Pecel Ayam Yu Min sebenarnya tidak benar-benar berada di tepi jalan. Letaknya sedikit menjorok mengambil sebagian kebun aren entah milik siapa. Setahu Wira warung itu sudah cukup lama dan yang berdagang selalu punya hubungan keluarga. Terletak di dekat pintu masuk desa mungkin karena si pedagang mengharapkan keramaian lalu lalang dari pendatang. Jadi, tak melulu mengharapkan warga setempat yang berbelanja.Baru saja Wira merasa lega karena Sully sedang bersemangat ingin diajak jalan-jalan, sebuah sindiran membuat langkah mereka terhenti. Detik itu Wira merasa darahnya berdesir.Perkataan Ratna langsung membuat wajah Sully berubah. Wira yang menangkap sinyal berbahaya itu langsung membawa Sully masuk ke warung melalui celah lain. Beberapa spanduk memang direntangkan sebagai penghalau debu dan panas matahari siang.“Jangan didengar,” pinta Wira menggandeng Sully.“Udah dengar. Lagian mustahil aku enggak dengar. Mulut kurang ajar. Cewe-cewe sini kenapa pada stres semua, sih? Apa enggak a
“Pemilihannya serentak pukul delapan pagi. Sebelum tengah hari pasti sudah selesai. Biasanya malah jam sepuluh pagi sudah tahu siapa yang terpilih. Desa ini, kan, penduduknya enggak terlalu banyak.” “Mas besok ikut milih juga?” Perhatian Sully teralihkan oleh dagu dan garis rahang yang menggelap karena rambut sisa bercukur. Telapak tangannya yang halus mulai mengusap pipi Wira. “Besok pagi-pagi sekali Mas harus sampai di Balai Desa. Kamu di rumah aja buat istirahat yang banyak.” Nada suara Wira pun semakin lembut. Ia juga terhanyut dengan belaian tangan Sully yang meraba pipi dan dagunya. Saat itu rasanya dunia benar-benar milik mereka berdua. Warung pecel lele Yu Min yang masih ramai terabaikan begitu saja. “Tapi aku mau sama-sama dengan Mas. Calon Kepala Desa lain pasti datang bareng istrinya. Masa aku di rumah aja.” “Mas berangkat duluan. Kamu tidur secukupnya. Kalau mau datang ke Balai Desa, hubungi Mas biar dijemput Asmari. Jangan datang sendiri.” “Tenda dengan kain-kain mera
Gagah Sahari adalah anak sulung dari empat bersaudara laki-laki yang tetap bersikeras tinggal di desa kelahirannya. Dua saudara laki-lakinya meninggal semasa kanak-kanak karena masalah gizi buruk. Seorangnya lagi pergi mencari peruntungan dengan meninggalkan Desa Girilayang karena mengikuti program transmigrasi ke Kalimantan. Sampai sekarang, adik Pak Gagah tersebut masih berada di Kalimantan dan hidup bersama anak cucunya.Alasan Satria saat itu adalah, “Aku enggak mau hidup dan mati di desa pedalaman dan tertinggal seperti ini. Aku harus bisa mengubah nasib keluarga. Kalau aku sudah berhasil nanti, aku pasti kembali ke Girilayang.”Nyatanya, Satria tak pernah kembali. Bahkan sampai kedua orang tuanya meninggal dunia.Sedangkan Pak Gagah? Tetap tinggal di Desa Girilayang merawat kedua orang tuanya hingga melewati masa tua bersama dengan mengelola peninggalan keluarga dan melewati berbagai ujian, cobaan, dan keberkahan dalam keyakinannya membangun tanah kelahiran.Nama Gagah Sahari s
“Mau ngapain, Bu? Nanti Pak Wira nungguin Ibu kalau lama sampai di Balai Desa.” Asmari mulai khawatir dengan antusiasme Sully mencondongkan tubuh ke depan dan menunjuk sepeda motor yang berjalan asal ke sana kemari di depan mobil mereka.“Saya cuma mau ngobrol dengan dua Miss Girilayang itu. Jangan khawatir saya bakal ribut karena segala keributan itu tergantung situasi. Saya juga khawatir kenapa-napa. Kan, saya sedang hamil.” Sully mengerling Asmari. Setidaknya ia harus meyakinkan pria itu agar mobil bisa menepi secepatnya.Sepertinya Asmari yakin dengan hal yang dikatakan Sully karena tak lama kemudian mobil melaju lebih cepat mendahului sepeda motor yang dikendarai Sekar dan Ratna, hingga berhenti di depannya.“Udah…udah. Berhenti di sini. Bapak enggak perlu turun, ya. Cukup videokan aja kalau ada apa-apa. Atau sebagai barang bukti buat Pak Wira kalau nanya panjang lebar. Saya juga enggak mau kalau Pak Asmari kena omel Pak Wira.” Sambil bicara, Sully sibuk mengeluarkan payung kecil
Semua perkataan Sekar sebenarnya adalah akumulasi yang diucapkan sepotong-sepotong saat terakhir kali ia beradu mulut dan Sully sudah mulai terbiasa mendengarnya kecuali satu hal. Soal mertua judes dan ia perlu menahankan diri untuk itu. Ia merasa perlu meluruskan sesuatu. “Sampai kapan kamu mau begini? Terus menjadi provokator biar aku emosi dan menghajar kamu?” Sully menebak kalau Sekar baru saja bertanya soal penghitungan suara hasil pemilihan. Dan jawabannya sama dengan yang baru saja ia terima. Penghitungan suara belum selesai tapi nama Bagus Prawira memimpin sampai dengan detik pesan dari Asmari sampai ke ponselnya. “Aku enggak mau ribut.” Setidaknya aku tidak mau terpancing duluan, sambung Sully dalam hati. “Aku dan Ratna punya mulut. Kamu juga punya mulut. Kita enggak bisa larang-larang apa yang mau dikatakan orang lain.” Sekar mencebik. “Oh, oke …,” sahut Sully. “Mertuaku judes ya sama kamu? Kamu yang sabar ya …. Mertuaku enggak punya cita-cita ganti menantu. Soal urusanku
Sully memang bukan berasal dari keluarga kaya raya yang kehidupannya serba berlimpah. Pak Anwar; ayahnya juga bukan tipe laki-laki yang bisa bermanis mulut kepada mereka penghuni rumah yang kesemuanya wanita. Pak Anwar menjadi yang paling tegas. Bahkan kadang terlalu tegas sampai-sampai mau menghajar anaknya yang melampaui batas wajar sebagai seorang anak perempuan.Bahkan ia sendiri terkadang merasa kalau ayahnya sering menganggap ia sebagai anak laki-laki karena didikan yang tidak pandang bulu itu. Walau kadang menangis usai merasa ayahnya terlalu tega dan kejam, pada akhirnya Sully menerima karena sadar diri dengan kelakuannya.Dengan posisi sebagai pria satu-satunya di rumah, Sully merasa ayahnya terlalu kaku. Mereka jarang terlibat pembicaraan. Tapi, ayahnya yang merupakan salah satu pemuka agama yang lumayan terpandang pernah berkata padanya, “Setiap orang punya resep masing masing dalam hidupnya. Tak tahu apa resep orang sama dengan resep kita. Kita tak bisa memaksakan resep ki
Tiga orang yang tengah berdiri berdekatan dan bicara hampir dalam bisikan tak pernah mengira bahwa Pak Gagah akan tiba di dekat mereka. Ajeng terlihat yang paling terkejut.“Bapak,” ucap Ajeng seraya mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.Pak Gagah memandang Sutrisno dengan wajah kaku dan tak ramah. “Tris … kalau kamu enggak mau mengantar istrimu sampai ke Balai Desa, tinggalkan di sini. Bapak masih bisa boncengin Ajeng ke sana. Atau Ajeng juga bisa sama Sulis. Kalau kamu mau mengantar istrimu, Bapak enggak mau dengar kamu marah-marahin Ajeng. Nanti kita bicara di rumah. Sekarang mau ngurus Sulis lebih dulu.” Pak Gagah tak berlama-lama memandang wajah Ajeng dan Sutrisno. Wajahnya yang memang tak pernah ramah, semakin terlihat kaku.Beberapa detik Sutrisno terdiam. Merasa tak mungkin berlama-lama di tempat itu, ia berkata pada Ajeng. “Biar aku antar,” kata Sutrisno. Pak Gagah hanya mengerling sebentar sebelum memandang Sully.“Aku mau lihat Bapak ngomong sama Sekar dan Ratna. Sekalian
“Tuh, dengar dengan jelas.” Sully mendengkus dengan puas usai Pak Gagah bicara. “Kalau Bapak ngomong gini, aku bisa bantu ngomong ke Mas Wira buat mewujudkan rencana Bapak barusan. Bye … bye Desa Girilayang …,” ucap Sully dengan raut yang dibuatnya sungguh-sungguh.Di kejauhan, Ajeng dan Sutrisno beriringan menuju sepeda motor. Setelah Ajeng mendengar pembelaan bapaknya pada Sully, ia mencolek lengan suaminya. “Sudah dengar apa yang dibilang Bapak barusan? Mas terus-terusan ngomong kalau Sulis menantu kesayangan. Harusnya Mas Tris mikir kalau Bapak enggak sayang Mas Tris sebagai menantunya, mungkin sudah lama Mas Tris enggak tinggal di desa ini lagi. Bapak bisa buat hal itu kalau mau. Sekarang pun kita belum tahu Bapak bakal ngomong apa ke kita. Terutama ke Mas. Aku mau ketemu Bagus dulu, Mas. Adik kandungku yang ganteng itu terpilih jadi Kepala Desa.”Sutrisno tidak menimpali apa-apa lagi. Hanya pergi menyalakan sepeda motornya dan berlalu dari keramaian itu untuk mengantarkan Ajeng
Halo ....Selamat pagi Boeboo tersayang pembaca juskelapa. Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.Di sini saya mau menginformasikan bahwa novel ISTRI NAKAL MAS PETANI sudah tamat di Bab 280. Apabila kemarin ada penulisan TO BE CONTINUED di akhir bab 280 itu adalah kesalahan penulisan dan error revisi yang terlalu lama. Jangan lupa aplikasinya di-update agar mendapat tampilan terbaru dari GOODNOVEL yang semakin kece ya. Nantinya ISTRI NAKAL MAS PETANI akan diberi bonus chapter di saat kita semua sudah rindu.Kabar gembira giveaway-nya adalah MAS WIRA & SULIS akan memberikan merchandise sederhana untuk 50 orang pertama di peringkat GEMS 1-50. Bagi yang namanya tertera di peringkat tersebut bisa mengirimkan alamat ke :ADMIN JUSKELAPA melalui pesan singkat dengan nomor 0 8 2 2 -5 7 8 5-1 2 3 8 dengan menyertakan tangkapan layar peringkat GEMS (vote).AtauBisa kirim pesan melalui sosial media inssstagram ketik : juskelapa_ di pencarian. Buat yang belum beruntung bisa men
Pak Gagah ikut mengangkat gelas teh dan meneguk isinya hampir setengah. Baru menyadari nikmat bertukar cerita yang selama ini diamatinya pada kaum perempuan ternyata juga bisa ia rasakan. Sungguh Pak Gagah ataupun Pak Mangun tidak pernah menyangka bahwa hal yang mereka anggap sebagai tindakan tercela bisa mereka ubah menjadi sesuatu yang membawa masa depan baik untuk desa. “Kamu memang tidak berniat menjodohkan Bagus dan Ratna, kan, Gah?” Pak Mangun meletakkan cangklong di sudut bibirnya. Pak Gagah menggeleng-geleng. “Tidak…tidak. Aku tahu maksud Effendi menekan Ajeng soal hutang dan sertifikat kebun pasti berkaitan dengan Bagus. Ratna itu mondar-mandir terus di dekat rumah sini. Setiap berpapasan jalan yang ditanya Bagus. Tapi Bagus, kan, di Riau.” Pak Mangun tergelak. “Oh, sekarang aku ingat. Karena Ratna sering ke sini kamu jadi kepikiran ide buat ngomong kalau Bagus dijodohkan dengan Ratna.” “Alasan perjodohan itu ditambah dengan banyaknya petani yang terjerat hutang di Effend
Desa Girilayang itu terletak di kaki Merapi. Awalnya desa itu hanya berisi 12 kepala keluarga dengan 34 jiwa. Kakek buyut Pak Mangun dan Pak Gagah disebut-sebut sebagai orang pertama yang tinggal di desa itu untuk pertama kalinya. Secara geografis Desa Girilayang merupakan sebuah punggung bukit yang diisolasi oleh dua jurang di sisi sebelah barat dan timur. Itu sebabnya sebelum pembangunan jembatan seluruh warga desa harus berjalan memutari bukit dan cukup lama berada di jalan untuk bisa sampai ke kota.Pada sebuah peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia Wira pernah menyampaikan pidatonya yang mengatakan bahwa Desa Girilayang adalah tempat di mana semua warganya menjaga adat istiadat yang merupakan warisan leluhur. Juga melestarikan tempat-tempat wisata sejarah berikut pemandangan alam cantiknya untuk mendongkrak kemajuan desa dalam bidang pariwisata.Semua orang setuju dengan apa yang disampaikan Wira dan setuju dengan apa yang dilakukan Kepala Desa Girilayang terpilih itu u
Morning sickness yang dialami Sully berlangsung sampai kehamilannya menginjak usia delapan bulan. Sully mulai kuat terhadap bau-bauan dan bisa makan dalam porsi yang lebih banyak. Jika sebelumnya ia sulit menelan air dingin, masuk bulan kedelapan Sully sudah bisa memanjakan lidahnya dengan es teh manis. Seluruh keluarga besar Pak Gagah ikut senang dengan perubahan baik itu. Sully yang ceria sudah kembali. Pagi hari Sully ikut mendampingi anak-anaknya mandi dan makan. Kerjanya tak hanya bergulung di ranjang saja. Sully sudah mulai rajin seperti biasa. Ia juga mulai menggoda Wira dengan meremas bokongnya atau menggaruk perut pria itu. Wira menyambut bahagia godaan-godaan Sully. Sudah cukup lama pemenuhan kebutuhan batinnya berdasar mood istrinya itu. Menunggu belas kasihan Sully yang mau memberikan dengan sukarela tanpa mulut mengerucut. Memasuki bulan kedelapan mereka sudah kembali bercinta dengan hangat. Kehamilan yang terbebas dari morning sickness, tiga anak laki-lakinya sehat, pa
Kedatangan keluarga Pak Gagah yang hanya berjarak seminggu sebelum pesta pernikahan Oky membuat Pak Anwar menyusun agenda sepadat mungkin untuk mengajak besan berkeliling kampunghalamannya.Hal pertama yang dilakukan Pak Anwar adalah mengajak Pak Gagah melihat kebun kelapa Sully yang dibelikan Wira. Dalam perjalanan menuju kebun itu tak lupa Pak Anwar menunjukkan jalan hasil pengaspalan yang didanai oleh Wira.“Lihat seberapa panjangnya jalan menuju ke kebun kelapa ini, kan? Nah, ini semua Bagus yang mengaspal. Warga yang sudah lama mengharapkan perbaikan jalan bisa ikut menikmati yang dilakukan Bagus. Apa yang dilakukannya ini membawa banyak kebaikan. Bahkan warga yang tidak kenal Bagus secara pribadi malah mengenal namanya. Pernah sekali waktu saya ke kebun kelapa, ada seorang pria yang baru pulang merantau menanyakan soal jalan yang bagus. Orang tuanya langsung mengatakan jalan ini diaspal menantunya Pak Anwar. Namanya Bagus.” Pak Anwar terkekeh-kekeh senang saat menceritakan kisah
Rombongan itu benar-benar ramai. Tiga generasi melalui perjalanan panjang berpindah-pindah moda transportasi. Pak Gagah yang sudah lama tidak melancong jauh bangun paling pagi dibanding yang lain. Pria tua itu mengecek semua bawaan mereka untuk kesekian kalinya.Perjalanan hari itu dimulai dengan Asmari dan seorang supir dari pabrik yang diminta mengantar ke bandara.“Asmari ikut juga, kan, Gus? Masa Hendro resepsi Asmari enggak ikut?” Belum apa-apa Pak Gagah sudah protes karena Asmari yang belakangan dekat dengan Hendro tidak terlihat memiliki tentengan.“Asmari ikut, Pak. Nanti setelah mengantar kita ke terminal keberangkatan dia titip mobil di parkir inap bandara. Asmari berangkatnya satu pesawat bersama Pretty dan ibunya.” Wira baru saja melepas Asmari untuk meletakkan mobil di parkir inap. Pak Gagah yang sedang menggendong Bima pun sepertinya masih punya banyak waktu untuk memperhatikan orang sekitar.“Bapak capek? Bima bisa diletak dulu di stroller. Gantian sama Tika. Dari tadi
Dan bukan Sully namanya kalau segala yang ia lakukan tidak menimbulkan kehebohan orang sekeliling. Malam itu setelah mengutarakan keinginannya dengan cara merajuk, Wira menyanggupi semua hal yang akan dilakukan oleh istrinya itu agar mereka mendapatkan seorang bayi perempuan.Pertama-tama mereka berdua mendatangi praktek Dokter Masayu untuk berkonsultasi. Sully santai saja saat mengutarakan keinginannya. Raut dan gesture-nya sangat percaya diri seperti biasa. Terutama saat Dokter Masayu bertanya, “Sulis sudah mau program bayi perempuan? Awang belum dua bulan.” Dokter Masayu mengingatkan.Wira yang masih mengenakan seragam cokelat mengangguk yakin. “Katanya mau sekarang aja, Dok. Biar sekalian aja.”“Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti gitu, Dok. Kemarin hamilnya Awang juga bisa secepat itu. Saya mau tahu tips-tips khusus buat hamil anak perempuan.” Sully bicara dengan kedua tangannya yang melingkari lengan Wira. Ia sudah tidak peduli lagi dengan komentar ketiga kakaknya. Karena jik
Bisa dibilang Sully memasuki masa sedang repot-repotnya. Ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi Wira hadir sendirian. Ulang tahun pabrik yang harusnya bersamaan dengan ulang tahun si kembar ternyata perayaannya harus dilewatkan karena Sully baru melahirkan putra ketiganya.Putra ketiga Sully dan Wira lahir di bulan yang sama dengan kelahiran Bima dan Sakti. Dan keluarga Sully kembali datang dengan formasi yang sama. Sari; kakak Sully adalah orang yang pertama kali tertawa terbahak-bahak setelah mengetahui kehamilan adiknya.Dan hari itu, satu bulan setelah Sully melahirkan Sari kembali datang dengan anak bungsunya yang mulai belajar jalan. Dari ketiga kakak Sully, Sari pulalah yang menggendong putra ketiga adiknya itu sambil mengatakan, “Selamat datang putra ketiga adikku yang dulunya setiap hari ngomong jangan banyak anak.”Karena itu Sully mengerucutkan bibir memandang kakaknya.Keramaian ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi memang senga
Sully sudah melupakan tentang percintaan sore yang dilakukannya dengan penuh semangat dan keringat. Fokusnya sementara hanya tertuju merawat putra kembarnya dan mengerjakan dua tawaran endorsement yang sudah ia sanggupi. Ada dua iklan yang videonya sedang mereka garap. Pil pelancar ASI dan produk korset pelangsing perut. Kedua endorsement itu diterima Sully dengan penuh suka cita. Terlebih tenaga ‘babysitter’ si kembar masih melimpah ruah.Semua orang di rumah sedang berlomba-lomba menjadi sosok yang paling bisa menaklukkan hati si kembar. Semua ingin mendapat sebutan orang yang paling bisa membuat si kembar langsung tenang saat menangis. Termasuk Pak Anwar dan Bu Dahlia yang biasanya sering berdebat kecil. Suami istri itu kini terlihat kompak menjaga cucu laki-laki dari anak bungsu mereka.“Kita harus sering-sering bikin konsep video begini. Biaya produksinya kecil, mengedukasi, juga anti ribet-ribet klub.” Sully sedang membereskan kotak make-upnya.“Konsepnya emang bagus, tapi nggak