"Lepaskan dia!" suara baritonnya terdengar manly dalam setiap tekanan kata yang diucapkan.
King menatap pria tua di depannya tajam dan penuh intimidasi. Ekspresinya datar, namun urat urat di sekitar lehernya tampak menyembul keluar."Kalau aku tidak mau? Dia mempunyai hutang yang sangat banyak. Jadi dia akan ku jadikan isteri paling muda dari isteri isteriku." Dia berjalan memutari tubuh Laura.Pisau di tangannya berkilat kilat, menyentuh kulit pipinya menghantarkan sensasi dingin. Laura menatap takut pisau yang sewaktu waktu dapat melubangi kulitnya. Memancarkan darah segar. Membayangkan saja membuat jantung Laura bergemuruh hebat dan kedua kakinya bergetar."Berapa uang yang kau minta?""Apa?""Katakan! berapa hutang perempuan itu aku akan membayarnya."Meskipun duduk diatas kursi tidak mengurangi kewibawaan pria itu. Rambutnya dibelah tengah memamerkan jidat paripurnanya. Kemeja tangannya digulung sampai lengan memperlihatkan jam tangan mewahnya. Sementara itu dua kancing kemejanya dibiarkan terbuka. Sementara itu dada bidang nan kekar mengintip dari sana.Tiba tiba semburat merah menghiasi pipi Laura. Di balik kaos putih itu pasti ada delapan kotak kotak roti sobek. Pasalnya, saat ia membasuh badannya di hari sebelumnya, ia melihat tubuh pria itu kekar dan gagah, dan bayangan itu kembali menghantuinya. Tiba tiba Laura memukul kepalanya. Sadarlah! Apa yang kau pikirkan Laura?Preman itu tersenyum miring. Dia melihat King dari atas sampai ke bawah. Pakaiannya bermerk."Kau yakin akan membayarnya?" dia menatap pria didepannya tak percaya. Bukan meremehkan hanya saja ia tidak yakin pria kaya di depannya ini akan menyelamatkan gadis udik sekelas Laura."Apa kau tuli?" sarkasnya. Matanya berkilat kilat tajam. Rupanya king salah mengartikan ucapan itu di telinganya terdengar seperti direndahkan.Sang rentenir mengangguk nganggukkan kepalanya sambil tersenyum culas."200 juta. Hutang perempuan itu 200 juta dan kau harus membayarnya sekarang. Kalau tidak! Dia akan ku jadikan istri kelima ku," ungkapnya tidak ingin menyia nyiakan kesempatan. Seandainya ia tidak mendapatkan gadis itu ia bisa mendapatkan uang yang lebih besar dari seharusnya.Sementara itu, Laura membulatkan matanya. Bagaimana bisa hutangnya berkembang biak dalam sekejap. Lantas pandangannya beralih pada king yang duduk di kursi roda. Laura menggelengkan kepala."Tidak! dia bohong! Jangan percaya dia." Sejurus kemudian tatapan Laura terpusat pada si rentenir. "Katakan yang sebenarnya! Kemarin kau bilang hutangku hanya Lima puluh juta.""Hahaha anggap saja itu harga untuk tubuhmu yang ku jual padanya, cantik.""Brengsek! Kau gila!""Berhenti menendang nendang jalang! Atau pisau ini akan menghunus tepat di jantungmu!""Ernino, berikan uang itu padanya!!"Sang asisten yang sejak tadi mendorong kursi rodanya pun mengangguk. Tangannya mengeluarkan cek dan bolpoin, memberikannya pada King. King menulis di kertas itu. Tak lama kepalanya menengadah sambil memamerkan senyum sinisnya."Lihat 200 jt. Aku akan memberikannya. Tapi kau harus lepaskan dulu gadis itu.""Tidak! kita akan melakukannya bersamaan. Kau menyerahkan cek nya dan anak buahku melepaskan gadis itu.""Oke! deal." King tersenyum miring.Dia menyerahkan cek itu ke Ernino. Setelah itu Ernino menghampiri si rentenir. Dia menyerahkan ceknya hati hati sambil mengawasi pergerakan Laura. Jangan sampai lintah darat ini menipunya.Begitu terlepas. Buru buru Laura berlari menjauh dari mereka, berdiri di dekat King karena hanya itu tempat teraman saat ini.Setelah dirasa Laura aman, Ernino tersenyum miring. Lalu bugh! Dia menendang si rentenir Sampai tersungkur. Naas, kepalanya mengenai serpihan genteng tajam. Ernino berjongkok, merebut check dari si rentenir lalu meniup niup cek nya seolah olah debu berterbangan disana."Jangan harap kau akan mendapatkannya semudah itu pak tua. Ayo berdiri!" dia menggerak gerakan jari tangannya mengajak bertarung.Sementara itu anak buah si rentenir berjalan beringas melindungi tuannya. Menghajar Ernino. Namun sebelum itu anak buah king lebih dulu menghajarnya. Dari satu anak buah menjadi dua, tiga sampai semuanya turun. Kemudian dihadang oleh bodyguard king yang tak kalah hebatnya.Sementara itu King duduk tenang sambil tersenyum miring mengamatinya dari atas kursi roda.Beberapa menit kemudian para preman itu telah terkapar di atas reruntuhan bangunan. Ernino melakukan pukulan terakhirnya begitu keras sampai kepala rentenir itu berpaling, memuncratkan darah segar, dan terkapar jatuh di depan kursi roda King. Dengan murkaKing menjatuhkan sejumlah uang yang 50 jt tepat didepan wajah sang rentenir yang telah berlumuran darah."Cepat pergi! sebelum aku sendiri yang turun tangan dan membunuh kalian semua." Ancaman King tidak main-main.Anak buah sang rentenir lari terseok seok menghampiri bosnya. Begitu sampai sebagian membantunya berdiri dan sebagiannya lagi mengumpulkan uang uang itu, memasukkannya kembali ke dalam tas. Kemudian mereka lari tunggang langgang.Setelah para rentenir itu pergi membawa uang yang seharusnya. Laura menawarkan diri mendorong kursi roda pria itu. Ernino mengangguk, membiarkan Laura mengambil kursi roda. Beberapa langkah didepan mobil sebelum masuk, King menyuruh Laura mendekat. Laura dengan senang hati melangkah, jongkok di samping kursi roda king. Ia hendak mengucapkan terimakasih. Fakta bahwa calon suaminya menolongnya membawa kebahagiaan tersendiri untuk seorang Laura.Namun senyum manisnya pudar manakala ia melihat King menatapnya dengan jijik. Lantas berbisik tepat ditelinga. "Bagaimanapun kau tetaplah wanita murahan yang hanya membutuhkan uangku."Dia menyeringai. Laura menelan salivanya. Kata kata yang tadi hendak diucapkan tertahan di tenggorokan. King benar namun jantungnya bagai terasa dipukul palu godam. Laura termenung beberapa saat sampai suara bariton King kembali terdengar."Cepatlah masuk ke dalam mobil!," titahnya.Perempuan itu berjalan memutari mobil kemudian duduk di kursi belakang. King duduk dibantu samping Laura dibantu Ernino. Sedangkan Ernino menaiki mobil yang berbeda. mengawal dibelakang mereka. Mobil mewah King mempunyai sekat antara kursi belakang dan kursi depan. Tujuannya untuk menghargai privasi tuannya dari sang sopir."Apapun yang terjadi padamu saat ini, kau bukanlah siapa-siapa," peringat Ernino tajam sedangkan pandangannya lurus ke depan."Satu lagi jangan pernah menganggap dirimu spesial hanya karena dirimu adalah calon isteriku." Andai saja ini bukan terpaksa King tidak mau menjemput perempuan ini.Tidak ada suara lain selain suara mesin kendaraan yang terdengar. Setelah mengucapkan kata kasarnya tadi pria itu membungkam mulutnya rapat. Laura menoleh ke samping. "Apa aku melakukan kesalahan?" dia memberanikan diri untuk bertanya.Pria itu tidak menjawab. Pandangannya lurus ke depan. Seolah olah tidak mendengar apapun dan suara Laura hanyalah angin berhembus yang tidak berarti eksistensinya."Hey! Aku bertanya padamu," kata Laura sekali lagi. King menoleh sejenak. Matanya sempat membulat lalu kembali normal dalam beberapa detik. "Menurutmu?" tanyanya.Kemudian dia memalingkan wajah tampannya yang dingin ke depan seperti sedia kala.Sementara itu Laura meneguk salivanya kasar. "Dia benar benar mengerikan," ucap batinnya.Bersamaan dengan itu mobil berhenti. Mereka telah sampai di kediaman orang tua Alejandro. Pria itu turun lebih dulu dibantu Ernino untuk duduk di kursi rodanya.Sementara Laura masih terdiam di tempat duduknya bersama segala pemikiran yang berkecamuk dalam kepal
Hari pernikahan."Ingatlah yang kukatakan kemarin baik baik, Laura. Jaga sikapmu. Karena setelah ini kau akan semakin dekat dengan King. Jangan sampai dia mencurigaimu, mengerti?"Pesan Nyonya Eve tadi pagi terngiang ngiang díkepala Laura. Kini perempuan itu duduk di meja rias. Memakai gaun pengantin berwarna putih. "Sudah selesai Nona," kata sang perias beberapa menit kemudian.Laura menengadahkan kepalanya. Melihat pantulan dirinya di kaca oval. Sapuan bedak tipis telah merubah kontur wajahnya."Wow ... Kau benar benar cantik, Nona. Kau terlihat seperti putri dari negeri dongeng," puji asisten MUA. Matanya berbinar terkagum kagum menatap Laura. Laura tersenyum tipis dan mengucapkan terimakasih."Mari Nona acara akan segera dimulai." Seorang pria tinggi, tua, kepala bagian atasnya botak, mengenakan seragam menghampiri Laura. Perempuan itu lantas berdiri mengangkat gaunnya. Laura berjalan dengan pelan. Langkah kakinya membawa ia keluar dari ruangan tata rias dan masuk ke dalam gedun
"Apa yang kau tunggu, hmm?" King tersenyum miring. Dicengkeramnya dua tangan Laura dalam satu kepalan kemudian ditariknya diatas kepala. Dua bola matanya yang indah sekaligus mematikan mampu membuat Laura menelan ludah. King pandai sekali menyudutkan lawan.Laura berusaha untuk tidak terintimidasi. Di beranikan kedua matanya menatap kembali lawan bicara. Sementara itu otaknya berpikir apa yang akan dilakukan jika Alena ada di posisinya."Oke! Aku akan menciummu jika itu yang kau inginkan. Tapi lepaskan dulu cengkramanmu. Pergelangan tanganku sakit."Ditatapnya Laura lamat-lamat sebelum dia melepaskan cengkeramannya. King mengikuti apa yang perempuan itu inginkan. Saat genggaman tangannya terlepas, saat king terkecoh. Laura dengan cepat membalik posisinya. King yang berada dibawah dan Laura yang berada di atas."Kau ingin dicium dimana, hmm?" Kini Laura yang bertanya sensual. "Kecupan pipi atau disini?" Tangan lentiknya menyentuh bibir king yang terbuka.King tersenyum miring. Satu sat
"King!" teriak Laura begitu panik. Pasalnya tadi ia mendengar suara jatuh. Perempuan itu berdiri didepan pintu setelah tadi berlari cepat."Apa aku baik baik saja?" tanyanya memastikan karena sejak tadi tidak ada jawaban. Kakinya bergerak gerak gelisah. Sedangkan jarinya mengetuk ngetuk tidak sabar."King! apa kau mendengarku?""Sssh.. akh .."Samar samar terdengar suaranya dari dalam. Laura membulatkan matanya karena merasa ada yang tidak beres. Perempuan itu menggoyang goyangkan handle pintu yang sejak tadi tidak mau terbuka."King, kau bisa buka pintunya dulu?"Masih tidak ada jawaban selain suara rintihan.Laura tidak punya waktu lagi. Dia menggigit bibirnya karena khawatir. Lalu sekuat tenaga dia berlari mencari kunci cadangan. Membuka satu persatu laci di kamarnya yang banyaknya minta ampun. Menggeledah kamar hotel yang luasnya setara dengan rumah Laura. Perempuan itu menyibakkan rambutnya frustasi karena tidak kunjung menemukan kunci. Ketika dia putus asa tak sengaja matanya me
"Cepat bayar hutangmu! atau ku hancurkan rumah ini beserta isinya." Rumahnya berantakan. Salah satu dari beberapa pria bertubuh gempal itu berteriak lantang. Mereka berpakaian serba hitam dengan kalung rantai dan tindik yang menghiasi bagian tubuhnya.Laura yang saat itu baru keluar kamar, hendak kembali ke rumah sakit untuk menjaga ibunya shock berat melihat orang orang tidak dikenal mengacak ngacak isi rumahnya."Hentikan omong kosongmu! Keluarlah dari rumahku! Aku tidak punya hutang kepadamu." Perempuan itu mengambil sapu guna mengusir mereka. Begitu sapu hendak diayunkan salah satu dari mereka dengan tampang yang paling garang melemparkan map diatas meja."Baca itu!!!""Aku sibuk! Untuk apa membaca hal yang tidak berguna seperti itu." Laura melangkahkan kaki. Menurutnya lebih baik keluar sekarang daripada membuang waktu melayani para bedebah itu. Namun seseorang mencengkram tangannya erat sekali. Saking eratnya ia merasa aliran darah menuju tangannya bagikan terhenti."Lihat bai
Hahaha .... Ini konyol sekali. Laura menggeleng gelengkan kepalanya. Perempuan itu tertawa terbahak bahak sambil bertepuk tangan.Sedangkan nyonya didepannya menatapnya datar dan bodyguard di belakangnya siap memukul Laura jika perempuan itu kelewatan."Kau hendak menikahkan ku dengan putramu? Aku mengerti jika kau takut putramu, maaf ... tidak laku. Tapi dari sekian juta wanita kenapa harus aku? Bukankah masih banyak gadis gadis yang lebih berada dan lebih cantik dibandingkan diriku?" tanya Laura begitu tatapannya tak sengaja lurus ke depan.Ia baru sadar sejak tadi mobil mobil mewah nan mengkilat terparkir di depan rumahnya yang kumuh. Sudah jelas pria itu berasal dari keluarga kaya."Karena kau mirip Alena," Jawab sang nyonya. "Dia adalah tunangan putraku yang meninggal saat kecelakaan mobil beberapa bulan lalu. Jadi sekarang kau terimalah tawaranku sebelum kau menyesal karena melewatkan kesempatan ini."Laura berpikir sebentar. Tiba tiba ponselnya berdering. Ternyata itu dari piha
"King!" teriak Laura begitu panik. Pasalnya tadi ia mendengar suara jatuh. Perempuan itu berdiri didepan pintu setelah tadi berlari cepat."Apa aku baik baik saja?" tanyanya memastikan karena sejak tadi tidak ada jawaban. Kakinya bergerak gerak gelisah. Sedangkan jarinya mengetuk ngetuk tidak sabar."King! apa kau mendengarku?""Sssh.. akh .."Samar samar terdengar suaranya dari dalam. Laura membulatkan matanya karena merasa ada yang tidak beres. Perempuan itu menggoyang goyangkan handle pintu yang sejak tadi tidak mau terbuka."King, kau bisa buka pintunya dulu?"Masih tidak ada jawaban selain suara rintihan.Laura tidak punya waktu lagi. Dia menggigit bibirnya karena khawatir. Lalu sekuat tenaga dia berlari mencari kunci cadangan. Membuka satu persatu laci di kamarnya yang banyaknya minta ampun. Menggeledah kamar hotel yang luasnya setara dengan rumah Laura. Perempuan itu menyibakkan rambutnya frustasi karena tidak kunjung menemukan kunci. Ketika dia putus asa tak sengaja matanya me
"Apa yang kau tunggu, hmm?" King tersenyum miring. Dicengkeramnya dua tangan Laura dalam satu kepalan kemudian ditariknya diatas kepala. Dua bola matanya yang indah sekaligus mematikan mampu membuat Laura menelan ludah. King pandai sekali menyudutkan lawan.Laura berusaha untuk tidak terintimidasi. Di beranikan kedua matanya menatap kembali lawan bicara. Sementara itu otaknya berpikir apa yang akan dilakukan jika Alena ada di posisinya."Oke! Aku akan menciummu jika itu yang kau inginkan. Tapi lepaskan dulu cengkramanmu. Pergelangan tanganku sakit."Ditatapnya Laura lamat-lamat sebelum dia melepaskan cengkeramannya. King mengikuti apa yang perempuan itu inginkan. Saat genggaman tangannya terlepas, saat king terkecoh. Laura dengan cepat membalik posisinya. King yang berada dibawah dan Laura yang berada di atas."Kau ingin dicium dimana, hmm?" Kini Laura yang bertanya sensual. "Kecupan pipi atau disini?" Tangan lentiknya menyentuh bibir king yang terbuka.King tersenyum miring. Satu sat
Hari pernikahan."Ingatlah yang kukatakan kemarin baik baik, Laura. Jaga sikapmu. Karena setelah ini kau akan semakin dekat dengan King. Jangan sampai dia mencurigaimu, mengerti?"Pesan Nyonya Eve tadi pagi terngiang ngiang díkepala Laura. Kini perempuan itu duduk di meja rias. Memakai gaun pengantin berwarna putih. "Sudah selesai Nona," kata sang perias beberapa menit kemudian.Laura menengadahkan kepalanya. Melihat pantulan dirinya di kaca oval. Sapuan bedak tipis telah merubah kontur wajahnya."Wow ... Kau benar benar cantik, Nona. Kau terlihat seperti putri dari negeri dongeng," puji asisten MUA. Matanya berbinar terkagum kagum menatap Laura. Laura tersenyum tipis dan mengucapkan terimakasih."Mari Nona acara akan segera dimulai." Seorang pria tinggi, tua, kepala bagian atasnya botak, mengenakan seragam menghampiri Laura. Perempuan itu lantas berdiri mengangkat gaunnya. Laura berjalan dengan pelan. Langkah kakinya membawa ia keluar dari ruangan tata rias dan masuk ke dalam gedun
Tidak ada suara lain selain suara mesin kendaraan yang terdengar. Setelah mengucapkan kata kasarnya tadi pria itu membungkam mulutnya rapat. Laura menoleh ke samping. "Apa aku melakukan kesalahan?" dia memberanikan diri untuk bertanya.Pria itu tidak menjawab. Pandangannya lurus ke depan. Seolah olah tidak mendengar apapun dan suara Laura hanyalah angin berhembus yang tidak berarti eksistensinya."Hey! Aku bertanya padamu," kata Laura sekali lagi. King menoleh sejenak. Matanya sempat membulat lalu kembali normal dalam beberapa detik. "Menurutmu?" tanyanya.Kemudian dia memalingkan wajah tampannya yang dingin ke depan seperti sedia kala.Sementara itu Laura meneguk salivanya kasar. "Dia benar benar mengerikan," ucap batinnya.Bersamaan dengan itu mobil berhenti. Mereka telah sampai di kediaman orang tua Alejandro. Pria itu turun lebih dulu dibantu Ernino untuk duduk di kursi rodanya.Sementara Laura masih terdiam di tempat duduknya bersama segala pemikiran yang berkecamuk dalam kepal
"Lepaskan dia!" suara baritonnya terdengar manly dalam setiap tekanan kata yang diucapkan. King menatap pria tua di depannya tajam dan penuh intimidasi. Ekspresinya datar, namun urat urat di sekitar lehernya tampak menyembul keluar."Kalau aku tidak mau? Dia mempunyai hutang yang sangat banyak. Jadi dia akan ku jadikan isteri paling muda dari isteri isteriku." Dia berjalan memutari tubuh Laura. Pisau di tangannya berkilat kilat, menyentuh kulit pipinya menghantarkan sensasi dingin. Laura menatap takut pisau yang sewaktu waktu dapat melubangi kulitnya. Memancarkan darah segar. Membayangkan saja membuat jantung Laura bergemuruh hebat dan kedua kakinya bergetar."Berapa uang yang kau minta?""Apa?" "Katakan! berapa hutang perempuan itu aku akan membayarnya." Meskipun duduk diatas kursi tidak mengurangi kewibawaan pria itu. Rambutnya dibelah tengah memamerkan jidat paripurnanya. Kemeja tangannya digulung sampai lengan memperlihatkan jam tangan mewahnya. Sementara itu dua kancing kemej
Hahaha .... Ini konyol sekali. Laura menggeleng gelengkan kepalanya. Perempuan itu tertawa terbahak bahak sambil bertepuk tangan.Sedangkan nyonya didepannya menatapnya datar dan bodyguard di belakangnya siap memukul Laura jika perempuan itu kelewatan."Kau hendak menikahkan ku dengan putramu? Aku mengerti jika kau takut putramu, maaf ... tidak laku. Tapi dari sekian juta wanita kenapa harus aku? Bukankah masih banyak gadis gadis yang lebih berada dan lebih cantik dibandingkan diriku?" tanya Laura begitu tatapannya tak sengaja lurus ke depan.Ia baru sadar sejak tadi mobil mobil mewah nan mengkilat terparkir di depan rumahnya yang kumuh. Sudah jelas pria itu berasal dari keluarga kaya."Karena kau mirip Alena," Jawab sang nyonya. "Dia adalah tunangan putraku yang meninggal saat kecelakaan mobil beberapa bulan lalu. Jadi sekarang kau terimalah tawaranku sebelum kau menyesal karena melewatkan kesempatan ini."Laura berpikir sebentar. Tiba tiba ponselnya berdering. Ternyata itu dari piha
"Cepat bayar hutangmu! atau ku hancurkan rumah ini beserta isinya." Rumahnya berantakan. Salah satu dari beberapa pria bertubuh gempal itu berteriak lantang. Mereka berpakaian serba hitam dengan kalung rantai dan tindik yang menghiasi bagian tubuhnya.Laura yang saat itu baru keluar kamar, hendak kembali ke rumah sakit untuk menjaga ibunya shock berat melihat orang orang tidak dikenal mengacak ngacak isi rumahnya."Hentikan omong kosongmu! Keluarlah dari rumahku! Aku tidak punya hutang kepadamu." Perempuan itu mengambil sapu guna mengusir mereka. Begitu sapu hendak diayunkan salah satu dari mereka dengan tampang yang paling garang melemparkan map diatas meja."Baca itu!!!""Aku sibuk! Untuk apa membaca hal yang tidak berguna seperti itu." Laura melangkahkan kaki. Menurutnya lebih baik keluar sekarang daripada membuang waktu melayani para bedebah itu. Namun seseorang mencengkram tangannya erat sekali. Saking eratnya ia merasa aliran darah menuju tangannya bagikan terhenti."Lihat bai