"Siapa yang menelepon-mu, Granella?"
"Berlian managerku, dia bilang kalau besok lusa aku harus ke Catania untuk melihat proyek pembangunan kerja samaku dengan Tuan Erdo di sana."Zack hanya mengangguk, tak heran dengan adik perempuan satu-satunya itu, selain bisnisnya yang semakin maju dia harus keliling beberapa negara untuk meninjau bisnisnya di sana."Catania? Bukankah itu dekat dengan Kakakmu, Marcel? Setahu aku Marcel tinggal di Sisilia?"Mereka baru teringat setelah Celine bicara. Granella kembali bersemangat, padahal awalnya dia mulai malas, tetapi mendengar nama kakaknya itu menjadi penyemangat sendiri untuknya.''Kau benar, Kak. Aku bisa mampir ke tempat Kak Marcel nanti. Atau aku tidak menghubungi dia lebih dulu, supaya memberi kejutan untuknya?""Ide bagus itu, Granella. Aku yakin kalau Kakakmu Itu pasti sangat terkejut tiba-tiba kau ada di sana.""Iya, Kak. Aku minta pada kalian, jangan ada yang memberitahu K"Waow, indah sekali apartemen-mu ini, Cel. Itu ..., itu foto keluargamu?" Angel mendekat melihat foto keluarga yang cukup besar Marcel pajang di ruang tamu apartemennya.Dalam foto tersebut tampak Tuan Melky dan Veronica duduk di atas kursi, sementara Veronica memangku Granella yang masih kecil berusia kurang lebih 7 tahun.Dua bocah tampan berdiri di belakang mereka masing-masing menyentuh pundak orang tuanya.Dalam foto tersebut mereka terlihat begitu hangat, saling menyayangi satu sama lain."Iya itu foto keluargaku, dia Papa, Mama, Zack. Em, Kak Zack maksudku. Aku biasa manggil hanya dengan namanya saja." Angel tersenyum pada Marcel."Dan dia Adik wanitaku satu-satunya, Granella.""Adik yang kau ceritakan kemaren? Di rumah Uncle Mickey?" Marcel mengangguk."Astaga, ternyata dia begitu cantik. Andai saja Uncle Mickey melihatnya pasti dia kekeh ingin menjodohkan Edward dengan Adikmu ini." Mereka terkekeh.
Belum terdengar suara nyonya Jenny bicara, terdengar suara sesenggukan lebih dulu lewat sambungan teleponnya dengan Marcel.Marcel bertanya-tanya, apa yang terjadi pada kline-nya ini. Untuk mengetahui apa yang telah terjadi, Marcel menggeser tombol hijau pada layar ponselnya hingga tersambung."Halo, iya bagaimana Nyonya Jenny. Kenapa anda menangis?""Tuan Marcel, saya minta maaf karena tidak bisa datang, saya sedang berduka saat ini. Suami saya meninggal dunia. Dia kecelakaan dan kami masih berada di rumah sakit sekarang!"Sebelum mengetahui apa alasan wanita tersebut membatalkan pertemuannya, ingin rasanya Marcel marah terhadapnya.Awalnya dia mengira kalau nyonya Jenny cuma mengerjai dia, tetapi rasa amarah itu mendadak hilang saat tau alasan wanita itu membatalkan pertemuannya. "Saya turut berduka cita, Nyonya. Its ok, tidak masalah, pertemuan ini kita lanjutkan nanti setelah Anda siap.""Terima kasih, Tuan. Kalau b
Sebuah foto kebersamaannya dengan Alex dulu masih tersimpan di dalam lemari. Foto itu terjatuh pada saat Granella mengambil mantel di dalamnya.Sakit hati kala mengingat pria yang yang pergi dengan wanita lain karena alasan yang tidak masuk akal.Tidak bisa dipungkiri kalau Granella masih memiliki rasa sayang terhadapnya walau rasa itu kini mulai menipis dan memudar seiring berjalannya waktu.Granella mengambil foto itu dengan sangat pelan dan memandanginya sejenak.Bret!Puas memandang sosok pria di dalam foto tersebut, kini lembaran kertas itu dia sobek menjadi berkeping-keping."Untuk apa aku masih menyimpan kenangan bersamanya, lebih baik aku buang semuanya."Gadis itu dengan lincahnya keluar kamar dan menemui Celine yang sedang duduk bersama Veronica.Veronica sudah menceritakan pada menantunya itu apa yang dia rasa setiap kali anaknya akan pergi ke luar kota."Ibu, Granella kemari" ucap Celine.
"Mau apa lagi kau kemari? Apa belum puas kau menyakiti hatiku, hah?" Mata Granella spontan berkaca-kaca.Bisa-bisanya pria ini datang kembali dan menggores luka yang sempat mengering.Rasa sakit hati yang sempat mereda kini muncul kembali seiring dengan kedatangannya."Granella, aku minta maaf. Tolong maafkan aku, sekarang aku sadar kalau aku tak bisa hidup tanpamu!" Tapi Granella sudah terlanjur kecewa."Aku ingin kembali padamu! Aku janji, aku tidak akan mengkhianati dirimu lagi! Tolong maafkan aku!"Alex berusaha meraih tangan Granella tapi dia tepis dengan kasar bahkan Granella tidak ingin melihat wajahnya sedikit pun.Dadanya berdegup kencang kala mengingat penghianatan yang dilakukan olehnya."Aku sudah memaafkan-mu! Sekarang pergilah, dan jangan pernah datang kembali!""Tapi Granella, aku ingin kembali padamu! Tolong beri aku kesempatan sekali lagi untuk membuktikan kalau aku tidak main-main denganmu!"
"Mah, Kak. Aku berangkat sekarang. Doakan aku selamat sampai tujuan.""Kamu jangan lupa untuk menghubungi Mama ketika sampai di sana, Granella.""Tentu saja, Mah. Aku pasti akan merindukan kalian!" Tak lupa Granella mencium pipi kakak dan kiri Veronica dan juga Celine yang turut mengantarnya sampai di depan rumah.Sementara Jony sudah menunggunya di mobil dan bersiap membukakan pintu untuk Nona majikannya itu.Diantar oleh anak buah kakaknya, Granella pergi ke bandara untuk bertemu dengan Berlian si manager dan Louise salah satu staf yang sudah menunggu di sana."Astaga, sorry aku terlambat! Kalian pasti sudah menungguku cukup lama kan? Astaga, di rumah tidak ada satu orang pun yang membangunkan aku!"Walau sudah terlihat lelah tapi mereka tak memperlihatkan rasa lelahnya di hadapan direktur utamanya.Pasalnya Granella sendiri yang membuat jadwal keberangkatan pagi-pagi, dia sendiri yang mulur sampai siang har
"Hoam." Granella bangun sambil menggeliatkan tubuhnya. Melihat ke luar kamar tampak jelas pemandangan yang begitu indah gugusan bukit yang dihujani salju tipis hingga daratan nyaris berwarna putih.Dia menoleh pada ponselnya yang bergetar tanpa dering di atas meja. Merasa penasaran siapa yang menelepon, dia segera mengambil dan melihat nama yang ada."Tuan Erdo."Sambil berjalan menuju balkon Granella mengangkat panggilan dari pengusaha itu."Halo, iya Tuan Erdo. Apa kabar?""Kabar baik, Nona Granella. Bagaimana, apa Nona sudah sampai di negeri saya ini?" Suara bas terdengar dari sambungan telepon itu. Suara itu terdengar sangat ramah "Oh, sudah dari kemaren sore saya sampai di sini, Tuan. Jadi kapan kita bisa ketemuan?""Boleh siang ini jam 10 mungkin kita bisa sekalian makan siang bersama?" Pria paruh baya itu memang sedikit genit walau sebenarnya Granella tau kalau Tuan Erdo ini orang yang baik.Ha
"Em, Berlian, Louise tunggu!""Iya, Nona.""Sekarang kalian bebas untuk kemana aja, aku pun akan mencari dimana tempat tinggal Kakak'ku di sini, pulang nanti kita akan bertemu di hotel ini lagi."Kedua bawahannya itu seperti mendapatkan kesempatan emas untuk mengunjungi tempat-tempat indah di kota itu tanpa gangguan soal pekerjaan."Sungguh, Nona?""Iya, bersenang-senanglah kalian, selamat berlibur!"Berpisah dari hotel yang sama mereka berpencar ke tempat tujuan masing-masing.Granella beranjak ke kota lain untuk mencari keberadaan Marcel sekarang."Kak Marcel pasti terkejut kalau tau tiba-tiba aku ada di sini."Menaiki sebuah taksi Granella duduk di kursi belakang sambil memandang indahnya kota tersebut.Laju kendaraan terhenti saat lampu lalu lalu lintas menunjukan warna merah. Dari kejauhan tak sengaja Granella melihat seorang pria tua yang berdiri sambil memegangi kepalanya yang terasa sak
"Ok, Nak. Kau di sini saja, biar aku yang menghubungi Kakak kamu itu.""Apa Uncle yakin?" Pasalnya Granella sendiri tidak yakin kalau tuan Mickey ini mengenal kakaknya. Begitu juga dengan Edward dan nyonya Amelie yang saling pandang dengan pikiran masing-masing."Kenapa tidak, tunggu!"Tuan Mickey mengambil ponselnya lalu menghubungi Marcel yang kini berada di kantornya."Halo, Tuan Mickey ada yang bisa saya bantu?" Suara Marcel dari sambungan telepon."Tuan muda Welyoston, bisa kan anda datang ke rumahku sekarang juga?" Granella membelalakkan matanya saat tuan Mickey menyebut nama tuan muda Welyoston. Itu artinya tuan Mickey memang mengenal kakaknya."Ada hal yang sangat penting yang harus ada ketahui sekarang juga!""Kalau boleh tau, apa hal penting itu, Tuan. Karena saya tidak punya banyak waktu untuk berleha-leha.""Oh, tentu ini sangat penting, Tuan." Tuan Mickey melirik pada Granella."D
"Aku akan beri mereka nama Eleana dan Evander, mereka cantik dan juga gagah seperti aku." Zack begitu bangganya."Eleana dan Evander? Em, nama yang bagus, aku suka dengan nama itu, Honey." Zack mengecup kening sang istri dengan begitu hikmatnya."Oh, iya kalian belum memberitahu berita bahagia ini pada Marcel dan juga Granella bukan? Biar Mama yang menelepon mereka." Veronica mengambil ponselnya dan menelepon kedua anaknya yang berada di seberang sana.Marcel memicingkan matanya saat melihat nama yang terpampang di layar ponselnya membuat Granella penasaran siapa yang meneleponnya."Siapa yang menelepon-mu, Kak?"Marcel menunjukan ponselnya pada Granella. Mereka berharap tidak ada hal buruk yang menimpa keluarganya di sana, Marcel segera menggeser tombol berwarna hijau hingga panggilan tersambung."Hai Mah, apa Mama baik-baik saja bukan?" Wajah Veronica terlihat di layar ponsel setelah saat melakukan vidio call."Aku baik-baik saja, kau tidak perlu mengkhawatirkan aku. Oh iya, Marcel,
Kandungan Celine yang semakin membesar membuat dia susah untuk melakukan aktifitas seperti biasanya. Di klaim oleh dokter kalau Celine memiliki bayi kembar di dalam rahimnya.Zack begitu senang setelah tau kalau calon anaknya kembar, satu pria dan satu wanita setelah mereka tau lewat USG yang di lakukan setiap kali periksa."Zack, lebih baik hari ini kau jangan dulu masuk ke kantor. Hari ini bukankah HPL istrimu, Celine? Aku tidak menyangka kalau Celine memilih melahirkan secara normal!" Veronica bergidik ngeri.Membayangkan wanita yang kesakitan hendak melahirkan normal, tapi itu jalan yang dipilih oleh menantunya.Sengaja Celine memilih persalinan normal supaya dia bisa tau bagaimana rasanya melahirkan secara spontan."Hem, seperti biasanya, Mah. Aku hanya sebentar untuk absen. Setelah itu, aku akan segera pulang. Mana mungkin aku melewatkan detik-detik yang paling berharga untuk'ku!"Wanita hamil itu masih di dalam kamarnya pa
"Gimana, kalian sudah siap? Kalau sudah kita berangkat sekarang?"Usai sarapan mereka bertiga keluar untuk jalan-jalan. Marcel sengaja membatalkan semua urusan kantornya demi adiknya mumpung Granella ada di kota itu.Kini saatnya untuk membuat dia senang."Siap, Kak. Aku udah siap! Kita berangkat sekarang!"Sekitar 15 menit lamanya, mereka di perjalanan, Marcel justru membawa mereka ke tempat yang tidak terduga, terutama oleh angel sendiri.Mereka ke sebuah taman di tengah-tengah kota. Pemandangan yang sangat indah serta wahana yang membuat mereka merasa tertantang ingin mencobanya, namun tidak untuk Angel."Astaga, kenapa kau membawaku kemari, Marcel? Memangnya nggak ada tempat lain untuk berlibur? Kita bisa ke Mall atau ke pantai?""Apa yang kau katakan, Kak? Di sini? Kak Angel kau lihat! Di sana ada wahana itu. Bagaimana kalau kita mencobanya?""Apa? Naik? Tidak, tidak, tidak! Aku tidak berani mencobanya."
"Oh iya, ada apa kau kemari?""Daddy menyuruhku untuk datang ke rumah. Dia bilang ada hal penting yang mau dibicarakan denganmu!""Hal penting? Hal penting apa?"Angel hanya mengangkat tangan dan bahunya yang menandakan kalau dia tidak tau."Ya sudah, nanti siang aku curi-curi waktu untuk datang ke rumahmu. Atau jangan-jangan kau sengaja menyuruh Daddy-mu agar aku datang ke sana." Marcel terkekeh. "Marcel!" "Sudah, aku mau pulang. Pokonya kau harus datang, Daddy menunggumu di rumah."Angel bangun dari duduknya untuk pulang namun Marcel kembali bicara."Kau yakin mau pulang? Memangnya kau tidak mau ikut dengan kami untuk jalan-jalan?"Dilewatkan juga sayang, akan tetapi rasanya malu jika mendadak dia mau ikut untuk jalan-jalan bersama kakak beradik itu."Jalan-jalan? Jalan-jalan kemana?""Ya kemana aja, ke bukit kayak kemaren?" Angel membelalakkan matanya malu di depan Granella.
Tok!Tok!"Marcel buka pintunya! Marcel, buka!"Granella berlari saat seseorang mengetuk pintu apartemen kakaknya.Pasalnya Marcel sendiri tengah berada di kamar mandi saat ini. Siapa yang berani datang sambil mengetuk pintu lumayan kencang."Iya, iya. Sebentar!"Begitu pintu di buka, "Iya, ada yang bisa saya bantu?" Angel mengerutkan alisnya saat melihat wanita lain di dalam apartemen Marcel.Entah mengapa perasaannya marah, dia mengira kalau Marcel dan wanita ini memiliki hubungan walau sebenarnya bukan urusan dia jika memang itu benar.Karena Angel sendiri hanya teman, bukan siapa-siapanya Marcel."Siapa kau? Kenapa kau berada di apartemen Marcel?" Granella tersenyum."Kau pasti Angel, bukan? Aku Granella, Adiknya Kak Marcel." Granella mengulurkan tangannya mengajak Angel salaman.Berapa malunya Angel yang setelah tau dialah Granella gadis yang sering mereka bicarakan.Nad
"Baby, aku berangkat dulu. Kamu baik-baik di rumah, jaga bayi kita dengan baik!""Kau hati-hati Honey, jangan pulang terlambat, atau aku akan merajuk?" ucap Celine pura-pura cemberut."Kau tidak perlu khawatir! Akan ku habiskan waktuku untuk kalian yang tersayang." Zack memeluk tubuh istrinya dengan sangat erat sambil menciumi pucuk kepalanya.Usai melakukan itu, dia pergi untuk bekerja setelah mengecup kening sang istri. Usia kandungan Celine yang semakin membesar membuat dia cepat lelah dan memerlukan banyak istirahat.Zack tak pernah lama di kantor setelah tau kalau istrinya hamil untuk yang kedua kalinya.Dia menjadi calon Daddy yang siaga, akan tetapi tuntutan pekerjaan membuat dia harus absen berangkat walau hanya beberapa jam saja di kantornya."Suamimu sudah berangkat?" tanya Veronica."Baru saja, Ibu. Hari ini Honey ada meeting dengan para stafnya, dia bilang ada rencana baru yang akan di buat oleh perusahaannya
"Astaga, kenapa aku sampai lupa untuk ke belakang! Ok, makasih Edward, aku ke belakang dulu!" Edward menunjukan toilet dengan tangannya.Dia beranjak lebih dulu kembali ke kamar poppy-nya bergabung bersama Marcel dan mommy-nya.Obrolan mereka serasa menyenangkan baginya, padahal biasanya Edward sendiri enggan untuk berkumpul."Betulkan, Edward. Kalau menurutmu bagaimana jika Poppy menanam saham di perusahaan milik Nona Granella. Jadi komunikasi kita bisa terus berlanjut."Edward menghela nafas kasar sebelum bicara, "Iya, itu ide yang bagus, Pih. Tapi apa Poppy yakin kalau Nona Granella bakal menerima tawaran itu?""Nanti kita tanyakan langsung pada Nona Granella." Tuan Mickey terlihat begitu bersemangat.Tak berapa lama kemudian, Granella keluar dari kamar mandi, tuan Mickey mengatakan niatnya itu pada gadis ini untuk mengajaknya kerja sama.Semula Granella tidak yakin dan mengira kalau tuan Mickey hanya bercanda.
"Ok, Nak. Kau di sini saja, biar aku yang menghubungi Kakak kamu itu.""Apa Uncle yakin?" Pasalnya Granella sendiri tidak yakin kalau tuan Mickey ini mengenal kakaknya. Begitu juga dengan Edward dan nyonya Amelie yang saling pandang dengan pikiran masing-masing."Kenapa tidak, tunggu!"Tuan Mickey mengambil ponselnya lalu menghubungi Marcel yang kini berada di kantornya."Halo, Tuan Mickey ada yang bisa saya bantu?" Suara Marcel dari sambungan telepon."Tuan muda Welyoston, bisa kan anda datang ke rumahku sekarang juga?" Granella membelalakkan matanya saat tuan Mickey menyebut nama tuan muda Welyoston. Itu artinya tuan Mickey memang mengenal kakaknya."Ada hal yang sangat penting yang harus ada ketahui sekarang juga!""Kalau boleh tau, apa hal penting itu, Tuan. Karena saya tidak punya banyak waktu untuk berleha-leha.""Oh, tentu ini sangat penting, Tuan." Tuan Mickey melirik pada Granella."D
"Em, Berlian, Louise tunggu!""Iya, Nona.""Sekarang kalian bebas untuk kemana aja, aku pun akan mencari dimana tempat tinggal Kakak'ku di sini, pulang nanti kita akan bertemu di hotel ini lagi."Kedua bawahannya itu seperti mendapatkan kesempatan emas untuk mengunjungi tempat-tempat indah di kota itu tanpa gangguan soal pekerjaan."Sungguh, Nona?""Iya, bersenang-senanglah kalian, selamat berlibur!"Berpisah dari hotel yang sama mereka berpencar ke tempat tujuan masing-masing.Granella beranjak ke kota lain untuk mencari keberadaan Marcel sekarang."Kak Marcel pasti terkejut kalau tau tiba-tiba aku ada di sini."Menaiki sebuah taksi Granella duduk di kursi belakang sambil memandang indahnya kota tersebut.Laju kendaraan terhenti saat lampu lalu lalu lintas menunjukan warna merah. Dari kejauhan tak sengaja Granella melihat seorang pria tua yang berdiri sambil memegangi kepalanya yang terasa sak