Usai berurusan dengan Istri Kapolda, Wira kembali ke hotel dan mengisi air bath tub hingga penuh. Ia ingin berendam air hangat dan menggosok sekujur tubuhnya. Aroma ruangan lembab, minuman keras dan parfum Istri Kapolda yang menyengat masih mengisi hidungnya.Tugas malam itu sebenarnya tidak terlalu berat dibanding ketika ia masuk ke klub malam bersama Pak Martin untuk pertama kalinya. Malam itu ia hanya mengajak seorang wanita paruh baya membuat kesepakatan. Harusnya tidak berat. Andai saja wanita itu tidak memaksa melakukan kontak fisik dan berakhir dengan mencium pipinya.“Ck!” Wira berdecak menangkup air dan menyiram wajahnya.Bukan rupa Istri Kapolda yang membuat Wira jengkel ketika diperlakukan seperti itu. Wanita paruh baya itu memoles dirinya cukup apik dan cahaya ruang KTV yang minim menyelamatkan penampilannya. Ia jengkel karena mengingat wanita itu harusnya duduk manis di rumah dan bermain bersama cucu. Kenapa harus mempersulit hidup dengan menjalin hubungan gelap yang meli
Percakapan pagi di telepon bersama Oky, meninggalkan kegalauan tersendiri buat Sully. Kalau dipikir-pikirnya lagi, sebenarnya Sully memang mengira kalau pemecahan masalahnya itu berasal dari Wira. Siapa lagi yang tiba-tiba datang membantu menyelesaikan masalahnya selain suaminya sendiri? Tak mungkin Rino. Sully merasa bahwa ia dan Rino sama melaratnya kalau untuk urusan hidup di kota. Bedanya, Rino sepertinya lebih jago memanajemen keuangan dibanding ia sendiri. Terlihat dari Rino yang tetap bisa bergaya hidup di atas rata-rata tanpa khawatir kehabisan uang. Pikiran Sully merekonstruksi bagaimana Wira pergi dari rumah dan menemui Istri Kapolda. Mereka-reka percakapan yang terjadi di antara keduanya. Hingga kemudian pikirannya yang terbatas itu terhenti di bagaimana cara Wira membuat Istri Kapolda meminta maaf dengannya. Sully belum ada bayangan untuk itu. Perasaan lega terbebas dari hutang itu kemudian berganti menjadi tumpukan rasa bersalah karena meninggalkan Wira. Rasa bersalah i
Percakapan tiga bersaudara itu kemudian terhenti karena adegan yang tak pernah mereka duga. Saat itu pikiran mereka diisi oleh macam-macam hal akan pria berjaket kulit. Pria itu berdiri memenuhi bingkai pintu dengan tubuhnya. Membuat sebagian ruangan menjadi gelap karena tubuhnya menghalangi cahaya dari luar. Semua wanita tak sempat berkomentar dan tak ada yang mampu menyembunyikan keterkejutannya ketika seorang pria memproklamirkan diri sebagai suami dari wanita yang akan dilamar hari itu. Utami tak pernah melihat ayahnya marah dan bingung sekaligus. Wajahnya memerah dan tangannya teracung menunjuk seorang pria ganteng perlente yang mengaku sebagai menantunya. Utami juga terkesima. Detik itu ia sudah memiliki ipar laki-laki ketiga. Dwi merapatkan tubuhnya pada Bu Dahlia. Andai tubuh ibunya lebih besar, rasanya ia ingin bersembunyi saja di balik punggung wanita itu. Amarah ayah mereka tak main-main. Kali ini mereka akan sulit membela Sully. Laki-laki berjaket kulit dengan penuh perc
“Sulis disebut setan,” lirih Bu Dahlia.“Ayah selalu ngomong gitu kalau kami ngajak orang lain buat nakal-nakal.” Utami meringis.“Itu cuma sebutan aja. Karena kesal. Bukan berarti Sulis setan betulan.” Dwi mengusap-usap lengan Bu Dahlia.“Ibu juga tahu kalau Sulis bukan setan betulan. Bagian itu enggak perlu dikasih tahu.” Sari ikut berbisik menjawab perkataan kakak-kakaknya.“Sulis pandai juga memilih suami. Ganteng dan gagah suaminya,” sahut Bu Dahlia masih dalam bisikan.“Untuk wajah, Bang Erizal kalah. Tapi apa lebih mapan? Kita, kan, enggak tahu.” Sari melemparkan tatapan menyelidik pada Wira. Mengamati semua yang dipakai Wira, beserta koper yang sekarang berada di mulut pintu."Dari barang-barang yang dipakai suami Sulis, harusnya kita meragukan kalau dia berasal dari desa." Utami ikut memberi pendapat. Keheningan dan bisik-bisik beberapa saat itu terpecah karena suara Sully yang membujuk Pak Anwar.“Mas Wira enggak salah…jangan lempar-lempar gini, Yah …. Nanti Mas Wira luka,”
Isakan Sully mulai reda ketika ayahnya sudah tak berada di ruang tamu. Hal itu diikuti oleh kesadarannya akan sekeliling. Ia baru menyadari siapa saja yang berada di sana, situasi di ruang tamu, juga bagaimana penampilannya saat itu. Ia masih memakai celana pendek. Sedikit di atas lutut, tapi bukan celana ketat membentuk tubuh. Celana pendek yang mirip celana pendek pria disertai kaus oblong. Pakaian longgar yang menenggelamkan tubuhnya itu pun kadang masih dikatakan tidak sopan oleh ayahnya. Tapi Sully sudah biasa. Ayahnya pun mungkin sudah biasa. Menegur, tapi sering diabaikan olehnya. Kalau sudah ditegur masalah berpakaian di rumah, Sully biasanya selalu mengelak dengan tameng yang sama. “Ayah, kan, suka kalau Lis pakai begini. Ayah bilang mirip anak laki-laki.” Padahal ucapan ayahnya itu adalah ucapan ketika ia duduk di bangku SD. Tidak cocok lagi dipakai saat ia sudah remaja yang menuju dewasa. Sully sedikit memutar tubuhnya. Tatapannya langsung beradu dengan Wira. Kali ini ia
“Siapa nama lengkapmu tadi?” Pak Anwar menatap lurus menantu bungsunya.“Bagus Prawira.”“Sekolahmu apa?” Nada suara Pak Anwar datar. Seakan sedang mengomentari sesuatu yang membosankan. Paparan Wira soal kekayaannya tadi tidak memengaruhi pria tua itu.“Saya lulusan Teknologi Pertanian.”“Mmmm … petani. Kerja atau bertani sendiri?”“Sebelum bertemu Sulis, saya kerja di PT. Agro Insani sebagai Kepala Bagian Tanaman. Itu adalah salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar di Riau. Saya juga pemegang beberapa hak paten varietas unggul kelapa sawit yang dibudidayakan PT. Agro Insani. Sederhananya … saat bekerja sebagai Kepala Bagian Tanaman, saya juga sebagai pemegang saham. Saya memulai usaha dari sedikit peninggalan almarhumah ibu saya dan hasil dari menjual varietas unggul dari benih yang saya patenkan. Setelah bapak saya … Pak Gagah Sahari meminta saya kembali ke desa untuk memperbaiki tatanan ekonomi petani yang sangat memprihatikan, saya memutuskan menjual saham di Agro I
Wira menggeleng lemah. “Saya menyukai Sulis, lalu saya mencintainya. Terlebih sekarang. Saya semakin mencintai istri saya. Saya enggak ada maksud seperti yang Ayah bilang barusan. Saya cuma enggak mau Sulis ikut memikirkan hal berat yang sedang saya jalani. Saya mau Sulis duduk santai di rumah dan melakukan apa yang dia sukai.” “Banyak alasanmu. Padahal sejak pertama kau pasti tahu kalau Sulis bukan wanita yang bisa duduk diam aja, kan?” Wira mengangguk membenarkan ucapan ayah mertuanya. Sejak awal ia memang mengetahui kalau Sully adalah wanita yang tak bisa diam. Ia sendiri bahkan mengagumi kemauan keras Sully membuat segala macam untuk ia dan bapaknya. “Saya memang tidak menyekolahkannya terlalu tinggi. Sulis cuma lulusan SMA. Semasa sekolah pun dia bukan murid yang terlalu cemerlang. Tapi … kalau kau tak mau menceritakan apa pun kepada wanita yang kau nikahi, itu artinya kau anggap dia tak berhak tahu soal apa yang kau lakukan. Dan itu artinya kau tak cukup percaya pada anak pere
“Mas, cepat …,” rengek Sully, mengabaikan Wira yang risi karena tatapan tajam empat wanita di dapur. Ia sibuk mengawasi Pak Anwar seolah-olah pria tua itu bisa melarikan diri sewaktu-waktu. Tangannya mendekap lengan Wira, berusaha menyeret pria itu agar segera mendatangi Pak Anwar. “Ayah enggak ke mana-mana,” lirih Wira, sedikit meringis, sedikit tersenyum pada Bu Dahlia. “Ayah bisa aja pergi sewaktu-waktu. Nanti kalau Ayah pergi … urusannya malah makin kacau.” Sully terus menyeret Wira keluar dari dapur. Wira semakin cemberut. Kalau tidak karena Bu Dahlia yang sedang memelototi mereka saat itu, rasanya ia ingin sekali menyentil dahi Sully. Setelah melewati wawancara berbelit-belit dari ayah mertuanya, tak bisakah istrinya itu memberi waktu bernapas? “Tunggu,” kata Wira, melepaskan tangan Sully yang menggelayuti, disertai sedikit kesengajaan mengabaikan wanita itu. Kekesalannya beberapa saat yang lalu pun belum hilang. Bayangan orang tua Erizal datang melamar Sully masih segar di i
Halo ....Selamat pagi Boeboo tersayang pembaca juskelapa. Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.Di sini saya mau menginformasikan bahwa novel ISTRI NAKAL MAS PETANI sudah tamat di Bab 280. Apabila kemarin ada penulisan TO BE CONTINUED di akhir bab 280 itu adalah kesalahan penulisan dan error revisi yang terlalu lama. Jangan lupa aplikasinya di-update agar mendapat tampilan terbaru dari GOODNOVEL yang semakin kece ya. Nantinya ISTRI NAKAL MAS PETANI akan diberi bonus chapter di saat kita semua sudah rindu.Kabar gembira giveaway-nya adalah MAS WIRA & SULIS akan memberikan merchandise sederhana untuk 50 orang pertama di peringkat GEMS 1-50. Bagi yang namanya tertera di peringkat tersebut bisa mengirimkan alamat ke :ADMIN JUSKELAPA melalui pesan singkat dengan nomor 0 8 2 2 -5 7 8 5-1 2 3 8 dengan menyertakan tangkapan layar peringkat GEMS (vote).AtauBisa kirim pesan melalui sosial media inssstagram ketik : juskelapa_ di pencarian. Buat yang belum beruntung bisa men
Pak Gagah ikut mengangkat gelas teh dan meneguk isinya hampir setengah. Baru menyadari nikmat bertukar cerita yang selama ini diamatinya pada kaum perempuan ternyata juga bisa ia rasakan. Sungguh Pak Gagah ataupun Pak Mangun tidak pernah menyangka bahwa hal yang mereka anggap sebagai tindakan tercela bisa mereka ubah menjadi sesuatu yang membawa masa depan baik untuk desa. “Kamu memang tidak berniat menjodohkan Bagus dan Ratna, kan, Gah?” Pak Mangun meletakkan cangklong di sudut bibirnya. Pak Gagah menggeleng-geleng. “Tidak…tidak. Aku tahu maksud Effendi menekan Ajeng soal hutang dan sertifikat kebun pasti berkaitan dengan Bagus. Ratna itu mondar-mandir terus di dekat rumah sini. Setiap berpapasan jalan yang ditanya Bagus. Tapi Bagus, kan, di Riau.” Pak Mangun tergelak. “Oh, sekarang aku ingat. Karena Ratna sering ke sini kamu jadi kepikiran ide buat ngomong kalau Bagus dijodohkan dengan Ratna.” “Alasan perjodohan itu ditambah dengan banyaknya petani yang terjerat hutang di Effend
Desa Girilayang itu terletak di kaki Merapi. Awalnya desa itu hanya berisi 12 kepala keluarga dengan 34 jiwa. Kakek buyut Pak Mangun dan Pak Gagah disebut-sebut sebagai orang pertama yang tinggal di desa itu untuk pertama kalinya. Secara geografis Desa Girilayang merupakan sebuah punggung bukit yang diisolasi oleh dua jurang di sisi sebelah barat dan timur. Itu sebabnya sebelum pembangunan jembatan seluruh warga desa harus berjalan memutari bukit dan cukup lama berada di jalan untuk bisa sampai ke kota.Pada sebuah peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia Wira pernah menyampaikan pidatonya yang mengatakan bahwa Desa Girilayang adalah tempat di mana semua warganya menjaga adat istiadat yang merupakan warisan leluhur. Juga melestarikan tempat-tempat wisata sejarah berikut pemandangan alam cantiknya untuk mendongkrak kemajuan desa dalam bidang pariwisata.Semua orang setuju dengan apa yang disampaikan Wira dan setuju dengan apa yang dilakukan Kepala Desa Girilayang terpilih itu u
Morning sickness yang dialami Sully berlangsung sampai kehamilannya menginjak usia delapan bulan. Sully mulai kuat terhadap bau-bauan dan bisa makan dalam porsi yang lebih banyak. Jika sebelumnya ia sulit menelan air dingin, masuk bulan kedelapan Sully sudah bisa memanjakan lidahnya dengan es teh manis. Seluruh keluarga besar Pak Gagah ikut senang dengan perubahan baik itu. Sully yang ceria sudah kembali. Pagi hari Sully ikut mendampingi anak-anaknya mandi dan makan. Kerjanya tak hanya bergulung di ranjang saja. Sully sudah mulai rajin seperti biasa. Ia juga mulai menggoda Wira dengan meremas bokongnya atau menggaruk perut pria itu. Wira menyambut bahagia godaan-godaan Sully. Sudah cukup lama pemenuhan kebutuhan batinnya berdasar mood istrinya itu. Menunggu belas kasihan Sully yang mau memberikan dengan sukarela tanpa mulut mengerucut. Memasuki bulan kedelapan mereka sudah kembali bercinta dengan hangat. Kehamilan yang terbebas dari morning sickness, tiga anak laki-lakinya sehat, pa
Kedatangan keluarga Pak Gagah yang hanya berjarak seminggu sebelum pesta pernikahan Oky membuat Pak Anwar menyusun agenda sepadat mungkin untuk mengajak besan berkeliling kampunghalamannya.Hal pertama yang dilakukan Pak Anwar adalah mengajak Pak Gagah melihat kebun kelapa Sully yang dibelikan Wira. Dalam perjalanan menuju kebun itu tak lupa Pak Anwar menunjukkan jalan hasil pengaspalan yang didanai oleh Wira.“Lihat seberapa panjangnya jalan menuju ke kebun kelapa ini, kan? Nah, ini semua Bagus yang mengaspal. Warga yang sudah lama mengharapkan perbaikan jalan bisa ikut menikmati yang dilakukan Bagus. Apa yang dilakukannya ini membawa banyak kebaikan. Bahkan warga yang tidak kenal Bagus secara pribadi malah mengenal namanya. Pernah sekali waktu saya ke kebun kelapa, ada seorang pria yang baru pulang merantau menanyakan soal jalan yang bagus. Orang tuanya langsung mengatakan jalan ini diaspal menantunya Pak Anwar. Namanya Bagus.” Pak Anwar terkekeh-kekeh senang saat menceritakan kisah
Rombongan itu benar-benar ramai. Tiga generasi melalui perjalanan panjang berpindah-pindah moda transportasi. Pak Gagah yang sudah lama tidak melancong jauh bangun paling pagi dibanding yang lain. Pria tua itu mengecek semua bawaan mereka untuk kesekian kalinya.Perjalanan hari itu dimulai dengan Asmari dan seorang supir dari pabrik yang diminta mengantar ke bandara.“Asmari ikut juga, kan, Gus? Masa Hendro resepsi Asmari enggak ikut?” Belum apa-apa Pak Gagah sudah protes karena Asmari yang belakangan dekat dengan Hendro tidak terlihat memiliki tentengan.“Asmari ikut, Pak. Nanti setelah mengantar kita ke terminal keberangkatan dia titip mobil di parkir inap bandara. Asmari berangkatnya satu pesawat bersama Pretty dan ibunya.” Wira baru saja melepas Asmari untuk meletakkan mobil di parkir inap. Pak Gagah yang sedang menggendong Bima pun sepertinya masih punya banyak waktu untuk memperhatikan orang sekitar.“Bapak capek? Bima bisa diletak dulu di stroller. Gantian sama Tika. Dari tadi
Dan bukan Sully namanya kalau segala yang ia lakukan tidak menimbulkan kehebohan orang sekeliling. Malam itu setelah mengutarakan keinginannya dengan cara merajuk, Wira menyanggupi semua hal yang akan dilakukan oleh istrinya itu agar mereka mendapatkan seorang bayi perempuan.Pertama-tama mereka berdua mendatangi praktek Dokter Masayu untuk berkonsultasi. Sully santai saja saat mengutarakan keinginannya. Raut dan gesture-nya sangat percaya diri seperti biasa. Terutama saat Dokter Masayu bertanya, “Sulis sudah mau program bayi perempuan? Awang belum dua bulan.” Dokter Masayu mengingatkan.Wira yang masih mengenakan seragam cokelat mengangguk yakin. “Katanya mau sekarang aja, Dok. Biar sekalian aja.”“Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti gitu, Dok. Kemarin hamilnya Awang juga bisa secepat itu. Saya mau tahu tips-tips khusus buat hamil anak perempuan.” Sully bicara dengan kedua tangannya yang melingkari lengan Wira. Ia sudah tidak peduli lagi dengan komentar ketiga kakaknya. Karena jik
Bisa dibilang Sully memasuki masa sedang repot-repotnya. Ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi Wira hadir sendirian. Ulang tahun pabrik yang harusnya bersamaan dengan ulang tahun si kembar ternyata perayaannya harus dilewatkan karena Sully baru melahirkan putra ketiganya.Putra ketiga Sully dan Wira lahir di bulan yang sama dengan kelahiran Bima dan Sakti. Dan keluarga Sully kembali datang dengan formasi yang sama. Sari; kakak Sully adalah orang yang pertama kali tertawa terbahak-bahak setelah mengetahui kehamilan adiknya.Dan hari itu, satu bulan setelah Sully melahirkan Sari kembali datang dengan anak bungsunya yang mulai belajar jalan. Dari ketiga kakak Sully, Sari pulalah yang menggendong putra ketiga adiknya itu sambil mengatakan, “Selamat datang putra ketiga adikku yang dulunya setiap hari ngomong jangan banyak anak.”Karena itu Sully mengerucutkan bibir memandang kakaknya.Keramaian ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi memang senga
Sully sudah melupakan tentang percintaan sore yang dilakukannya dengan penuh semangat dan keringat. Fokusnya sementara hanya tertuju merawat putra kembarnya dan mengerjakan dua tawaran endorsement yang sudah ia sanggupi. Ada dua iklan yang videonya sedang mereka garap. Pil pelancar ASI dan produk korset pelangsing perut. Kedua endorsement itu diterima Sully dengan penuh suka cita. Terlebih tenaga ‘babysitter’ si kembar masih melimpah ruah.Semua orang di rumah sedang berlomba-lomba menjadi sosok yang paling bisa menaklukkan hati si kembar. Semua ingin mendapat sebutan orang yang paling bisa membuat si kembar langsung tenang saat menangis. Termasuk Pak Anwar dan Bu Dahlia yang biasanya sering berdebat kecil. Suami istri itu kini terlihat kompak menjaga cucu laki-laki dari anak bungsu mereka.“Kita harus sering-sering bikin konsep video begini. Biaya produksinya kecil, mengedukasi, juga anti ribet-ribet klub.” Sully sedang membereskan kotak make-upnya.“Konsepnya emang bagus, tapi nggak