"Gadis aneh. Padahal aku sudah memintanya untuk masuk, kenapa malah tidur di luar?" Elang menggerutu setelah merebahkan istrinya di atas ranjang. Sesekali pria itu tersenyum dan juga menggelengkan kepalanya, sembari menatap wajah lelap sang istri yang nampak lusuh.Pria itu termenung dengan mata yang lekat menatap wajah Ayunda. Istrinya masih terlihat cantik meski wajahnya kusam. Wanita itu memang belum sempat mandi atau sekedar mencuci muka setelah menempuh perjalanan jauh. "Wajah kamu memang sangat mirip Ayana, tapi, sifat dan tingkah kamu, jauh berbeda dengan mantan istriku, Ay," lagi-lagi Elang bergumam kala ingatannya kembali tertuju pada mantan istrinya.Elang menghela nafasnya yang tiba-tiba merasakan sesak. Mengingat mantan istrinya, secara langsung Elang juga mengingat kembali luka istrinya yang pernah dia torehkan, yang dulu sempat tidak disadari olehnya."Apa mungkin kamu diutus Tuhan, untuk menghukumku karena kesalahanku pada mendiang istriku, Ay?" Elang kembali bermonolo
Elang terdiam. Matanya menatap lekat wanita yang sedang menikmati makan malamnya yang telar, tapi pikiran Elang berkelana, mencerna setiap kata yang terucap dari bibir wanita yang beberapa hari ini telah sah menjadi istrinya.Bella, nama wanita yang memang dari dulu dekat dengan Elang sejak usia mereka masih muda. Mereka saling kenal melalui teman Elang yang juga sepupu dari wanita itu. Hubungan mereka semakin akrab saat mengetahui orang tua keduanya telah menjalin kerja sama."Kalau Bella suka sama aku, kenapa dia tidak ngomong langsung? Malah waktu aku dekat dengan istriku dulu, dia sangat mendukung dan terlihat senang?" Elang mencoba menyangkalnya berdasarkan fakta yang dia ketahui dari sikap yang ditunjukan Bella selama ini.Ayunda lantas tersenyum dan sebelum menjawab, wanita itu terlebih dahulu menghabiskan makanannya yang tinggal beberapa suap lagi. Kurang dari satu menit, hidangan dalam piring telah dia habiskan."Ya elah, Mas, Mas Elang mungkin memang ahli dibidang bisnis. Ta
Kaget, itulah ekpresi yang ditunjukan Ayunda saat ini. Mata wanita itu menatap penuh tanya pada pria yang sedang bersandar pada ujung ranjang. Pria itu juga membalas tatapan sang istri dengan sorot mata penuh dengan rasa sesal."Apa aku boleh tahu apa yang terjadi pada istri Mas Elang dulu?" Ayunda memberanikan diri untuk bertanya. Apa yang dikatakan Elang terlanjur membuat wanita itu penasaran. Meski dia juga tidak terlalu berharap lebih, agar rasa penasarannya menghilang."Kalau Mas Elang mau menceritakannya ya terimakasih, tapi kalau berat, jangan dipaksain," Wanita itu benar-benar mencoba mengerti. Ayunda hanya berpikir tidak mau terlalu jauh mengetahui kehidupan pribadi suaminya.Elang menghela nafasnya perlahan. Lalu dia mengalihkan pandangan matanya ke layar ponsel yang kembali berdering. "Angkat saja, Mas. Mungkin ada hal penting yang memang akan dia bicarakan," Ayunda mencoba memberi saran, walaupun dia agak sebal karena dering ponsel itu mengganggu rasa penasarannya yang in
"Mas Elang, sarapan sudah siap," Ayunda sengaja bersuara agak keras sembari membawa nampan berisi minuman saat langkah kakinya menapaki ruang tamu. Dengan menahan rasa kesal, wanita itu berusaha tenang kala matanya menyaksikan suaminya bercengkrama dengan teman wanitanya.Setelah tadi mendapat pesan dari pekerja pria di rumah tersebut, Ayunda memutuskan dirinya yang membuat minuman untuk tamu di rumah itu. Tamu tak tahu diri, pagi-pagi sudah datang menghampiri suami orang dengan alasan yang tidak masuk akal.Elang dan tamunya, yang saat itu tengah ngobrol, serentak menoleh dan memandang kedatangan Ayunda. Jika Elang terlihat senang, tamunya malah menunjukkan ketidak sukaannya karena kedatangan Ayunda dianggap sebagai penggangu."Elang nanti sarapan di kantor, seperti biasanya, iya kan, Lang?" dengan percaya diri, tamu wanita bernama Bella itu membalas ucapan Ayunda. Bella sengaja berkata seperti itu agar Ayunda tahu kalau wanita tersebut mengenal Elang lebih dari siapapun."Itu dulu,
Acara sarapan pagi itu berlangsung cukup panas. Bukan karena udaranya yang membuat gerah, tapi karena perlakuan Ayunda kepada suaminya, mampu membuat wanita yang menjadi tamu di sana, begitu geram dengan hati yang dipenuhi rasa iri dan cemburu.Ditambah lagi setiap pertanyaan serta sindiran yant dilayangkan oleh Bella, mampu dibalas oleh Ayunda dengan sukses dan sangat elegan, menjadikan rasa kesal dalam benak Bella semakin besar karena selalu kalah dalam berkata."Mas mandi dulu ya, Sayang," entah sudah keberapa kalinya, Elang menggunakan kata sayang kepada istrinya di pagi ini. Pria itu sungguh memanfaatkan kesempatan langka tersebut sampai Ayunda berkali-kali dibuat gugup dan terkejut karena perlakuannya."Ya udah, sana, nanti setelah ini aku nyusul," Ayunda pun membalas dengan sikap yang dibuat sewajar mungkin agar terlihat seperti pasangan penuh cinta. Sedangkan wanita yang menyaksikan adegan itu hanya mampu menahan kekesalannya tanpa bisa berbuat apapun.Elang melenggang ringan
Elang ternganga. Matanya menatap tak percaya ke arah wanita yang baru saja memberi peringatan kepadanya. Untuk beberapa detik pria itu terdiam tanpa ada keinginan membalas ucapan istrinya karena Elang terlalu kaget dengan apa yang baru saja dia dengar."Apa kamu sedang mengancamku?" detik berikutnya, apa yang ada dalam pikiran ELang, akhirnya dia keluarkan dalam bentuk pertanyaan, sampai sang istri dibuat menoleh dan menatap Elang dengan kening sedikit berkerut.Namun tak lama setelahnya, Ayunda malah tersenyum geli begitu menyaksikan raut wajah suaminya yang nampak lucu saat ini. "Kenapa? Kalau Mas Elang menganggap ucapanku adalah sebuah ancaman, ya udah, anggap aja seperti itu, bagaimana?" Ayunda malah semakin terpancing untung menantang suaminya "Ya tidak bisa begitu dong, Sayang?" tolak Elang cepat, "kan perjanjiannya kita nikah sampai setahun? Masa kamu mengambil keputusan secara sepihak gitu? Apa kamu nggak takut kehilangan rumah kamu? Sertifikatnya masih sama aku loh."Ternya
Elang mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Sejak keluar dari rumah, senyum pria itu masih setia merekah di bibirnya, kala ingatan pria itu tertuju kembali pada kejadian sebelum dia berangkat menuju kantornya.Namun, senyum itu sedikit berkurang, kala ingatan pria itu tanpa sengaja kembali tertuju pada sosok yang telah pergi sejak lima belas tahun yang lalu. Sosok yang membuatnya larut dalam jurang penyesalan hingga saat ini, meski dirinya telah menemukan pengganti sosok tersebut."Dia memang sangat berbeda dengan Ayana," Elang bergumam. Dia kembali membandingkan perbedaan yang cukup jauh dari sifat istrinya yang sekarang dan juga mantan istrinya yang telah meninggal.Wajah dua wanita itu memang sama sekali tidak ada bedanya. Bahkan, mungkin jika disandingkan, wajah Ayunda dan juga wajah Ayana dulu, sama sekali sukar dicari perbedaannya. Namun, meski wajah keduanya sama persis, tapi kedua wanita itu justru memiliki perbedaan pada sikap dan tingkahnya. Jika Ayunda terkesan ber
"Enaknya ngapain ya?" Ayunda bergumam dengan tatapan menewarang, memperhatikan apapun yang ada di sekitarnya. Wanita itu nampak bingung, karena tidak ada kegiatan yang bisa dia kerjakan untuk saat ini."Rumah sebesar ini, masa hanya ditempati oleh empat orang saja? Apa nggak sayang, banyak kamar yang kosong?" ucapnya sembari menatap lekat bangunan yang kini menjadi tempat tinggalnya. Sejak Elang berangkat kerja, Ayunda memang tidak langsung masuk ke dalam rumah. Wanita itu memilih duduk di taman yang sama, saat semalam dia tertidur. Sengaja Ayunda duduk di sana karena bingung, apa yang harus dia kerjakan agar tidak jenuh."Mending aku masuk aja deh, ngobrol sama Bibi. Kalau pagi-pagi begini, apa yang dilakukan Bibi di rumah sebesar ini?" Ayunda menemukan ide, dan dia segera beranjak untuk menemui seseorang yang kemungkinan besar saat ini berada di area dapur.Benar saja, wanita yang sedang dicari Ayunda saat ini, malah terlihat sedang duduk di kursi, yang letaknya berada di teras dek