Mendengar sindiranku barusan, Kak Sean terdiam dengan wajah shock di tempatnya. Dia menatapku dengan tatapan tak terbaca, dan mulai memucat sambil menahan napas. Mungkin, egonya merasa tertampar dengan ucapanku barusan.
Namun, pria tak tahu malu ini memang harus aku tegaskan sedari awal. Agar dia tahu posisinya saat ini dan tak berani berharap lagi. Seperti yang pernah aku bilang pada istrinya tempo hari. Kalau soal statusnya sebagai ayah kandung Kean, aku memang tak akan bisa membantah hal itu. Namun, bukan berarti dia bisa seenaknya merasa berhak terhadap Kean atas dasar status itu.
Ingat! Bukan aku yang menjauhkan Kean darinya, melainkan dia sendiri yang mendorong pergi dan menyia-nyiakan Kean bahkan sebelum bayiku hadir di dunia ini. Jadi ... aku tidak salah ‘kan ji
“Anita, batalkan semua meeting saya hari ini!”Anita langsung berjengit kaget. Saat aku memberi titah sambil berjalan dengan cepat ke arah mejanya.“Iya, Bu. Kenapa?” tanya Anita refleks.“Batalkan meeting saya hari ini. Karena saya harus segera ke rumah sakit sekarang,” terangku kemudian.“Rumah sakit? Ibu sakit?” tanya Anita lagi.“Bukan saya, tapi Kean.”“Tuan Kean kenapa, Bu?”“Alergi
“Rara jangan lari-lari!” seru Kak Sean lantang, saat aku langsung meloncat turun dari mobilnya, kemudian berlari sambil terseok masuk ke rumah sakit.Sejujurnya kakiku memang terasa ngilu sekali jika digerakkan, namun demi Kean, aku tidak menghiraukannya.“Rara?! Jangan lari!”Ternyata Kak Sean menyusulku cepat dan langsung mencekal tanganku demi menghentikan langkahku. Aku pun menghela tangannya cepat dan tak mengindahkan larangannya sama sekali.“Rara?”“Lepasin, Kak?!” Aku menghela tangannya dengan cepat sekali lagi, saat dia kembali mencekal tanganku dengan kurang ajar.Apa sih maunya nih cowok?
“Ken?” panggilku tanpa sadar, saat melihat pria jangkung yang dua hari ini mengabaikanku, kini tengah berderap tegap menghampiri kami.“Hai,” sapanya dengan senyum manis seperti biasa, “Maaf, ya. Tadi aku sedang ada operasi, jadi gak bisa jawab panggilan kamu,” lanjutnya lagi seraya merangkul pinggangku dengan posesif.Aku pun mengerjap beberapa kali dan seperti diingatkan jawab Bi Mirna sebelum aku menutup telepon tadi siang. Benar juga! Tadi Bi Mirna bilang Ken pamit setelah dapat panggilan dari umah sakit karena ada operasi. Tentu saja itu membuat dia meninggalkan ponselnya dan tak bisa menjawab teleponku sedari tadi. Ya Tuhan, ternyata aku sudah berburuk sangka padanya.Aku kira Ken tidak mau mengangkat teleponku lagi, dan mengabaikan aku. Ternyata ... dia memang sedang sibuk.
Syukurlah, setelah mendengar ucapan Ken. Pria itu, aka Tuan Sean Abdilla akhirnya mau pergi meninggalkan Rumah sakit.Tidak, sebenarnya awalnya dia masih tetap ngotot dan tak ingin pergi demi ikut menunggui Kean. Membuat Ken mulai terbawa emosi dan menariknya menjauh dari tempatku untuk bicara berdua.Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Namun dari tempatku, aku melihat, sepertinya mereka berdebat hebat. Aku bahkan sampai melihat Ken ditunjuk-tunjuk oleh pria galak itu. Namun Ken menanggapinya dengan tenang, meski dari tatapan matanya tak setenang yang terlihat.Walau keseharian Ken itu selalu riang dan ramah seperti sifatnya Bunda Karina, tapi ada saat-saat tertentu di mana dia akan menunjukan kemiripannya dengan Pak Arjuna, Daddy
Permintaanku disambut suka cita oleh Ken. Pria itu bahkan melompat dengan riang sambil berseru ‘yes!’ dengan lantang sekali, saat aku memberi anggukan untuk meyakinkannya sekali lagi.Setelah itu, Ken menggendongku seenaknya dan mengajakku berputar-putar sambil tertawa riang, membuat kami langsung jadi pusat perhatian semua orang.Aku malu sekali, sungguh!! Tapi aku juga bahagia. Karena sikap Ken membuat aku terharu, dan merasa diinginkan. Aku merasa spesial setiap kali bersamanya. Ken memang selalu luar biasa dalam memperlakukan wanita. Semoga kali ini aku tak salah pilih!Bukan hanya itu saja, kebahagiaanmu rasanya terasa makin sempurna dengan kabar jika ternyata kondisi Kean dinyatakan stabil tak lama setelahnya, da
“Mau aku temani?” Ken memberi penawaran, saat melihat aku masih ragu untuk membuka pintu di hadapanku, yang sebenarnya sudah beberapa menit hanya aku pandangi.Meski sebenarnya ide Ken itu sangat menggiurkan, tapi kurasa, tidak. Aku tak ingin membuat Ken tak nyaman dengan obrolanku dan Mama Sulis nanti.Benar, setelah perdebatan cukup alot di apartemenku tadi, antara Kak Sean dan Ken. Akhirnya, Ken pun meluluskan permintaan Kak Sean, agar bisa membawaku menemui Mama Sulis.Tentu saja, Ken itu punya hati yang lembut dan mendengar kondisi Mama Sulis serta keinginannya, Ken pun luluh, lalu akhirnya malah ikut membantu Kak Sean dalam membujukku.Meski dia tidak tahu apa yang akan Mama Sulis bicarakan padaku, atau lebih tepatnya apa yang akan Mama Sulis minta dari
“Mah, sebenarnya apa yang terjadi.”Aku pun akhirnya mulai menuntut, saat Mama Sulis malah terdiam lama, setelah tadi sudah seenaknya membuatku penasaran. Sungguh, aku sudah tak sabar ingin mengetahui semua kenyataan yang mereka sembunyikan di belakangku. Mama Sulis terlihat menghirup napas dalam sebelum akhirnya menghembuskannya secara perlahan.“Kami berzina, Ra.”Apa?!“Maksudnya?” Aku bertanya tak mengerti.“Mama dan ... papimu sempat berzina, Ra.”Deg!Apa? Apa katanya barusan? Mama dan Papi pernah ...
Tidak seperti biasanya. Hari itu, mobil yang melaju dengan kecepatan sedang di jalan yang lumayan lengang itu, terasa sepi sekali. Tanpa adanya obrolan, banyolan ataupun suara radio yang menemani perjalanan.Benar-benar membosankan sekali. Padahal biasanya, ada saja kelakar pria di sampingku ini untuk meramaikan suasana. Tahu sendiri ‘kan bagaimana dia? Namun, mau bagaimana lagi? Suasana hatiku juga terlalu buruk saat ini, hingga untuk memulai sebuah obrolan pun, aku malas sekali.Ya, suasana hatiku memang terasa kacau paska mendengar cerita Mama Sulis. Membuatku memilih bungkam setelahnya, karena masih bingung mencerna semua kenyataan ini. Tak ayal, ke bungkamanku membuat Ken turut bungkam, karena menghargai privasiku. Dia tahu aku sedang tidak baik-baik saja saat ini, dan memberi waktu padaku untuk menenangkan diri.