Jangankan mencari keluar kompleks dalam kompleks saja harapan dia tersesat sangat besar.
Bella menarik nafas dalam-dalam mempersiapkan mental apa yang akan terjadi. Dia menghampiri pria yang duduk di bibir kolam renang dengan jantung yang berdetak tak karuan. “Ba-bang, aku boleh duduk disini,” tanya Bella ragu. “Hmmm ...” respon Burhan tidak menoleh sama sekali. “Aku ingin menjelaskan,” Bella duduk sedikit menjauh menjaga jarak aman takut Burhan marah dan mengamuk seperti kemarin. Bisa saja Burhan akan menceburkannya ke dalam kolam. Jadi dengan jarak seperti ini dia punya kesempatan untuk melarikan diri. “Langsung saja,” hardik Burhan membuatnya Bella terkejut dan bergeser semakin jauh. “Waktu itu sebelum akad nikah aku sudah memiliki firasat jika kak Nana akan pergi. Maka dari itu aku memintanya duduk tidak jauh dari kita. Sebelum akad aku masih sempat menoleh padanya. Dia mengacungkan jempol bahwa dia tidak apa-apa. Jika saja waktu itu kak Nana bicara bahwa tidak sanggup aku rela pernikahan ini dibatalkan. Tapi ... Tapi setelah kita naik ke pelaminan sosok kak Nana sudah tidak ada di tempat. Kursi yang digunakan sudah jatuh ke lantai. Aku memindai setiap sudut dan minta izin ke toilet. Sebenarnya bukan ke toilet namun mencarinya. Aku sudah mencari semua sudut tempat itu tapi tidak ada, tanda bekas keberadaannya saja tidak ada. Aku tidak menyerah begitu saja, aku juga mengecek gerbang depan dan menyusuri jalanan beberapa meter. Jika tidak teringat abang sendirian di pelaminan mungkin aku tidak akan kembali,” papar Bella panjang lebar tanpa jeda. “Jika kau sudah tahu, mengapa kau tidak katakan dari awal. Kita bisa mencarinya bersama. Dia pun mungkin belum jauh, aku yakin dia hanya bersembunyi dan belum jauh dari gedung kalau KAU memberitahuku lebih awal,” sesal Burhan menekan kata KAU menandakan dia menyesal sangat mendalam. Bella mengarahkan wajahnya pada tengah kolam memahami penyesalan Burhan. Dia juga menyesali sikap gegabahnya sok bijak mau mencari sendiri dan nyatanya tetap tidak berhasil. “Aku begitu takut bang, membayangkan dia menghilang seperti ini saja aku tidak sanggup. Andai tahu dia akan pergi lebih aku saja yang pergi. Aku bukan siapa-siapa disini, carilah kak Nana bang. Bawa dia pulang. Tempatnya disini, ini semua miliknya aku tak pantas disini. Aku juga rela pergi jika keberadaanku hanya membuatnya terluka.” pinta Bella tulus dan terisak menyesali setiap perbuatan Nana. Burhan menatap manik gadis disampingnya yang kali ini tidak menggunakan cadar. Wajahnya basah oleh air mata, air mata yang di ketahui Burhan kerinduan dan penyesalan. Wajah ayu Bella terlihat jelas, begitu teduh dan menyejukkan, tidak ada sedikitpun celah kebencian dan keangkuhan yang terpancar. Mampu menghipnotis setiap mata yang menatapnya. Burhan memalingkan wajah sadar telah menatap Bella dalam durasi yang lama. Bagaimana bisa dia terpana pada wanita yang telah membuat belahan jiwanya menghilang. “Mengapa kau tidak mengenakan niqab, kau ingin menggodaku. Lantaran Nana tidak ada, jangan mencari kesempatan dalam kesempitan,” cecar Burhan yang tidak mau di salahkan telah memandang Bella lebih lama. Bella membulatkan mata “Apa Bang, sedikit pun aku tidak pernah berpikir serendah itu. Kebetulan saja dirumah tidak ada laki-laki lain. Jadi aku berani membukanya. Bukankah tidak salah, aku juga istrimu. Meski istri yang tidak diharapkan aku punya kewajiban melayani dan menyenangkan suami,” cerocos Bella tidak terima dengan tuduhan yang tak masuk akal, padahal yang memandangnya tak berkedip tadi juga siapa. Bella berniat masuk kedalam meninggalkan pria yang sangat aneh baginya yang salah siapa dan yang di salahkan juga siapa. Namun dia kalah cepat tangannya berhasil dicekal Burhan. “Duduk, siapa yang mengizinkan kamu untuk meninggalkan tempat ini. Kau ingin aku ceburkan ke dalam sana.” tunjuk Burhan pada tengah kolam bagian yang dalam. Tangannya semakin kuat mencengkram tangan istri mudanya itu. “Ja-jangann, Aku bisa mati. Aku tidak bisa berenang. Aku mohon maafkan Aku. Aku tidak tahu apa-apa, tolong jangan membenciku, tidak menganggapku istri tidak masalah. Toh ini juga bukan mauku. Aku siap lahir batin untuk kau talak,” bella memohon pada Burhan. “Enak sekali kau bicara. Kau kira talak itu seperti buang permen. Harus ada alasan yang jelas. Aku memang bukan anak pondok sepertimu. Tapi aku tidak ingin bermain-main dalam janji suci pernikahan. Kecuali kau selingkuh maka tidak ada alasan untuk, menahanmu,” ujar burhan. "Maaf, Bang! dalam Hadis Rasul yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah, disebutkan Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah adalah talak atau cerai. Jadi jika abang, ingin menceraikan Saya, maka itu bukanlah satu perbuatan yang haram. Tapi Abang harus mencari alasan yang tepat," jelas Bella “Nah, itu tahu. Mengapa kau menodongku. Terserah padamu, kamu ingin Aku talak. Ya, kamu yang mencari alasannya,” bentak Burhan lalu berdiri meninggalkan Bella yang masih merenung. Berada terlalu lama di dekat Bella membuatnya jengah. Ingin rasanya dia mengusir gadis itu, tapi rasa ibanya merajai. Kemana dia akan pergi jika harus keluar dari sini. Bukannya dulu dia dan Nana yang membawanya masuk dalam rumah ini. Jiwa penolong Nana terketuk saat gadis itu mengatakan dia baru saja menjadi yatim piatu dalam waktu bersamaan. Andai waktu itu dia menolak keinginan sang istri, mungkin .... Ah, sudahlah percuma disesali.Kejadian ini begitu cepat, pernikahan dan menghilangnya Nana. “Kamu dimana, Dik,” gumam Burhan menatap pigura pernikahannya delapan tahun lalu.Pigura yang berukuran dua meter itu sengaja Nana pajang di ruang tengah. Katanya agar selalu ingat momen detik-detik menjadi nyonya Burhan wijaya.Dengan susah payah dia mencuri perhatian dan hati Nana. Hal yang sangat mustahil seorang pegawai rendahan sepertinya bisa mempersunting pewaris tunggal perkebunan tempatnya mengais rezeki.Untuk membiayai hidup sang ibu dan adiknya. Ibunya seorang janda, sang ayah meninggal saat dia duduk dibangku SMA. Memaksanya untuk kerja serabutan demi membantu sang ibu.Setelah lulus SMA dia memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan dan memilih jadi kuli panen perkebunan. Karna kegigihannya dalam enam bulan dia diangkat menjadi mandor lapangan.Itu awal dia melihat Nana, jatuh hati pada pandangan pertama. Ketika dia harus memberi laporan tiap minggunya ke kantor, yang terletak tidak jauh dari kediaman Nana.
“Jangan gitu Daffa, nanti tantenya jatuh,” tegur Zoya yang melihat putra ketiga menarik paksa tangan Nana.“Biarin Mi, supaya gabung sama kita. Cari keringat dari pada nangis-nangis teriak seperti tadi. Buat ribut aja,” bela Azzam tidak terima sang adik ditegur sang mami.Anak-anak Zoya yang bisa dikatakan nakal tetapi mereka sangat kompak jika ada yang membuat salah satu dari mereka tidak nyaman. Tentunya itu semua tidak lepas dari didikan Zoya dan sang suami yang luar biasa.Nana menyetir kuda, ingin sekali rasanya menghilang dari tempat itu sekarang juga. Tamparan keras baginya mendapat protes dari anak kecil atas tindakan konyol yang tidak bisa dikendalikan.“Yuk, sebentar saja. Dari pada diam saja. Mereka akan terus mengejek mu. Jangan ambil hati ya, Aku katakan padamu. Anak-anakku sangat aktif. Jangan sampai kamu tiba-tiba kabur karena ulah mereka,” ajak Zoya membawa Nana ketengah anak-anak.Nana sangat menikmati permainan hingga tak terasa matahari kian merangkak ke barat men
Bella terus memasukan nastar kedalam mulutnya hingga tinggal setengah toples seolah tidak terjadi apa-apa. Matanya masih fokus menatap layar datar empat puluh dua inci yang menayangkan acara tausiyah ustadz favoritnya.“Heh, berdiri kamu. Kamu tidak budek ‘kan?” Burhan menatap nyalang Bella yang masih terlihat santai, sama sekali tidak terganggu oleh ucapannya.“Woy, wanita aneh. Kamu dengar tidak,” bentak Burhan yang semakin geram.Bi Siti diam mematung tidak tahu harus berkata apa. Kali ini Burhan amat marah. Napasnya memburu, dadanya turun naik menahan amarah yang siap akan meledak.Bella meletakan toples diatas meja. Berdiri lalu jalan menuju kamar sengaja dia menyenggol bahu Burhan. Membuat darah lelaki tampan semakin mendidih.Burhan tidak jadi mengejarnya, tangan Burhan ditahan oleh bi Siti.“Istighfar, Nak. Tidak ada gunanya menyalahkan gadis itu. Bahkan Kamu usir pun dia Nana kita tidak akan kembali. Ini bukan salah dia. Apa kamu tidak bisa melihat luka di matanya? Dia juga t
“Aku belum siap, Zoy. Aku butuh waktu untuk mendamaikan hatiku.”“Maksudnya.” Alis Zoya menaut, bingung arah pembicaraan Nana.“Maaf untuk saat ini aku belum sanggup untuk berbagi cerita dengan siapapun.”“Kenapa? Suamimu menyakiti hatimu, atau dia berkhianat.”“Tidak, dia tidak pernah menyakitiku. Ah, sudah lupakan saja.” Nana mengibaskan tangannya pertanda tak ingin melanjutkan pembicaraannya.“Hmm, baiklah. Tapi, janji sebelum kamu meninggalkan rumahku. Kamu harus cerita sedikit saja ya. Siapa tahu Aku bisa membantumu.”“Aku pasti menceritakan semuanya tapi tidak sekarang. Betewe para jagoanmu kemana? Seharian ini aku tidak melihatnya. Atau aku yang lebih banyak di kamar.”Nana mengedarkan pandangan pada seluruh penjuru, mencari sosok yang beberapa hari ini membuat hidupnye berwarna.“Weekend seperti ini mereka menginap dirumah ibunya mas Adam. Minggu sore baru diantar kesini.”“Yah, rumah sepi dunk.”“Begitulah, tapi tenang saja. Besok kita jalan-jalan sampai malam. Mau gak? Dari
“Buatkan Aku kopi saja,” pinta Burhan pada Bi Siti yang tengah membuat sarapan.“Kamu tidak tidur semalaman, Nak?” Bi Siti melihat lingkaran hitam disekitar mata Burhan menandakan kurang istirahat.“Iya Bi, aku memeriksa barang-barang Nana. Aku sempat menemukan fotonya bersama temannya. Sayangnya sewaktu aku membersihkan tumpahan air jadi gambarnya semakin pudar dan hilang,” cerita Burhan.“Artinya itu foto sangat lama. Apa kamu menemukan hal lain lagi,” tanya Bi Siti antusias.“Oh, iya. Dibelakangnya ada nama Nana dan Zoya,” terang Burhan.“Tunggu dulu, sepertinya Bibi mengenali nama itu,” Bi Siti berusaha mengingat siapa saja teman masa kecil Nana. Usianya yang tidak muda lagi membuatnya kesulitan mengingat semuanya.“Jangan paksakan, Bi,” tukas Burhan sembari menghisap kopi hitam yang ada di hadapannya.“Apa rencana hari ini. Kamu tidak pergi ke perkebunan,” lanjut Bi Siti yang telah selesai menghidangkan sarapan.Nasi goreng spesial Bi Siti julukan Nana pada nasi goreng buatannya.
“Bersabarlah, Nana akan kembali saat hatinya sudah siap untuk ini semua,” tutur Bi Siti mengusap lembut tangan Bella.“Bibi keluar dulu, tenangkan hati dan pikiranmu nak.” bi Siti menutup pintu dari luar.Bella tak mampu menghentikan tangisnya, meratapi dirinya yang tidak seberuntung yang lain.Sendiri terpaku dalam lara berharap pada sang pemilik kehidupan keadaan ini segera berlalu.Nana dan Zoya benar-benar menghabiskan waktunya seharian diluar. Layaknya gadis remaja yang baru mendapat izin keluar rumah.Melakukan perawatan, memanjakan diri dan berbelanja kebutuhan yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.Sesekali menghamburkan uang demi menyenangkan hati. Melupakan sejenak permasalahan yang membawanya pergi jauh dari sang suami terkasih.“Aku memaksa Burhan untuk menikah dengan wanita yang aku yakini rahimnya cocok untuk menjadi tempat benih Burhan akan tumbuh,” celetuk Nana tiba-tiba saat mereka dalam perjalanan menuju rumah.“APA!!!” Zoya mengerem mendadak.Dahi Nana menghantam
“Ceritakan padaku dari awal bagaimana bisa kamu meluncurkan ide yang entahlah itu. Aku saja enggan menyebutkan. Padahal kamu tahu Burhan sangat mencintaimu dan tidak mempermasalahkan soal anak,” tanya Zoya yang tengah asik menikmati bakso ukuran jumbo dengan sambal level sepuluh.Sedang Nana tidak memesan apapun. Perutnya memang lapar tapi selera makannya sama sekali tidak ada.“Semenjak membawa Bella tinggal bersama kami,” jawab Nana singkat.“Oh, jadi gadis itu Bella namanya. Trus,” timpal zoya mulutnya terus melahap pentol yang tinggal separuh.“Sifatnya yang sabar dan penyayang yang lebih utama dia wanita Sholehah. Bukan seperti Aku yang shalat pas kepepet. Pokoknya ciri wanita penghuni surga. Semenjak kehadirannya aku merasa memiliki saudara. Aku yang sangat merindukan tangis malaikat kecil dirumah dan tidak ingin Bella pergi jauh setelah dia bersuami. Membuat aku ingin menjadikan dia adik dan ibu dari anak-anak Burhan. Otomatis akan menjadi anakku juga. Biar tidak terlahir dari
“Iya, Bi. Terima kasih. Bibi masih ingat saja kesukaan jomblo akut yang mendekati karatan,” jawab Burhan yang terang-terangan mengejek laki-laki yang mengenakan kemeja biru terus tersenyum pada Bi Siti.“Alhamdulillah, Bibi selalu ingat kesukaan aden ganteng ini. Sayang Bibi gak punya anak. Kalau tak jadikan mantu. Permisi, saya ke belakang dulu." Bi Siti meninggalkan mereka berdua setelah menyelesaikan ucapannya.Sontak Burhan terpingkal-pingkal mendengar ucapan wanita paruh baya itu.“Puas Lo, seneng ya lihat temannya susah,” cicit Ferdi yang sudah terbiasa menjadi bulan-bulanan Burhan.“Ngapain lo kemari?” tanya Burhan.“Gue pengen nonjok muka lo, biar sadar. Lihat noh tampilan lo yang mirip gorila,” jawab Ferdi sengaja mengarahkan tinjunya ke wajah Burhan.“Gorila!! Mirip sich. Laki-laki aneh itu telah menjelma jadi gorila,” gumam Bella yang yang tidak sengaja mendengar obrolan mereka.Gadis itu ingin menuju dapur untuk membantu Bi Siti masak menu untuk makan malam nanti.Setelah