"Maaf Nona, saya ditugaskan Tuan Zack untuk mengantarkan koper ini pada Anda! Silahkan diterima kopernya, Nona."
Celine memicingkan mata penasaran. Apa isi dari koper tersebut, kenapa tiba-tiba Zack mengirimkan hadiah untuknya?Padahal, jika pria itu memang berniat memberinya ‘koper ini’, Zack bisa memberikannya tadi ketika mereka bertemu di kantor."Apa isi koper itu?""Maaf Nona, saya tidak tau! Bukan wewenang saya untuk membuka koper itu. Kalau Nona mau, Nona bisa membuka sendiri dan melihat apa isinya.” Wanita itu mundur selangkah, lalu mengangguk sekilas. “Kalau begitu saya permisi dulu, Nona. Selamat sore!"Selepas kepergian wanita tersebut, justru Sisilia-lah yang paling antusias dan ingin segera Celine untuk membukanya. Mama Celine itu begitu penasaran apa yang dikirimkan oleh calon menantu kaya rayanya itu."Buka Celine, buka! Mamah tidak sabar melihat apa isi dari koper itu."Dengan ragu, Celine mulai membukanya. Gerakannya yang lambat membuat Sisilia tidak sabar.Dia pun akhirnya mendorong tubuh putrinya agar sedikit menjauh dan menggantikan posisinya untuk membuka."Kamu minggir, biar Mama yang buka!""Eh, aduh!" Celine terjungkal saat Sisilia tiba-tiba menyenggolnya.Lagi-lagi Sisilia dibuat melongo saat melihat isi koper itu ternyata sebuah gaun pengantin berwarna putih cerah, lengkap dengan kerudung menerawang sebagai hiasan kepala mempelai wanita.Melihat gaun itu bukan membuat Celine senang, melainkan bulir bening kembali turun tanpa harus dia suruh.Sesak dadanya kala mengingat dia harus menikah dengan pria yang tidak dia cinta. Kenyataan jika dia harus meninggalkan satu-satunya pemuda yang rela berjuang untuknya pun semakin membuatnya pedih."Astaga Celine, bagus sekali gaun ini, ini pasti sangat mahal harganya! Kamu harus bersyukur menikah dengan pria kaya raya seperti Tuan Zack," ujar Sisilia sambil menempelkan gaun itu di tubuhnya sambil berputar-putar.Merasa tidak mendapat jawaban dari putrinya, Sisilia menoleh pada Celine yang hanya berdiri sambil menyeka air matanya."Nangis terus! Apa yang kamu pikirkan saat ini? Si Raka?” Mata Sisilia menatap tajam. Dia spontan memutar jengah matanya kala melihat gesture Celine yang semakin menunduk. “Astaga Celine, jangan terlalu memikirkan dia! Bisa saja dia sudah mempunyai wanita lain di luaran sana!"Degh!“Mama!”Celine spontan memandang kesal pada Sisilia. Dia yakin, Raka bukanlah tipikal pria seperti itu.Namun, tidak munafik … pikiran Celine pun sedikit memiliki praduga itu. Pasalnya, sejak kepergian pemuda itu, tidak satu pun kabar yang dia terima. Tidak ada panggilan masuk, tidak ada pesan darinya. Bahkan, di saat Celine berusaha menghubungi pun ponsel Raka tidak aktif.Hal itu menjadi tanda tanya besar untuknya. Ke mana dia, sedang apa dia, sesibuk apakah sampai tidak sempat untuk membalas pesannya?Walau demikian, tetap Celine masih menyangkal dan percaya kalau pemuda pilihannya itu sedang fokus bekerja untuk melamarnya nanti."Sudah, lebih baik kamu lupakan si Raka dan mulai fokus dengan pernikahanmu besok! Mama nggak mau sampai kamu terlihat pucat gara-gara banyak menangis! Tuan Zack akan sangat kesal jika melihat calon istrinya mendung seperti ini!"Sampai malam hari, Celine terus terpikir dengan apa yang Sisilia katakan. Dia duduk sendiri di depan ruang di mana Crush di rawat sambil termenung.Mempunyai wanita lain di luaran sana? Apa itu benar terjadi? Kalau memang itu benar, betapa kejamnya Raka pada dirinya yang menunggu sampai saat ini, walau dia sendiri bakal mengkhianati cinta pemuda itu.***Pagi harinya Celine tengah mengipas-kipas tubuhnya karena keringat, saat mendengar papanya bertanya, "Kamu sudah bangun Nak? Bagaimana tidurnya semalam?"Tanpa dia ketahui Papanya sudah mulai duduk tanpa selang infus yang menempel di tangannya.Tubuhnya yang semula lemas karena efek baru bangun tidur itu pun langsung terasa bersemangat saat melihat kemajuan kondisi papanya."Papa! Papa sudah bisa untuk duduk?" pekik Celine bahagia.Crush hanya mengangguk sambil tersenyum sebelum kembali bicara."Mana mungkin Papa terus terbaring di sini, sementara Putri kesayangan Papa hari ini akan menikah."Celine segera meraih tubuh tua itu dan memeluknya dengan sangat erat. Rasanya tidak ingin berpisah dengan laki-laki yang selama ini menjadi panutannya. Laki-laki yang selalu sabar menghadapi situasi apa pun, bahkan di dalam sakitnya pun Crush tak pernah mengeluh.Tak lama setelah itu, terlihat dua mobil mewah mulai memasuki parkiran rumah sakit di mana satu orang di depan sangatlah Celine kenal.Memakai setelan jas berwarna hitam lengkap dengan kacamata hitamnya, Jony memimpin beberapa anak buah yang lain menuju ruang rawat Crush untuk menjemput mempelai wanita."Selamat pagi Tuan Crush, mana putri anda? Dia sudah ditunggu oleh Tuan Zack sekarang!""Tunggulah sebentar lagi! Putriku sedang bersiap di dalam."Menunggu sekitar satu jam lamanya, kini Celine keluar mengenakan gaun pengantin putih yang diberikan oleh Zack. Gaun berbelahan dada rendah dengan buntut menjuntai ke belakang, serta kerudung sutra yang turut menghiasi kepalanya membuat gadis itu terlihat sangat cantik.Ukuran gaun tersebut sangat pas di badannya walau Zack tidak pernah tau berapa berat badan Celine sebelumnya.Semua mata spontan memandang terpesona, betapa cantik dan berbedanya Celine dalam balutan gaun pengantinnya."Ya Tuhan, cantik sekali putri Papa ini! Kamu seperti bidadari yang turun dari langit, Sayang!"Sengaja Crush memuji agar putrinya itu bersemangat dalam melangsungkan pernikahan yang tinggal sebentar lagi."Apa kita bisa berangkat sekarang?"Celine mengangguk pelan dan berjalan sambil merangkul lengan sang ayah. Diikuti oleh keluarga, Jony dan anak buah Zack yang lainnya.Satu mobil yang dikendarai oleh Jony membawa pengantin wanita, sedang satu mobil yang lain membawa keluarga beserta anak buah yang lainnya, menuju suatu tempat di mana Zack sudah menyiapkan semuanya.Begitu sampai di tempat acara, pandangan memukau lagi-lagi membuat Celine, juga keluarganya terpana.Dekorasi bernuansa putih dengan bunga-bunga warna warni indah terlihat di sepanjang garis pantai."Astaga, Nak lihat! Dekorasinya bagus sekali! Tuan Zack pasti sudah merencanakan acara ini matang-matang."Celine hanya diam dengan ucapan Mamanya itu. Mamanya mungkin begitu bahagia, sebab tidak mengetahui kalau sebenarnya dekorasi itu bukan untuknya, melainkan untuk wanita yang sudah meninggalkan Zack–Greta.Celine entah hanya beruntung, atau harus pasrah menerima semua perlengkapan pernikahan yang seharusnya bukan miliknya itu.Belum sempat dia melangkah, dari kejauhan terlihat dua orang wanita sedang berpelukan seolah menguatkan satu sama lain.Raut wajah mereka memancarkan kebahagiaan, juga kesedihan yang teramat dalam.“Siapa mereka? Apa mereka keluarga Tuan Zack?” tanya Celine dalam hati.Segala pertanyaan mulai muncul di benaknya. Pernikahan dadakan ini, akankah direstui oleh keluarga Zack yang berasal dari orang kaya itu?Mungkinkah justru Celine diperlakukan bagai babu??BERSAMBUNG."Apa pernikahan ini sudah bisa kita mulai?" kata pendeta yang memimpin jalannya acara pernikahan.Celine seketika sadar dari lamunannya saat pemimpin upacara pernikahan menanyakan kesiapannya.Ditambah, Zack yang tiba-tiba sudah berdiri, menunggu di atas Altar. Pria yang kini mengenakan tuksedo abu-abu, melirik pada Celine seolah bertanya "Apa kau sudah siap?"Dengan ragu Celine perlahan mulai melangkahkan kaki menuju Altar. Dalam tiap langkah, dia terus menguatkan diri, meski pernikahan ini bukanlah pernikahan impiannya, tetapi dia akan melakukannya demi papanya."Ya Tuhan, kuatkanlah aku! Apa yang aku lakukan semua ini hanya demi Papa," gumamnya dalam hati.Pendeta mulai melakukan runtutan acara dari mulai pemberkatan, mengucapkan janji suci pernikahan hingga menyatakan kalau mereka kini resmi menyandang sebagai pasangan suami istri.Tepuk tangan riuh mengiringi pemersatuan mereka, tetapi Zack hanya menyeringai kecil sebelum pergi meninggalkan Celine yang masih sendirian di atas Alta
"Zack tunggu!"Sementara Celine tengah berada di kamarnya, Zack terlihat turun dari mobil dan memasuki rumah.Melihat sang anak, Veronica lantas menghentikan langkah sang putra untuk bicara, berharap kalau Zack mau bicara dari hati ke hati."Maaf Mah, aku tidak punya banyak waktu sekarang!" Zack tahu, kalau mamanya ingin membahas soal wanita itu–Celine.Dia mengira kalau Veronica pasti akan dihakimi perihal meninggalkan sang istri di tempat pernikahan, di kala mertuanya meregang nyawa.Perbuatan anaknya itu di rasa tidak ada sopan santunnya. Apalagi di lihat banyak tamu yang datang.Sebagai orang terpandang tentu Veronica malu dengan sikap putranya."Jadi begitu cara kamu bicara dengan Mama?" Tidak ingin kalah, Veronika bertolak pinggang. Dia menatap tajam Zack, bertitah seolah tidak ingin dibantah. "Duduk! Mama mau bicara sesuatu denganmu."Zack tak punya pilihan lain selain menurut untuk duduk dan siap mendengarkan apa yang akan mamanya ini sampaikan."Sampai kapan kau akan terus sep
"Marcel menelepon! Adikmu Marcel berhasil memajukan perusahaan cabang peninggalan Papamu! Lalu kapan kamu akan mengikuti jejaknya?"Zack mendengus kesal Veronica menyebut nama Marcel."Zack, kamu itu sudah dewasa, sudah tidak pantas kamu berbuat seperti ini!"Benar-benar geram Veronica dengan sikap putranya itu. Sedang Zack hanya duduk sambil memainkan berewoknya, malas."Mulailah fokus dengan menata masa depan, hindari pergaulan luar yang tidak ada gunanya."Memiliki kakak yang begitu egois membuat sang adik memilih untuk menghindari pertengkaran yang sering terjadi.Marcel lebih memilih untuk tinggal di Paris sambil mengurus bisnisnya di sana."Hindari pergaulan yang tidak penting di luar sana! Kamu akan menyesal nanti, Zack!""Sudah, apa Mama sudah, bicaranya?" Zack semakin panas dengan ucapan Veronica.Beberapa kali dia terlibat perkelahian dengan adiknya yang membuat jantung Veronica sedikit bermas
"Astaga Zack! Kamu mabuk lagi malam ini? Keterlaluan sekali kamu!" Veronica sangat geram dengan putra sulungnya sampai nafasnya memburu."Mamah diam! Dan nggak perlu campuri urusanku!""Kak, sampai kapan Kakak terus seperti ini?"Laki-laki itu tak menghiraukan ucapan mereka, dia berjalan begitu saja sempoyongan bahkan hampir menabrak tembok di ruang tengah."Astaga! Mari Tuan biar saya bantu ke dalam.""Untuk apa kamu pegang-pegang aku! Sana!"Dugh!"Awh!"Dorongan tangan Zack yang begitu keras membuat Celine terjerembab dan menabrak sebuah lemari besar, tapi wanita itu tidak menyerah begitu saja. Celine kembali berdiri sambil memegangi lengan tangannya yang terasa sakit.Memapah tubuh gagah itu membawanya ke dalam kamar. Tak kuat menopang berat badannya kini tidak ada lagi perlawanan dari Zack sampai ke dalam.Celine membaringkan Zack di atas tempat tidur dan melepas sepatu yang masih di kenak
Celine berjalan lunglai menyusuri jalanan yang sepi, hanya terlihat pohon-pohon beringin berguguran menguning yang membuat kotor jalanan tersebut.Berharap ada seseorang datang menolongnya, setelah lama meninggalkan kuliahnya mana mungkin dia absen kembali untuk hari ini."Bagaimana aku memberi alasan pada Pak Dirga, ck!" selaku Dosen.Awalnya Celine hanya meminta izin untuk menemani papanya di rumah sakit.Dari arah belakang terdengar suara motor yang berjalan semakin kencang namun Celine tak menghiraukan siapa pengemudi motor tersebut."Celine, sedang apa kamu disini?"Celine spontan menoleh ke samping pada seseorang yang memakai motor cros lengkap dengan helm trail-nya hingga matanya saja yang terlihat.Celine tidak mengenali siapa dia bahkan dari suaranya saja Celine tidak mengetahui kalau dia orang yang dikenal."Aku- aku mau ke kampus. Siapa kamu?""Astaga, apa kamu nggak mengenal aku?"M
"Aku mau minta tolong pada kalian untuk mencari dimana keberadaan Greta saat ini!"Kenan dan Leo terperangah dengan ucapan temannya ini, mereka tau bukankah Zack sudah menikah, namun hanya Kenan yang bisa datang dalam acara pernikahannya kemaren.Sedang Leo berada di luar negeri saat itu sehingga dia tidak melihat siapa istri dari Zack ini."Greta? Zack, lebih baik kamu lupakan saja wanita itu! Tidak ada gunanya lagi kamu mencarinya! Aku yakin kalau dia sudah menemukan laki-laki yang lebih segalanya dari pada kamu.""Apa yang kamu katakan?"Mendengar ucapan dari Leo membuat Zack tidak terima, dia spontan menarik kerah baju temannya itu hingga sedikit mendongak ke atas.Ingin rasanya Kenan melerai kedua tamannya ini tetapi dia hanya takut di katakan membela satu sama lain di antara mereka."Aku yakin kalau Greta tidak akan seperti itu! Dia perempuan baik-baik! Jika kamu tidak mau menolongku, tidak masalah asal kamu jaga m
"Aku pulang!"Dengan lincahnya Celine masuk ke dalam menyapa orang rumah bahwa dirinya sudah pulang. Namun tiba-tiba sebuah tangan menyelonong dari belakang dan mencengkeram erat lehernya sampai Celine kesulitan untuk bernafas.Tap!"Siapa yang mengantarmu pulang! Katakan?"Cengkeraman yang begitu kuat membuat Celine kesulitan untuk melepaskan walau beberapa kali dia memukul-mukul tangan tersebut.Zack semakin mengangkat sampai wajah Celine mendongak dan kakinya sedikit terangkat ke atas."Tu-Tuan Z-Zack! Le-lepaskan aku Tu-Tuan!"Uhuk!Uhuk!"Katakan siapa yang mengantarmu pulang?" Bahkan sampai Celine terbatuk, Zack tidak kunjung melepaskan genggaman tangannya. Dia tidak menyadari kalau yang mengantar pulang istrinya ini bukan orang lain, melainkan temannya sendiri.Hanya saja Leo tak pernah mengendarai motor ketika bertemu dengan Zack sebelumnya, karena motor itu baru saja dia beli
"Ma-af-kan semua ke-sala-han su-ami-mu, Nak!"Kalimat terakhir papanya masih mengiang-ngiang di telinga Celine. Crush yang tidak pernah mengajarkan pada anak-anaknya untuk menyimpan rasa dendam membuat Celine bingung.Rasa benci itu masih ada tetapi di sisi lain, apakah dia tidak bisa melakukan wasiat dari papanya?"Tidak! Aku tidak bisa! Aku tidak bisa mendekati pembunuh Papa biar pun itu suamiku sendiri."Celine di dalam kamar tak bisa fokus dalam materi pelajaran saat mengingat perlakuan Zack terhadap dirinya.Dirinya bukan wanita yang lemah, justru kerasnya hidup membuat dia semakin kuat selama menghadapi semua masalah yang menerpanya."Ya Tuhan, tolong bantu aku. Bantu aku dalam menghadapi semuanya, Tuhan," Celine menengadah ke atas.Merasa bosan Celine keluar kamar untuk sekedar menghilangkan rasa suntuknya. Tepi kolam renang menjadi sasaran utama sebagai tempat paling nyaman saat ini.Celine berjalan pela
"Aku akan beri mereka nama Eleana dan Evander, mereka cantik dan juga gagah seperti aku." Zack begitu bangganya."Eleana dan Evander? Em, nama yang bagus, aku suka dengan nama itu, Honey." Zack mengecup kening sang istri dengan begitu hikmatnya."Oh, iya kalian belum memberitahu berita bahagia ini pada Marcel dan juga Granella bukan? Biar Mama yang menelepon mereka." Veronica mengambil ponselnya dan menelepon kedua anaknya yang berada di seberang sana.Marcel memicingkan matanya saat melihat nama yang terpampang di layar ponselnya membuat Granella penasaran siapa yang meneleponnya."Siapa yang menelepon-mu, Kak?"Marcel menunjukan ponselnya pada Granella. Mereka berharap tidak ada hal buruk yang menimpa keluarganya di sana, Marcel segera menggeser tombol berwarna hijau hingga panggilan tersambung."Hai Mah, apa Mama baik-baik saja bukan?" Wajah Veronica terlihat di layar ponsel setelah saat melakukan vidio call."Aku baik-baik saja, kau tidak perlu mengkhawatirkan aku. Oh iya, Marcel,
Kandungan Celine yang semakin membesar membuat dia susah untuk melakukan aktifitas seperti biasanya. Di klaim oleh dokter kalau Celine memiliki bayi kembar di dalam rahimnya.Zack begitu senang setelah tau kalau calon anaknya kembar, satu pria dan satu wanita setelah mereka tau lewat USG yang di lakukan setiap kali periksa."Zack, lebih baik hari ini kau jangan dulu masuk ke kantor. Hari ini bukankah HPL istrimu, Celine? Aku tidak menyangka kalau Celine memilih melahirkan secara normal!" Veronica bergidik ngeri.Membayangkan wanita yang kesakitan hendak melahirkan normal, tapi itu jalan yang dipilih oleh menantunya.Sengaja Celine memilih persalinan normal supaya dia bisa tau bagaimana rasanya melahirkan secara spontan."Hem, seperti biasanya, Mah. Aku hanya sebentar untuk absen. Setelah itu, aku akan segera pulang. Mana mungkin aku melewatkan detik-detik yang paling berharga untuk'ku!"Wanita hamil itu masih di dalam kamarnya pa
"Gimana, kalian sudah siap? Kalau sudah kita berangkat sekarang?"Usai sarapan mereka bertiga keluar untuk jalan-jalan. Marcel sengaja membatalkan semua urusan kantornya demi adiknya mumpung Granella ada di kota itu.Kini saatnya untuk membuat dia senang."Siap, Kak. Aku udah siap! Kita berangkat sekarang!"Sekitar 15 menit lamanya, mereka di perjalanan, Marcel justru membawa mereka ke tempat yang tidak terduga, terutama oleh angel sendiri.Mereka ke sebuah taman di tengah-tengah kota. Pemandangan yang sangat indah serta wahana yang membuat mereka merasa tertantang ingin mencobanya, namun tidak untuk Angel."Astaga, kenapa kau membawaku kemari, Marcel? Memangnya nggak ada tempat lain untuk berlibur? Kita bisa ke Mall atau ke pantai?""Apa yang kau katakan, Kak? Di sini? Kak Angel kau lihat! Di sana ada wahana itu. Bagaimana kalau kita mencobanya?""Apa? Naik? Tidak, tidak, tidak! Aku tidak berani mencobanya."
"Oh iya, ada apa kau kemari?""Daddy menyuruhku untuk datang ke rumah. Dia bilang ada hal penting yang mau dibicarakan denganmu!""Hal penting? Hal penting apa?"Angel hanya mengangkat tangan dan bahunya yang menandakan kalau dia tidak tau."Ya sudah, nanti siang aku curi-curi waktu untuk datang ke rumahmu. Atau jangan-jangan kau sengaja menyuruh Daddy-mu agar aku datang ke sana." Marcel terkekeh. "Marcel!" "Sudah, aku mau pulang. Pokonya kau harus datang, Daddy menunggumu di rumah."Angel bangun dari duduknya untuk pulang namun Marcel kembali bicara."Kau yakin mau pulang? Memangnya kau tidak mau ikut dengan kami untuk jalan-jalan?"Dilewatkan juga sayang, akan tetapi rasanya malu jika mendadak dia mau ikut untuk jalan-jalan bersama kakak beradik itu."Jalan-jalan? Jalan-jalan kemana?""Ya kemana aja, ke bukit kayak kemaren?" Angel membelalakkan matanya malu di depan Granella.
Tok!Tok!"Marcel buka pintunya! Marcel, buka!"Granella berlari saat seseorang mengetuk pintu apartemen kakaknya.Pasalnya Marcel sendiri tengah berada di kamar mandi saat ini. Siapa yang berani datang sambil mengetuk pintu lumayan kencang."Iya, iya. Sebentar!"Begitu pintu di buka, "Iya, ada yang bisa saya bantu?" Angel mengerutkan alisnya saat melihat wanita lain di dalam apartemen Marcel.Entah mengapa perasaannya marah, dia mengira kalau Marcel dan wanita ini memiliki hubungan walau sebenarnya bukan urusan dia jika memang itu benar.Karena Angel sendiri hanya teman, bukan siapa-siapanya Marcel."Siapa kau? Kenapa kau berada di apartemen Marcel?" Granella tersenyum."Kau pasti Angel, bukan? Aku Granella, Adiknya Kak Marcel." Granella mengulurkan tangannya mengajak Angel salaman.Berapa malunya Angel yang setelah tau dialah Granella gadis yang sering mereka bicarakan.Nad
"Baby, aku berangkat dulu. Kamu baik-baik di rumah, jaga bayi kita dengan baik!""Kau hati-hati Honey, jangan pulang terlambat, atau aku akan merajuk?" ucap Celine pura-pura cemberut."Kau tidak perlu khawatir! Akan ku habiskan waktuku untuk kalian yang tersayang." Zack memeluk tubuh istrinya dengan sangat erat sambil menciumi pucuk kepalanya.Usai melakukan itu, dia pergi untuk bekerja setelah mengecup kening sang istri. Usia kandungan Celine yang semakin membesar membuat dia cepat lelah dan memerlukan banyak istirahat.Zack tak pernah lama di kantor setelah tau kalau istrinya hamil untuk yang kedua kalinya.Dia menjadi calon Daddy yang siaga, akan tetapi tuntutan pekerjaan membuat dia harus absen berangkat walau hanya beberapa jam saja di kantornya."Suamimu sudah berangkat?" tanya Veronica."Baru saja, Ibu. Hari ini Honey ada meeting dengan para stafnya, dia bilang ada rencana baru yang akan di buat oleh perusahaannya
"Astaga, kenapa aku sampai lupa untuk ke belakang! Ok, makasih Edward, aku ke belakang dulu!" Edward menunjukan toilet dengan tangannya.Dia beranjak lebih dulu kembali ke kamar poppy-nya bergabung bersama Marcel dan mommy-nya.Obrolan mereka serasa menyenangkan baginya, padahal biasanya Edward sendiri enggan untuk berkumpul."Betulkan, Edward. Kalau menurutmu bagaimana jika Poppy menanam saham di perusahaan milik Nona Granella. Jadi komunikasi kita bisa terus berlanjut."Edward menghela nafas kasar sebelum bicara, "Iya, itu ide yang bagus, Pih. Tapi apa Poppy yakin kalau Nona Granella bakal menerima tawaran itu?""Nanti kita tanyakan langsung pada Nona Granella." Tuan Mickey terlihat begitu bersemangat.Tak berapa lama kemudian, Granella keluar dari kamar mandi, tuan Mickey mengatakan niatnya itu pada gadis ini untuk mengajaknya kerja sama.Semula Granella tidak yakin dan mengira kalau tuan Mickey hanya bercanda.
"Ok, Nak. Kau di sini saja, biar aku yang menghubungi Kakak kamu itu.""Apa Uncle yakin?" Pasalnya Granella sendiri tidak yakin kalau tuan Mickey ini mengenal kakaknya. Begitu juga dengan Edward dan nyonya Amelie yang saling pandang dengan pikiran masing-masing."Kenapa tidak, tunggu!"Tuan Mickey mengambil ponselnya lalu menghubungi Marcel yang kini berada di kantornya."Halo, Tuan Mickey ada yang bisa saya bantu?" Suara Marcel dari sambungan telepon."Tuan muda Welyoston, bisa kan anda datang ke rumahku sekarang juga?" Granella membelalakkan matanya saat tuan Mickey menyebut nama tuan muda Welyoston. Itu artinya tuan Mickey memang mengenal kakaknya."Ada hal yang sangat penting yang harus ada ketahui sekarang juga!""Kalau boleh tau, apa hal penting itu, Tuan. Karena saya tidak punya banyak waktu untuk berleha-leha.""Oh, tentu ini sangat penting, Tuan." Tuan Mickey melirik pada Granella."D
"Em, Berlian, Louise tunggu!""Iya, Nona.""Sekarang kalian bebas untuk kemana aja, aku pun akan mencari dimana tempat tinggal Kakak'ku di sini, pulang nanti kita akan bertemu di hotel ini lagi."Kedua bawahannya itu seperti mendapatkan kesempatan emas untuk mengunjungi tempat-tempat indah di kota itu tanpa gangguan soal pekerjaan."Sungguh, Nona?""Iya, bersenang-senanglah kalian, selamat berlibur!"Berpisah dari hotel yang sama mereka berpencar ke tempat tujuan masing-masing.Granella beranjak ke kota lain untuk mencari keberadaan Marcel sekarang."Kak Marcel pasti terkejut kalau tau tiba-tiba aku ada di sini."Menaiki sebuah taksi Granella duduk di kursi belakang sambil memandang indahnya kota tersebut.Laju kendaraan terhenti saat lampu lalu lalu lintas menunjukan warna merah. Dari kejauhan tak sengaja Granella melihat seorang pria tua yang berdiri sambil memegangi kepalanya yang terasa sak