"Aku sudah makan tadi di kantor, Mi," jawab lelaki itu dengan duduk disamping Lena.
Jantung gadis itu berdegup kencang, tangannya gemetar dan berkeringat. Ia tidak berani menoleh pada lelaki disampingnya.
"Kamu sudah pulang," tanya lelaki itu datar dengan menatap tajam ke arah Lena, saat gadis itu menoleh padanya.
Lena tertegun saat menyadari betapa tampan Kakak iparnya ini. Namun, mendadak Lena merasa ketakutan dengan tatapannya yang tajam dan dingin, seakan menelanjangi seluruh tubuh Lena.
"I-iya," jawabnya gugup.
Kaindra tertawa garing kemudian beralih pada Ayahnya. Mereka membicarakan bisnis tanpa sedikitpun Kaindra peduli pada Lena yang duduk dengan gemetar dan gugup disampingnya.
Makan malam itu sangat lama dan membosankan menurut Lena. Karena ia hanya diam mendengarkan, tidak tahu apa yang mereka semua bicarakan. Mungkin di ruang makan itu hanya dirinya dan Elmer, yang tidak mengeluarkan sepatah kata pun dan hanya menikmati makan malam mereka dalam diam.
Hujan di luar semakin deras dengan angin bertiup kencang. Namun, cuaca di luar tidak sedikit pun mempengaruhi keluarga milyader ini. Lena teringat akan rumahnya di Purworejo. Saat hujan seperti ini, pasti ada beberapa atap genteng yang bocor. Dan ia akan selalu menjerit ketakutan saat suara petir menyambar.
Saat-saat seperti itu, biasanya Arman akan menggodanya dengan suara bunyi-bunyian untuk menakuti adiknya. Apalagi jika listrik padam, maka Arman semakin senang menjahili Lena. Tiba-tiba saja matanya berkabut. Ada yang menusuk dalam relung hatinya.
"Vena … apakah jadi rencamu untuk mempunyai sebuah butik?" Tuan Dhanu tiba-tiba bertanya padanya yang seketika membuat ia terkejut dan gugup.
"I-iya. Gimana, Pi? Aku belum memikirkannya lagi." Wajah Lena pucat dengan pertanyaan Tuan Dhanu. Rasanya ia ingin berlari pergi dari meja makan, saat semua pasang mata menatapnya. Semua tertuju padanya, kecuali seseorang.
Elmer.
Pemuda itu masih saja tak acuh dan mengaduk minuman dengan sebuah pipet."Kamu bicarakan lagi dengan Kaindra nanti. Bukankah kamu ingin punya kesibukan, Nak?"
"Nanti kita bicarakan lagi, Pi. Lagipula itu masih sekedar wacana. Papi tenang saja," sahut Kaindra.
Lena menghela napas lega dengan jawaban pria itu. Bagaimana pun, ia tidak tahu sama sekali dengan rencana Vena tentang butik. Dan kemungkinan besar, Davin sendiri juga tidak mengetahuinya, karena kemarin Kakak sepupunya itu tidak menyebutkan sama sekali tentang rencana butik Vena.
"Baguslah, jika Papi memberikannya kesibukan. Jadi kerjaan dia ga cuma menghamburkan uang saja," sindir Electra dengan melirik sinis padanya.
"Tapi, sebuah butik juga menghabiskan biaya besar. Enak sekali jadi menantu di rumah ini," timpal Nyonya Merry terlihat sekali benci.
"Sudah-sudah. Kalau hanya untuk sebuah butik, dana yang dikeluarkan tidak seberapa. Kamu bisa memilikinya, Nak. Tinggal katakan saja pada Papi," ujar pria paruh baya itu tersenyum hangat.
Lena tersenyum dan mengangguk. Ia tidak tahu harus bicara apa.
Akhirnya acara makan malam yang begitu panjang dan melelahkan bagi Lena berakhir. Mereka semua meninggalkan meja makan. Begitupun dengan Lena. Namun, sesaat ia mulai teringat akan Kaindra yang tadi duduk disampingnya dan sekarang menghilang. Kemana laki-laki itu? Apakah sudah kembali ke kamar? Jika iya, apa yang akan ia lakukan?
Lena merasa gamang dan takut. Apa kebiasaan Vena saat berada dalam kamar bersama suaminya? Keringat dingin mulai membanjiri punggungnya.Saat perasaan was-was seperti itu, tiba-tiba Kaindra muncul dari belakangnya dengan berdehem keras membuat Lena terlonjak kaget.
Setelah membuat kaget gadis itu Kaindra berjalan mendahului Lena dengan tak acuh menuju kamar dengan cepat hingga membuat gadis itu tertegun. Di luar hujan deras masih turun disertai petir yang menggelegar.
Merasa tidak ada pilihan, akhirnya Alena memutuskan masuk ke dalam kamar dengan gugup dan cemas. Terlihat Kaindra sedang melepas celana dan pakaiannya. Lena tertegun dan segera memutar tubuhnya mencari kesibukan dengan membenarkan letak sprei pada ranjang agat tidak melihat tubuh kakak iparnya.
Kaindra tak acuh pada Lena dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Gadis itu menarik napas lega. Setidaknya Kai bersikap datar padanya untuk saat ini. Ia duduk di tepi ranjang dan tiba-tiba terlonjak kaget saat menyadari harus tidur di mana nanti. Ia bergidik ngeri saat membayangkan harus tidur satu ranjang dengan Kakak iparnya. Bagaimana jika nanti Kai mulai nakal seperti cerita novel dewasa yang pernah ia baca?
Bagaimana jika nanti Kakak iparnya itu meminta 'jatah' karena mengira ia adalah Vena?Gadis itu mulai panik. Ia berjalan mondar-mandir dengan kalut hingga tidak menyadari jika Kai sudah berdiri dihadapannya dan memperhatikan sikapnya.
Bug!
Tiba-tiba tidak sengaja, Lena menabrak tubuh Kaindra yang berdiri dengan dingin. Sepersekian detik mata mereka saling menatap, hingga kemudian Lena memalingkan wajahnya melihat Kai yang bertelanjang dada dan hanya memakai handuk, yang menutupi hanya bagian bawah pria itu.
"Kamu takut melihat tubuhku karena di Perancis sana banyak lelaki muda yang lebih sexy dariku?" Kaindra menatapnya tajam. Raut wajahnya dingin seperti gumpalan es.
"Ti-tidak." Lena tergagap dan mencoba membalas tatapannya. Namun, hatinya mencelos dan bergetar melihat manik mata Kai yang dingin dan dalam. Ia menundukkan kepala, lalu bersiap pergi untuk menghindar dari tatapan menusuk Kai.Namun, tiba-tiba Kai menarik lengan Lena kemudian mencengkeram rahang gadis itu dengan kuat.Lena tersentak dan merintih karena merasa terkejut juga sakit."Le-lepaskan. Sakit ....""Siapa kamu?!" Suara Kai yang tajam mendesis membuat bulu kuduk Alena meremang.Gadis itu ketakutan setengah mati, tapi ia tetap berusaha untuk tenang. "Aku istrimu, siapa lagi?" jawabnya dengan suara serak, seakan menantang.Kaindra tertawa sinis. Ia melepaskan cengkramannya kemudian membopong tubuh Lena dan melemparnya di ranjang dengan kasar. Lena terhempas. Ia menelan ludah saat melihat seringai mengerikan dari bibir tipis laki-laki itu."Siapa kamu!" Suara Kai bagaikan seorang algojo yan
Malam semakin pekat, hawa dingin mulai terasa menusuk. Hujan sudah mulai reda meski rintiknya masih bernyanyi sahdu di atas muka bumi.Alena masih meringkuk di pembaringan meski sedu sedannya telah berhenti dan akhirnya ketiduran karena lelah menangis.Kaindra memasuki kamar dan melihat gadis itu meringkuk masih dengan posisi saat ia tinggalkan tadi. Lelaki itu mendekatinya, menyibak sedikit rambut yang menutupi wajahnya.Keningnya berkerut karena wajah gadis yang tertidur ini sangat mirip dengan Vena, bahkan tanpa cela. Apa yang membuatnya mau berpura-pura menjadi istrinya, itu yang harus diketahui oleh Kai. Dan di mana Vena sesungguhnya berada, ia belum menemukan titik terang, meski sebenarnya ia tak peduli.'Apakah Vena sebenarnya memiliki kembaran? Tapi, dimana selama ini gadis itu berada? Jika benar, dia adalah kembaran Vena, kenapa Seno menyembunyikan nya selama ini?' lirih batin Kai sangat penasaran.Kai mengambil
Elmer tertawa datar, "dan kamu juga tahu, di rumah ini tidak akan pernah ada yang namanya mie instan, karena Mami melarangnya," sahutnya lagi dengan dingin.Lena tertegun lagi dan salah tingkah. Ternyata Davin tidak mengatakan tentang dilarangnya mie instan di rumah ini. Jika ia bersikap seperti ini, maka Elmer bisa curiga padanya. Mungkin lebih baik jika ia kembali ke kamar dan melupakan rasa laparnya."Tapi itu tidak berlaku untukku. Karena di kamarku banyak tersedia mie instan. Kamu bebas memakannya. Itupun ... jika kamu bersedia." Elmer menatap dalam manik mata Lena. Gadis itu gugup dan hanya terdiam tidak tahu harus menjawab apa."Well … terserah kalau kamu mau kelaparan juga kedinginan dengan tetap berdiri di sini." Kemudian Elmer beranjak pergi dari dapur. Sedangkan Lena merasa gamang harus mengikuti lelaki itu, atau kembali ke kamar dengan Kai yang tidur meringkuk di atas sofa.Seperti tidak ada pilihan lagi, akhirnya Lena men
Kaindra menggeliat dan menyipitkan mata saat sinar mentari masuk melalui celah tirai yang sedikit tersingkap. Ia mengusap mata dan berdecih lirih. Pandangannya beralih pada selimut yang menyelimuti tubuhnya. Ia merasa tadi malam sama sekali tidak membawa selimut. Kemudian ia beringsut duduk dan memandang ranjang yang sudah kosong dan rapi. Kemana gadis itu?Kai berdiri dan beranjak masuk untuk membersihkan diri ke kamar mandi. Saat keluar dan mengenakan jas-nya, gadis yang menyerupai istrinya itu tetap tak terlihat.Setelah rapi dan sempurna, ia turun ke bawah menuju meja makan. Di bawah hanya ada Elmer adiknya yang sedang menikmati roti panggang dan segelas orange jus.Kai duduk di depannya dan meminum segelas susu hangat. Mereka saling tak acuh dan tak peduli. Seperti ada jarak di antara mereka. Hingga lelaki itu menyelesaikan sarapannya, tidak juga ia melihat gadis itu."Reta, dimana Vena?" tanya Kai pada kepala pelayann
Laki-laki kekar dengan wajah garang itu mengangguk patuh."Baik, Tuan. Tapi Tuan muda Elmer selama ini masih baik-baik saja. Belum ada tanda-tanda darinya untuk melakukannya lagi.""Tapi kamu harus tetap waspada. Bisa sewaktu-waktu Elmer kambuh dan membahayakan orang lain. Anak itu …." Tuan Dhanu terdiam. Terlihat sekali wajah tuanya yang menampakkan kesedihan saat memikirkan putra bungsunya."Tuan tidak usah banyak berpikir. Saya yang akan membereskan semuanya, dengan tetap melindungi Tuan muda Elmer seperti biasanya." Jimmy mencoba menenangkan Tuannya."Semua salahku. Seandainya saat itu, aku tidak membawa Elmer kecil, mungkin ….""Semua sudah terjadi, Tuan. Dan Anda tidak bisa membalikkan keadaan. Yang perlu kita perhatikan saat ini adalah membuat Tuan Elmer tetap menjadi dirinya yang sekarang."Tuan Dhanu tersenyum hangat pada Jimmy. "Itu yang aku suka darimu. Pikiranmu terkadang melebihiku yang suda
Elmer menyeringai. "Aku suka gadis gigih seperti kamu. Tidak murahan seperti Kakakmu," ucapnya parau dengan terus mendekatinya dan menempatkan tubuh sispax nya tepat di atas Lena yang ketakutan."Aku mohon, Elmer ... jangan ganggu aku," lirih Lena dengan deraian air mata.Lelaki itu tertawa terbahak-bahak. "Tidak akan ada yang tahu, jika kita melakukan sesuatu, Kakak ipar palsuku. Tapi ... oke, jika itu permintaanmu. Kali ini, aku akan pergi. Tapi aku tidak akan berjanji untuk lain kali." Suaranya mendesis membuat bulu kuduk Lena kembali meremang.Elmer akan beranjak pergi, saat dia menoleh kembali pada gadis itu. "Vena tidak pernah menyukai bunga. Apa yang kamu lakukan di taman tadi adalah suatu kebodohan," desisnya lagi dengan wajah datar dan dingin, kemudian meninggalkan Lena yang duduk terpekur di atas ranjang dengan selimut tebal menutupi tubuhnya.Ia bernapas lega setelah Elmer keluar dari kamar itu. Diusapnya kasar air mata yang melel
Davin terpekur di atas ranjang. Ia berbaring dengan posisi miring dengan jemari tangannya menggambar sesuatu pada kain sprei. Terdengar sebuah nyanyian senandung dari bibirnya. Matanya basah dengan wajahnya sendu."Ma … mama … pulang, ma …," gumaman lirih terdengar dari isakannya.Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan muncul Seno. Davin tergagap dan langsung menghapus air matanya. Namun, terlambat. Sang Ayah terlanjur mengetahui tangis putranya."Bangun!" perintah Seno dengan wajah murka.Davin bangun dari posisinya, lalu berdiri di depan Ayahnya dengan gugup. Pemuda itu gemetar ketakutan."Sudah berapa kali papa bilang? Kamu laki-laki. Kenapa cengeng seperti perempuan?!" teriak Seno gusar.Davin hanya diam tak menjawab. Bahkan kepalanya menunduk karena takut. Kakinya terasa lemas, karena tahu, sang Papa akan berbuat kasar lagi padanya."Angkat dagumu!" perintah Seno, tapi Davin tetap diam me
Pria itu terkejut dan mengerutkan kening. "Ma-maksudku ... aku baru malas untuk membawa mobil sendiri," ujar Lena cepat agar pria itu tidak curiga. "Ooh ... baik, Nyonya. Saya akan membereskan ini sebentar, apakah Anda mau menunggu?" tanya pria itu sopan dan Lena hanya mengangguk. Tidak berapa lama, mobil meluncur pergi dari kediaman keluarga Mahendra. Lena termenung menatap luar jendela. Beberapa kali pria itu meliriknya dari spion. Sejak awal, ia sudah merasa heran karena sang Nyonya rumah yang biasanya kemanapun pergi selalu membawa mobil sendiri, tapi pagi ini, ia meminta untuk mengantarnya. Dan juga penampilannya beda dari sebelumnya, yang selalu angkuh dengan dandanan mewah juga makeup tebal. Tapi pagi ini, istri Tuan Kai tampak sangat sederhana. "Kita mau kemana, Nyonya?" Pertanyaan pria itu membuyarkan lamunan Lena. "Eh ... aku mau ke rumah Papa. Kamu tahu jalannya 'kan?" Pria itu mengangguk dan segera
Empat tahun kemudian."Ah … terimakasih. Ini bagus sekali. Tidak menyangka bertemu dengan orang Indonesia yang menjadi seniman jalanan." Seorang gadis tertawa senang melihat hasil lukisan dengan latar menara Eiffel.Gadis itu menyodorkan selembar uang kertas euro, namun ditolak oleh pria itu. "Tidak. Terimakasih. Itu untuk kenang-kenangan kamu saja," balasnya datar tanpa senyum."Oke, tampan. Siapa namamu? Kelak kita akan ketemu di Indonesia."Pria itu hanya diam sambil sibuk membereskan peralatan gambarnya lalu pergi sengan tak acuh membuat dua gadis yang baru saja di lukisnya termangu.Ia berjalan dengan menenteng kotak peralatan gambar menuju ke sebuah apartemen. Ia masuk ke sebuah lift dan naik ke dalam.Tidak berapa lama, ia membuka sebuah pintu dan yang terhidu hidungnya pertama adalah bau telur goreng."Pas sekali Tuan pulang saat makan siang," teriak Randy."Apa kamu tidak bisa memasak selain telur?" ketusnya sambil menyeduh secangkir cappucino.Randy tertawa kecil dan menghi
Dua pria paruh baya yang dulu pernah mempunyai masa lalu kelam itu duduk saling berhadapan. Pria dengan setelan jas dan terlihat mewah juga berkelas, memandang datar pada pria dengan seragam biru dan ada nomer identitas itu."Apa kabar Seno?""Seperti yang kamu lihat, Dhanu.""Apa yang akan kamu bicarakan padaku?" tanya Dhanu langsung tanpa basa-basi."Kamu tahu bahwa aku telah kehilangan segalanya. Juga kehilangan putra semata wayang ku. Aku di sini tidak akan mengemis padamu atau berharap belas kasihanmu. Tidak Dhanu. Namun … aku hanya ingi kamu tahu tentang putramu. Aku ingin kamu tahu, sebelum kematian merenggut ku.""Apa maksudmu Seno? Putraku siapa?"Pria itu terkekeh. "Tentu saja Elmer. Putra bungsumu itu yang juga telah membunuh putraku, Davin.""Ada apa dengan putraku Elmer?""Kamu terlalu lugu selama ini, Dhanu. Jiwa psikopat dalam tubuh putramu itu bukan kebetulan. Tapi, semua itu ada yang mengendalikan.""Seno, apa maksudmu? Bicaralah yang jelas!" Tuan Dhanu mulai terpanci
"Apa yang membuatmu jadi seperti ini?""Aku tidak tahu. Yang aku tahu, iblis itu telah berhasil menguasaiku.""Kamu bisa mengendalikannya. Kamu masih punya sisi baik jauh dari dalam jiwamu.""Tidak. Aku sudah mencoba dengan sekuat tenaga, tapi hanya kehancuran yang aku berikan pada orang-orang terdekat ku.""Tidak kah kamu tahu, hidup wanita itu hancur?""Aku tahu dan aku lebih hancur darinya. Tapi, paling tidak, aku tidak melihatnya menangis lagi di depan mataku. Karena aku benci melihatnya menangis.""Dan kamu terlalu egois. Sekarang dia tidak hanya menangis, tapi juga hancur. Kamu menghancurkannya Elmer!""Aku tahu! Aku melakukan semua ini demi kebaikannya. Meski dia hancur sekarang, tapi dia tidak akan pernah melihat wajah bengis ku. Tidak akan pernah melihat tatapan nyalangku. Dan yang pasti … aku tidak akan pernah berusaha menyakiti dan membunuhnya. Aku … aku sakit dan selalu terluka melihat sorot ketakutan dan cemas di matanya. Lebih baik aku hidup sendiri dengan cintaku. Cinta
Tuan Dhanu dan Nyonya Merry menyambut kedatangan Alena dengan hangat. Meski mereka kaget kenapa tiba-tiba menantunya ini datang tiba-tiba. Firasat Tuan Dhanu sudah tidak enak dengan kedatangan Lena yang sendiri.Namun, akhirnya ia mengerti setelah Doni menceritakan semuanya."Jadi Elmer hampir membunuh Lena?" Kaindra termangu dengan gusar."Ini yang papi takutkan selama ini. Elmer bisa sewaktu-waktu menyakiti istrinya. Doni … apa menurutmu yang membuat Elmer menjadi beringas seperti itu? Kamu dan Randy yang setiap hari bersamanya."Doni meneguk ludahnya. "Menurut saya dan Randy, penyebabnya adalah ketika Tuan Elmer melihat makam Sonya. Dendam dan sakit hati yang sudah lama terpupuk pada wanita itu dan belum sempat di tuntaskan menjadi penyebabnya. Selama bersama Nyonya Alena, Tuan bisa melupakan wanita itu, karena Nyonya Lena selalu mengalihkan perhatiannya dan selalu membuatnya bahagia.Tapi, karena kejadian itu. Kejadian penyekapan dan penyiksaan terhadap Nyonya Lena dan akhirnya be
Langit sepertinya mengerti perasaan dua anak manusia yang sedang gundah. Ia menurunkan hujannya di siang itu.Rumah yang sebelumnya terlihat ceria karena selalu terdengar senda gurau dan tawa membahana dari kamar sang majikan, kini semuanya terasa senyap.Elmer termangu memandangi tetesan hujan di luar sana melalui jendela kamar Randy. Hatinya sakit dan terluka mengingat kejadian tadi malam. Entah apa yang terjadi padanya. Kenapa kini, ia merasa sisi gelap dalam jiwanya semakin besar dan tak dapat ia kendalikan.Sejak saat itu. Saat ia melihat makam Sonya dan ingin membongkar makamnya dan mencabik-cabik mayatnya yang mungkin sudah menjadi belulang.Sejak saat itu. Saat ia mencekik Vena dan akan membunuhnya kalau tidak di halangi oleh Lena, istrinya.Ia merasa sangat benci pada Lena saat itu karena menghalanginya untuk membunuh Vena. Sisi gelap jiwanya seakan memberontak dan ingin memberi pelajaran pada Lena. Ia ingin Lena tahu, betapa sakit hatinya pada kembarannya itu. Dan ia tidak m
Lena menggeliat karena ia merasa kedinginan. Saat membuka mata, ia tak menemukan Elmer memeluknya seperti biasa. Bahkan suaminya itu juga tidak menyelimutinya sama sekali. Ia beringsut bangun dan mengedarkan pandang ke sekeliling kamar dengan pencahayaan temaram itu.Ia sangat terkejut ketika melihat Elmer duduk diam di sofa. Lena segera mengenakan pakaiannya dan mendekati suaminya."Sayang … kenapa kamu tidak tidur?"Elmer diam tak menjawab. Matanya kosong menatap ke depan."Elmer …." Lena semakin mendekatinya dan kini ia dapat melihat dengan jelas wajah Elmer yang beringas. Ia tersentak dan menelan ludah. *Elmer … sayang." Lena mengulurkan jemarinya perlahan untuk mengusap wajahnya. Namun, laki-laki itu tetap diam dengan raut masih menakutkan.Lena duduk di samping Elmer dan memeluknya. Ia tidak tahu kenapa wajah suaminya kembali seperti itu, karena selama dua hari setelah kejadian di rumah Gurat, Elmer sudah baik-baik saja. Bahkan mereka baru saja mengalami pelepasan hingga tiga k
Alena tidak menyerah dan selalu menemani suaminya. Di balik wajah bengis seorang Elmer, Lena selalu sabar. Kadang ia bercerita, kadang ia bersenandung. Dan kadang ia menciumi wajahnya.Kerja keras Lena membawa hasil. Wajah dan sorot mata Elmer semakin berubah.Hingga suatu ketika, Elmer seperti tersadar dan ia menangis tersedu meminta maaf pada Lena.Mereka berpelukan erat setelah Randy melepaskan ikatannya."Kamu pasti sangat menderita. Maafkan aku sayang. Maaf jika aku tidak bisa mengendalikan iblis dalam diriku. Maafkan aku." Ia terisak dan memeluk erat istrinya.Tidak berapa lama, suara tawa terdengar dari kamar mereka membuat semua orang bernapas lega..Dua pria yang telah lama tidak bertemu itu saling duduk berhadapan."Sekarang kita menjadi besan, Bim," ucap lelaki yang lebih tua satunya."Saya tidak menyangka, kita akan di pertemukan lagi dalam keadaan seperti ini." Bima tersenyum hangat."Bima … atas nama keluarga Mahendra, aku meminta maaf padamu yang dalam atas semua yang
"Apa yang akan kita lakukan dengan mayat mereka?" Wajah Kaindra gusar dan cemas menatap mayat Davin dan Gurat.Elmer hampir saja membunuh Vena meski sudah di halangi oleh Lena. Doni segera menyuntikkan lagi obat padanya. Sedangkan Lena, wanita itu akhirnya jatuh tak sadarkan diri bersama Vena. Suara tangisan bayi mengagetkan mereka. Kai beranjak dari duduknya masuk ke dalam kamar dan menggendong bayi Vena."Sepertinya dia kelaparan, Tuan," ujar Tony. Pria setia itu segera membuatkan susu dalam botol dan segera memberian pada Kai. "Kasihan kamu, Nak. Sekarang kamu menjadi yatim," lirihnya sambil meminumkan susu pada bayi Kevin."Kita kuburkan mereka semua di belakang. Dan kamu Doni. Urus rumah ini agar menjadi milikku. Cari bagaimana caranya meski pemiliknya telah tewas," perintah Tuan Dhanu.Jimmy dan Randy segera memerintahkan para anak buahnya untuk menggali tanah di pekarangan belakang."Tuan, di belakang ada makam Sonya," lirih Jimmy membuatnya terhenyak.Gegas, pria paruh baya i
Setelah pintu terbuka, mereka masuk ke dalam sebuah halaman belakang yang lumayan luas. "Ini makamnya, Tuan." Randy menunjuk sebuah makam dengan sebuah penanda dari kayu bernama Sonya Verawati.Elmer berdiri dengan ekspresi dingin menatap makam itu."Seharusnya malam itu … aku langsung membunuhmu, dan bukan Vella. Sayang … akhirnya kamu membusuk di dalam sana, bukan berakhir dari tanganku."Kemudian ia menoleh ke arah rumah yang terang dan terdengar suara gelak tawa di dalamnya."Tenyata benar, mereka semua di sini." Elmer mendesis dengan mata berkilat kejam.Randy meneguk ludahnya getir. Ia segera mempersiapkan senjatanya untuk kemungkinan paling terburuk.."Lihatlah keluarga suamimu, Lena. Mereka tidak mau memberikan apa yang kami minta. Mereka lebih memilih melihatmu mati daripada melepas aset mereka." Vena tergelak bersama Angga."Nyawamu ternyata tidak ada harganya bagi si psikopat itu. Kamu sungguh bodoh … adikku sayang," ujar Angga menyorot nya nyalang.Alena hanya diam tak b