"Ke-kenapa kalian ...," Lebih tepatnya, kenapa mereka berdua terkejut? Chassy sedikit pucat. Perasaannya sedikit takut dengan hal buruk yang sempat dia bayangkan. "Chassy, apa kau tahu siapa 'dia' yang Axel maksud?" tanya Elden sedikit pusing. Putrinya, Chassy yang awalnya begitu dia banggakan kini berubah menjadi anak bodoh yang tak tahu malu. Chassy menatap Axel malu, wajahnya bersemu merah saat Axel menatapnya. Dia menunduk tersipu. "Itu, bukankah aku?" Dengan sangat percaya diri, Chassy menunjuk dirinya sendiri. Kebodohannya karena terlalu bahagia hingga tak bisa melihat raut wajah Axel dan ayahnya yang telah berubah."Hah," Elden menggeleng frustasi. Sedangkan Dominic tertawa kecil melihat ketidak berdayaan Elden. Axel menggeleng lemah. Dia membuang pandangannya, membuat Chassy yang tertawa bingung. "A-apakah bu-kan? Ta-pi, tapi ayah, pernikahan bisnis ini, hanya aku yang pantas berdiri." Karena keluarga besar seperti Axion hanya pantas memiliki menantu cerdas yang cantik s
"Benar, benar, kakak ipar sangat benar. Kakak pertama memang penipu! Dia juga tak masuk akal. Tuntutan itu juga salah satunya. Benar-benar tak tahu malu." Raizel menyahut setuju. Dia menganguk anggukan kepalanya saat mengingat tuntutan yang Axel keluarkan untuk Chana. Bahkan jika dia pria, dia tak akan menjadi tak tahu malu seperti kakak pertamanya.Dan Chana hanya bisa menaikkan satu ujung alisnya. Bibirnya mendesah pasrah. Wajahnya menunjukkan sedikit kelelahan karena harus bersama orang-orang yang sejenis dengan yang harus dia singkirkan. Dia tak mengerti, kenapa dia harus mengalami ini. "Oscar, ayo kita kembali."Raizel menahan tangan Chana tanpa ragu. Seolah hal itu sudah biasa. "Kakak ipar, jangan seperti ini. Kita bertemu untuk mengajukan bisnis. Itu-""Apa kau akah benar-benar membantu?""Aku akan membantumu. Benar, aku akan membantumu."Chana kembali duduk, dia menyimpangkan kedua tangannya di dada. "Aku ingin bercerai dengan Axel.".........Butuh waktu lama bagi Raizel un
Satu jam lalu sebelum Axel berlutut dengan menaikkan kedua tangannya sebagai hukuman. Chana mendorong Axel yang memeluknya dengan cepat. Matanya menatap Axel marah karena banyak hal yang harus dia bicarakan. Tapi pembicaraan itu tak mungkin di lakukan di hadapan banyak mata seperti saat ini. Elden mendesah kasar, rasa sakit kepalanya cukup membuatnya lelah. Elden menatap Chana seolah meminta penjelasan. Chassy menunggu, dia hanya penasaran akan kebenaran yang terjadi. Sedangkan Agraf, dia merasa harus mengetahui semuanya karena ini bersangkutan dengan wanita yang dicintainya."Chana," panggil Elden lemah. "Bajingan ini mengatakan bahwa kalian sudah menikah. Tapi ayah tak pernah merasa memberikan izin apapun padamu." "Kak Chana, sebaiknya katakan dengan benar. Kau selalu membuat masalah," Chassy ikut menimpali. Matanya menatap Axel membara. Pria ini harus menjadi miliknya.Chana mengabaikan Chassy, menatap Axel lalu beralih pada Elden. "Aku sudah mengajukan surat perceraian, Ayah. Ja
Elden kembali memijit pelipisnya. Dia tak pernah membayangkan bahwa penerus Axion company akan berlutut seperti ini. Terlebih pria itu bersujud untuk putrinya. "Chana, apa yang bajingan ini lakukan? Hentikan dia, hentikan perkelahian kalian. Kalian membuat ayahpusing.""Ayah-" "Hentikan. Ayah sangat lelah akhir-akhir ini. Mari makan malam dengan tenang." potong Elden membuat Chana bungkam. Elden berjalan dengan mata melirik Axel sekilas. "Kau mungkin berhasil menikahi putriku, tapi jangan berpikir bahwa aku sudah setuju."Axel menyembunyikan senyumnya dengan ekspresi yang datar. Dia menatap Chana yang juga memijit kepalanya. "Sayang," "Berhenti," ucap Chana mendesah lelah. Dia menatap Axel pasrah. "Hentikan semuanya, Axel. Aku lelah." "Sayang," "Bangunlah. Bangun dan ayo kita makan malam." "Apakah itu artinya kau memaafkanku?" Chana memejamkan matanya frustasi. Seperti ini lagi, dia merasa tak berdaya dengan semua jebakan yang Axel tebar. Dia pun menganguk pasrah. Dan detik ber
Axel menaiki tangga dengan langkah pasti. Matanya menatap pintu kamar Chana yang tertutup, lalu beralih pada pintu sebelah kamar Chana yang akan dia tinggali. Hanya saja, dia tak menyangka melihat Chassy tengah mengendap dengan tangan memegang gagang pintu kamar dengan kepala yang mengintip ke dalam."Nona, apa yang kau lalukan?" Berdiri tak bergerak, Axel melihat tubuh Chassy berbalik cepat. Gaun tidur yang sangat tipis berwarna maroon sangat kontras dengan kulit putih Chassy yang terekpos samar. Aroma sedikit kuat tercium, membuatnya mundur dengan tangan menutup hidung sesaat."Aroma Chana tak seperti ini. Itu sedikit lembut dan nyaman," gumam Axel dalam hati. Tiba-tiba dia merindukan Chana lebih cepat. Dia bahkan tak menatap wajah Chassy yang tampak malu-malu dengan rona merah muda samar.Chassy tersentak, tak menyangka akan ditemukan secepat itu. Rambut panjangnya bergoyang, dia menyingkirkan rambutnya ke belakang telinga, membuat belahan dadanya terlihat jelas. "Eh, oh, Axel. Aku
Pagi hari, dua pasang kaki tampak saling berdekatan dari bawah selimut yang menutupi tubuh. Axel bangun pertama kali dan menatap wajah cantik Chana yang terlelap dalam pelukannya. Senyumnya tersungging tipis melihat Chana menggeliat dan dia otomatis menutup matanya. "Ugh," lenguh Chana lemah, dia merasa seluruh tubuhnya remuk. Dia menengadah hanya untuk mendapati wajah Axel yang terlelap. Menelusuri wajah tampan di depannya, semua hal yang telah mereka lakukan semalam terbayang. Membuat wajahnya bersemu merah namun juga rasa kesal datang saat dia mengingat bahwa Chassy dibalik semua insiden sebelum semua terjadi."Apa yang kau pikirkan?" Chana berkedip saat suara serak itu berbisik lembut di telinganya. "Kau sudah bangun?" "Apa kau sedang memikirkan alasan akan kau berikan tentang kejadian semalam?" Wajah Chana memerah sekali lagi. "Itu-" "Sayang, suka atau tidak, kita menikmatinya bersama. Aku tak akan mengaku salah seperti terakhir kali." Chana menahan tawanya, dia menyembunyi
"Ibu, Ibu, Ibu!"Tangisan Chassy terdengar pilu di tengah hujan badai yang terjadi di luar. Di rumah utama keluarga Oswald, Mesya dikembalikan dalam keadaaan yang sangat mengenaskan. Tak satupun tubuhnya terlihat baik karena banyaknya luka sayatan di atas tubuh pucat yang kurus."Tidak, ibu, bagaimana kau bisa meninggalkan aku sendirian? Ibu, ibu, bawa aku bersamamu."Chassy tampak terguncang. Selama ini dia percaya bahwa Agraf akan mengurus ibunya dengan baik. Dan ibunya segera kembali, jadi dia tak berniat menjenguk walau sekali. Tapi dua minggu kemudian, ibunya kembali dalam keadaan tak bernyawa. Ibunya pergi tanpa dia tahu apa yang selama ini telah terjadi. Penyesalan datang bagai luka yang panjang. Chassy menangis, meraung dan berkali kali tak sadarkan selama proses pemakaman.Chana, menatap lurus dari kaca mata hitamnya pada mayat Mesya yang hampir tak dikenali. Tak ada rasa sedih atau pun simpati saat tubuh Mesya diletakkan dalam peti mati. Melihat Chassy yang terguncang, hatin
Chana menoleh saat seorang pria yang cukup tampan dan tinggi tak dia kenali tiba-tiba berdiri di hadapannya. Dengan rambut tatanan rapi dan kacamata hitam yang masih menutupi kedua matanya, pria itu menunduk sesaat menghormatinya."Kakak ipar," Chana mengerutkan keningnya. Suara yang cukup asing juga nada yang terdengar baru menghampiri telinganya. Dia tak yakin, tapi jika pria ini memanggilnya kakak ipar, maka itu pasti Matteo atau mungkin saja Raizel. Karena hanya dua orang ini yang selalu memanggilnya seperti itu. "Matteo?" panggil Chana tak yakin karena wajah pria ini tak jauh berbeda dari Matteo. Keduanya cukup tampan, hanya saja pria ini sedikit lebih pendek dari Matteo.Pria itu menggeleng lemah. "Rion. Kakak ipar, aku Rion Dario Archer. Salam kenal kakak ipar, dan aku turut berduka cita. Tapi ngomong-ngomong, apakah kakak ipar membutuhkan balasan yang lebih kejam?" "Y-ya?" Archer. Saat nama keluarga itu disebutkan, Chana bergeming. Butuh waktu beberapa detik sampai dia bi
Chana membuka pintu kamarnya dan teringat dengan flashdisk yang dia terima. Rasa ingin tahunya meningkat pesat namun dia juga sadar bahwa dia tak memiliki laptop di rumah ini. Menyelinap ke ruang kerja ayahnya, dia membawa dua flashdisk yang dia dapatkan dengan tangan gemetar karena pertama kalinya menyelinap ke ruang kerja ayahnya. Awalnya dia sangat bimbang untuk memilih flashdisk mana yang akan dia buka dulu. Tapi ketika mengingat wajah tampan Richard, dia pun memutuskan untuk membuka flashdisk yang Richard berikan terlebih dahulu. Mata Chana terfokus pada layar monitor yang mulai menampilkan gambar. Dia menyilangkan kedua tangannya di dada setelah memilih salah satu video dari tiga video yang ada. Namun setelah beberapa detik layar monitor itu tetap gelap. Kesunyian mendominasi kecuali suara gemerincing besi yang sesekali terdengar. "Apa ini. Video ini dalam ruangan yang gelap. Apakah Richard ingin mempermainkan aku?" Tapi kemudian Chana terpana saat ruangan gelap dalam video i
Chana merasakan aneh karena tiba-tiba Oscar menjauh seolah menjaga jarak. Tanpa sadar dia mengikuti arah pandang Oscar yang jatuh pada pria tinggi yang mulai datang menghampirinya. Entah kenapa, rasa tak peduli hadir saat dia mengingat kejadian yang dia temukan di kantor Axel. Axel berdiri di tengah pintu cukup lama, matanya mengedar pelan dan pandangannya jatuh pada peti mati lalu Chassy dan Elden yang masih menangis berpelukan. Rion adalah orang yang memberitahu dirinya tentang kematian Agraf saat mereka baru saja berkumpul bersama malam ini. Tapi dia juga tak menyangka bahwa akan melihat Oscar begitu dekat dengan Chana. Keduanya tampak sangat akrab dengan pembicaraan yang terlihat serius. Tapi hal yang mengusik pandangannya adalah tatapan Oscar pada istrinya begitu menganggu. Axel tak menyukainya. Saat melihat Oscar menjauh, dia sedikit lega, tapi dia tak menyangka akan mendapatkan tatapan acuh tak acuh dari istrinya. Tatapan yang mengatakan bahwa kehadirannya menganggu dan dia t
Damon membanting pintu ruangan kerjanya lalu mengunci rapat. Meletakkan tubuh Chelsea ke lantai dingin tanpa perasaan. Matanya menyala melihat wajah cantik di depannya tengah mengigit jari lentik dengan menjulurkan lidah secara sensual. Tanpa sadar, tangannya terulur, menarik stoking tipis yang Chelsea gunakan. Robekan yang terjadi membuat pemandangan menjadi semakin indah. Chelsea terlihat sangat cantik dengan pakaian yang tak lagi utuh, kulit paha yang mulus dengan rambut panjang berwarna pirang yang tergerai acak. "Nona, kau sangat cantik." Pujian itu tulus, Di mata Damon kecantikan yang sempurna akan lebih nyata jika wanita di depannya tak mengenakan pakaian apa pun. Sebagai pria dia memiliki gairah yang normal. Dan di depannya, seorang wanita dengan sengaja menggoda dirinya secara terang-terangan. "Tuan, dari mana kita akan mulai?" Chelsea kehilangan seluruh kesadarannya. Ingatannya hanya berputar pada malam-malam panjang penuh jeritan kenikmatan yang pernah dia lalui sebulan
Damon menyeret Chelsea kasar memasuki sebuah lift yang terletak di balik kamar ruang pribadi Axel di Axion Company. Axel hanya menatap datar saat tubuh ramping Chelsea mencoba memberontak dan melambaikan tangan padanya. Kemudian sudut bibir Axel terangkat tipis, dia melihat secangkir teh yang dipaksakan Damon untuk Chelsea minum. Meski menolak, nyatanya wanita gila itu meminumnya meski tak semuanya. "Tidak, Axel, Axel, tidak. Aku tak ingin kembali. Axel," "Nona, diam dan patuhlah. Atau tuan muda akan marah." "Lepaskan, lepaskan tanganku. Aku harus menamparnya karena berani mengusirku dan menikahi wanita lain!" Damon tak bereaksi dan tetap menyeret tangan Chelsea. Meski Chelsea terjatuh di lantai, Damon tetap menarik tangan kurus itu tanpa memperdulikan cakaran yang bersarang di tangannya. Mendengar kata-kata Chelsea, sudut bibir Axel tertarik. Minatnya tiba-tiba bangkit saat dia melirik cangkir teh yang telah kosong. "Damon, lepaskan dia." Damon terhenti, dia berbalik. "Tuan mud
Chana tersenyum tipis. "Aku tidak peduli." Lebih tepatnya dia pura-pura tak peduli. Karena dia tak ingin menjadi sejata bagi orang lain. Semua orang disekitarnya hari ini selalu membahas Axel. Pria itu tak terkejut. Dia meraih tangan Chana secara tiba-tiba lalu meletakkan sebuah flashdisk di genggaman tangan Chana. "Aku tahu kau tak peduli, tapi alangkah baiknya jika kau mengetahui suamimu dengan baik." Chana menatap flashdisk di tangannya. "Apa tujuanmu?" Chana tidak bodoh. Berdiri sebagai Tuan muda Axion, Axel jelas memiliki banyak musuh. Dia hanya sedikit waspada, meski dia sendiri juga melihat Axel memeluk seorang wanita, lalu Alice yang telah memperingatkannya. Kini seorang pria asing yang bahkan tak dia kenali datang memberikan informasi. Mungkin Alice hanya ingin dia hati-hati tapi pria ini, pasti memiliki tujuan pasti. Dia tak akan terseret dengan mudah. "Membawamu pulang ke keluarga Aster," jujur pria itu terbuka. "Kakek ingin melihat salah satu cucunya yang tak pernah di
Chana mempercepat langkahnya saat telepon Oscar terhubung. Untuk sesaat, semua hal tentang Axel yang dia pikirkan hampir setengah hari terlupakan begitu saja. "Nona, ibu nona mengunjungi rumah utama Oswald." Wajah Chana sedikit panik. "Siapa yang menyambutnya?" "Itu ... Nona Chassy yang ada di rumah utama. Sedangkan tuan besar masih belum kembali." "Apakah ibu baru berangkat atau sudah di sana?" "Kemungkinan sudah tiba di rumah utama." "Bagaimana dengan kakek?" "Ketua akan kembali lusa.""Baiklah. Aku akan segera bergegas." Chana menutup telepon yang tersambung dan segera kembali. Sedangkan di rumah utama Oswald, Kelsyana masih berdiri saat pintu rumah utama Oswald terbuka. Chassy berdiri di tengah pintu dengan wajah muram. "Kami tak menerima tamu," Kelsyana yang baru menjalani operasi pita suara dua minggu lalu tersenyum. Suaranya kembali meski belum begitu normal. "Aku bukan tamu." Chassy terbelalak, tangannya bergerak untuk menutup pintu tapi tertahan saat tangan Kelsyan
Jika Chana masih merenungkan kata-kata Alice, di Axion Company, Axel sangat terkejut dengan kedatangan Chana untuk pertama kalinya. Lebih tepatnya dia tak pernah berpikir bahwa suatu hari istrinya akan datang berkunjung. Masalahnya, kenapa istrinya datang di saat yang tak tepat. Hal ini membuatnya gusar. "Chana," gumam Axel cukup jelas. Dia mendorong tubuh wanita yang memeluknya hingga terjatuh. Kepanikan terlintas sesaat di mata hitamnya. "Chelsea, menjauh dariku!" Dia bergegas mengejar Chana namun tertahan saat tangan Chelsea menahan kakinya yang baru melangkah. "Axel, jika kau berani mengejarnya maka jangan salahkan aku jika kakek mempercepat pernikahan kita." Langkah Axel terhenti, dia berbalik menatap wanita cantik yang telah merapikan pakaiannya. Tatapan matanya menghujam dalam, dia meraih rahang Chelsea tanpa belas kasihan. "Ulangi sekali lagi." Chelsea tersenyum, dia menatap mata Axel tanpa takut. "Kita akan menikah." Axel tersenyum lembut. Sangat lembut hingga orang meng
"Axel aku merindukanmu, sangat merindukanmu." Tatapan Chana terpaku pada dua orang yang berpelukan erat. Seluruh tubuhnya kaku, dan sesuatu yang berat menghantam sudut egonya. Sesuatu dalam dirinya seolah menertawakan dirinya sendiri, yang entah bagaimana bisa sampai di tempat ini. "Axel," ujarnya lirih. Dia ingin sekali tertawa saat kilas masa depan terbayang sekilas. Penghianatan!Sesuatu yang menjijikkan terasa merayap di atas kulitnya. Menggelitik namun sangat menyakitkan. Akhirnya matanya terbuka jelas. Sesuatu seperti ini memang tak cocok untuknya. Tidak, dia tak akan tertipu dan jatuh pada lubang yang sama. Hal seperti ini, dia harus menyingkirkannya. Langkahnya sangat ringan, berbalik meninggalkan ruangan yang terbuka lebar. Satu sudut bibirnya tertarik sinis. "Kau mengejarku layaknya seorang pria tak tahu malu tapi kau memeluk wanita lain di belakangku. Axel, kau sangat luar biasa." Hatinya yang mati kini seolah tersiram racun yang lebih mematikan. Seluruh darah di tubu
Paris, Perancis. Kota A. Bangunan tinggi yang merupakan perusahaan terbesar di kota A, Axion company, tampak sangat tenang siang ini. Di sebuah ruangan yang sunyi, Axel duduk memeriksa tumpukkan dokumen penting sedangkan Dominic baru saja masuk."Tuan muda," Axel menoleh sesaat dan kembali fokus pada dokumen di tangannya."Apa kau mengawasi mereka?" Dominic mengangguk. Dia menghela napas sesaat lalu menyuarakan laporannya. "Tuan Muda, Nona Chassy tidak keluar dari kediaman Oswald selepas pemakaman ibunya dua minggu ini. Tuan Agraf terlihat sangat sibuk memunguti sisa-sisa bisnisnya yang dapat diselamatkan. Namun itu adalah hal yang sia-sia. Karena orang kita telah melenyapkan semuanya." "Bagaimana dengan keadaan di sekitar istriku?""Nyonya Chana menemui ketua Oswald yang telah kembali dan tinggal di Villa barat kota A. Lalu akhir-akhir ini, seorang pria asing dari negara Inggris, kota G, sering mengunjungi ibu nyonya." Axel mendengarkan laporan Dominic dengan seksama. Dia menge