“Aku hanya butuh waktu, maaf telah membuat Mama khawatir. Aku akan segera membaik percayalah. Jangan terlalu Mama pikirkan.” Nana berdiri menjauh dan membelakanginya ibu dari suaminya itu.
Nana tidak menyangka jika sang mertua dapat membaca gelagatnya. Alasannya ada yang dikerjakannya dalam kamar kurang tepat.
Dia lupa jika wanita usia senja itu tahu persis, jika dia tidak lagi mengurus soal pekerjaan. Apalagi itu menyangkut perkebunan, dia telah memberi hak penuh pada Burhan. Dirinya hanya terima hasil bersih saja.
Harusnya dia menggunakan alasan panti. Mengapa dia baru teringat setelah ketahuan. Disana dia memiliki kamar khusus, bahkan dia bisa menginap disana.
Sikap Nana yang terlihat dingin membuat Marwa keluar dari kamar dalam diam. Menutup pintu pelan,
Sama dengan burhan, tubuhnya penuh keringat. Dia harus mandi ulang supaya lebih segar.“Mengapa tidak katakan saja sejujurnya?”“Awalnya emang gitu, tapi Aku pikir nanti sajalah. Sudah kepalang basah, mending nyebur. Sekalian beri kejutan untuk Mama, ulang tahun Mama yang hampir kita lupa.”“Oh, iya. Ide bagus.”“Kita sibuk dirumah sakit, tidak punya waktu memberikan kejutan untuk Mama. Tapi sebelum itu kita harus bicara jujur pada Bella. Aku tidak ingin semakin lama merahasiakan ini. Semakin membuat Bella mengira kita sengaja untuk tidak memberitahukan.”“Tunggu kondisinya membaik, ya. Abang takut nanti berdampak pada kandungannya.”
“Tau gini gak akan repot selama ini,” kekeh Burhan kedua tangannya kini merangkul pundak istri-istrinya.“Kalian juga, setahun lebih kita kenal. Tidak paham juga watak dan sifat Aku,” omel Bella.“Bukan begitu, ini menyangkut tentang orang tuamu. Gimana kami bisa santai,” timpal Nana.“Lain kali jangan seperti ini lagi. Aku telah menjadi bagian dalam rumah tangga kalian. Jangan buat Aku seperti orang asing,” pinta Bella.Urusan Bella tuntas, saat mengatur jadwal untuk membuat kejutan untuk Marwa.Villa milik Nana telah dihias sedemikian rupa. Undangan pun telah disebarkan.Acaranya akan diadakan besok malam. Dan menjadi tugas Bella u
“Udah gadis dia sekarang. Cakep,” ujar Ferdi sepeninggalan Nana dan Amel.“Eh, iya kalian pernah ketemu. Waktu dia lulus SMP. Aku hampir lupa,” sahut Burhan masukan potongan cake dalam mulutnya. “ Pantas dia jutek.”“Lagian kalian ada-ada saja ngenalin dia. Sama Gue yang seumuran sama Abangnya,” papar Ferdi.“Gak masalah. Soal jodoh siapa yang tahu.”“Tapi Gue, ogah punya ipar Lo dan Nana. Baru teman aja udah pusing. Lagiankan gak lucu jika judulnya suamiku setua Abangku,” kekeh Ferdi.Amel si gadis manja dan sangat polos. Tidak bisa menyembunyikan sikap saat tidak menyukai seseorang.Raut muka dan nada bicara
“Iya sendiri Bibiku sayang, semalam Bella perutnya kram. Jadi Aku meminta dia tidur sama Bella saja. Ibu hamil lebih membutuhkan suaminya. Lucunya Bella minta kami tidur bertiga di ruang tengah. Ya, Aku gak mau. Enakan di kamar kasurnya empuk,” jelas Nana terkekeh kecil mencubit pipi wanita yang sibuk menyapu.“Semoga kalian selalu akur selamanya. Bibi rasanya bahagia sekali ikut menyaksikan secara langsung kisah rumah tangga kalian. Bibi sangat terharu, Bi yang setua ini tidak akan sanggup seperti kalian,” beber Bi Siti yang telah menyelesaikan aktivitas rutinnya.“Bi, nanti dulu. Temani Aku ngopi, sambil ghibahin tetangga depan.” Nana menuntun wanita bertubuh gempal itu duduk dibangku yang satu lagi. “Lilis, Lis buatkan dua kopi, lalu bawa kemari. Tidak pakai lama kalau lama Aku ngambek.”
“Oko oke oki tuan putri. Kakak mau kemana, Aku mau ikut.” Bella melihat Nana dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.“Aku mau cuci mata sama otak biar fresh. No no, Aku gak berani bawa orang hamil. Nanti terjadi apa-apa Aku lagi yang disalahkan.” Nana menyipitkan matanya.“Aku yang izin sama Bang Burhan,” rengek Bella.“Aku tidak berani Bella. Atau kamu minta suami kita yang menemani,” saran Nana.Nana berjalan ke arah pintu, melambaikan tangan berjalan layaknya peragawati. Mengejek penuh kemenangan melihat wajah Bella dilipat. Seperti kertas origami mainan anak TK.Semenjak Bella berbadan dua Nana tidak berani lagi membawanya bepergian. Burhan tidak pernah melarang, tapi dia
Sifat yang manja membuatnya seperti anak-anak. Jika diperhatikan mungkin saja gadis itu seumuran dengannya.Yang dikatakan Umi benar tidak perlu melupakan cukup membuka diri untuk orang baru.Tapi kenapa bayangan gadis centil dan manja itu yang muncul. Pemuda itu tergidik mengingat pakaian yang dikenakan gadis itu.Entah sudah berapa ratus pasang matanya menikmati auratnya. Yang seharusnya ditutupi, bukankan barang terbungkus akan selalu diminati.Hamka memejamkan mata dengan harapan saat terbangun oleh Kokok ayam. Ada harapan baru menghampiri diri yang hampa ini.Malam ini Bella mengunci ruang pribadi. Dia tidak ingin kejadian semalam terulang kembali, Nana meminta Burhan tidur. Bersamanya.
“Jika Bi Siti disini, bukan tidak mungkin Nana juga berada disini,” batinnya lagi.Wanita celingukan berusaha mengintip kedalam rumah. Mencari sosok yang ingin dia lihat setelah sekian tahun tidak berjumpa.“Nyonya,” Bella menyentuh lengannya untuk menyadarkan dari lamunan.“Eh, maaf. Tadi bicara apa?” tanya Maya gelagapan.“Kemarin kita belum kenalan, saya Bella.” Bella mengulurkan tangan. “ Dan ini Bi Siti.”“Ehem, saya Maya.” Maya menyambut uluran wanita bercadar di depannya.“Tidak salah, lagi nama yang sama. Aku harus mencari tahu tentang Nana,” batin Maya.
Bella berlari ke kamar mandi hendak menuntaskan kehendak sesuatu dalam perutnya. Meronta-ronta minta dikeluarkan, Bi Siti menyusulnya segera.Tanpa perduli lantai penuhi putih dan kuning telur mentah. Nana meneguk air dingin dalam botol dengan kasar hingga tandas.Mendengar nama Maya jantungnya berdegup lebih cepat. Dadanya naik turun menghirup paksa banyak oksigen.Tubuhnya keluar keringat dingin, entah kebetulan atau memang orang yang sama. Mengapa bayangan tentang Mama kembali menghantui hidupnya.Burhan yang tadinya berniat meluruskan pinggang dikamar Bella. Seketika bangkit mendengar suara benda jatuh dari arah dapur.Menunggu mereka memanggilnya untuk makan siang. Mereka sengaja tidak makan diluar demi menjaga perasaan