Keesoka harinya, David datang lagi. Dia sudah bersiap meletakan kamera di suatu tempat tersembunyi. Lalu memencet bel agar satpam keluar membukakannya pagar. “Tolonglah, Pak! Aku mau menemui keponakanku!” David memelas seraya menangkupkan kedua telapak tangannya. “Jangan bandel jadi orang kamu! Dibilang pergi, pergi!” Satpam itu mengancam David. Sejak kemarin pria itu membuatnya hilang kesabaran. Kemudian menutup gerbang lagi. David berpikir bagaimana bisa membuat keadaan terlihat mengenaskan. Dia berteriak pada satpam itu dan memakinya. Benar saja, satpam itu keluar lagi lalu dengan tidak sabar membentak David agar pergi. “Aku tidak mau pergi!” David bersih kukuh. Akhirnya sang satpam kehilangan kesabaran lalu mendorong keras tubuh David hingga terjerembab. ‘Wuih, hebat! Pasti nanti akan jadi lebih viral kalau ku upload vidio ini!’ batinnya sambil tersenyum licik. ❤️❤️❤️ Hilbram baru menyelesaikan makan malam dan mendapat informasi dari istrinya itu tentang kedatangan pamanny
“Perjanjian apa?”Ayesha berusaha tenang dan mencoba tidak terperdaya oleh David yang setelah ini sudah pasti akan memanfaatkannya. Apalagi setelah tahu tentang perjanjian itu.Darimana dia tahu tentang perjanjian itu?Oh, jangan-jangan dia melihat surat perjanjian yang disimpan Ayesha di rumahnya.Dulu, saat awal-awal mereka menikah dan cinta belum tumbuh di hatinya, Ayesha sangat tidak percaya dengan pernikahan itu. Akhirnya memutuskan menyimpan salinan surat perjanjian itu di rumahnya sebagai jaga-jaga.Namun setelah dia mulai percaya pada Hilbram dan jatuh cinta padanya, Ayesha tidak pedulikan surat perjanjian itu lagi.David pasti menemukannya saat berberes, karena barang-barangnya harus dikeluarkan ketika berencana menjual rumah Ayesha.“Jangan pura-pura tidak tahu, aku menyimpan surat perjanjian itu!” David menelisik raut keponakannya yang tegang itu.“Apa sih mau Paman?” Ayesha menyerah dan akhirnya menanyakan maksud pria itu membahas tentang surat perjanjian.“Bagaimana kau
Sedang asyik berjalan-jalan di mall dengan gaya bak anak muda, David menebar pesona ke setiap wanita-wanita yang melintas.Dia benar-benar merasa hidupnya selalu dihinggapi dewi keberuntungan akhir-akhir ini. Tidak perlu sibuk memikirkan bekerja, tapi uangnya mengalir terus. Ada mesin ATM-nya yang bisa dmintai kapanpun dia mau.Meski keras kepala seperti sang ayah, David selalu bisa saja membuat Ayesha menggelontorkan uang padanya.Tidak sia-sia kan dia menjualnya ke rumah bordil waktu itu? Akhirnya dia bertemu orang kaya yang menikahinya. David tertawa sendiri. Dulu, dia merasa menjadi orang yang paling sengsara. Orang tuanya selalu mengabaikannya, bahkan mengusirnya dari rumah hanya karena melakukan kesalahan yang tidak berarti.Merasa begitu tersisih dan menganggap semua ini karena keberadaan sang kakak yang dibangga-banggakan ayahnya itu—kemudian David menjatuhkan keadaan ini karena kesalahan kakaknya—ayah Ayesha.  
“Hahaha!”Suara tawa renyah Hamida mendengar ucapan David yang di luar dugaannya.“Anak itu ada-ada saja, lucu juga ceritanya. Lanjutkan...”Hamida menuangkan minuman lagi ke gelas David, memintanya melanjutkan cerita tentang Ayesha. David merasa tidak ada beban saat menceritakan tentang keponakannya itu.“Itu sebenarnya kesalahan saya, Nyonya. Tolong jangan berpikiran buruk tentang Ayesha.” David menyelipkan keseriusannya meski melihat Hamida malah tertawa-tawa lepas. Seolah itu bukan hal besar.“Santai, kita bisa mengerti, kok! Aku tahu Ayesha wanita yang baik. Dia juga seorang guru ‘kan?” Hamida mengulas senyumnya.‘Ayo, teruskanlah. Aku harus mendapatkan sesuatu yang mengejutkan lagi!’ Hamida tidak sabar menggiring David. “Dia di tempat bordil pun hanya sebentar, langsung diambil Tuan Hilbram dan dinikahi.”“Hmmm, rasanya tidak mungki
Ada undangan pernikahan dari seorang kenalan, Hilbram untuk pertama kalinya mengajak Ayesha dan ingin memperkenalkannya ke khalayak ramai bahwa dia sudah memiliki istri. Selama ini, di kalangan pengusaha muda, Hilbram terkenal sebagai bujang sukses yang belum juga menikah. Usianya sudah 33 tahun dan beberapa bulan lagi akan bertambah satu angka. Dia merasa harus mengajak istrinya itu agar tidak terus dibully jika kebetulan bertemu teman dekatnya. “Mas, aku tidak pernah pergi ke acara seperti ini.” Ayesha melingkarkan tangannya di lengan Hilbram ketika masuk ke tempat acara yang megah itu. “Tidak apa, kau hanya perlu tersenyum dan menyapa orang yang aku kenalkan padamu,” bisik Hilbram pada istrinya yang tegang itu. Ayesha sering dipandang rendah orang lain, karenanya dia selalu merasa kurang percaya diri dengan penampilannya. Padahal saat ini dia menggunakan gaun yang indah dan terlihat sesuai dengan dirinya. Meski memakai hijab, dia terlihat sangat anggun dan menawan. Belum lagi a
Sepanjang acara tadi, Hilbram hanya terdiam melihat prosesi acara yang memang dirancang dalam suasana hidmat. Ayesha yang duduk di sampingnya jadi resah atas sikap suaminya itu. Apa dia memang menghayati acara atau marah padanya?‘Aku tidak melakukan apapun, kenapa dia marah?’ batin Ayesha yang memilih untuk tidak memikirkannya lagi.Acara akhirnya selesai. Hilbram menggandeng tangan Ayesha kembali ke mobilnya. Sialnya, mereka lagi-lagi berpapasan dengan Gilga dan istrinya.“Aku tidak suka berbasa-basi, mau apa?” Hilbram heran, untuk apa Gilga malah menghampiri mereka. Sementara di sudut sana, Hilbram melihat istri pria ini menunggunya di samping mobil.“Ini—pin Ayesha bukan? Tertaut di kemejaku!” tukas Gilga santai menunjukan pin itu.Ayesha melihatnya, itu memang pin hijabnya. Sebelum tangannya sempat mengambil pin itu, Hilbram sudah lebih dulu menyambarnya.“Terima kasih!” tukas Hilbram dingin dan menggandeng Ayesha masuk ke dalam mobilnya.Hilbram nampak fokus menyetir dalam diam
Ayesha mengambil beberapa bunga di halaman yang sudah bermekaran dan menatanya di dalam vas. Zain membantu nyonya -nya itu mengambilkan beberapa bunga lagi. Ketika itu, Rahman tampak menghampiri Zain. Mereka terlihat berbicara serius.“Ada apa, Zain?” tanya Ayesha, penasaran.“Pak Rahman mencari Tuan Hillbram, Nyonya. Saya sudah menyampaikan Tuan sedang berolahraga di lantai atas.”Zain membawa bunga-bunga yang baru dipetiknya.“Adakah hal serius?” tanya Ayesha, karena melihat raut Rahman yang tegang dan mendesak. Terlebih, Rahman bertanya pada Zain dan mengabaikannya yang juga ada di sini.“Saya kurang faham, Nyonya,” ujar Zain tidak banyak bicara.Ayesha tidak bertanya lagi. Dia menyelesaikan rangkaian bunganya lalu membawa vas itu ke dalam.“Aku bisa melakukannya sendiri, Zain. Kau bisa melakukan pekerjaan lainnya,” tukas Ayesha, melihat Zain hendak mengukutinya.“Baiklah, Nyonya. Permisi!”Zain melangkah pergi.Ayesha melihat-lihat ruangan dan menilai sudut mana yang bagus untuk m
“Sebagai seorang Nyonya keluarga Al Faruq, hal seperti itu tidak pantas Anda lakukan, Nyonya. Saya berharap Anda belajar lagi menggunakan etika yang baik. Ada sesuatu hal yang bisa jadi tidak bisa di dengar orang lain. Kata permisi adalah hal yang seharusnya sudah anda ketahui dalam sopan santun!”Rahman memberikan sebuah pelajaran etika pada seorang guru seperti Ayesha. Hal demikian bukan sesuatu yang bisa diangggap menasehati, tapi lebih sebagai sebuah sindiran.Ayesha bukan orang yang tidak memahami hal itu. Tapi, sebelumnya dia sudah merasa berbuat kesalahan. Karenanya dia tidak ingin menjadi pemicu masalah lagi, hingga sampai harus ingin tahu apa yang terjadi.Ayesha mengakui dia salah. Dan akan memperbaiki kesalahannya itu.“Baik, Rahman. Aku memang bersalah.” Ayesha tidak menyangkal.“Apa yang Anda ingin sampaikan?” tanya Rahman lagi.“Aku-aku hanya...”“Apa Anda mau mengakui kalau Anda-lah yang membocorkan perjanjian pernikahan itu?”Ayesha terdiam. Rahman sudah tentu mencuri