Dia bukan pelakor dan tidak akan serendah itu. Jika diminta baik-baik dengan senang hati dia akan pergi meninggalkan kehidupannya saat ini.Nana mengedarkan pandangan mencari sosok Amel. Kemana gadis itu, dari datang tadi tidak tampak.Firasat Nana sangat kuat, tanpa pamit dia berjalan menuju kamar Bella. Dan, benar saja adik iparnya itu sedang sibuk membereskan barang-barang Bella.“Lancang sekali, Kamu,” teriak Nana membuat semua orang menuju mereka. “Siapa yang mengizinkan, kamu menyentuh barang-barang itu.”“A-anu, itu,” jawab Amel tidak jelas, dia bingung harus mengatakan apa. Ini memang kemauannya sendiri. Dia sudah tau hasilnya seperti apa. Dia hanya membuat mempercepat proses wanita itu menyingkirkan dari sini.“Mama yang suruh,” sela Marwa melihat raut ketakutan diwajah anak bungsunya itu.“Kembalikan semua ini pada tempatnya,” hardik Nana.“Sini,” timpal Sopie menyambar tas usang milik Bella yang tergeletak di lantai dan melemparkan keluar rumah.“Ka-kalian sangat kelewatan.
“Tidak usah, Bi. Simpan saja uang ini. Jangan khawatir ada Tuhan yang menjaga aku.” tangis gadis itu meluap. “Aku boleh peluk Bibi. Untuk terakhir kalinya.”“Sini nak, jangan katakan ini terakhir kali. Minta pada Tuhan jika kamu akan kembali kesini lagi.” Bi Siti merangkul tubuh mungil Bella dengan penuh kasih. Kasih seorang ibu pada anaknya.“Aku minta maaf sering merepotkan dan mengganggu Bibi,” ucap Bella pelan.“Tidak, kamu tidak punya salah. Justru Bibi yang akan merindukan hal itu. Setelah ini pasti Bibi akan kesepian. Berjanjilah jika suatu hari nanti temui Bibi. Bibi menyayangi kalian semua,” sahut Bi Siti dengan nada suara bergetar.“Aku juga sayang Bibi. Untukku Bibi itu pengganti mendiang umi.”“Ambil ini, simpan. Gunakan itu untuk membayar kontrakan. Menjelang dapat pekerjaan. Jaga dirimu baik-baik. Jangan telat makan, jaga kesehatan.” Bi Siti berbalik, tidak menoleh sedikitpun.Dia begitu sedih, menyaksikan penderitaan gadis itu tetapi, tidak mampu berbuat banyak.“Semog
Hamka masih duduk diteras. Waktu telah menunjukan lewat tengah malam.Sedang Heru usai makan tadi segera menenggelamkan diri di tempat tidur. Dia sangat lelah meski hanya petugas keamanan tapi cukup membuatnya capek.Pria dua puluh lima tahun itu mendesah berat. Mengingat malangnya kisah cintanya. Layu sebelum sempat berkembang.Wanita yang membuatnya nekat meninggalkan pondok. Jauh dari orang tuanya terutama sang umi. Telah dipersuntingnya laki-laki lain.Hamka memutuskan tetap tinggal untuk memastikan gadisnya itu bahagia atau tidak. Jika tidak, dia akan merebutnya kembali. Cinta yang besar telah mengalahkan akal sehatnya.___TingTingPupil Hamka ingin melompat dari tempatnya. Melihat siapa yang memesan taksi.Dering gawainya barusan adalah pemberitahuan dari aplikasi taksi onlinenya.Harinya penumpangnya layam ramai. Baru sempat menjenguk Bella dari kejauhan saat matahari telah condong kebarat.Dari posisi saat ini wajar saja memilih dirinya. Hamka mengusap kedua tangannya yang d
“Kamu ingin Aku mencari tahu siapa supir itu. Supaya nanti kamu bisa menghajarnya,” tawar Nana saat tiba di dapur.“Gak gitu juga, Kak.” Bella mendelik.“Biar adik Aku ini puas dan tidak menggerutu lagi. Aku yakin yang kalian bicarakan itu pasti si supir misterius.”“Iya, tanpa jeda dari tadi nyerocos.”“Haha, Bella, Bella. Selama kita kenal baru kali ini. Aku lihat kamu jengkel, ternyata seorang Bella bisa juga marah.”“Kakak,”“Pesona si supir taksi mengalahkan pesona suami kita. Dosa tau memikirkan pria lain.”“Kakak, Aku bukan mikirin dia. Tapi jengkel saja. Pingin numpuk tu orang pakai batu.”“Jangan nanti kalau mati. Gak ada lagi yang bisa buat seorang Bella marah-marah.”Nana terpingkal-pingkal, rasanya lucu melihat tingkah madunya sore ini.“Atau kamu kesal tidak bisa pulang sama Bang Burhan. Si supir hanya kambing hitam saja,” goda Nana lagi.“Sudah, dia lagi kesal kamu jahilin terus. Kasian Nduk,” Bi Siti menengahi keduanya.Bella menghentak-hentakan kakinya. Menjauhi Nana a
Bella menyerah benda kecil itu pada Nana, disertai gelengan. Masih sama dengan lima pagi sebelumnya, hanya muncul satu garis.“Sabar, Dik. Mungkin belum sekarang.” Burhan mengusap bahu Nana.“Maaf,” lirih Bella menekuk wajah. Dia tau dua orang di hadapannya sedang kecewa.“Ini bukan salahmu, berhenti meminta maaf.” tangan Burhan yang satunya mengusap bahu Bella.“Aku tidak masalah, tapi bagaimana dengan Mama.”“Semoga saja mama lupa.”“Aku tidak mau Bella pergi dari sini. Pokoknya Bella harus Abang buat hamil TITIK.”“Pasrahkan saja pada Tuhan, dik.”“Ah, lagian permintaan Mama. Berat sekali. Emangnya ayam sekali kawin langsung bertelur.”Nana terlihat bingung, takut mertuanya menagih janji. Kasian Bella harus terusir dari rumah ini.“Coba ingat-ingat terakhir datang bulan tanggal berapa,” tanya Nana.“Aku lupa Kak, Kakak sama Abang tahu. Aku datang bukannya gak teratur,” sesal Bella.Nana menghela napas berat. Memikirkan nasib rumah tangganya nanti. Dia tahu betul sifat ibu dari suam
Dia bukan pelakor dan tidak akan serendah itu. Jika diminta baik-baik dengan senang hati dia akan pergi meninggalkan kehidupannya saat ini.Nana mengedarkan pandangan mencari sosok Amel. Kemana gadis itu, dari datang tadi tidak tampak.Firasat Nana sangat kuat, tanpa pamit dia berjalan menuju kamar Bella. Dan, benar saja adik iparnya itu sedang sibuk membereskan barang-barang Bella.“Lancang sekali, Kamu,” teriak Nana membuat semua orang menuju mereka. “Siapa yang mengizinkan, kamu menyentuh barang-barang itu.”“A-anu, itu,” jawab Amel tidak jelas, dia bingung harus mengatakan apa. Ini memang kemauannya sendiri. Dia sudah tau hasilnya seperti apa. Dia hanya membuat mempercepat proses wanita itu menyingkirkan dari sini.
“Nduk, ini Bibi punya sedikit uang untuk bekal kamu. Bibi tidak mampu untuk menolong, hanya ini yang bisa Bibi berikan.” Bi Siti mengangsur gulung merah yang diikat karet gelang ke tangan Bella.“Tidak usah, Bi. Simpan saja uang ini. Jangan khawatir ada Tuhan yang menjaga aku.” tangis gadis itu meluap. “Aku boleh peluk Bibi. Untuk terakhir kalinya.”“Sini nak, jangan katakan ini terakhir kali. Minta pada Tuhan jika kamu akan kembali kesini lagi.” Bi Siti merangkul tubuh mungil Bella dengan penuh kasih. Kasih seorang ibu pada anaknya.“Aku minta maaf sering merepotkan dan mengganggu Bibi,” ucap Bella pelan.“Tidak, kamu tidak punya salah. Justru Bibi yang akan merindukan hal itu. Setelah ini pasti Bib
Matahari semakin kuat memancarkan panasnya. Menyisakan warna gelap setiap kulit yang terpapar langsung.Nana masih terisak di atas kasurnya. Burhan telah membawanya ke kamar setelah memastikan bahwa Bi Siti berhasil bertemu Bella.Ingin sekali dia turut pergi dari sini bersama gadis yang sudah menjadi saudara baginya.Burhan sibuk memikirkan cara bagaimana menghubungkan orang-orang suruhannya. Untuk menyelamatkan Bella.Malam masih beberapa jam lagi. Menunggu gawainya dikembalikan sang Mama. Telepon rumah tidak bisa digunakan.Ada yang sengaja memutuskan kabelnya. Dan dia sudah tahu siapa pelakunya. Tidak lain dan tidak bukan saudaranya sendiri.Dia takut kehilangan jejak gadis it