“Nduk, ini Bibi punya sedikit uang untuk bekal kamu. Bibi tidak mampu untuk menolong, hanya ini yang bisa Bibi berikan.” Bi Siti mengangsur gulung merah yang diikat karet gelang ke tangan Bella.
“Tidak usah, Bi. Simpan saja uang ini. Jangan khawatir ada Tuhan yang menjaga aku.” tangis gadis itu meluap. “Aku boleh peluk Bibi. Untuk terakhir kalinya.”
“Sini nak, jangan katakan ini terakhir kali. Minta pada Tuhan jika kamu akan kembali kesini lagi.” Bi Siti merangkul tubuh mungil Bella dengan penuh kasih. Kasih seorang ibu pada anaknya.
“Aku minta maaf sering merepotkan dan mengganggu Bibi,” ucap Bella pelan.
“Tidak, kamu tidak punya salah. Justru Bibi yang akan merindukan hal itu. Setelah ini pasti Bib
Matahari semakin kuat memancarkan panasnya. Menyisakan warna gelap setiap kulit yang terpapar langsung.Nana masih terisak di atas kasurnya. Burhan telah membawanya ke kamar setelah memastikan bahwa Bi Siti berhasil bertemu Bella.Ingin sekali dia turut pergi dari sini bersama gadis yang sudah menjadi saudara baginya.Burhan sibuk memikirkan cara bagaimana menghubungkan orang-orang suruhannya. Untuk menyelamatkan Bella.Malam masih beberapa jam lagi. Menunggu gawainya dikembalikan sang Mama. Telepon rumah tidak bisa digunakan.Ada yang sengaja memutuskan kabelnya. Dan dia sudah tahu siapa pelakunya. Tidak lain dan tidak bukan saudaranya sendiri.Dia takut kehilangan jejak gadis it
Dan, kecelakaan itu tak terelakan tubuh keduanya terpental jauh. Menyadari hal itu Nana dan Burhan berusaha menyelamatkan korban dengan membawanya menggunakan mobil mereka ke rumah sakit.Dengan ditemani warga sekitar korban berhasil dilarikan kerumah sakit terdekat.Luka yang tergolong parah membuat mereka harus mendapatkan perawatan yang serius. Bahkan korban yang laki-laki harus dioperasi untuk mengeluarkan gumpalan darah beku di kepalanya.Saat mereka menunggu proses medisnya. Gawai Burhan berdering, panggilan dari sang kakak.Mengabarkan bahwa sang Mama masuk rumah sakit. Jantungnya kambuh saat tidak sengaja menguping pembicaran Sopie dengan suaminya. Tentang Burhan yang menabrak pejalan kaki di jalan menuju puncak.Akhi
“Apa! Ulangi lagi.” Bella membesarkan mata mendengar ejekan pria baik atau sok baik yang tersenyum simpul kearahnya.“Lupa.”“Buruan turun sana, kuncinya masih sama yang punya.”“Jadi aku harus bayar berapa?”“Cukup bayar dengan cinta,” kata-kata itu lolos begitu saja tanpa bisa disaring.“Maksudnya?” Bella terperangah.“Lupakan saja,” Hamka hendak membuka pintu mobil tapi kalah cepat dengan Bella menahan pintu.“Tunggu dulu. Aku ingin penjelasan,” selidik Bella.“Lupakan saja, yang terpent
Kembali ke kampung hal yang mustahil. Pasti saudaranya semakin mengucilkannya saat tahu dia hanya istri kedua dan diusir oleh keluarga suaminya.Nana melemparkan tubuh lelahnya ke sofa ruang tengah. Pencarian hari ini tidak membuahkan hasil, berulang kali menyisir jalanan sosok Bella tak berhasil ditemukan.“Ini minum dulu, Dik.” Burhan memberikan segelas air putih kepada Nana.Nana menyambarnya, lalu meneguk isinya hingga tandas.“Kita makan dulu yuk, kamu hanya makan saat sarapan tadi pagi.”“Aku gak lapar, Abang saja yang makan.”“Kamu harus makan, Dik. Jaga kesehatan, agar bisa mencari Bella.”
“Aku masuk dulu, terima kasih telah menemani maraton malam ini,” kekeh Bella sambil membuka pintu.Hamka menghidupkan sepeda motornya dan segera pergi. Setelah memastikan gadis itu mengunci pintu dari dalam.Bella merosot ke lantai, menenggelamkan wajah diantara kedua lututnya.Perang dari dirinya terus terjadi setelah bertemu Hamka. Si ustadz muda yang cerdas idola para santriwati.Disatu sisi dia bahagia bisa sedekat ini dengan Hamka. Dan di sisi lainnya ingin menjauh, berdosa seorang istri terlalu dekat dengan laki-laki lain.Bella melepas penutup kepalanya. Mengurai rambut indahnya, supaya bisa bernafas setelah seharian terpengap.Dia kesepian, hidupnya memang beba
Seorang pemuda yang ingin ditemuinya muncul dari balik pintu. Setelah mengetuk sebanyak tiga kali.“Assalamualaikum,” sapa Hamka.“Wa’alaikumsalam,” jawab Burhan merasa disindir tidak mengucapkan salam terlebih dahulu.“Ada angin apa yang membawa Om datang kesini,” tanya Hamka berbasa-basi.Dia tahu maksud pria yang berstatus suaminya Bella ini ingin menemuinya.“Langsung saja, apa kamu melihat atau mengetahui keberadaan ISTRI saya,” ujar Burhan penuh penekanan.Hamka menempelkan bokongnya di bale bambu yang ada disalah satu sisi teras.“Mari duduk, tidak sopan menyambut
Benih Burhan berhasil tumbuh di rahimnya. Sebentar lagi dia akan mewujudkan mimpi besar Nana.Selama ini dia memang tidak pernah datang bulan lagi. Terakhir datang bulan sebulan sebelum dia diusir. Pikiran yang sedang kalut membuatnya kepikiran tentang hal ini.Mereka dipersilahkan pulang usai mengurus administrasi. Kondisi Bella tidak mengharuskan dia dirawat.Hamka langsung mengantar Bella ke kediamannya.Siang ini juga dia harus menemui wanita itu.“Permisi Pak, saya Hamka. Apa nyonya rumah ini ada ditempat,” tanya Hamka santun pada satpam yang menjaga rumah mewah bak istana itu.“Anda telah buat janji.”&ldq
Dia begitu bahagia hingga lupa akan keberadaan Bi Siti. Dua insan itu menari bersama, merayakan kebahagiaan mereka.Bi Siti tersenyum bahagia tangannya terus mengolah bahan-bahan supaya menjadi makanan yang lezat.Tugas baru menantinya, justru itu yang dia impikan. Menjadi seorang nenek, nenek untuk calon raja dan ratu istana ini.“Sudah Bang, pusing.” Nana turun dari gendongan Burhan.“Abang senang akhirnya Bella kembali.” Burhan menuangkan air kedalam gelas. Banyak bergerak membuat tenggorokannya kering.“Aku apalagi, sangat bahagia.” Nana duduk disebelah kursi Burhan.“Oh ya, jadi itu yang membuat kamu menyiksa Bi Siti memasak ini semua
Hati Maya kembali tersayat entah untuk keberapa kalinya.“Tunggu sebentar Nduk,” sahut Mbah Ipeh yang sedang melayani pasiennya dari dalam gubuknya.Tempat Nana terjatuh memang tidak begitu jauh dari tempat tinggal wanita tua itu.Itu sebabnya Maya membawanya kesana. Untuk mendapatkan pertolongan pertama. Sebelum nanti dibawa kerumah sakit yang berjarak cukup jauh dari desa.Maya sudah yang sudah beberapa kali kesana. Tentu sangat hapal jalannya yang masih dipenuhi semak belukar.Ya, wanita itu juga salah satu pasien dukun kampung itu. Yang terkenal mempunyai ilmu hitam yang tinggi.Dalam satu kedipan mata bisa membunuh korbannya. Mereka yang datang kesana pasti mempunyai dendam.“Ini siapa Maya,” tanya Mbah Ipeh keluar menemuinya yang duduk diamben menangku Nana.Sesaat pengguna jasanya pergi dari sana. Dari penampilan bisa ditebak wanita itu merupakan bukan wanita yang baik.“Ini anak tiri saya, Mbah. Itu tadi siapa?” tanya Maya penasaran.“Dia itu yang kerja diwarung dekat kebun it
“Sudah Tante, ayo kita pulang. Jangan buat keributan disini,” bisik Tary yang masih mencekal lengan Maya.“Iya bawa Tantemu, pergi dari sini,” celetuk Bella.“Tunggu dulu Tary, urusanku belum selesai. Burhan harus bertanggung jawab pada apa yang terjadi padamu,” tolak Maya.Burhan melirik kearah Tary, benar dipergelangan tangan kirinya ada luka yang masih diperban.Maya tidak bohong, tapi untuk apa gadis itu melukai diri sendiri. Sebesar apa harapan gadis itu yang dia patahkan.Bella mencubit perut Burhan, saat tahu mata Burhan tidak beralih dari gadis baru datang itu.“Sakit tau,” bisik Burhan menggosok bekas cubitan Bella.“Itu akibatnya tidak bisa menjaga mata,” tekan Bella nada sepelan mungkin.Tary menggunakan seluruh tenaganya untuk membawa Maya pergi dari sana. Maya pun yang hampir terpojok pasrah mengikutinya.Nana berbalik dan merangkul Bi Siti. Pertahanannya roboh seiring perginya Maya dan Tary.“Menangislah luapkan semua kesedihanmu saat ini. Esok kau harus berjanji tidak a
“Maya Cahayadiningrat , saya Nayla Rahmawati binti Abdul Razak. Putri tunggal dari ibu Rahayu. Apa anda mengenali saya. Mama Maya yanby terhormat,” sanggah Nana menggeram.Nana sudah tidak tahan lagi untuk tidak mengangkat suara. Wanita yang dia panggil Mama itu. Semakin mengelunjak tidak berpikir kalimatnya melukai banyak orang.“Nayla Rahmawati, Nanaku sayang Nanaku malang. Kamu mengenali Mama, Nak,” tanya Maya mata mengarah pada wanita yang berusaha tenang.“Apa kurang cukup yang Mama berbuat pada saya dulu, hingga sekarang Mama ingin merampas suami saya.” Nana berdiri mengikis jarak dengan wanita yang dikiranya malaikat.“Baguslah kau sudah tahu, jadi tolong minta suamimu menikahi Tary. Sama yang kau lakukan pada pelakor itu, Mama yakin kalian akan bisa hidup damai. Mama tidak merampas, kau cukup berbagi saja.” Maya menyentuh pipi mulus Nana.“Kembalikan rahim saya,” tekan Nana singkat menepis tangan Maya.“Na, kamu sayang Mama-kan. Bisa kamu mengabulkan permintaan Mama ini,” buju
Tary dari tadi bolak balik dibrankar. Dia SEO diri diruang itu sang Tante sedang mencari makan.“Kita sudah bisa pulangkan, Tante. Aku bosan berada disini,” rutuk Tary saat Maya baru masuk ditangan menenteng kantong plastik. Berisi makanan dan buah yang dibelinya. Pada pedagang yang menjajakan jualannya sekitar rumah sakit.“Harusnya sebelum kau mengiris nadimu. Siapkan mentalmu untuk betah berada disini,” ketus Maya. “Ini makanlah, agar kau punya banyak tenaga untuk menghadapi perceraian orang tuamu.”“Mereka akan berpisah, Tante. Mereka sungguh tidak menganggap keberadaanku,” lirih Tary meraih mangkuk berisi bubur ayam yang sodorkan Maya.“Kamu harus buktikan pada ayah dan ibumu. Kamu bisa sukses tanpa campur tangan mereka,” ungkap Maya membangun semangat dari putri semata wayang kakaknya.“Aku harus membujuk Burhan untuk menyemangati Tary. Tak masalah jika harus memohon asal dia bersedia membantu,” batin Maya.Maya mengatakan pada Tary akan pulang sebentar. Dia harus segera bicara
“Selamat pagi nenek,” sapa Bella mengendong bayinya melintasi dapur.Bayi mungil itu akan berjemur dibawah cahaya matahari pagi.“Eh, cucu nenek sudah wangi,” sahut Bi Siti mendekati Bella.“Yang lain belum bangun, Bi.” Tanya Bella.“Belum, hawa dingin enak buat tidur. Tapi Bibi gak bisa bangun ninggi hari.” Bi Siti mengambil alih baby Zizi.“Aku juga. Makanya kami sudah wangi, Nek.”“Biar Bibi yang jemur cucu sayang ini, Bundanya mamam dulu. Isi bensin yang banyak supaya mik Zizi banyak.” Bi Siti mengecup pipi gembul bayi mungil itu.Bi Siti berjalan kehalaman belakang. Tempat yang lantang terkena sinar matahari.Sedang Bella menikmatinya sarapannya. Yang hambar dilidahnya, seret ditelan.Pikiran tertuju pada Nana, wanita sebaik itu harus mengalami banyak cobaan. Semalam hanya beberapa jam saja dia dapat terlelap.Mandul, kata itu terus mengusiknya. Dia sangat prihatin, andai bisa. Ingin dia donorkan rahimnya untuk Nana.Kakak madunya itu telah memberikan banyak. Namun dia tidak mamp
Nana harus bisa punya anak walau hanya satu orang. Anak itu adalah ahli waris sah atas harta peninggalan mendiang orang tua Kakak madunya ini.Bella sangat paham anaknya tidak ada hak untuk mendapatkan semua ini. Baby Zizi tidak ada hubungan darah dengan sang pemilik harta.“Selain itu dia pesan apa lagi?” tanya Burhan menengahi.“Gak ada hanya itu, dia mengatakan kalau bisa secepatnya. Mengingat umur Nana yang tidak muda lagi. Usia produktifnya tinggal sedikit lagi,” jelas Ferdi.“Menurutmu bagaimana, Dik. Abang rasa sebaiknya kita periksa saja. Kamu mau ya,” ujar Burhan penuh harap.“Aku akan pikirkan lagi, Aku sudah tidak berharap lagi. Toh, sekarang sudah ada Zizi. Dan itu sudah cukup,” timpal Nana berusaha meredam perasaannya.‘MANDUL'Rangkaian lima huruf sangat horor bagi mereka yang dapatkan predikatnya.Tidak terkecuali Nana, nyalinya seketika menciut. Kehadiran anak bagi orang yang telah berumah tangga.Hal yang paling penting, saat bertemu dengan siapa pun yang pertama dita
Maya mulai mengukur dan menghitung. Banyaknya derita hidup yang harus ditanggung Nana. Karna dendam yang tak pernah mendatangkan kepuasan.Maya masih ingin lagi dan lagi menikmati kesengsaraan Nana. Untung untuknya nyatanya juga tidak ada.“Ta-tante.” suara Tary terdengar lemah membuyarkan lamunan Maya.“Kamu sudah sadar,” tanya Maya mengulas senyum.“Aku dimana? Mengapa Tante ada disini. Apa Aku sudah mati.” Tary memindai ruangan ini.“Kamu dirumah sakit. Tadi Tante mendapatkan kamu tergelak dilantai.”“Harusnya Tante biarkan saja Aku mati.” Sudut matanya mengalir cairan bening.“Kalau kau ingin mati jangan dirumahku. Aku tidak ingin disalahkan orang tuamu atas kematianmu,” cecar Maya.“Tidak akan. Mereka saja lupa punya anak. Orang tuaku tidak pernah peduli, Tante,” lirih Tary.“Mereka bukan lupa, hanya sibuk-““Sibuk dengan selingkuhannya masing-masingkan, Tante,” sanggah Tary menghentikan ucapan Maya.“Tary, jangan lakukan hal bodoh. Jangan lukai dirimu sendiri lagi. Tante mohon,”
“Dia diruang kerja. Mau guyur-guyur, nunggu cover boy selesai lama,” sindir Bella menyusui baby Zizi menghadap tembok.“Nak, Mami dan Bundamu jahat. Membiarkan Papi terjebak dengan manusia planet itu,” ucap Burhan yang ingin menyentuh pipi gembul putrinya. Tapi langsung ditepis Nana.“Jangan sentuh anak kita selama masih ada bekas gadis itu. Sana mandi dulu,” sembur Nana.“Iya, sana mandi dulu,” sambung Bella.“Nanti saja, Abang mau tahu ada angin apa gadis itu berani kesini.” Burhan mendaratkan tubuhnya dikarpet. Tulang punggungnya terasa pegal, terlalu lama berdiri.Bella menceritakan semuanya tapi dia tidak serta-merta mengatakan kekesalannya.“Tapi perlu Abang tahu Bundanya Zizi marah sekali, Bang. Dia tidak mau suaminya diambil orang,” ledek Nana.“Siapa yang tidak emosi. Dia dengan yakin mengatakan akan menjadi yang ketiga. Enak saja, gak sudi,” sembur Bella.“Lalu Kakak Nana tercinta apa yang dia lakukan. Oo, Abang tahu, pasti dia diam sambil menahan senyum,” sindir Burhan.“Ko
Botol bekas minumnya dibuangnya asal kelantai. Dia sengaja memancing amarah Nana. Sebatas mana kesabaran wanita yang sangat disanjung Burhan itu.“Lihat tampilanmu yang begitu, lalat saja akan berpikir untuk hinggap.” Bella semakin geram.Bella ingin tahu berasal dari planet mana gadis ini. Tidak ada malu-malunya padahal dia sudah menghinanya.Ini kali pertama seorang Bella yang santun dan lemah lembut bicara kasar. Orang tuanya tak bosan mengingatkannya untuk menjaga nada bicara saat marah sekalipun.“Dalam kamar juga kau melepaskan semua itukan. Kalau tidak, mana bisa bayi itu lahir.” Tary menunjuk pakaian yang dikenakan Bella dan melirik pada baby Zizi berada dalam gendongan Nana.“Kau, cepat pergi dari sini. Atau Aku akan memanggil security menyeretmu keluar,” usir Bella.“Apa hakmu mengusirku, sedang yang punya rumah ini saja tidak terganggu dengan kehadiranku. Dimana-mana memang pelakor itu selalu ingin menguasai,” papar Tary.“Aku nyonya dirumah ini. Dan Aku tidak suka kau mene