Berkali-kali di dalam dirinya, Sully memperingatkan bahwa ia boleh egois saat itu. Tak semestinya ia mengkhawatirkan Wira yang terlihat tidak terlalu mengkhawatirkannya. Dua minggu berada di rumah, tidak membawa perubahan besar atas sikap Wira. Pria itu masih sibuk dengan urusannya tanpa menyisakan waktu luang untuk bicara dari hati ke hati.Mungkin Wira lelah. Atau mungkin Wira sedang tak banyak waktu untuk lebih mengkhawatirkan istrinya sendiri. Atau … Wira sedang mempersiapkan sesuatu untuk dirinya?“Belum pernah lihat panen kacang tanah, kan? Ayo, duduk di sini. Kamu cuma perlu duduk santai aja. Jangan ngapa-ngapain.” Pak Gagah menyodorkan bangku setinggi mata kaki yang sudah diberinya alas tumpukan kain.“Bapak kayanya lagi enggak sehat. Iya, kan? Bapak pucat,” kata Sully saat ia dan Pak Gagah berdua saja di kebun belakang. Ia tak mau menoleh ke belakang untuk melihat apa Wira mengikuti mereka. Dua minggu lebih banyak diam dan bicara secukupnya pada pria itu membuat keadaan merek
Dari kamar, perkataan Pak Effendi sangat jelas terdengar. Bisa jadi, salah seorang keluarga Subardi yang berada di luar rumah pun bisa ikut mendengar.Sully terdiam bagai dihantam sesuatu yang tidak pernah terpikir olehnya. Itu terlalu cepat dan frontal untuk langsung diucapkan di depan Pak Gagah. Ia bahkan belum bersiap-siap untuk mengatakan semua itu pada Wira.Sully beringsut gelisah. Wira sedang menatap jendela yang tertutup seakan menanti lanjutan obrolan Pak Gagah dan Pak Effendi. Nyatanya, tak ada lanjutan. Hanya suara hempasan pagar kayu yang terdengar lebih keras. Pak Effendi pergi meninggalkan halaman dengan emosi yang ia sulut sendiri.“Kamu istirahat, ya. Kata Bapak, jangan tidur. Sebentar lagi makan malam,” kata Wira, bangkit dari ranjang.“Mas,” panggil Sully, menahan lengan Wira. Ia mencoba bangkit dari ranjang.Wira dengan cepat menahan bahu Sully. “Enggak perlu menjelaskan apa-apa sekarang. Kamu istirahat dulu. Mas mau ngomong sama Bapak.” Ia mengangguk demi meyakinka
Sully setengah menjerit saat Rino menyeret masuk ke sebuah SUV yang belakangan ia tahu kalau Rino menyewa mobil itu dari kota terdekat ditambah dengan jasa seorang supir.“Lepas! Sinting! Nanti orang kira aku ngapa-ngapain sama kamu.” Sully melepaskan tangan Rino yang mencengkeram pergelangannya.“Memangnya orang mau mengira kita ngapain? Kamu kenapa, sih, Sul? Kamu bohong, kan, soal udah nikah? Itu enggak benar, kan?” Kali ini Rino memegangi kedua bahu Sully agar wanita itu menghadap ke arahnya.“Kamu apa, sih? Lepasin. Aku masih sakit,” ketus Sully, kembali menepis tangan Rino dari bahunya. “Minta mobil ini berhenti. Kita balik ke rumah tempat tinggal aku tadi.”“Kita ngobrol dulu sampai semuanya kelar, selesai, jelas, baru aku kembalikan kamu ke sana. Atau kamu mau ikut aku balik ke Jakarta?”“Jangan sinting! Aku udah sering bilang kalau aku udah nikah...aku udah punya suami. Kamu maunya apa, sih? Siapa yang kasih tahu ke kamu aku ada di sini? Siapa?!”Mobil terus melaju menuju kel
Urusan Wira di minggu-minggu itu memang sangat padat. Dari mulai hadir sebagai pelapor insiden kebakaran yang mengharuskannya mondar-mandir ke kantor polisi, menemui pihak asuransi yang bertanya banyak hal, rapat bersama penanam modal, mendatangi perangkat Desa Girilayang yang dinilainya tak becus, dan tak lupa menjenguk Saptono. Namun, akhir-akhir ini semua kelelahan akibat insiden proyek itu belum ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan suasana rumah yang terasa semakin hambar. Sully belum bersikap normal sejak kehilangan janin yang ia kandung. Komunikasi mereka semakin terbatas. Sepatah-sepatah, sepotong-sepotong, bahkan semua pertanyaan kebanyakan dijawab dengan ya atau tidak saja. Mereka seperti kembali ke masa awal pertama kali bertemu. Yaitu, hanya sepasang orang asing yang tinggal di kamar yang sama dan tak bertegur sapa. Tumpukan-tumpukan lelah yang dirasakan Wira semakin menggunung. Terlebih, ketika beberapa hari yang lalu ia mendapati Sully mengunggah video endorse baru k
“Mau pulang ke mana? Ini rumah kamu. Di sini ada Mas, suami kamu, ada Bapak juga. Kita bicarakan masalah kita pelan-pelan.” Wira merendahkan suaranya, namun masih bergeming. Mematung menatap Sully yang memandangnya dengan sepasang mata paling berani yang pernah ia lihat. Sully tak pernah seperti itu. Dalam keadaan paling marah sebelum-sebelumnya, sorot mata Sully tak pernah lebih berani dari yang dilihat Wira malam itu. “Kamu masih sakit. Mas enggak ngajak kamu ngobrol yang berat-berat karena Mas mau kamu cepat pulih. Mas mau kamu bisa jadi Sulis yang ceria, yang banyak ngomong, yang masakin Mas ini-itu.”“Aku capek, Mas. Itu bukan aku yang sebenarnya. Aku bukan perempuan penurut kaya gitu. Aku yang bodoh karena terlalu berusaha keras biar orang-orang di sini suka denganku. Aku rela enggak jadi diri sendiri demi disukai bapaknya Mas.” Ketika mengatakan itu, Sully mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia tak mau Wira melihat ketidakjujuran dalam sorot matanya.Wira menelan ludah pel
Tidak seperti perdebatan mereka yang sudah-sudah, kali ini Oky tidak mau bicara sambil berteriak satu sama lain. Tiga hari yang lalu Oky menyimak pertengkaran sepasang suami istri itu dari ruang tamu. Bukan hanya dia, tapi ada Pak Gagah juga. Wajah pria tua itu tak perlu ditanya lagi bagaimana sedihnya. Mungkin menyiratkan kekesalan, amarah, juga ketidaksabaran.“Kamu harus tidur. Sudah larut,” kata Pak Gagah pada Oky ketika suara perdebatan dari kamar Wira sudah tak terdengar.Oky mengangguk dan meninggalkan ruang tamu. Entah kenapa ia dan Pak Gagah saling memaklumi soal mencuri dengar percakapan itu. Di depan pintu kamarnya, Oky berputar untuk melihat Pak Gagah yang kembali duduk dengan cangkir teh di tangan. “Bapak juga tidur,” kata Oky pelan. Pak Gagah mengangguk samar.Jika orang mendengar untuk pertama kali, apa yang diucapkan Sully pasti sangat mengejutkan. Wanita itu memang bisa mengatakan hal yang tidak bisa dikatakan orang lain dengan mudah. Tapi, sebagai sahabatnya Oky juga
Setelah perdebatan di malam hari itu, Wira memang membiarkan Sully menenangkan diri dengan tidak mengungkit topik obrolan perdebatan mereka. Terutama soal tas.Hari ketiga, Wira harus memajukan jadwal meeting para pemilik saham di salah satu hotel berbintang yang jaraknya paling dekat dengan Desa Girilayang. Pembahasan meeting itu amat penting untuk keberlanjutan pembangunan pabrik.Wira sudah bisa menarik napas lega. Penelitian Polis, Penelitian Klaim, bahkan penunjukan Lost Adjuster yang dilakukan oleh perusahaan asuransi berjalan dengan lancar. Penilaian kerugian yang dialami proyek pabrik pengolahan gula aren dapat diterima dengan baik. Meski sebelumnya Wira sempat mendapat penolakan oleh pihak asuransi di beberapa benda bernilai tinggi yang ikut terbakar, setelah memakai jasa Lost Adjuster pihak Tertanggung maupun Penanggung sudah sepakat dengan angka ganti rugi yang wajar.“Besok kontrol ke orthopedi lagi, kan?” Wira baru menginjakkan kakinya di teras saat Saptono meneleponnya.
Wira yang tadi setengah melamun menatap permukaan meja kini mulai mengangkat kepala dan menegakkan duduknya. Ia sama sekali tidak pernah berpikir tentang apa yang baru saja dikatakan oleh Oky. Baginya, menyelesaikan masalah Sully cukup melunasi semua perkara hutang-piutang wanita itu. Meski ada beberapa hal yang ia ingin bereskan dengan caranya sendiri. Namun, sepertinya saat itu ia memang harus mendengarkan Oky lebih dulu.“Diam-diam Mbak Oky pasti tahu kalau setelah keguguran Sulis jarang banget mau memulai obrolan dengan saya. Selalu saya yang ajak Sulis buat ngobrol lebih dulu.”“Jangan mengeluh karena kopi kita dingin. Karena dia pernah hangat tapi kita mendiamkannya.” Oky tertawa kecil. “Ternyata ucapan anak senja ada benarnya juga,” gumam Oky seraya menggeleng pelan.Wira diam cukup lama sebelum kembali melanjutkan. “Kemarin-kemarin saya mau masalah selesai satu persatu. Jadi, saya mulai dari yang tingkat urgensinya paling tinggi. Yang lebih darurat. Saya menilai urusan pembang
Halo ....Selamat pagi Boeboo tersayang pembaca juskelapa. Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.Di sini saya mau menginformasikan bahwa novel ISTRI NAKAL MAS PETANI sudah tamat di Bab 280. Apabila kemarin ada penulisan TO BE CONTINUED di akhir bab 280 itu adalah kesalahan penulisan dan error revisi yang terlalu lama. Jangan lupa aplikasinya di-update agar mendapat tampilan terbaru dari GOODNOVEL yang semakin kece ya. Nantinya ISTRI NAKAL MAS PETANI akan diberi bonus chapter di saat kita semua sudah rindu.Kabar gembira giveaway-nya adalah MAS WIRA & SULIS akan memberikan merchandise sederhana untuk 50 orang pertama di peringkat GEMS 1-50. Bagi yang namanya tertera di peringkat tersebut bisa mengirimkan alamat ke :ADMIN JUSKELAPA melalui pesan singkat dengan nomor 0 8 2 2 -5 7 8 5-1 2 3 8 dengan menyertakan tangkapan layar peringkat GEMS (vote).AtauBisa kirim pesan melalui sosial media inssstagram ketik : juskelapa_ di pencarian. Buat yang belum beruntung bisa men
Pak Gagah ikut mengangkat gelas teh dan meneguk isinya hampir setengah. Baru menyadari nikmat bertukar cerita yang selama ini diamatinya pada kaum perempuan ternyata juga bisa ia rasakan. Sungguh Pak Gagah ataupun Pak Mangun tidak pernah menyangka bahwa hal yang mereka anggap sebagai tindakan tercela bisa mereka ubah menjadi sesuatu yang membawa masa depan baik untuk desa. “Kamu memang tidak berniat menjodohkan Bagus dan Ratna, kan, Gah?” Pak Mangun meletakkan cangklong di sudut bibirnya. Pak Gagah menggeleng-geleng. “Tidak…tidak. Aku tahu maksud Effendi menekan Ajeng soal hutang dan sertifikat kebun pasti berkaitan dengan Bagus. Ratna itu mondar-mandir terus di dekat rumah sini. Setiap berpapasan jalan yang ditanya Bagus. Tapi Bagus, kan, di Riau.” Pak Mangun tergelak. “Oh, sekarang aku ingat. Karena Ratna sering ke sini kamu jadi kepikiran ide buat ngomong kalau Bagus dijodohkan dengan Ratna.” “Alasan perjodohan itu ditambah dengan banyaknya petani yang terjerat hutang di Effend
Desa Girilayang itu terletak di kaki Merapi. Awalnya desa itu hanya berisi 12 kepala keluarga dengan 34 jiwa. Kakek buyut Pak Mangun dan Pak Gagah disebut-sebut sebagai orang pertama yang tinggal di desa itu untuk pertama kalinya. Secara geografis Desa Girilayang merupakan sebuah punggung bukit yang diisolasi oleh dua jurang di sisi sebelah barat dan timur. Itu sebabnya sebelum pembangunan jembatan seluruh warga desa harus berjalan memutari bukit dan cukup lama berada di jalan untuk bisa sampai ke kota.Pada sebuah peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia Wira pernah menyampaikan pidatonya yang mengatakan bahwa Desa Girilayang adalah tempat di mana semua warganya menjaga adat istiadat yang merupakan warisan leluhur. Juga melestarikan tempat-tempat wisata sejarah berikut pemandangan alam cantiknya untuk mendongkrak kemajuan desa dalam bidang pariwisata.Semua orang setuju dengan apa yang disampaikan Wira dan setuju dengan apa yang dilakukan Kepala Desa Girilayang terpilih itu u
Morning sickness yang dialami Sully berlangsung sampai kehamilannya menginjak usia delapan bulan. Sully mulai kuat terhadap bau-bauan dan bisa makan dalam porsi yang lebih banyak. Jika sebelumnya ia sulit menelan air dingin, masuk bulan kedelapan Sully sudah bisa memanjakan lidahnya dengan es teh manis. Seluruh keluarga besar Pak Gagah ikut senang dengan perubahan baik itu. Sully yang ceria sudah kembali. Pagi hari Sully ikut mendampingi anak-anaknya mandi dan makan. Kerjanya tak hanya bergulung di ranjang saja. Sully sudah mulai rajin seperti biasa. Ia juga mulai menggoda Wira dengan meremas bokongnya atau menggaruk perut pria itu. Wira menyambut bahagia godaan-godaan Sully. Sudah cukup lama pemenuhan kebutuhan batinnya berdasar mood istrinya itu. Menunggu belas kasihan Sully yang mau memberikan dengan sukarela tanpa mulut mengerucut. Memasuki bulan kedelapan mereka sudah kembali bercinta dengan hangat. Kehamilan yang terbebas dari morning sickness, tiga anak laki-lakinya sehat, pa
Kedatangan keluarga Pak Gagah yang hanya berjarak seminggu sebelum pesta pernikahan Oky membuat Pak Anwar menyusun agenda sepadat mungkin untuk mengajak besan berkeliling kampunghalamannya.Hal pertama yang dilakukan Pak Anwar adalah mengajak Pak Gagah melihat kebun kelapa Sully yang dibelikan Wira. Dalam perjalanan menuju kebun itu tak lupa Pak Anwar menunjukkan jalan hasil pengaspalan yang didanai oleh Wira.“Lihat seberapa panjangnya jalan menuju ke kebun kelapa ini, kan? Nah, ini semua Bagus yang mengaspal. Warga yang sudah lama mengharapkan perbaikan jalan bisa ikut menikmati yang dilakukan Bagus. Apa yang dilakukannya ini membawa banyak kebaikan. Bahkan warga yang tidak kenal Bagus secara pribadi malah mengenal namanya. Pernah sekali waktu saya ke kebun kelapa, ada seorang pria yang baru pulang merantau menanyakan soal jalan yang bagus. Orang tuanya langsung mengatakan jalan ini diaspal menantunya Pak Anwar. Namanya Bagus.” Pak Anwar terkekeh-kekeh senang saat menceritakan kisah
Rombongan itu benar-benar ramai. Tiga generasi melalui perjalanan panjang berpindah-pindah moda transportasi. Pak Gagah yang sudah lama tidak melancong jauh bangun paling pagi dibanding yang lain. Pria tua itu mengecek semua bawaan mereka untuk kesekian kalinya.Perjalanan hari itu dimulai dengan Asmari dan seorang supir dari pabrik yang diminta mengantar ke bandara.“Asmari ikut juga, kan, Gus? Masa Hendro resepsi Asmari enggak ikut?” Belum apa-apa Pak Gagah sudah protes karena Asmari yang belakangan dekat dengan Hendro tidak terlihat memiliki tentengan.“Asmari ikut, Pak. Nanti setelah mengantar kita ke terminal keberangkatan dia titip mobil di parkir inap bandara. Asmari berangkatnya satu pesawat bersama Pretty dan ibunya.” Wira baru saja melepas Asmari untuk meletakkan mobil di parkir inap. Pak Gagah yang sedang menggendong Bima pun sepertinya masih punya banyak waktu untuk memperhatikan orang sekitar.“Bapak capek? Bima bisa diletak dulu di stroller. Gantian sama Tika. Dari tadi
Dan bukan Sully namanya kalau segala yang ia lakukan tidak menimbulkan kehebohan orang sekeliling. Malam itu setelah mengutarakan keinginannya dengan cara merajuk, Wira menyanggupi semua hal yang akan dilakukan oleh istrinya itu agar mereka mendapatkan seorang bayi perempuan.Pertama-tama mereka berdua mendatangi praktek Dokter Masayu untuk berkonsultasi. Sully santai saja saat mengutarakan keinginannya. Raut dan gesture-nya sangat percaya diri seperti biasa. Terutama saat Dokter Masayu bertanya, “Sulis sudah mau program bayi perempuan? Awang belum dua bulan.” Dokter Masayu mengingatkan.Wira yang masih mengenakan seragam cokelat mengangguk yakin. “Katanya mau sekarang aja, Dok. Biar sekalian aja.”“Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti gitu, Dok. Kemarin hamilnya Awang juga bisa secepat itu. Saya mau tahu tips-tips khusus buat hamil anak perempuan.” Sully bicara dengan kedua tangannya yang melingkari lengan Wira. Ia sudah tidak peduli lagi dengan komentar ketiga kakaknya. Karena jik
Bisa dibilang Sully memasuki masa sedang repot-repotnya. Ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi Wira hadir sendirian. Ulang tahun pabrik yang harusnya bersamaan dengan ulang tahun si kembar ternyata perayaannya harus dilewatkan karena Sully baru melahirkan putra ketiganya.Putra ketiga Sully dan Wira lahir di bulan yang sama dengan kelahiran Bima dan Sakti. Dan keluarga Sully kembali datang dengan formasi yang sama. Sari; kakak Sully adalah orang yang pertama kali tertawa terbahak-bahak setelah mengetahui kehamilan adiknya.Dan hari itu, satu bulan setelah Sully melahirkan Sari kembali datang dengan anak bungsunya yang mulai belajar jalan. Dari ketiga kakak Sully, Sari pulalah yang menggendong putra ketiga adiknya itu sambil mengatakan, “Selamat datang putra ketiga adikku yang dulunya setiap hari ngomong jangan banyak anak.”Karena itu Sully mengerucutkan bibir memandang kakaknya.Keramaian ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi memang senga
Sully sudah melupakan tentang percintaan sore yang dilakukannya dengan penuh semangat dan keringat. Fokusnya sementara hanya tertuju merawat putra kembarnya dan mengerjakan dua tawaran endorsement yang sudah ia sanggupi. Ada dua iklan yang videonya sedang mereka garap. Pil pelancar ASI dan produk korset pelangsing perut. Kedua endorsement itu diterima Sully dengan penuh suka cita. Terlebih tenaga ‘babysitter’ si kembar masih melimpah ruah.Semua orang di rumah sedang berlomba-lomba menjadi sosok yang paling bisa menaklukkan hati si kembar. Semua ingin mendapat sebutan orang yang paling bisa membuat si kembar langsung tenang saat menangis. Termasuk Pak Anwar dan Bu Dahlia yang biasanya sering berdebat kecil. Suami istri itu kini terlihat kompak menjaga cucu laki-laki dari anak bungsu mereka.“Kita harus sering-sering bikin konsep video begini. Biaya produksinya kecil, mengedukasi, juga anti ribet-ribet klub.” Sully sedang membereskan kotak make-upnya.“Konsepnya emang bagus, tapi nggak