"Selamat siang Tuan Alex. Silahkan, meja special sudah tersedia untuk anda."
Manager resto menyambut Alex dan Granella datang. Granella mengangguk-angguk sambil memandang pemuda yang kini ada di sampingnya.Bahwa sosok Alex ternyata banyak di kenal di kalangan orang-orang penting.Alex mengangkat alisnya seolah bertanya "Kenapa?""Oh, ok. Tidak masalah aku hanya mendapatkan kejutan yang tidak terduga hari ini" Alex melengos sambil menyembunyikan senyumnya."Apa kau mau tetap di sini? Makan siang sudah menunggu kita di dalam." Granella menggeleng sambil tersenyum.Alex kembali menggandeng Granella masuk ke dalam. Sebuah meja makan dengan dua kursi sudah tersedia, setangkai bunga mawar merah serta lilin kecil yang menyala di tengah-tengah meja membuat makan sing mereka terkesan romantis.Prok!Prok!Pelayan mendekat membawakan beberapa menu makan siang untuk mereka."Kita mulai sekarang.""Dari mana saja kau? Apa kau tak tau kalau hari ini Mama operasi?" Baru saja sampai di rumah sakit, Zack sudah marah-marah kesal terhadap adiknya.Granella memang tidak tau karena mereka menentukan keputusan hari itu juga dan dokter pun melakukan operasi hari itu juga. Salah satu dari kakaknya tidak ada yang memberi tahu sebelumnya.Andai Granella tau tentu dia akan menunda untuk bertemu dengan CEO Alexander Duga Company."Maaf, Kak. Aku baru saja selesai meeting! Kenapa tidak ada yang memberitahuku sebelumnya?" Mereka terdiam mengiyakan, kenapa dari mereka lupa untuk memberitahu Granella."Gra, lebih baik kau di sana, temani Kak Marcel bicara." Granella mengangguk dan menghampiri kakak ke duanya.Dari pada Zack terus memarahi adik bungsunya, lebih baik Celine menggantikan posisi dia di dekat Zack. Biarlah dia yang menjadi sasaran kemarahan pria ini."Tu-Tuan apa Tuan mau saya buatkan kopi panas?" "Tidak perlu. Aku tid
"Astaga, suara apa itu?" Diri yang semula sudah terpejam mau tidak mau Celine kembali keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi.Dari lantai atas dia memandang ke bawah dan mendapati pecahan botol miras tersebar berantakan di atas lantai."Astaga, Tuan Zack!" Tanpa ragu Celine menuruti tangga dari lantai atas, dan saat itu juga Zack spontan menoleh ke arahnya.Dia tersenyum sendiri melihat Celine yang menuruni tangga."Tuan, apa yang Tuan lakukan? Mari biar aku bantu kau masuk ke dalam.""Mau apa kau kemari, wanita jalang! Aku bisa sendiri. Aku tak butuh bantuannya!" gumamnya dengan suara khas orang yang lagi mabuk.Kendati demikian, Celine tetap mendekat dan memapah tubuh sempoyongan itu masuk ke dalam kamar."Awas, hati-hati, Tuan. Upas!" Susah payah Celine membantu Zack naik ke atas kasur dan membaringkannya.Melepas sepatunya, jaketnya dan ...kini pakaian Zack sudah tergantikan dengan yang bersih
"Hari ini aku akan ke rumah sakit. Katakan pada Celine nanti setalah dia pulang, suruh dia menyusul-ku ke sana.""Oh, baik, Tuan. Saya akan sampaikan pesan ini pada Nyonya muda." Zack mengangguk.Tanpa menunggu waktu lama Zack segera di rumah sakit. Dimana kedua adiknya itu duduk bersama, wajah mereka terlihat pucat setelah semalaman begadang."Kalian pulanglah. Biar aku yang jaga di sini.""Kak Zack serius?" tanya Granella begitu senang. Lagi-lagi Zack mengangguk."Ayok, Kak, kita pulang sekarang. Aku sudah tidak sabar ingin mandi. Tubuhku sudah sangat bau." Granella menarik tangan Marcel dan mengajaknya pulang saat itu juga.Sementara Zack masuk ke dalam dan duduk di kursi samping dimana Veronica terbaring.Zack terus memandangi wanita yang kini terbaring lemah dengan mulut menganga terpasang selang yang masuk ke dalam mulutnya.Zack menelungkupkan wajahnya ke telapak tangannya sendiri sambil memejamkan mata.
Zack kembali menyusul Celine ke dalam. Dia mendengar sendiri bagaimana tulusnya wanita ini terhadap Mamanya.Mengajaknya bicara walau tanpa respon dari mamanya sekalipun, Celine tidak putus asa.Wanita itu tampak duduk di samping Veronica terbaring sambil menggenggam tangannya, perlahan Zack menghampirinya."Apakah ada kemajuan dari Ibu, Tuan?" tanya Celine tanpa menolehkan pandangannya dari Veronica."Belum. Mama masih sama seperti sekarang ini.""Astaga!" Celine memikirkan hal buruk yang dokter Bardo katakan.Sepertinya yang dia katakan itu benar, jika dalam satu Minggu Veronica belum juga sadar, maka semua alat bantu akan di lepas yang berarti menandakan kalau Veronica telah tiada.Selama ini mereka harap-harap cemas menunggu kesadaran dari wanita paruh baya ini."Em, Tuan. Aku mau bicara denganmu!"Tanpa sadar Celine berani menggandeng tangan Zack dan tidak ada penolakan darinya, Zack mengikuti kema
Pagi harinya Celine menguak sambil mengulur tubuhnya yang terasa pegal. Dia tidak menyadari kalau semalaman tidur di atas dada bidang suaminya.Setelah sadar dan melihat siapa yang tidur bersamanya, Celine spontan berteriak."Aarrgghh!"Teriakan itu spontan membangunkan Zack dari tidurnya."Astaga, apa yang kau lakukan! Kenapa kau suka sekali berteriak.""Ma-maaf, Tuan." Saat itu juga Zack tersadar, dia pun melongo, mengingat-ingat apa yang sudah dia lakukan semalam dengan wanita ini."Aku tidak apa-apakan dirimu, bukan?" Celine mengerutkan alisnya. Jika memang Zack melakukan itu padanya, lantas kenapa? Bukan kah status mereka kini suami istri?"Nggak. Nggak, Tuan. Aku baik-baik saja. Astaga, aku sudah terlambat sekarang." Secepat mungkin Celine masuk ke dalam kamar mandi.Waktu yang semakin mepet membuat dia buru-buru. Di saat Celine keluar dari kamar mandi, tiba-tiba ...Slarak!Bruk!
"Syukurlah, sidang skripsi sudah selesai,sekarang tingga nunggu bagaimana hasilnya. Semoga aja hasilnya bisa membuat aku senang." Sambil berjalan pulang Celine berbicara sendiri. Dan ketika dia sampai di halaman kampus, Leo sudah menunggu duduk di atas motornya.Sengaja pemuda itu menunggu untuk menanyakan sesuatu atas informasi yang dia dapatkan dari luar."Leo, sedang apa kau di sini?""Menunggumu. Ada yang mau aku bicarakan denganmu." Suara bas itu terdengar sangat serius.Sambil bertanya-tanya dalam hati Celine naik ke boncengan belakang Leo. Celine mulai curiga. "Jangan-jangan Leo sudah tau semuanya."Pemuda itu membawa Celine ke suatu taman kota, duduk di tengah-tengah taman tersebut."Kau mau menanyakan apa, Le?""Ada hubungan apa antara kau dan Zackly Welyoston?"Sungguh tidak Celine sangka kalau ternyata Leo mengenal Zack. Padahal selama ini dia menyembunyikan statusnya hanya agar Leo tidak me
"Kau mau dia mati?" Suara Marcel dari belakang spontan membuat Celine membuka matanya lebar-lebar."Bukan urusanmu! Pergi kau dari sini!" Marcel dengan santainya tersenyum sambil menghisap rokok yang dia nyalakan."Ya sudah! Itu urusanmu. Yang terpenting aku sudah memperingatkan, jika dia mati kau sendiri yang akan menyesali." Saat itu juga Zack melepas genggaman tangannya.Celine spontan terbatuk-batuk sambil memegangi lehernya yang terasa sakit.Kuku yang turut mencengkeram menggores kulit mulusnya hingga tampak bercak mengeluarkan sedikit darah.Marcel menggerakkan kepalanya memberi kode agar Celine segera masuk ke dalam.Celine mengetahui apa makna gerakan itu pun secepat mungkin pergi dari hadapan mereka."Satu persatu orang yang dekat denganmu akan menjauh jika sikapmu terus seperti ini." Puas mengatakan itu, Marcel pergi dari hadapan kakaknya. Menghampiri Celine yang masih terlihat takut."Apa kau tidak a
"Siapa yang menelepon-mu, Cel?""Pak Dirga, Managerku di Paris. Dia menanyakan kapan aku kembali, karena banyak pekerjaan yang membutuhkan turun tanganku."Celine tau posisi Marcel saat ini, dia bingung meninggalkan pekerjaannya di sana, sedang di sini Veronica tak kunjung sadar. Mana mungkin dia kembali dalam kondisi mamanya yang seperti sekarang ini."Aku tau kecemasanmu, Cel. Kau pasti pusing menentukan pilihan. Tapi sebaiknya kau tunggu, paling tidak sampai Ibu membuka matanya." Marcel mengangguk."Ibu belum puas melihatmu, putra kebanggaannya. Dia akan sangat bahagia jika pada saat membuka mata, kau berada di sampingnya.""Aku tau itu, Kakak ipar. Makanya aku suruh Pak Dirga untuk mengurus semua selama aku di sini."Celine menepuk pundak adik iparnya, namun tepukan tangan itu serasa berbeda untuk Marcel.Akankah dia jatuh cinta pada kakak iparnya sendiri?Balum sampai di rumah sakit, mata mereka memicing se
"Aku akan beri mereka nama Eleana dan Evander, mereka cantik dan juga gagah seperti aku." Zack begitu bangganya."Eleana dan Evander? Em, nama yang bagus, aku suka dengan nama itu, Honey." Zack mengecup kening sang istri dengan begitu hikmatnya."Oh, iya kalian belum memberitahu berita bahagia ini pada Marcel dan juga Granella bukan? Biar Mama yang menelepon mereka." Veronica mengambil ponselnya dan menelepon kedua anaknya yang berada di seberang sana.Marcel memicingkan matanya saat melihat nama yang terpampang di layar ponselnya membuat Granella penasaran siapa yang meneleponnya."Siapa yang menelepon-mu, Kak?"Marcel menunjukan ponselnya pada Granella. Mereka berharap tidak ada hal buruk yang menimpa keluarganya di sana, Marcel segera menggeser tombol berwarna hijau hingga panggilan tersambung."Hai Mah, apa Mama baik-baik saja bukan?" Wajah Veronica terlihat di layar ponsel setelah saat melakukan vidio call."Aku baik-baik saja, kau tidak perlu mengkhawatirkan aku. Oh iya, Marcel,
Kandungan Celine yang semakin membesar membuat dia susah untuk melakukan aktifitas seperti biasanya. Di klaim oleh dokter kalau Celine memiliki bayi kembar di dalam rahimnya.Zack begitu senang setelah tau kalau calon anaknya kembar, satu pria dan satu wanita setelah mereka tau lewat USG yang di lakukan setiap kali periksa."Zack, lebih baik hari ini kau jangan dulu masuk ke kantor. Hari ini bukankah HPL istrimu, Celine? Aku tidak menyangka kalau Celine memilih melahirkan secara normal!" Veronica bergidik ngeri.Membayangkan wanita yang kesakitan hendak melahirkan normal, tapi itu jalan yang dipilih oleh menantunya.Sengaja Celine memilih persalinan normal supaya dia bisa tau bagaimana rasanya melahirkan secara spontan."Hem, seperti biasanya, Mah. Aku hanya sebentar untuk absen. Setelah itu, aku akan segera pulang. Mana mungkin aku melewatkan detik-detik yang paling berharga untuk'ku!"Wanita hamil itu masih di dalam kamarnya pa
"Gimana, kalian sudah siap? Kalau sudah kita berangkat sekarang?"Usai sarapan mereka bertiga keluar untuk jalan-jalan. Marcel sengaja membatalkan semua urusan kantornya demi adiknya mumpung Granella ada di kota itu.Kini saatnya untuk membuat dia senang."Siap, Kak. Aku udah siap! Kita berangkat sekarang!"Sekitar 15 menit lamanya, mereka di perjalanan, Marcel justru membawa mereka ke tempat yang tidak terduga, terutama oleh angel sendiri.Mereka ke sebuah taman di tengah-tengah kota. Pemandangan yang sangat indah serta wahana yang membuat mereka merasa tertantang ingin mencobanya, namun tidak untuk Angel."Astaga, kenapa kau membawaku kemari, Marcel? Memangnya nggak ada tempat lain untuk berlibur? Kita bisa ke Mall atau ke pantai?""Apa yang kau katakan, Kak? Di sini? Kak Angel kau lihat! Di sana ada wahana itu. Bagaimana kalau kita mencobanya?""Apa? Naik? Tidak, tidak, tidak! Aku tidak berani mencobanya."
"Oh iya, ada apa kau kemari?""Daddy menyuruhku untuk datang ke rumah. Dia bilang ada hal penting yang mau dibicarakan denganmu!""Hal penting? Hal penting apa?"Angel hanya mengangkat tangan dan bahunya yang menandakan kalau dia tidak tau."Ya sudah, nanti siang aku curi-curi waktu untuk datang ke rumahmu. Atau jangan-jangan kau sengaja menyuruh Daddy-mu agar aku datang ke sana." Marcel terkekeh. "Marcel!" "Sudah, aku mau pulang. Pokonya kau harus datang, Daddy menunggumu di rumah."Angel bangun dari duduknya untuk pulang namun Marcel kembali bicara."Kau yakin mau pulang? Memangnya kau tidak mau ikut dengan kami untuk jalan-jalan?"Dilewatkan juga sayang, akan tetapi rasanya malu jika mendadak dia mau ikut untuk jalan-jalan bersama kakak beradik itu."Jalan-jalan? Jalan-jalan kemana?""Ya kemana aja, ke bukit kayak kemaren?" Angel membelalakkan matanya malu di depan Granella.
Tok!Tok!"Marcel buka pintunya! Marcel, buka!"Granella berlari saat seseorang mengetuk pintu apartemen kakaknya.Pasalnya Marcel sendiri tengah berada di kamar mandi saat ini. Siapa yang berani datang sambil mengetuk pintu lumayan kencang."Iya, iya. Sebentar!"Begitu pintu di buka, "Iya, ada yang bisa saya bantu?" Angel mengerutkan alisnya saat melihat wanita lain di dalam apartemen Marcel.Entah mengapa perasaannya marah, dia mengira kalau Marcel dan wanita ini memiliki hubungan walau sebenarnya bukan urusan dia jika memang itu benar.Karena Angel sendiri hanya teman, bukan siapa-siapanya Marcel."Siapa kau? Kenapa kau berada di apartemen Marcel?" Granella tersenyum."Kau pasti Angel, bukan? Aku Granella, Adiknya Kak Marcel." Granella mengulurkan tangannya mengajak Angel salaman.Berapa malunya Angel yang setelah tau dialah Granella gadis yang sering mereka bicarakan.Nad
"Baby, aku berangkat dulu. Kamu baik-baik di rumah, jaga bayi kita dengan baik!""Kau hati-hati Honey, jangan pulang terlambat, atau aku akan merajuk?" ucap Celine pura-pura cemberut."Kau tidak perlu khawatir! Akan ku habiskan waktuku untuk kalian yang tersayang." Zack memeluk tubuh istrinya dengan sangat erat sambil menciumi pucuk kepalanya.Usai melakukan itu, dia pergi untuk bekerja setelah mengecup kening sang istri. Usia kandungan Celine yang semakin membesar membuat dia cepat lelah dan memerlukan banyak istirahat.Zack tak pernah lama di kantor setelah tau kalau istrinya hamil untuk yang kedua kalinya.Dia menjadi calon Daddy yang siaga, akan tetapi tuntutan pekerjaan membuat dia harus absen berangkat walau hanya beberapa jam saja di kantornya."Suamimu sudah berangkat?" tanya Veronica."Baru saja, Ibu. Hari ini Honey ada meeting dengan para stafnya, dia bilang ada rencana baru yang akan di buat oleh perusahaannya
"Astaga, kenapa aku sampai lupa untuk ke belakang! Ok, makasih Edward, aku ke belakang dulu!" Edward menunjukan toilet dengan tangannya.Dia beranjak lebih dulu kembali ke kamar poppy-nya bergabung bersama Marcel dan mommy-nya.Obrolan mereka serasa menyenangkan baginya, padahal biasanya Edward sendiri enggan untuk berkumpul."Betulkan, Edward. Kalau menurutmu bagaimana jika Poppy menanam saham di perusahaan milik Nona Granella. Jadi komunikasi kita bisa terus berlanjut."Edward menghela nafas kasar sebelum bicara, "Iya, itu ide yang bagus, Pih. Tapi apa Poppy yakin kalau Nona Granella bakal menerima tawaran itu?""Nanti kita tanyakan langsung pada Nona Granella." Tuan Mickey terlihat begitu bersemangat.Tak berapa lama kemudian, Granella keluar dari kamar mandi, tuan Mickey mengatakan niatnya itu pada gadis ini untuk mengajaknya kerja sama.Semula Granella tidak yakin dan mengira kalau tuan Mickey hanya bercanda.
"Ok, Nak. Kau di sini saja, biar aku yang menghubungi Kakak kamu itu.""Apa Uncle yakin?" Pasalnya Granella sendiri tidak yakin kalau tuan Mickey ini mengenal kakaknya. Begitu juga dengan Edward dan nyonya Amelie yang saling pandang dengan pikiran masing-masing."Kenapa tidak, tunggu!"Tuan Mickey mengambil ponselnya lalu menghubungi Marcel yang kini berada di kantornya."Halo, Tuan Mickey ada yang bisa saya bantu?" Suara Marcel dari sambungan telepon."Tuan muda Welyoston, bisa kan anda datang ke rumahku sekarang juga?" Granella membelalakkan matanya saat tuan Mickey menyebut nama tuan muda Welyoston. Itu artinya tuan Mickey memang mengenal kakaknya."Ada hal yang sangat penting yang harus ada ketahui sekarang juga!""Kalau boleh tau, apa hal penting itu, Tuan. Karena saya tidak punya banyak waktu untuk berleha-leha.""Oh, tentu ini sangat penting, Tuan." Tuan Mickey melirik pada Granella."D
"Em, Berlian, Louise tunggu!""Iya, Nona.""Sekarang kalian bebas untuk kemana aja, aku pun akan mencari dimana tempat tinggal Kakak'ku di sini, pulang nanti kita akan bertemu di hotel ini lagi."Kedua bawahannya itu seperti mendapatkan kesempatan emas untuk mengunjungi tempat-tempat indah di kota itu tanpa gangguan soal pekerjaan."Sungguh, Nona?""Iya, bersenang-senanglah kalian, selamat berlibur!"Berpisah dari hotel yang sama mereka berpencar ke tempat tujuan masing-masing.Granella beranjak ke kota lain untuk mencari keberadaan Marcel sekarang."Kak Marcel pasti terkejut kalau tau tiba-tiba aku ada di sini."Menaiki sebuah taksi Granella duduk di kursi belakang sambil memandang indahnya kota tersebut.Laju kendaraan terhenti saat lampu lalu lalu lintas menunjukan warna merah. Dari kejauhan tak sengaja Granella melihat seorang pria tua yang berdiri sambil memegangi kepalanya yang terasa sak