Terima kasih buat pembaca yang sudah teliti membaca tiap catatan kaki yang saya tinggalkan. Kemoterapi keempat saya berjalan dgn sgt baik. Maaf kalau belum bisa memenuhi tuntutan update teratur karena kondisi kesehatan saya. Semoga pembaca semua selalu diberikan kesehatan, ya .... Jangan sakit seperti saya. Dan tak bosan saya mengingatkan kalau harga koin bab ditentukan oleh sistem. 1000 kata = 10 koin. Hari ini sengaja saya bagi dua meski hasilnya jadi lebih pendek. Akhir kata, terima kasih buat pembaca setia yang menemani perjuangan saya menyalurkan hobi. Njuss sayang Boeboo. Penang International Airport, 12 Des 2022 (Di ruang tunggu bandara menunggu pesawat menuju rumah Medan)
“Mas, cepat …,” rengek Sully, mengabaikan Wira yang risi karena tatapan tajam empat wanita di dapur. Ia sibuk mengawasi Pak Anwar seolah-olah pria tua itu bisa melarikan diri sewaktu-waktu. Tangannya mendekap lengan Wira, berusaha menyeret pria itu agar segera mendatangi Pak Anwar. “Ayah enggak ke mana-mana,” lirih Wira, sedikit meringis, sedikit tersenyum pada Bu Dahlia. “Ayah bisa aja pergi sewaktu-waktu. Nanti kalau Ayah pergi … urusannya malah makin kacau.” Sully terus menyeret Wira keluar dari dapur. Wira semakin cemberut. Kalau tidak karena Bu Dahlia yang sedang memelototi mereka saat itu, rasanya ia ingin sekali menyentil dahi Sully. Setelah melewati wawancara berbelit-belit dari ayah mertuanya, tak bisakah istrinya itu memberi waktu bernapas? “Tunggu,” kata Wira, melepaskan tangan Sully yang menggelayuti, disertai sedikit kesengajaan mengabaikan wanita itu. Kekesalannya beberapa saat yang lalu pun belum hilang. Bayangan orang tua Erizal datang melamar Sully masih segar di i
“Semua yang ada dalam kopermu? Apa isinya?” Pak Anwar melirik koper Wira dengan sorot tak yakin.“Surat-surat penting, pakaian, juga beberapa benda-benda pribadi saya.”“Kau yakin itu bakal membuat Erizal dan keluarganya terkesima?” Pak Anwar sengaja bicara dengan nada menyepelekan. Ia sedikit senang dengan ketidaksukaan Wira pada Erizal. Ucapan Sully yang mengatakan suaminya adalah lelaki pendiam nyatanya tidak terbukti malam itu. Pak Anwar melihat Wira sebagai laki-laki yang lumayan banyak bicaranya.“Kalau pernikahan ini bisa diundur beberapa hari, saya yakin bisa membuat keluarga Erizal terkesima. Tapi pasti Sulis enggak akan mau. Mmmm … sebelum saya menikah…menikah kembali dengan Sulis maksudnya, apa saya bisa ngobrol sebentar dengannya? Saya rasa kami perlu bicara.”Pak Anwar meletakkan akta pernikahan dan mengambil buku nikah bertuliskan SUAMI-ISTRI dan membalik-baliknya dengan wajah malas. “Saya sudah janji paling lama satu jam lagi sudah tiba di rumah Pak Ramli. Kalau mau bic
Drama hari itu ternyata belum usai. Mata mengantuk dan tubuh yang lelah ingin segera berbaring ternyata tak bisa dijadikan alasan untuk menunda pernikahan yang kedua kali. Ditambah dengan ketukan di pintu sudah terdengar dua kali. Membuat Wira semakin diburu karena semua anggota keluarga pihak mertua sedang menantikan keputusannya.Wira mencoba mengabaikan wanita bergaun motif bunga-bunga merah yang setengah berjongkok di dekat koper. Sepasang tangan Sully sesekali masih menepuk-nepuk handuk di kepalanya. Sebenarnya itu pemandangan sederhana yang dirindukan Wira.“Ayo, cepat, Mas ….”Wira mengerling Sully yang menatapnya dengan sepasang mata memohon. Sebenarnya sangat menggemaskan. Ditambah aroma wangi segar yang menguar dari rambut basah. Kalau tidak karena sedikit rasa jengkel, ia pasti akan memeluk dan mencium istrinya itu. Wira bangkit dari ranjang dan memegangi kedua bahu Sully untuk memindahkan wanita itu menggantikan posisinya di tepi ranjang.“Mas sudah bilang enggak ada bawa s
Sebuah kehampaan yang tidak ada hubungannya dengan perampokan yang barusan dilakukan oleh istri, sedang diresapi dalam-dalam oleh Wira. Sedikit kehilangan, terampas, sedikit keterpaksaan, tidak bisa marah, jengkel, namun disertai dengan rindu dan sayang yang teramat sangat. Entah perasaan apa itu. Wira menggeleng lemah menatap pantulannya dalam balutan pakaian pilihan ayah mertua. Kemeja krem lengan panjang yang kekecilan, juga selembar kain sarung bermotif kotak-kotak perpaduan krem dan biru.Setelah huru-hara kedatangannya ke rumah mertua, Wira baru terlepas dari teror setelah menyerahkan sebuah buku cek yang ditandatangani dan semua isi kopernya sebagai maskawin. Sully lalu menyerahkan sebuah handuk merah dan memintanya membersihkan diri sebelum berganti pakaian. Kini ia berdiri di depan cermin kamar Sully. Menatapi penampilan aneh yang diinginkan sang ayah mertua darinya.“Bagian lengannya kependekan. Kalau ada jam tangan pasti bagus. Pantas ayahnya nyebut dia setan kecil.” Gumama
Nada suara malas-malasan dari seorang pria yang hari itu gagal melamar istrinya, membuat Wira menegakkan tubuh dan merapikan kain sarung yang terlipat rapi di bagian depan. Jelas kalau pria yang didaulat sebagai saksi pernikahan mereka malam itu benar-benar menyukai istrinya. Pria bernama Erizal itu tak melihat Wira sama sekali. Hanya melirik Sully sekilas kemudian menatap ayahnya. Dia adalah pendatang di daerah itu. Sully adalah istrinya dan perkara harus menikah kembali malam itu juga bukan kehendaknya. Kenapa pria bernama Erizal itu terlihat antipati terhadap dia? Ia merasa tidak mencuri Sully dari laki-laki mana pun. Wira berdeham pelan. Ia harus tenang. Tak mau menampakkan kekesalannya, Wira memandang Pak Ramli. “Sudah bisa dimulai, Pak?” “Oh, bisa…bisa. Kalau kamu enggak mau jadi saksi Ayah minta suaminya Utami datang. Pak Muhajir sebentar lagi pasti sampai.” Pak Ramli sedikit tergagap karena pertanyaan Wira. Meski malas, ternyata Erizal tak bisa mengabaikan tatapan tajam ayah
Bukan bermaksud mengabaikan kekesalan dan kekecewaan Wira pada dirinya. Sully hanya tak mau menampakkan itu di depan keluarganya. Semuanya harus tahu kalau ia dan Wira baik-baik saja. Mereka harmonis, cocok dan meyakinkan kalau ia sudah menemukan pria yang tepat.Betul kata ayahnya dulu yang sering mengatakan, “Sulis enggak akan peduli masa depannya dengan laki-laki yang mana pun. Yang Sulis tahu cuma cinta, cinta dan cinta. Jatuh cinta aja udah cukup. Sulis enggak peduli dia dan anaknya makan apa. Makanya Ayah harus mencarikan jodoh yang tepat buat Sulis. Karena Ayah tahu anak Ayah pasti naif.”Perkataan itu benar. Ia memang tidak peduli dengan apa yang dimiliki Wira saat dirinya menyadari sudah jatuh cinta dengan laki-laki itu. Yang ia tahu saat itu Wira ganteng, jantan, tubuhnya bagus dan laki-laki itu memesona dengan tingkahnya yang kikuk saat mereka berdekatan.Saat perasaan bernama cinta yang selalu diagung-agungkannya itu datang mengikatnya dengan Wira, Sully tahu kalau pria it
Pandangan Wira menelusuri wajah Sully, lalu ia tersenyum ketika wanita itu melingkarkan tangan di belakang kepalanya. Walau Sully mulai membuka diri, sorot mata wanita itu masih takut-takut. Wira kembali menekankan bibirnya ke bibir Sully. Wanita itu menyambutnya lagi dengan mulut setengah terbuka.Mata Wira tampak berkilau tertimpa cahaya. Menyiratkan kilas kemenangan, rasa geli karena melihat kekakuan Sully, sekaligus gairah yang membuncah terhadap wanita itu. Tangannya mengusap kulit paha Sully dengan perlahan. Menempatkan telapak tangan hangatnya menyusuri kulit pucat yang dirasanya sangat lembut. Baju terusan Sully sudah bertumpuk di bagian perut. Tangan Wira dengan cekatan membawanya ke sana.Sulit untuk tetap membuka mata ketika Sully merasakan bagian tubuh Wira menekankan tubuhnya lebih intim. Sully merasakan tanggapan otot tubuh, juga detak jantung Wira yang semakin cepat. Sully merasa darahnya berdesir dijalari kehangatan. Wira menghentikan pagutannya. Membiarkan bibir merek
Segala ketegangan dan kecemasan yang dirasakan Sully beberapa waktu terakhir menguap begitu saja. Kehadiran Wira menghadirkan rasa aman dan kehangatan di hatinya. Pria yang sedang mengembuskan napas ke telinganya, sedang menyatukan tubuh mereka. Wira menghunjamnya dengan keras dan tempo yang cepat. Pria itu tak henti menciuminya. Menggigit telinganya, mengecup, juga menyesapnya. Sully semakin terhanyut. Matanya terpejam karena ingin menyambut hantaman gelombang kenikmatan yang semakin mendekatinya. Penampilan Wira yang lebih liar dari biasa, membuat ia tak bisa banyak bicara. Raut dingin pria itu malah membuat semuanya semakin panas. Sully mengalungkan dua tangannya di sekeliling leher Wira.Tadinya Sully tak mau mengganggu Wira dengan ekspresinya sendiri saat mencapai kepuasan. Tapi pria yang sedang mengecup lehernya dengan setengah menggigit itu seakan menyadari kegelisahannya. Wira mengangkat wajah dan memandang dengan satu alis yang terangkat. Lesung pipi yang jarang terlihat itu
Halo ....Selamat pagi Boeboo tersayang pembaca juskelapa. Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.Di sini saya mau menginformasikan bahwa novel ISTRI NAKAL MAS PETANI sudah tamat di Bab 280. Apabila kemarin ada penulisan TO BE CONTINUED di akhir bab 280 itu adalah kesalahan penulisan dan error revisi yang terlalu lama. Jangan lupa aplikasinya di-update agar mendapat tampilan terbaru dari GOODNOVEL yang semakin kece ya. Nantinya ISTRI NAKAL MAS PETANI akan diberi bonus chapter di saat kita semua sudah rindu.Kabar gembira giveaway-nya adalah MAS WIRA & SULIS akan memberikan merchandise sederhana untuk 50 orang pertama di peringkat GEMS 1-50. Bagi yang namanya tertera di peringkat tersebut bisa mengirimkan alamat ke :ADMIN JUSKELAPA melalui pesan singkat dengan nomor 0 8 2 2 -5 7 8 5-1 2 3 8 dengan menyertakan tangkapan layar peringkat GEMS (vote).AtauBisa kirim pesan melalui sosial media inssstagram ketik : juskelapa_ di pencarian. Buat yang belum beruntung bisa men
Pak Gagah ikut mengangkat gelas teh dan meneguk isinya hampir setengah. Baru menyadari nikmat bertukar cerita yang selama ini diamatinya pada kaum perempuan ternyata juga bisa ia rasakan. Sungguh Pak Gagah ataupun Pak Mangun tidak pernah menyangka bahwa hal yang mereka anggap sebagai tindakan tercela bisa mereka ubah menjadi sesuatu yang membawa masa depan baik untuk desa. “Kamu memang tidak berniat menjodohkan Bagus dan Ratna, kan, Gah?” Pak Mangun meletakkan cangklong di sudut bibirnya. Pak Gagah menggeleng-geleng. “Tidak…tidak. Aku tahu maksud Effendi menekan Ajeng soal hutang dan sertifikat kebun pasti berkaitan dengan Bagus. Ratna itu mondar-mandir terus di dekat rumah sini. Setiap berpapasan jalan yang ditanya Bagus. Tapi Bagus, kan, di Riau.” Pak Mangun tergelak. “Oh, sekarang aku ingat. Karena Ratna sering ke sini kamu jadi kepikiran ide buat ngomong kalau Bagus dijodohkan dengan Ratna.” “Alasan perjodohan itu ditambah dengan banyaknya petani yang terjerat hutang di Effend
Desa Girilayang itu terletak di kaki Merapi. Awalnya desa itu hanya berisi 12 kepala keluarga dengan 34 jiwa. Kakek buyut Pak Mangun dan Pak Gagah disebut-sebut sebagai orang pertama yang tinggal di desa itu untuk pertama kalinya. Secara geografis Desa Girilayang merupakan sebuah punggung bukit yang diisolasi oleh dua jurang di sisi sebelah barat dan timur. Itu sebabnya sebelum pembangunan jembatan seluruh warga desa harus berjalan memutari bukit dan cukup lama berada di jalan untuk bisa sampai ke kota.Pada sebuah peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia Wira pernah menyampaikan pidatonya yang mengatakan bahwa Desa Girilayang adalah tempat di mana semua warganya menjaga adat istiadat yang merupakan warisan leluhur. Juga melestarikan tempat-tempat wisata sejarah berikut pemandangan alam cantiknya untuk mendongkrak kemajuan desa dalam bidang pariwisata.Semua orang setuju dengan apa yang disampaikan Wira dan setuju dengan apa yang dilakukan Kepala Desa Girilayang terpilih itu u
Morning sickness yang dialami Sully berlangsung sampai kehamilannya menginjak usia delapan bulan. Sully mulai kuat terhadap bau-bauan dan bisa makan dalam porsi yang lebih banyak. Jika sebelumnya ia sulit menelan air dingin, masuk bulan kedelapan Sully sudah bisa memanjakan lidahnya dengan es teh manis. Seluruh keluarga besar Pak Gagah ikut senang dengan perubahan baik itu. Sully yang ceria sudah kembali. Pagi hari Sully ikut mendampingi anak-anaknya mandi dan makan. Kerjanya tak hanya bergulung di ranjang saja. Sully sudah mulai rajin seperti biasa. Ia juga mulai menggoda Wira dengan meremas bokongnya atau menggaruk perut pria itu. Wira menyambut bahagia godaan-godaan Sully. Sudah cukup lama pemenuhan kebutuhan batinnya berdasar mood istrinya itu. Menunggu belas kasihan Sully yang mau memberikan dengan sukarela tanpa mulut mengerucut. Memasuki bulan kedelapan mereka sudah kembali bercinta dengan hangat. Kehamilan yang terbebas dari morning sickness, tiga anak laki-lakinya sehat, pa
Kedatangan keluarga Pak Gagah yang hanya berjarak seminggu sebelum pesta pernikahan Oky membuat Pak Anwar menyusun agenda sepadat mungkin untuk mengajak besan berkeliling kampunghalamannya.Hal pertama yang dilakukan Pak Anwar adalah mengajak Pak Gagah melihat kebun kelapa Sully yang dibelikan Wira. Dalam perjalanan menuju kebun itu tak lupa Pak Anwar menunjukkan jalan hasil pengaspalan yang didanai oleh Wira.“Lihat seberapa panjangnya jalan menuju ke kebun kelapa ini, kan? Nah, ini semua Bagus yang mengaspal. Warga yang sudah lama mengharapkan perbaikan jalan bisa ikut menikmati yang dilakukan Bagus. Apa yang dilakukannya ini membawa banyak kebaikan. Bahkan warga yang tidak kenal Bagus secara pribadi malah mengenal namanya. Pernah sekali waktu saya ke kebun kelapa, ada seorang pria yang baru pulang merantau menanyakan soal jalan yang bagus. Orang tuanya langsung mengatakan jalan ini diaspal menantunya Pak Anwar. Namanya Bagus.” Pak Anwar terkekeh-kekeh senang saat menceritakan kisah
Rombongan itu benar-benar ramai. Tiga generasi melalui perjalanan panjang berpindah-pindah moda transportasi. Pak Gagah yang sudah lama tidak melancong jauh bangun paling pagi dibanding yang lain. Pria tua itu mengecek semua bawaan mereka untuk kesekian kalinya.Perjalanan hari itu dimulai dengan Asmari dan seorang supir dari pabrik yang diminta mengantar ke bandara.“Asmari ikut juga, kan, Gus? Masa Hendro resepsi Asmari enggak ikut?” Belum apa-apa Pak Gagah sudah protes karena Asmari yang belakangan dekat dengan Hendro tidak terlihat memiliki tentengan.“Asmari ikut, Pak. Nanti setelah mengantar kita ke terminal keberangkatan dia titip mobil di parkir inap bandara. Asmari berangkatnya satu pesawat bersama Pretty dan ibunya.” Wira baru saja melepas Asmari untuk meletakkan mobil di parkir inap. Pak Gagah yang sedang menggendong Bima pun sepertinya masih punya banyak waktu untuk memperhatikan orang sekitar.“Bapak capek? Bima bisa diletak dulu di stroller. Gantian sama Tika. Dari tadi
Dan bukan Sully namanya kalau segala yang ia lakukan tidak menimbulkan kehebohan orang sekeliling. Malam itu setelah mengutarakan keinginannya dengan cara merajuk, Wira menyanggupi semua hal yang akan dilakukan oleh istrinya itu agar mereka mendapatkan seorang bayi perempuan.Pertama-tama mereka berdua mendatangi praktek Dokter Masayu untuk berkonsultasi. Sully santai saja saat mengutarakan keinginannya. Raut dan gesture-nya sangat percaya diri seperti biasa. Terutama saat Dokter Masayu bertanya, “Sulis sudah mau program bayi perempuan? Awang belum dua bulan.” Dokter Masayu mengingatkan.Wira yang masih mengenakan seragam cokelat mengangguk yakin. “Katanya mau sekarang aja, Dok. Biar sekalian aja.”“Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti gitu, Dok. Kemarin hamilnya Awang juga bisa secepat itu. Saya mau tahu tips-tips khusus buat hamil anak perempuan.” Sully bicara dengan kedua tangannya yang melingkari lengan Wira. Ia sudah tidak peduli lagi dengan komentar ketiga kakaknya. Karena jik
Bisa dibilang Sully memasuki masa sedang repot-repotnya. Ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi Wira hadir sendirian. Ulang tahun pabrik yang harusnya bersamaan dengan ulang tahun si kembar ternyata perayaannya harus dilewatkan karena Sully baru melahirkan putra ketiganya.Putra ketiga Sully dan Wira lahir di bulan yang sama dengan kelahiran Bima dan Sakti. Dan keluarga Sully kembali datang dengan formasi yang sama. Sari; kakak Sully adalah orang yang pertama kali tertawa terbahak-bahak setelah mengetahui kehamilan adiknya.Dan hari itu, satu bulan setelah Sully melahirkan Sari kembali datang dengan anak bungsunya yang mulai belajar jalan. Dari ketiga kakak Sully, Sari pulalah yang menggendong putra ketiga adiknya itu sambil mengatakan, “Selamat datang putra ketiga adikku yang dulunya setiap hari ngomong jangan banyak anak.”Karena itu Sully mengerucutkan bibir memandang kakaknya.Keramaian ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi memang senga
Sully sudah melupakan tentang percintaan sore yang dilakukannya dengan penuh semangat dan keringat. Fokusnya sementara hanya tertuju merawat putra kembarnya dan mengerjakan dua tawaran endorsement yang sudah ia sanggupi. Ada dua iklan yang videonya sedang mereka garap. Pil pelancar ASI dan produk korset pelangsing perut. Kedua endorsement itu diterima Sully dengan penuh suka cita. Terlebih tenaga ‘babysitter’ si kembar masih melimpah ruah.Semua orang di rumah sedang berlomba-lomba menjadi sosok yang paling bisa menaklukkan hati si kembar. Semua ingin mendapat sebutan orang yang paling bisa membuat si kembar langsung tenang saat menangis. Termasuk Pak Anwar dan Bu Dahlia yang biasanya sering berdebat kecil. Suami istri itu kini terlihat kompak menjaga cucu laki-laki dari anak bungsu mereka.“Kita harus sering-sering bikin konsep video begini. Biaya produksinya kecil, mengedukasi, juga anti ribet-ribet klub.” Sully sedang membereskan kotak make-upnya.“Konsepnya emang bagus, tapi nggak