Orang-orang mulai berdatangan dan menolong mereka dengan melepas ikatan tangan terlebih dahulu. Tidak lama kemudian ambulans datang membawa Arman juga Ibunya. Sedangkan Dirman tetap berada di sana menunggu mobil derek tiba untuk menarik mobil tua itu. Bagaimanapun, sawah itu milik orang lain dan keluarga Bima harus bertanggungjawab dengan kerusakan yang terjadi.
Marini, ibu Lena histeris memanggil-manggil putrinya saat sadar, hingga para perawat terpaksa menyuntikkan obat penenang untuk menenangkannya. Sedang Arman harus menjalani operasi tangan kirinya yang patah akibat di tendang dengan keras berkali-kali.
Bima mengusap rambut Marini--istrinya dengan sendu. Wanita itu diam tertidur karena pengaruh suntikan dari perawat. Pria itu menyeka sisa lelehan air mata di pipi istrinya.
"Bu ... bagaimana caraku untuk menyelamatkan Lena? Kenapa nasib keluarga kita jadi seperti ini? Kita sudah kehilangan Vena, bahkan sebelum dia genap dua tahun. Dan sekarang ...." Pria paruh baya itu tergugu. Ia berusaha keras menutup mulut, agar suara isakannya tak terdengar.
Apakah ini karma atas perbuatannya di masa lalu? Laki-laki paruh baya itu menangis tersedu di samping sang istri yang masih terpejam.
***Pening di kepala dan bau pengap seketika menyergap saat Alena membuka mata. Sesaat pandangan terasa kabur dan dia merasa mual. Gadis itu mengerjap beberapa kali.
Ia mengedarkan pandang dan berada dalam ruangan mirip gudang yang kotor dan pengap, hanya dengan penerangan lampu kecil sekitar lima watt. Entah dimana ia berada sekarang.
Dengan berusaha mencoba berdiri dan berpegangan pada dinding serta melihat sekeliling, ia berharap menemukan celah untuk melarikan diri. Namun, nihil. Ruangan itu hanya mempunyai satu pintu yang dikunci dari luar.
Alena merasa putus asa dan duduk bersimpuh di atas sebuah kardus usang. Entah bagaimana keluarganya sekarang. Keadaan Mas Arman yang terakhir dilihatnya terluka parah penuh darah di bagian wajah. Gadis itu menutup wajahnya dan menangis terisak.
Sesaat setelah kepergian Om Seno malam itu, akhirnya sebuah rahasia yang disimpan rapat keluarganya diceritakan pada Lena.
"Ketika kalian lahir, kakakmu Vena sudah menunjukkan gejala kurang sehat. Usia dua bulan, ia sering mengalami kejang dan opname di rumah sakit. Keadaan itu sampai kalian umur hampir dua tahun. Ayah yang saat itu hanya pegawai pabrik dengan upah tidak seberapa harus mencari pinjaman ke rentenir untuk biaya berobat Vena.
Keadaan ayah saat itu, rupanya dimanfaatkan oleh Mas Seno. Dia datang dan membayar lunas hutang ayah, membayar seluruh biaya rumah sakit Vena, dan memberi sebidang tanah yang sekarang kita tempati ini. Tapi, ternyata dibalik itu semua, Mas Seno menginginkan Vena sebagai putrinya. Dengan dalih membawa Vena berobat ke kota besar agar cepat sembuh, dia memaksa kami untuk menandatangani surat adopsi Vena." Getar suara Bima, diiringi isak tangis sang istri.
"Lalu kenapa kalian semua menyembunyikan tentang kembaran Lena, Yah?" sanggah Alena merasa tidak terima telah dibohongi.
"Karena Om Seno yang meminta. Sejak saat itu, kalian sudah putus ikatan dari saudara kembar. Saat itu juga, kami tidak tahu bagaimana tumbuh kembang Vena selanjutnya. Mas Seno memutus kontak dan tidak ingin kami ketahui keberadaannya.
Hingga sekitar satu minggu yang lalu, Seno datang kemari mencari Vena. Dia bilang Vena minggat dan suaminya marah besar. Jika Vena tidak segera ditemukan, maka Mas Seno dan Davin putranya terancam dibunuh."
Alena menghela napas berat. Penjelasan Ayahnya malam itu membuatnya sedih dan marah. Sedih karena selama ini keluarganya telah menutup rapat fakta bahwa ternyata ia dulu terlahir kembar. Marah karena saudara kandung satu-satunya Pak Bima tega memisahkan mereka.
Seperti apa Avena dan bagaimana ia menjalani kehidupannya selama ini, membuat Lena semakin penasaran. Dan di mana ia berada sekarang? Apakah benar, Vena pergi dari rumah suaminya. Jika benar apa motifnya?
Semua pertanyaan itu semakin membuat kepalanya terasa semakin berdentum sakit. Tiba-tiba ia tersentak kaget dan takut ketika pintu gudang itu terbuka dengan suara berderit.
Seorang pemuda tampan, berkulit putih bersih seperti artis berdiri di hadapannya. Sesaat Alena terpesona oleh pemuda itu.
Si pemuda berdehem dan tertawa ketika melihat Alena memandangnya dengan tertegun dan salah tingkah saat ketahuan."Kamu sudah makan? Maaf kalau merasa tidak nyaman dengan tempat ini. Sebentar lagi kita keluar dari sini," ucap pemuda itu dengan lembut sambil berjongkok di depan Alena.
"Ka-kamu siapa?"
"Aku Davin, kakak sepupumu." Lelaki muda itu menyeka air mata di pipinya dengan lembut.
Lena terpaku dengan wajah gamang. Apakah ini Kakak sepupu yang dibicarakan Om Seno tempo hari? Tapi, sepertinya ia pemuda yang baik dan lembut dengan tatapan matanya yang hangat. Sangat berbeda sekali dengan Ayahnya.
"Kenapa malah bengong?" Pertanyaan Davin membuat gadis itu tersentak. Ia segera menundukkan wajahnya.Lelaki muda itu terkekeh kecil, "kamu masih takut? Baiklah kita keluar dari sini."Davin menarik tangan Alena dan menggandengnya keluar dari gudang itu. Sampai di luar ternyata sudah malam. Beberapa orang yang menghajar keluarganya tadi pagi tampak berjaga di luar. Lena beringsut bersembunyi dibalik punggung Davin."Kenapa kalian menempatkannya di gudang busuk itu?" hardik Davin."Perintah Tuan besar," ucap si brewok, salah satu pengawal.Davin mendesah kasar lalu membimbing tangan Lena yang masih ketakutan melihat mereka.Mereka menundukkan kepala ketika Davin dan Alena melewatinya.Salah seorang membukakan pintu sebuah mobil mewah warna hitam metalik untuk mereka berdua."Kamu suka makan apa, Lena?" tanya Davin tiba-tiba dan membuat gadis itu gelagapan."M-m ... apa aja, Kak."
"Ajak dia masuk ke dalam kamar Vena dan ajarkan semua kebiasaan anak itu selama ini," perintah Seno pada Davin."Baik, Pa. Ayo Lena," ajak Davin dengan segera masuk ke dalam sebuah kamar.Lagi-lagi gadis itu dibuat takjub dengan isi kamar Vena, saudara kembarnya. Kamar ini besar, tiga kali lebih besar dari kamarnya dan juga sangat mewah. Kamar bernuansa abu muda ini menambah kesan pemiliknya adalah seorang gadis bercita rasa tinggi.Davin membuka almari baju serta sepatu milik Vena. Ia menjelaskan satu-persatu baju dan sepatu yang disukai Vena dan menyuruh Lena untuk mencoba memakainya.Awalnya Lena ragu untuk mencoba baju milik kembarannya, karena semua baju miliknya sexy dengan lekuk tubuh menggoda. Namun Davin mencoba terus dan berusaha meyakinkannya.Lena keluar dari kamar mandi dengan malu, menggunakan sebuah dres selutut yang menampilkan lekuk tubuh. Davin tertegun melihatnya. Lena benar-benar sempurna sebagai seorang wanita, ti
Mobil sedan hitam mewah memasuki sebuah gerbang dengan beberapa penjaga, lalu meluncur masuk dan berhenti tepat di depan sebuah rumah yang besar dan sangat mewah.Sekali lagi Lena dibuat takjub karena rumah ini lebih pantas disebut istana khayalan. Dengan pilar-pilar penopang yang besar dan megah, serta ukiran unik di dinding pintu masuknya, menambah kesan bahwa pemiliknya adalah pecinta seni.Tiga orang pelayan dengan seragam navy menyambut mereka di depan pintu. Lena keluar dan melangkah dengan anggun memasuki ruang tamu yang begitu mewah.Seperti yang Davin katakan, ia harus memasang wajah angkuh serta meremehkan. Beberapa pelayan meliriknya sekilas, lalu menunduk tidak berani menatap.Tuan Seno menyuruh Lena duduk di sebuah sofa empuk berwarna soft dengan isyarat mata. Tidak lama kemudian, seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah dengan anggun.Wanita itu masih cantik di usianya yang mungkin sudah mengin
Sore kelabu dengan awan berarak hitam menggumpal pekat. Angin bertiup agak kencang, petir menyambar terdengar dari kejauhan.Lena terpekur di atas sofa kamar memandang rintik hujan yang mulai turun di luar sana. Kamar yang mewah ini baginya bagai sebuah ruangan kosong tanpa ruh. Semuanya hampa.Apa yang akan dilakukannya saat suami Kakaknya nanti datang? Bagaimana jika laki-laki yang dipanggil 'Kai' itu meminta kewajibannya sebagai seorang istri?Arghhh ... rasanya kepala Lena ingin pecah. Seumur hidupnya ia belum pernah berpacaran. Lalu sekarang ia harus dihadapkan pada kenyataan berpura-pura harus menjadi Avena. Dan bodohnya lagi, ia mau dan tidak bisa menolak.Tapi, ia tidak punya pilihan, karena nasib keluarganya ada di tangan Om Seno. Berkali laki-laki paruh baya berkepala setengah botak itu mengancam akan membuat keluarganya menderita jika tidak mau menuruti keinginannya.Gadis itu mengusap air matanya saat ada yang meng
"Putraku tersayang sudah pulang? Kemarilah cepat, duduk dan makan," ujar Nyonya Merry dengan riang."Aku sudah makan tadi di kantor, Mi," jawab lelaki itu dengan duduk disamping Lena.Jantung gadis itu berdegup kencang, tangannya gemetar dan berkeringat. Ia tidak berani menoleh pada lelaki disampingnya."Kamu sudah pulang," tanya lelaki itu datar dengan menatap tajam ke arah Lena, saat gadis itu menoleh padanya.Lena tertegun saat menyadari betapa tampan Kakak iparnya ini. Namun, mendadak Lena merasa ketakutan dengan tatapannya yang tajam dan dingin, seakan menelanjangi seluruh tubuh Lena."I-iya," jawabnya gugup.Kaindra tertawa garing kemudian beralih pada Ayahnya. Mereka membicarakan bisnis tanpa sedikitpun Kaindra peduli pada Lena yang duduk dengan gemetar dan gugup disampingnya.Makan malam itu sangat lama dan membosankan menurut Lena. Karena ia hanya diam mendengarkan, tidak tahu apa yang mereka semua b
"Ti-tidak." Lena tergagap dan mencoba membalas tatapannya. Namun, hatinya mencelos dan bergetar melihat manik mata Kai yang dingin dan dalam. Ia menundukkan kepala, lalu bersiap pergi untuk menghindar dari tatapan menusuk Kai.Namun, tiba-tiba Kai menarik lengan Lena kemudian mencengkeram rahang gadis itu dengan kuat.Lena tersentak dan merintih karena merasa terkejut juga sakit."Le-lepaskan. Sakit ....""Siapa kamu?!" Suara Kai yang tajam mendesis membuat bulu kuduk Alena meremang.Gadis itu ketakutan setengah mati, tapi ia tetap berusaha untuk tenang. "Aku istrimu, siapa lagi?" jawabnya dengan suara serak, seakan menantang.Kaindra tertawa sinis. Ia melepaskan cengkramannya kemudian membopong tubuh Lena dan melemparnya di ranjang dengan kasar. Lena terhempas. Ia menelan ludah saat melihat seringai mengerikan dari bibir tipis laki-laki itu."Siapa kamu!" Suara Kai bagaikan seorang algojo yan
Malam semakin pekat, hawa dingin mulai terasa menusuk. Hujan sudah mulai reda meski rintiknya masih bernyanyi sahdu di atas muka bumi.Alena masih meringkuk di pembaringan meski sedu sedannya telah berhenti dan akhirnya ketiduran karena lelah menangis.Kaindra memasuki kamar dan melihat gadis itu meringkuk masih dengan posisi saat ia tinggalkan tadi. Lelaki itu mendekatinya, menyibak sedikit rambut yang menutupi wajahnya.Keningnya berkerut karena wajah gadis yang tertidur ini sangat mirip dengan Vena, bahkan tanpa cela. Apa yang membuatnya mau berpura-pura menjadi istrinya, itu yang harus diketahui oleh Kai. Dan di mana Vena sesungguhnya berada, ia belum menemukan titik terang, meski sebenarnya ia tak peduli.'Apakah Vena sebenarnya memiliki kembaran? Tapi, dimana selama ini gadis itu berada? Jika benar, dia adalah kembaran Vena, kenapa Seno menyembunyikan nya selama ini?' lirih batin Kai sangat penasaran.Kai mengambil
Elmer tertawa datar, "dan kamu juga tahu, di rumah ini tidak akan pernah ada yang namanya mie instan, karena Mami melarangnya," sahutnya lagi dengan dingin.Lena tertegun lagi dan salah tingkah. Ternyata Davin tidak mengatakan tentang dilarangnya mie instan di rumah ini. Jika ia bersikap seperti ini, maka Elmer bisa curiga padanya. Mungkin lebih baik jika ia kembali ke kamar dan melupakan rasa laparnya."Tapi itu tidak berlaku untukku. Karena di kamarku banyak tersedia mie instan. Kamu bebas memakannya. Itupun ... jika kamu bersedia." Elmer menatap dalam manik mata Lena. Gadis itu gugup dan hanya terdiam tidak tahu harus menjawab apa."Well … terserah kalau kamu mau kelaparan juga kedinginan dengan tetap berdiri di sini." Kemudian Elmer beranjak pergi dari dapur. Sedangkan Lena merasa gamang harus mengikuti lelaki itu, atau kembali ke kamar dengan Kai yang tidur meringkuk di atas sofa.Seperti tidak ada pilihan lagi, akhirnya Lena men
Empat tahun kemudian."Ah … terimakasih. Ini bagus sekali. Tidak menyangka bertemu dengan orang Indonesia yang menjadi seniman jalanan." Seorang gadis tertawa senang melihat hasil lukisan dengan latar menara Eiffel.Gadis itu menyodorkan selembar uang kertas euro, namun ditolak oleh pria itu. "Tidak. Terimakasih. Itu untuk kenang-kenangan kamu saja," balasnya datar tanpa senyum."Oke, tampan. Siapa namamu? Kelak kita akan ketemu di Indonesia."Pria itu hanya diam sambil sibuk membereskan peralatan gambarnya lalu pergi sengan tak acuh membuat dua gadis yang baru saja di lukisnya termangu.Ia berjalan dengan menenteng kotak peralatan gambar menuju ke sebuah apartemen. Ia masuk ke sebuah lift dan naik ke dalam.Tidak berapa lama, ia membuka sebuah pintu dan yang terhidu hidungnya pertama adalah bau telur goreng."Pas sekali Tuan pulang saat makan siang," teriak Randy."Apa kamu tidak bisa memasak selain telur?" ketusnya sambil menyeduh secangkir cappucino.Randy tertawa kecil dan menghi
Dua pria paruh baya yang dulu pernah mempunyai masa lalu kelam itu duduk saling berhadapan. Pria dengan setelan jas dan terlihat mewah juga berkelas, memandang datar pada pria dengan seragam biru dan ada nomer identitas itu."Apa kabar Seno?""Seperti yang kamu lihat, Dhanu.""Apa yang akan kamu bicarakan padaku?" tanya Dhanu langsung tanpa basa-basi."Kamu tahu bahwa aku telah kehilangan segalanya. Juga kehilangan putra semata wayang ku. Aku di sini tidak akan mengemis padamu atau berharap belas kasihanmu. Tidak Dhanu. Namun … aku hanya ingi kamu tahu tentang putramu. Aku ingin kamu tahu, sebelum kematian merenggut ku.""Apa maksudmu Seno? Putraku siapa?"Pria itu terkekeh. "Tentu saja Elmer. Putra bungsumu itu yang juga telah membunuh putraku, Davin.""Ada apa dengan putraku Elmer?""Kamu terlalu lugu selama ini, Dhanu. Jiwa psikopat dalam tubuh putramu itu bukan kebetulan. Tapi, semua itu ada yang mengendalikan.""Seno, apa maksudmu? Bicaralah yang jelas!" Tuan Dhanu mulai terpanci
"Apa yang membuatmu jadi seperti ini?""Aku tidak tahu. Yang aku tahu, iblis itu telah berhasil menguasaiku.""Kamu bisa mengendalikannya. Kamu masih punya sisi baik jauh dari dalam jiwamu.""Tidak. Aku sudah mencoba dengan sekuat tenaga, tapi hanya kehancuran yang aku berikan pada orang-orang terdekat ku.""Tidak kah kamu tahu, hidup wanita itu hancur?""Aku tahu dan aku lebih hancur darinya. Tapi, paling tidak, aku tidak melihatnya menangis lagi di depan mataku. Karena aku benci melihatnya menangis.""Dan kamu terlalu egois. Sekarang dia tidak hanya menangis, tapi juga hancur. Kamu menghancurkannya Elmer!""Aku tahu! Aku melakukan semua ini demi kebaikannya. Meski dia hancur sekarang, tapi dia tidak akan pernah melihat wajah bengis ku. Tidak akan pernah melihat tatapan nyalangku. Dan yang pasti … aku tidak akan pernah berusaha menyakiti dan membunuhnya. Aku … aku sakit dan selalu terluka melihat sorot ketakutan dan cemas di matanya. Lebih baik aku hidup sendiri dengan cintaku. Cinta
Tuan Dhanu dan Nyonya Merry menyambut kedatangan Alena dengan hangat. Meski mereka kaget kenapa tiba-tiba menantunya ini datang tiba-tiba. Firasat Tuan Dhanu sudah tidak enak dengan kedatangan Lena yang sendiri.Namun, akhirnya ia mengerti setelah Doni menceritakan semuanya."Jadi Elmer hampir membunuh Lena?" Kaindra termangu dengan gusar."Ini yang papi takutkan selama ini. Elmer bisa sewaktu-waktu menyakiti istrinya. Doni … apa menurutmu yang membuat Elmer menjadi beringas seperti itu? Kamu dan Randy yang setiap hari bersamanya."Doni meneguk ludahnya. "Menurut saya dan Randy, penyebabnya adalah ketika Tuan Elmer melihat makam Sonya. Dendam dan sakit hati yang sudah lama terpupuk pada wanita itu dan belum sempat di tuntaskan menjadi penyebabnya. Selama bersama Nyonya Alena, Tuan bisa melupakan wanita itu, karena Nyonya Lena selalu mengalihkan perhatiannya dan selalu membuatnya bahagia.Tapi, karena kejadian itu. Kejadian penyekapan dan penyiksaan terhadap Nyonya Lena dan akhirnya be
Langit sepertinya mengerti perasaan dua anak manusia yang sedang gundah. Ia menurunkan hujannya di siang itu.Rumah yang sebelumnya terlihat ceria karena selalu terdengar senda gurau dan tawa membahana dari kamar sang majikan, kini semuanya terasa senyap.Elmer termangu memandangi tetesan hujan di luar sana melalui jendela kamar Randy. Hatinya sakit dan terluka mengingat kejadian tadi malam. Entah apa yang terjadi padanya. Kenapa kini, ia merasa sisi gelap dalam jiwanya semakin besar dan tak dapat ia kendalikan.Sejak saat itu. Saat ia melihat makam Sonya dan ingin membongkar makamnya dan mencabik-cabik mayatnya yang mungkin sudah menjadi belulang.Sejak saat itu. Saat ia mencekik Vena dan akan membunuhnya kalau tidak di halangi oleh Lena, istrinya.Ia merasa sangat benci pada Lena saat itu karena menghalanginya untuk membunuh Vena. Sisi gelap jiwanya seakan memberontak dan ingin memberi pelajaran pada Lena. Ia ingin Lena tahu, betapa sakit hatinya pada kembarannya itu. Dan ia tidak m
Lena menggeliat karena ia merasa kedinginan. Saat membuka mata, ia tak menemukan Elmer memeluknya seperti biasa. Bahkan suaminya itu juga tidak menyelimutinya sama sekali. Ia beringsut bangun dan mengedarkan pandang ke sekeliling kamar dengan pencahayaan temaram itu.Ia sangat terkejut ketika melihat Elmer duduk diam di sofa. Lena segera mengenakan pakaiannya dan mendekati suaminya."Sayang … kenapa kamu tidak tidur?"Elmer diam tak menjawab. Matanya kosong menatap ke depan."Elmer …." Lena semakin mendekatinya dan kini ia dapat melihat dengan jelas wajah Elmer yang beringas. Ia tersentak dan menelan ludah. *Elmer … sayang." Lena mengulurkan jemarinya perlahan untuk mengusap wajahnya. Namun, laki-laki itu tetap diam dengan raut masih menakutkan.Lena duduk di samping Elmer dan memeluknya. Ia tidak tahu kenapa wajah suaminya kembali seperti itu, karena selama dua hari setelah kejadian di rumah Gurat, Elmer sudah baik-baik saja. Bahkan mereka baru saja mengalami pelepasan hingga tiga k
Alena tidak menyerah dan selalu menemani suaminya. Di balik wajah bengis seorang Elmer, Lena selalu sabar. Kadang ia bercerita, kadang ia bersenandung. Dan kadang ia menciumi wajahnya.Kerja keras Lena membawa hasil. Wajah dan sorot mata Elmer semakin berubah.Hingga suatu ketika, Elmer seperti tersadar dan ia menangis tersedu meminta maaf pada Lena.Mereka berpelukan erat setelah Randy melepaskan ikatannya."Kamu pasti sangat menderita. Maafkan aku sayang. Maaf jika aku tidak bisa mengendalikan iblis dalam diriku. Maafkan aku." Ia terisak dan memeluk erat istrinya.Tidak berapa lama, suara tawa terdengar dari kamar mereka membuat semua orang bernapas lega..Dua pria yang telah lama tidak bertemu itu saling duduk berhadapan."Sekarang kita menjadi besan, Bim," ucap lelaki yang lebih tua satunya."Saya tidak menyangka, kita akan di pertemukan lagi dalam keadaan seperti ini." Bima tersenyum hangat."Bima … atas nama keluarga Mahendra, aku meminta maaf padamu yang dalam atas semua yang
"Apa yang akan kita lakukan dengan mayat mereka?" Wajah Kaindra gusar dan cemas menatap mayat Davin dan Gurat.Elmer hampir saja membunuh Vena meski sudah di halangi oleh Lena. Doni segera menyuntikkan lagi obat padanya. Sedangkan Lena, wanita itu akhirnya jatuh tak sadarkan diri bersama Vena. Suara tangisan bayi mengagetkan mereka. Kai beranjak dari duduknya masuk ke dalam kamar dan menggendong bayi Vena."Sepertinya dia kelaparan, Tuan," ujar Tony. Pria setia itu segera membuatkan susu dalam botol dan segera memberian pada Kai. "Kasihan kamu, Nak. Sekarang kamu menjadi yatim," lirihnya sambil meminumkan susu pada bayi Kevin."Kita kuburkan mereka semua di belakang. Dan kamu Doni. Urus rumah ini agar menjadi milikku. Cari bagaimana caranya meski pemiliknya telah tewas," perintah Tuan Dhanu.Jimmy dan Randy segera memerintahkan para anak buahnya untuk menggali tanah di pekarangan belakang."Tuan, di belakang ada makam Sonya," lirih Jimmy membuatnya terhenyak.Gegas, pria paruh baya i
Setelah pintu terbuka, mereka masuk ke dalam sebuah halaman belakang yang lumayan luas. "Ini makamnya, Tuan." Randy menunjuk sebuah makam dengan sebuah penanda dari kayu bernama Sonya Verawati.Elmer berdiri dengan ekspresi dingin menatap makam itu."Seharusnya malam itu … aku langsung membunuhmu, dan bukan Vella. Sayang … akhirnya kamu membusuk di dalam sana, bukan berakhir dari tanganku."Kemudian ia menoleh ke arah rumah yang terang dan terdengar suara gelak tawa di dalamnya."Tenyata benar, mereka semua di sini." Elmer mendesis dengan mata berkilat kejam.Randy meneguk ludahnya getir. Ia segera mempersiapkan senjatanya untuk kemungkinan paling terburuk.."Lihatlah keluarga suamimu, Lena. Mereka tidak mau memberikan apa yang kami minta. Mereka lebih memilih melihatmu mati daripada melepas aset mereka." Vena tergelak bersama Angga."Nyawamu ternyata tidak ada harganya bagi si psikopat itu. Kamu sungguh bodoh … adikku sayang," ujar Angga menyorot nya nyalang.Alena hanya diam tak b