Kelsyana tersenyum lembut, dia mengamati wajah tampan Axel dan menilai dengan baik. Hanya dengan melihat dia bisa tahu bahwa latar belakang Axel bukanlah keluarga biasa. Putrinya tak akan bisa disamakan. Tidak, hanya dengan mengandalkan keluarga Oswald, putrinya akan diintimidasi. Karena dia sangat mengetahui bagaimana tata cara keluarga besar dalam mengurusi pernikahan putra putri mereka.Kemudian wajah Kelsyana muram. Senyum menghilang dari wajah cantiknya. Dia menatap Axel dingin. Putrinya, dia tak ingin ada yang menyakiti putrinya. Karena ketampanan juga merupakan masalah, maka semua tak akan mudah. Terlebih pengalaman pribadinya membuatnya hati-hati pada pria yang akan mendekati putrinya.Hal itu tak luput dari pengelihatan Axel. Membuat jantung Axel sedikit berdetak kencang. Ada yang salah dalam tatapan akhir ibu mertuanya. Senyum itu awalnya sangat lembut, terkesan ramah tapi kemudian berubah dingin dan sedikit menghakimi. Dia tiba-tiba merasakan krisis tak terkira."I-ibu mert
Chana melangkah dengan tatapan kosong. Ingatan tentang pemaksaan Logan, lalu Axel yang juga memaksanya benar-benar memberikan pukulan berat baginya. Dia sama sekali tak merespon panggilan Axel padanya, matanya hanya menatap lurus ke depan. Rasa takut dan kepanikan akan hal buruk yang akan terjadi membuatnya kesulitan bernapas. Seluruh tubuhnya terasa kotor hingga dia ingin membasuhnya berkali-kali."Chana, Chana, maafkan aku."Axel berkali kali meminta maaf. Dia melepas jas hitamnya, membungkus tubuh depan Chana lembut. Tapi gadis itu tak merespon. Hanya terus berjalan hingga jas yang dia letakkan terjatuh. Terinjak dan ditinggalkan begitu saja. Saat itu seluruh instingnya memburuk. Dia takut jika Chana meninggalkannya. Dia tak mendekat lagi saat melihat tubuh Chana masih gemetar penuh ketakutan. Hal ini melemparkan seluruh ambisinya ke belakang. Dia tertampar dengan kenyataan bahwa dia menciptakan luka di tubuh dan hati Chana.Langkah Axel terhenti saat melihat Dominic mendekat dan b
"Axel, aku tak akan lagi menyentuhnya. Tidak, aku akan mengambil jalan lain jika berpapasan dengannya. Jadi tolong selamatkan keluargaku. Axel," Alice kembali berlutut, meski nyeri rasa sakit dari lututnya yang berdarah kembali menapaki lantai dingin. Dia menangkupkan kedua tangannya lalu menggosoknya naik turun tak beraturan. Matanya menatap Axel yang seolah tak peduli pada semua hal yang dia lalukan."Axel, kumohon.""Apa kau pernah memikirkan hari ini saat hendak menyentuhnya?" Alice menggeleng kuat. Air mata mengalir lagi di pipinya. Penyesalan terdalam menggerogoti hatinya. Kenapa, kenapa dia menemui Chana. Harusnya dia mengabaikannya. Di tengah permohonan Alice yang masih berlutut, Dominic masuk dan berdiri di antara mereka. Dominic menganguk ringan lalu membuka suara yang membuat ketakutan Alice semakin nyata. "Tuan muda, tuan Logan telah tiada. Sesuai perintahmu, tak akan ada yang membantu keluarganya sampai akhir." "Itu pantas untuknya." Axel menggerakkan tangannya membu
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Chana bingung. "Nona, orang terus memadat. Ini cafe dengan ruangan terbuka. Mari ambil tempat tertutup," saran Oscar bijak. Dia melihat Ini sangat mencolok. Karena Alice merupakan bintang besar maka wajahnya mudah dikenali orang. Terlebih Alice tiba-tiba berlutut dengan wajah pucat dan mata yang bengkak. Chana meraih bahu Alice untuk membuatnya berdiri. "Jangan bersikap seperti ini, Alice. Oscar, pesan ruangan tertutup sekarang." Oscar bertindak cepat sedangkan Alice menolak bangun, dia tetap berlutut dan menangis. Tak peduli meski kerumunan orang telah terbentuk, tapi menyelamatkan nyawanya jauh lebih penting dari semuanya. "Tidak, tidak, tidak. Chana, aku tak akan bangun jika kau tak menyelamatkan aku." "Aku tak mengerti apa yang kau katakan. Bagaimana aku bisa menyelamatkanmu?" Alice mendongak, matanya berbinar. "Kau akan menyelamatkanku kan? Chana, hanya kau yang bisa menyelamatkan aku." Firasat Chana memburuk. Dia sangat ingat, di awal pertem
Chassy tertegun saat melihat Axel duduk di ruang tamu dengan nyaman. Ketampanan yang tak biasa. Tidak, dia bahkan tak berkedip saat pertama kali beratap muka dengan Axel. Dia yang baru saja bersedih karena ibunya yang dipenjara lalu kematian Logan yang tiba-tiba. Posisinya di rumah tak lagi aman dan dia butuh hiburan. Lalu Tuhan seakan mengirimkan hadiah terbaik sebagai hadiah cobaan. Bagaimana dia tidak semangat? Terlebih pria ini sangat menjanjikan."Ayah sedikit terlambat, mungkin-""Nona bisa melanjutkan aktivitas lainnya." Potong Dominic cepat. "Tak perlu menghiraukan kehadiran tuan muda. Karena Tuan Elden sudah dalam perjalanan."Chassy melirik tak suka. Bagaimana bisa dia pergi dan melepaskan kesempatan ini? Dia melorotkan matanya pada Dominic secara terang-terangan. "Tuan, sepertinya kau salah dalam menegurku. Aku adalah Nona dari keluarga ini, dan setiap tamu yang datang adalah tamuku.""Kami tidak datang untuk menemui Nona."Chassy bungkam. Dia melirik Axel yang seolah tak p
"Ke-kenapa kalian ...," Lebih tepatnya, kenapa mereka berdua terkejut? Chassy sedikit pucat. Perasaannya sedikit takut dengan hal buruk yang sempat dia bayangkan. "Chassy, apa kau tahu siapa 'dia' yang Axel maksud?" tanya Elden sedikit pusing. Putrinya, Chassy yang awalnya begitu dia banggakan kini berubah menjadi anak bodoh yang tak tahu malu. Chassy menatap Axel malu, wajahnya bersemu merah saat Axel menatapnya. Dia menunduk tersipu. "Itu, bukankah aku?" Dengan sangat percaya diri, Chassy menunjuk dirinya sendiri. Kebodohannya karena terlalu bahagia hingga tak bisa melihat raut wajah Axel dan ayahnya yang telah berubah."Hah," Elden menggeleng frustasi. Sedangkan Dominic tertawa kecil melihat ketidak berdayaan Elden. Axel menggeleng lemah. Dia membuang pandangannya, membuat Chassy yang tertawa bingung. "A-apakah bu-kan? Ta-pi, tapi ayah, pernikahan bisnis ini, hanya aku yang pantas berdiri." Karena keluarga besar seperti Axion hanya pantas memiliki menantu cerdas yang cantik s
"Benar, benar, kakak ipar sangat benar. Kakak pertama memang penipu! Dia juga tak masuk akal. Tuntutan itu juga salah satunya. Benar-benar tak tahu malu." Raizel menyahut setuju. Dia menganguk anggukan kepalanya saat mengingat tuntutan yang Axel keluarkan untuk Chana. Bahkan jika dia pria, dia tak akan menjadi tak tahu malu seperti kakak pertamanya.Dan Chana hanya bisa menaikkan satu ujung alisnya. Bibirnya mendesah pasrah. Wajahnya menunjukkan sedikit kelelahan karena harus bersama orang-orang yang sejenis dengan yang harus dia singkirkan. Dia tak mengerti, kenapa dia harus mengalami ini. "Oscar, ayo kita kembali."Raizel menahan tangan Chana tanpa ragu. Seolah hal itu sudah biasa. "Kakak ipar, jangan seperti ini. Kita bertemu untuk mengajukan bisnis. Itu-""Apa kau akah benar-benar membantu?""Aku akan membantumu. Benar, aku akan membantumu."Chana kembali duduk, dia menyimpangkan kedua tangannya di dada. "Aku ingin bercerai dengan Axel.".........Butuh waktu lama bagi Raizel un
Satu jam lalu sebelum Axel berlutut dengan menaikkan kedua tangannya sebagai hukuman. Chana mendorong Axel yang memeluknya dengan cepat. Matanya menatap Axel marah karena banyak hal yang harus dia bicarakan. Tapi pembicaraan itu tak mungkin di lakukan di hadapan banyak mata seperti saat ini. Elden mendesah kasar, rasa sakit kepalanya cukup membuatnya lelah. Elden menatap Chana seolah meminta penjelasan. Chassy menunggu, dia hanya penasaran akan kebenaran yang terjadi. Sedangkan Agraf, dia merasa harus mengetahui semuanya karena ini bersangkutan dengan wanita yang dicintainya."Chana," panggil Elden lemah. "Bajingan ini mengatakan bahwa kalian sudah menikah. Tapi ayah tak pernah merasa memberikan izin apapun padamu." "Kak Chana, sebaiknya katakan dengan benar. Kau selalu membuat masalah," Chassy ikut menimpali. Matanya menatap Axel membara. Pria ini harus menjadi miliknya.Chana mengabaikan Chassy, menatap Axel lalu beralih pada Elden. "Aku sudah mengajukan surat perceraian, Ayah. Ja
Chana membuka pintu kamarnya dan teringat dengan flashdisk yang dia terima. Rasa ingin tahunya meningkat pesat namun dia juga sadar bahwa dia tak memiliki laptop di rumah ini. Menyelinap ke ruang kerja ayahnya, dia membawa dua flashdisk yang dia dapatkan dengan tangan gemetar karena pertama kalinya menyelinap ke ruang kerja ayahnya. Awalnya dia sangat bimbang untuk memilih flashdisk mana yang akan dia buka dulu. Tapi ketika mengingat wajah tampan Richard, dia pun memutuskan untuk membuka flashdisk yang Richard berikan terlebih dahulu. Mata Chana terfokus pada layar monitor yang mulai menampilkan gambar. Dia menyilangkan kedua tangannya di dada setelah memilih salah satu video dari tiga video yang ada. Namun setelah beberapa detik layar monitor itu tetap gelap. Kesunyian mendominasi kecuali suara gemerincing besi yang sesekali terdengar. "Apa ini. Video ini dalam ruangan yang gelap. Apakah Richard ingin mempermainkan aku?" Tapi kemudian Chana terpana saat ruangan gelap dalam video i
Chana merasakan aneh karena tiba-tiba Oscar menjauh seolah menjaga jarak. Tanpa sadar dia mengikuti arah pandang Oscar yang jatuh pada pria tinggi yang mulai datang menghampirinya. Entah kenapa, rasa tak peduli hadir saat dia mengingat kejadian yang dia temukan di kantor Axel. Axel berdiri di tengah pintu cukup lama, matanya mengedar pelan dan pandangannya jatuh pada peti mati lalu Chassy dan Elden yang masih menangis berpelukan. Rion adalah orang yang memberitahu dirinya tentang kematian Agraf saat mereka baru saja berkumpul bersama malam ini. Tapi dia juga tak menyangka bahwa akan melihat Oscar begitu dekat dengan Chana. Keduanya tampak sangat akrab dengan pembicaraan yang terlihat serius. Tapi hal yang mengusik pandangannya adalah tatapan Oscar pada istrinya begitu menganggu. Axel tak menyukainya. Saat melihat Oscar menjauh, dia sedikit lega, tapi dia tak menyangka akan mendapatkan tatapan acuh tak acuh dari istrinya. Tatapan yang mengatakan bahwa kehadirannya menganggu dan dia t
Damon membanting pintu ruangan kerjanya lalu mengunci rapat. Meletakkan tubuh Chelsea ke lantai dingin tanpa perasaan. Matanya menyala melihat wajah cantik di depannya tengah mengigit jari lentik dengan menjulurkan lidah secara sensual. Tanpa sadar, tangannya terulur, menarik stoking tipis yang Chelsea gunakan. Robekan yang terjadi membuat pemandangan menjadi semakin indah. Chelsea terlihat sangat cantik dengan pakaian yang tak lagi utuh, kulit paha yang mulus dengan rambut panjang berwarna pirang yang tergerai acak. "Nona, kau sangat cantik." Pujian itu tulus, Di mata Damon kecantikan yang sempurna akan lebih nyata jika wanita di depannya tak mengenakan pakaian apa pun. Sebagai pria dia memiliki gairah yang normal. Dan di depannya, seorang wanita dengan sengaja menggoda dirinya secara terang-terangan. "Tuan, dari mana kita akan mulai?" Chelsea kehilangan seluruh kesadarannya. Ingatannya hanya berputar pada malam-malam panjang penuh jeritan kenikmatan yang pernah dia lalui sebulan
Damon menyeret Chelsea kasar memasuki sebuah lift yang terletak di balik kamar ruang pribadi Axel di Axion Company. Axel hanya menatap datar saat tubuh ramping Chelsea mencoba memberontak dan melambaikan tangan padanya. Kemudian sudut bibir Axel terangkat tipis, dia melihat secangkir teh yang dipaksakan Damon untuk Chelsea minum. Meski menolak, nyatanya wanita gila itu meminumnya meski tak semuanya. "Tidak, Axel, Axel, tidak. Aku tak ingin kembali. Axel," "Nona, diam dan patuhlah. Atau tuan muda akan marah." "Lepaskan, lepaskan tanganku. Aku harus menamparnya karena berani mengusirku dan menikahi wanita lain!" Damon tak bereaksi dan tetap menyeret tangan Chelsea. Meski Chelsea terjatuh di lantai, Damon tetap menarik tangan kurus itu tanpa memperdulikan cakaran yang bersarang di tangannya. Mendengar kata-kata Chelsea, sudut bibir Axel tertarik. Minatnya tiba-tiba bangkit saat dia melirik cangkir teh yang telah kosong. "Damon, lepaskan dia." Damon terhenti, dia berbalik. "Tuan mud
Chana tersenyum tipis. "Aku tidak peduli." Lebih tepatnya dia pura-pura tak peduli. Karena dia tak ingin menjadi sejata bagi orang lain. Semua orang disekitarnya hari ini selalu membahas Axel. Pria itu tak terkejut. Dia meraih tangan Chana secara tiba-tiba lalu meletakkan sebuah flashdisk di genggaman tangan Chana. "Aku tahu kau tak peduli, tapi alangkah baiknya jika kau mengetahui suamimu dengan baik." Chana menatap flashdisk di tangannya. "Apa tujuanmu?" Chana tidak bodoh. Berdiri sebagai Tuan muda Axion, Axel jelas memiliki banyak musuh. Dia hanya sedikit waspada, meski dia sendiri juga melihat Axel memeluk seorang wanita, lalu Alice yang telah memperingatkannya. Kini seorang pria asing yang bahkan tak dia kenali datang memberikan informasi. Mungkin Alice hanya ingin dia hati-hati tapi pria ini, pasti memiliki tujuan pasti. Dia tak akan terseret dengan mudah. "Membawamu pulang ke keluarga Aster," jujur pria itu terbuka. "Kakek ingin melihat salah satu cucunya yang tak pernah di
Chana mempercepat langkahnya saat telepon Oscar terhubung. Untuk sesaat, semua hal tentang Axel yang dia pikirkan hampir setengah hari terlupakan begitu saja. "Nona, ibu nona mengunjungi rumah utama Oswald." Wajah Chana sedikit panik. "Siapa yang menyambutnya?" "Itu ... Nona Chassy yang ada di rumah utama. Sedangkan tuan besar masih belum kembali." "Apakah ibu baru berangkat atau sudah di sana?" "Kemungkinan sudah tiba di rumah utama." "Bagaimana dengan kakek?" "Ketua akan kembali lusa.""Baiklah. Aku akan segera bergegas." Chana menutup telepon yang tersambung dan segera kembali. Sedangkan di rumah utama Oswald, Kelsyana masih berdiri saat pintu rumah utama Oswald terbuka. Chassy berdiri di tengah pintu dengan wajah muram. "Kami tak menerima tamu," Kelsyana yang baru menjalani operasi pita suara dua minggu lalu tersenyum. Suaranya kembali meski belum begitu normal. "Aku bukan tamu." Chassy terbelalak, tangannya bergerak untuk menutup pintu tapi tertahan saat tangan Kelsyan
Jika Chana masih merenungkan kata-kata Alice, di Axion Company, Axel sangat terkejut dengan kedatangan Chana untuk pertama kalinya. Lebih tepatnya dia tak pernah berpikir bahwa suatu hari istrinya akan datang berkunjung. Masalahnya, kenapa istrinya datang di saat yang tak tepat. Hal ini membuatnya gusar. "Chana," gumam Axel cukup jelas. Dia mendorong tubuh wanita yang memeluknya hingga terjatuh. Kepanikan terlintas sesaat di mata hitamnya. "Chelsea, menjauh dariku!" Dia bergegas mengejar Chana namun tertahan saat tangan Chelsea menahan kakinya yang baru melangkah. "Axel, jika kau berani mengejarnya maka jangan salahkan aku jika kakek mempercepat pernikahan kita." Langkah Axel terhenti, dia berbalik menatap wanita cantik yang telah merapikan pakaiannya. Tatapan matanya menghujam dalam, dia meraih rahang Chelsea tanpa belas kasihan. "Ulangi sekali lagi." Chelsea tersenyum, dia menatap mata Axel tanpa takut. "Kita akan menikah." Axel tersenyum lembut. Sangat lembut hingga orang meng
"Axel aku merindukanmu, sangat merindukanmu." Tatapan Chana terpaku pada dua orang yang berpelukan erat. Seluruh tubuhnya kaku, dan sesuatu yang berat menghantam sudut egonya. Sesuatu dalam dirinya seolah menertawakan dirinya sendiri, yang entah bagaimana bisa sampai di tempat ini. "Axel," ujarnya lirih. Dia ingin sekali tertawa saat kilas masa depan terbayang sekilas. Penghianatan!Sesuatu yang menjijikkan terasa merayap di atas kulitnya. Menggelitik namun sangat menyakitkan. Akhirnya matanya terbuka jelas. Sesuatu seperti ini memang tak cocok untuknya. Tidak, dia tak akan tertipu dan jatuh pada lubang yang sama. Hal seperti ini, dia harus menyingkirkannya. Langkahnya sangat ringan, berbalik meninggalkan ruangan yang terbuka lebar. Satu sudut bibirnya tertarik sinis. "Kau mengejarku layaknya seorang pria tak tahu malu tapi kau memeluk wanita lain di belakangku. Axel, kau sangat luar biasa." Hatinya yang mati kini seolah tersiram racun yang lebih mematikan. Seluruh darah di tubu
Paris, Perancis. Kota A. Bangunan tinggi yang merupakan perusahaan terbesar di kota A, Axion company, tampak sangat tenang siang ini. Di sebuah ruangan yang sunyi, Axel duduk memeriksa tumpukkan dokumen penting sedangkan Dominic baru saja masuk."Tuan muda," Axel menoleh sesaat dan kembali fokus pada dokumen di tangannya."Apa kau mengawasi mereka?" Dominic mengangguk. Dia menghela napas sesaat lalu menyuarakan laporannya. "Tuan Muda, Nona Chassy tidak keluar dari kediaman Oswald selepas pemakaman ibunya dua minggu ini. Tuan Agraf terlihat sangat sibuk memunguti sisa-sisa bisnisnya yang dapat diselamatkan. Namun itu adalah hal yang sia-sia. Karena orang kita telah melenyapkan semuanya." "Bagaimana dengan keadaan di sekitar istriku?""Nyonya Chana menemui ketua Oswald yang telah kembali dan tinggal di Villa barat kota A. Lalu akhir-akhir ini, seorang pria asing dari negara Inggris, kota G, sering mengunjungi ibu nyonya." Axel mendengarkan laporan Dominic dengan seksama. Dia menge