan? Sepertinya dia tahu banyak mengenai kamu. Yang Pak Arsen be
Dimas terbangun dari tidur karena merasa ada seseorang yang membelai lembut rambutnya. Ia mengerjapkan mata berusaha melihat siapa gerangan yang mengusik tidurnya tengah malam. Betapa kaget ia mendapati Halimah, almarhumah ibu, sedang tersenyum menatapnya. Pakaian serba putih yang dikenakan wanita itu membuatnya terlihat lebih cantik.Halimah menyentuh bahu putranya. "Ayo, ikut Ibu,” ucap Halimah lembut.Senyum ibunya menenangkan Dimas. Senyum itulah yang dulu selalu menguatkan Dimas saat ia terpuruk dan menemani masa kecilnya. Senyum yang paling Dimas rindukan. "Ke mana, Bu?" Dimas penasaran. "Ibu ingin mengenalkan kamu pada calon istrimu."Jawaban Halimah mengagetkan Dimas. Meski begitu ia tetap mengikuti ibunya. Laki-laki itu merasa dibawa menembus dimensi lain dan tiba-tiba telah berada di sebuah taman yang sangat indah dengan bung-bunga bermekaran sejauh matanya memandang. Seorang wanita mengenakan gaun putih yang menjuntai hingga mata kaki, dengan kerudung besar yang menutupi
Suara tangis kesedihan terdengar memenuhi lorong rumah sakit. Seorang wanita paruh baya menangis di depan jenazah anak perempuannya yang terbujur kaku dengan kondisi mengenaskan karena sudah tak bisa dikenali. Para dokter forensik yang mengelilingi hanya bisa tertunduk, ikut merasakan duka wanita itu. “Aling, bangun! Jangan tinggalkan Mama! Bangun!" May menangis histeris."Sudah, Tante. Ikhlaskan Aling pergi," bujuk Adiba berusaha menguatkan tantenya agar wanita itu tenang."Tante nggak akan pernah tenang sebelum laki-laki brengsek itu mendapat hukuman setimpal!" teriak May lagi. Adiba menarik tantenya ke pelukan. "Ya, laki-laki itu pasti akan mendapat ganjarannya. Tente tenanglah."May berurai air mata dalam dekapan keponakannya. Adiba menepuk-nepuk punggung wanita itu agar tak limbung. Hingga tiba-tiba sepasang suami istri datang dan menginterupsi tangisan mereka."Diba," panggil wanita paruh baya yang mengenakan baju syar'i, lalu berjalan dengan langkah lebar mendekati Adiba dan
Dimas tiba di kantor Bareskrim Mabes Polri. Beberapa anak buahnya sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. "Selamat pagi, Pak," sapa anak buahnya, Hendra, yang terlihat sedang sibuk menata beberapa dokumen. "Pagi." Dimas duduk di kursi kebesarannya. Ia meraih sebuah dokumen dan membukanya. “Akhir-akhir ini banyak sekali kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur. Manusia sudah mirip binatang sekarang, miris," sambung Dimas dari ruangannya yang disekat dengan kaca transparan.Seorang wanita mengenakan hijab masuk menenteng plastik keresek hitam di tangannya. "Asalamualaikum." "Waalaikumsalam," jawab semua yang ada di sana serentak. "Eh, ada bidadari surga datang," celetuk Anjar yang duduk di sebelah Hendra.Wanita itu tersenyum, lalu berjalan menghampiri meja Dimas. "Saya membawa sarapan untuk Bapak," ujarnya seraya meletakkan bungkusan yang ia bawa di sebelah papan nama bertuliskan AKP. DIMAS ARSENA."Terima kasih, Fa. Tapi maaf, kebetulan tadi saya sudah sarapan."Senyum w
Dua tahun kemudian ...Seorang laki-laki duduk termenung di atas sajadah. Matanya terpejam, sementara pipinya basah oleh air mata. Kedua tangannya menengadah ke atas sebagai wujud penghambaan diri. Ia sadar dirinya hanyalah makhluk-Nya yang lemah dan butuh Dia lebih dari apa pun.Saat seperti inilah yang selalu membuatnya merasa jauh lebih baik. Saat orang lain terlelap dalam mimpi, sementara ia akan bangun lalu menceritakan segala bentuk keluh kesahnya pada Dzat yang telah memberinya hidup hingga hari ini. Meski hidup yang ia jalani hanya dipenuhi rasa hampa, sebisa mungkin Dimas tak mengeluh. Kepasrahannya sedikit mengurangi rasa hampa yang membawa pada kesepian yang terasa menyesakkan dada.Sudah tiga tahun semenjak ibu kandungnya meninggal, Dimas hidup sendiri di rumah dua lantai itu. Rumah yang dibelinya untuk mendiang sang ibu sekaligus ia persiapkan untuk keluarga kecilnya nanti. Namun, harapan hanya tinggal harapan. Sebab calon istrinya malah menikah dengan laki-laki lain.Dim
PROLOG (Spin Of JoL)Dimas tengah duduk di sebuah bangku taman rumah sakit. Laki-laki itu mengusap wajah gusar, lalu menengadahkan kepala ke atas langit, menatap bulan yang tampak bersinar terang. Malam ini langit begitu cerah, berbanding terbalik dengan hatinya. Tak sebaik yang terlihat, laki-laki bermata tajam itu mengembuskan napas berat. Sudah lima belas hari Kayla dirawat di rumah sakit setelah insiden penculikan. Dimas lega karena setelah semua berakhir, Kayla akan hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Lantas, bagaimana dengan dirinya? Apakah ia akan tetap seperti ini? Terus hidup dalam kesendirian dan kegelisahan?Saat pikiran laki-laki itu tengah gundah, seseorang menepuk lembut bahunya. Dimas mendengkus begitu tahu siapa gerangan yang mengganggu acara melamunnya.“Hey, Polisi Narsis! Sedang apa bengong di sini?” seru Adiba mengagetkan. “Ck! Kepo.”Jawaban singkat Dimas membuat Adiba mengerucutkan bibir. Namun, wanita yang tampak cantik dengan balutan long dress berwarna p
Sudah dua bulan semenjak Adit dan Kayla keluar dari rumah sakit setelah insiden penculikan itu. Hidup mereka menjadi lebih tenang. Berita terakhirnya, Danu dijatuhi hukuman mati atas kepemilikannya mengenai pabrik narkotika dan juga kasus-kasus yang menjeratnya. Kayla dan Adit bernapas lega untuk hal yang satu ini. Kayla menghela napas lelah untuk ke sekian kalinya, berkali-kali kepalanya melirik pintu depan berharap orang yang dia telepon segera datang menjemput. Merasa lelah, wanita itu memutuskan mengirim pesan pada orang yang ditunggu. Mas dimana? jadi menjemput Kay apa tidak? Beberapa saat menunggu, pesan yang dia kirim tak kujung dibalas, Kayla kembali mengembuskan napas lelah. Benar-benar tak mengerti dengan tingkah suaminya. Pasalnya sudah sebulan ini tingkah Adit mulai aneh, setiap kali ada janji dengannya pasti berakhir tak pernah tepat waktu atau bahkan batal. Kayla mulai curiga, di memutuskan untuk menghubungi nomor suaminya saja. Beberapa saat mencoba tetap tak diangga
Kayla mengerjapkan mata, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang menembus masuk ke dalam retina. Samar-samar dilihatnya langit-langit kamar berwarna putih dengan bau obat yang sangat menyengat. Kepalanya berdenyut, tubuhnya benar-benar terasa remuk seakan baru saja ditindih batu berton-ton beratnya.Wanita yang kini terlihat pucat itu, mengernyitkan dahi, merasa bingung dengan situasi ini. Pasalnya hal terakhir yang diingatnya adalah saat dia berada di sebuah Villa dengan Danu yang menyekapnya, lalu Adit datang untuk menolong. Hingga dia mendengar suara letusan senjata api. Kayla mulai diserang rasa takut saat mengingat Adit.Menyadari mungkin saja suaminya dalam keadaan tak baik, wanita itu mencoba bangun sambil memegangi kepalanya yang masih terasa berdenyut."Mas Adit," gumam Kayla dengan suara cukup keras, hingga membuat beberapa orang yang ada di kamar itu terlonjak kaget, dan langsung menghampirinya.
Beberapa jam sebelumnya. Danu menatap Kayla dengan wajah merah padam karena menahan amarah. Wanita di depannya benar-benar tak memiliki rasa takut sedikit pun dengan ancaman pria tua itu. Dia bahkan masih saja mengarahkan mata coklatnya dengan berani meski berkali-kali pria itu memukulnya."Jadi, kau benar-benar tak mau menyembah di kakiku dan meminta ampun?" tanya Danu untuk yang terakhir kali."Cih! Jangan mimpi! Aku tak sudi meminta ampun pada manusia bejat sepertimu! Memang kau ini siapa?! Setelah apa yang kau lakukan pada Nazwa, kau berhak untuk sebuah hukuman!""Dasar jalang sialan!" Danu berteriak marah sambil menampar Kayla kuat-kuat, hingga ujung bibir wanita itu berdarah. Kayla bukanya merasa takut, malah semakin menyunggingkan senyum meremehkan ke arah Danu."Dengar aku, Jalang!" Danu menarik rambut Kayla, tapi wanita itu masih tak bergeming, bahkan tetap setia